Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syifa Mardhatillah Syafitri
"Kanker serviks merupakan kanker ketiga tersering di seluruh dunia dengan angka kasus baru, morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi kesintasan lima tahun pasca radioterapi pasien KSS serviks stadium IIB-IIIB dan hubungannya dengan infeksi HPV serta faktor lain yang mempengaruhi. Penelitian ini merupakan penelitian kohort. Populasi terjangkau adalah pasien karsinoma serviks stadium IIB dan IIIB dengan hasil biopsi serviks KSS yang telah menjalani radioterapi di RSCM dan dilakukan pemeriksan DNA HPV pre dan pasca radiasi pada penelitian terdahulu. Analisis statistik digunakan dengan uji prognostik Kaplan Meier. Dari 31 sampel penelitian pendahuluan, hanya 27 subjek yang dapat didata. Angka kesintasan lima tahun adalah sebesar 35,5%. Tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara kesintasan dengan infeksi HPV, infeksi HPV yang menetap, lama radiasi, LVSI, stadium, diferensiasi, ukuran tumor dengan masing-masing nilai p 0,921, 0,586, 0,718, 0,65, 0,139, 0,78, dan 0,139. Terdapat hubungan yang bermakna antara respon radiasi dengan kesintasan, dengan median time survival 2 tahun (p 0,016).

Cervical cancer is the third most common cancer in the world with high number of new cases, morbidity and mortality rates. The objective of this research is to know the proportion of five year survival rate after radiation of cervical cancer stage IIB-IIIB patient and its relationship with HPV infection and other influencing factors. This research method was cohort study. Research population was patients with biopsy result squamous cell carcinoma stage IIB-IIIB who underwent radiation therapy and have been examined for HPV DNA before and after radiation on previous study. Overall survival was assessed and the relationship between prognosis with HPV infection and other factors was calculated. Statistical analysis was calculated using Kaplan Meier to determine prognostic factors of cervical cancer, as well as the median survival rate. From 31 samples on previous study, only 27 patients has been documented. The five year overall survival rate was 35,5%. There were no statistically significant relationship between cervical cancer survival rate with HPV infection, HPV persistence after radiation, duration of radiation, LVSI, staging, grading, tumor size with p result 0,921, 0,586, 0,718, 0,65, 0,139, 0,78, and 0,139 respectively. There was significant relationship between radiation response and survival rate with median 2-year survival (p 0,016)"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teti Ernawati
"Cara kerja : Selama bulan Juni hingga September 2006, 97 perempuan dengan HIV positif baik yang telah mendapat terapi ARV atau belum, mengikuti penelitian di Poliklinik POKDISUS AIDS RSCM. Data didapatkan dari status dan wawancara serta pengambilan tes Pap. Dari status diketahui kadar CD4 yang telah diperiksa terakhir. Karena masalah dana hanya diambil sepuluh sampel untuk mengetahui jenis DNA HPV serviks peserta penelitian. Dilihat jugs bagaimana karakteristik penularan HIV pada perempuan yang diteliti. Pelaporan hasil tes Pap dengan sistem Bethesda.
Hasil : Temuan tes Pap abnormal adalah 23,7%, terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%, diikuti ASCUS 10,3% dan LIS derajat tinggi 2,1%. Pada perempuan HIV positif yang diteliti kadar CD4 kurang dari 200 sel/mm3 adalah 40,2% ; antara 200-500 adalah 47,4% dan lebih dari 500 adalah 12,4%. Dari sepuluh peserta yang diperiksa DNA HPV diketahui enam orang didapatkan jenis high risk. Penularan infeksi HIV pada perempuan yang diteliti adalah melalui kontak seksual dengan suami pengguna putau 44,3%, suami yang multipartner 18,6%, perilaku seksual multipartner peserta penelitian sebanyak 26,8% dan peserta penelitian yang mengkonsumsi narkoba putau 10,3%.
Kesimpulan Temuan tes Pap abnormal terbanyak adalah LIS derajat rendah yakni 11,3%. Kadar CD 4 sebagian besar perempuan dalam penelitian ini adalah kurang dari 500 sel per mm3 (87,6%). Enam dari sepuluh peserta penelitian yang diperiksa DNA HPV didapatkan jenis high risk (risiko tinggi). Karakteristik penularan infeksi HIV terbanyak pada perempuan yang diteliti adalah penularan melalui kontak seksual dengan suami yang telah terinfeksi HIV Iebih dulu 62,9%.

Objective: to investigate Pap smear test result of the HIV positive women at POKDISUS AIDS RSCM.
Method: Between June and September 2006, 97 HIV-positive women from POKDISUS AIDS RSCM policlinic were enrolled. Some of the women have received the ARV treatment, while some others have not. Data were obtained from the medical records, interview and Pap test of the participant. From the medical records, the last CD4 level was obtained. Causes of financial problem only ten experiment samples were collected to investigate the type of cervical HPV DNA. It was also inspected how the HIV transmission characteristic of the women involved. The Pap's test report was using the Bethesda system.
Result: the Pap test outcome shown: abnormal 23.7%, consisting: LGSIL 11.3%, followed by ASCUS 10.3% and HGSIL 2.1%. At the HIV positive women, the CD4 level less than 200 cells/mm3 is 40.2%; ranges between 200 - 500 cells/mm3 is 47.4% and more than 500 is 12.4%. From the 10 (ten) participants investigated, it is known that 6 (six) of them got the high-risk type. The transmission of HIV infection of the participants: through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses is 44.3%, through the sexual activity of the multipartners spouses is 18.6%, and by the multipartners sexual activity is 26.8% and by the drug/putaw abuse is 10.3%
Conclusion: the Pap test outcome shown the most occurrences is L;GSIL 11.3%, the CD4 level of the HIV positive women is mostly less than 500 cells/mm3 (86,7%). Further, 6 (six) out of 10 (ten) participants investigated got the high-risk type. Most of the transmission of HIV infection of the participants is through the sexual activity of the drug/putaw abuse spouses, who have been infected already.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18161
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Data Angkasa
"Pada tahun 2000, harapan hidup wanita Indonesia meningkat menjadi 67,5 tahun dan kelompok usia tua akan mencapai 8,2% dari seluruh populasi Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2010, usia harapan hidup wanita Indonesia akan mencapai 70 tahun. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup, maka akan terjadi peningkatan penyakit-penyakit tua, khususnya pada wanita kejadian penyakit usia ma ini dihubungkan dengan penurunan kadar hormon estrogen. Penurunan hormon ini telah dimulai sejak usia 40 tahun.
Menopause sebagai akibat dari penurunan kadar hormon estrogen pada wanita akan memberikan gejala-gejala yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ. Gejala-gejala yang mungkin timbul dibagi menjadi efek jangka pendek maupun jangka panjang. Efek jangka pendek adalah gejala vasomotorik (hot flushes, jantung berdebar, sakit kepala), gejala psikologik (gelisah, lekas marah, perubahan perilaku, depresi, gangguan libido), gejala urogenital (vagina kerng, keputihan, gatal pada vagina, iritasi pada vagina, inkontinensia urin), gejala pada kulit (kering, keriput), gejala metabolisme (kolesteroi tinggi, HDL turun, LDL naik). Sedangkan efek jangka panjang meliputi osteoporosis, penyakit jantung koroner, aterosklerosis, stroke sampai kanker usus besar.
Usia menopause perempuan di negara maju seperti di Amerika Serikat dan Inggcis adalah 51,4, sedangkan di negara-negara Asia Tenggara adalah 51,09 tahum. Usia menopause untuk perempuan Indonesia adalah 50 tahun. Jika usia harapan hidup wanita Indonesia adalah 70 tahun, maka hampir 20 tahun lamanya mereka akan mengalami berbagai masalah kesehatan akibat kekurangan hormon estrogen. Dampaknya adalah kualitas hidup kaum perempuan akan berkurang. Gejala klimakterik disebabkan oleh kekurangan hormon estrogen, maka pengobatannya adalah dengan pemberian hormon estrogen dari luar tubuh, yang dikenal dengan dengan istilah Hormone replacement therapy (HRT) atau istilah dalam bahasa Indonesia Terapi Sulih Hormon (TSH). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pemberian TSH pada perempuan menopause dapat menghilangkan keluhan klimakterik, bahkan mencegah terjadinya patah tulang, penyakit jantung koroner, kanker usus besar, dementia ripe Alzheimer dan katarak. Dengan kata lain pemberian TSH dapat meningkatkan kualitas hidup perempuan menopause."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Paramita Wardhani
"Latar Belakang : Preeklampsia masih menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada ibu hamil. Hingga saat ini masih belum ada program penapisan untuk memprediksi preeklampsia di Indonesia. Pada tahun 2018 di Jakarta, dilakukan penelitianmengenai faktor-faktor risiko maternal dan profil biofisik yang dinilai dapat meningkatkan kejadian preeklampsia. Namun, hasil penelitian tersebut masih perlu dilakukan validasi eksternal untuk mengonfirmasi bahwa hasilnya valid dan bisa diaplikasikan pada situasi, waktu, tempat yang berbeda. Tujuan: Melakukan validasi eksternal hasilpenelitian terdahulu Metode: Desain kohort prospektif. Semua ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan di RSCM, RSUK JoharBaru, dan RSUK Tebet dari April-November 2018 diikuti hingga bersalin/terjadi preeklampsia pada Januari 2019. Hasil: Total subjek 467 orang. Insidens preeklampsia dari ketiga rumah sakit adalah 18,2%. Hasil penelitian dianalisis secara bivariat dilanjutkan multivariat. Hasil penelitian yang secara statistik signifikan adalah hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata≥ 95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. AUC-ROC (kemampuan diskriminasi untuk memprediksi preeklampsia) 85%. Sehingga merupakan instrumen yang baik untuk uji diagnostik. Hasil ROC dari penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang serupa. Cut off dari penelitian ini 0,91 (sensitivitas 79% dan spesifisitas 84%). Hasil uji validitas eksternal dari penelitian sebelumnya diterapkan pada penelitian ini dan menunjukkan hasil yang valid dan memiliki akurasi yang baik. Kesimpulan: Faktor-faktor yang meningkatkan risiko preeklampsia, yaitu hipertensi kronik, riwayat preeklampsia, tekanan arteri rerata ≥95 mmHg, dan indeks pulsatilitas a.uterina tinggi. Hasil perbandingan uji diagnostik dan uji validitas eksternalbaik.

Background: preeclampsia is still leading causes of morbidity and mortality in pregnant women. Until today, there is still no screening program to predict preeclampsia in Indonesia. In Jakarta 2018, conducted research on maternal risk factors and biophysical profile to predict preeclampsia. However, the results still needs to be performed external validation to confirm that the results of the study are valid and can be applied on different situations, populations, and times. Objective: to perform external validation of the previous studyMethods: A prospective cohort design. Participants are all pregnant women who perform antenatal care in RSCM, RSUK JoharBaru, and RSUK Tebet from April-November 2018. They will be followed until January 2019. Results: Total participants 467 subject. Incidence of preeclampsia from 3 hospitals was 18,2%. The results had been analyzed bivariate continuing multivariate. The results of this study which statistically significant werechronic hypertension, history ofpreeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. AUC-ROC (discrimination ability to predict preeclampsia) was 85%. Therefore, it is a good instrument fordiagnostic test. The ROC result of previous study seen shows the similar result.Cut off of this study was 0,91 (79% sensitivity and 84% specificity). The result of external validity test from previous study which applied to this study was valid and showed a good accuracy.Conclusion: Several factors increase the risk of preeclampsia, such as chronic hypertension,history of preeclampsia, mean arterial pressure≥ 95 mmHg, and high pulsatility index of uterine artery. The results of diagnostic test and external validation test are good."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuven Satya Pratama
"Latar Belakang: Kanker serviks merupakan keganasan terbanyak nomor tiga pada perempuan di seluruh dunia dan nomor dua di Indonesia dengan angka insidensi mencapai 20928 kasus per tahunnya. Angka insiden dan mortalitas dari kanker serviks memiliki korelasi yang cukup baik dengan program pencegahan kanker serviks, terutama pada pemeriksaan berbasis sitologi, salah satunya sitologi berbasis cairan liquid-based cytology. Penambahan tes DNA HPV yang sensitif dalam pemeriksaan sitologi juga bertujuan untuk meningkatkan angka sensitivitas sehingga dapat memperkuat parameter penapisan lesi pra kanker serviks terutama pada pemeriksaan liquid-based cytology dan tes DNA HPV pada pusat pelayanan kesehatan swasta.
Tujuan: Diketahuinya angka akurasi liquid-based cytology, DNA HPV, dan kombinasi keduanya dibandingkan dengan hasil histopatologi. Diketahuinya genotyping dan karakteristik DNA HPV tipe High Risk dalam setiap derajat NIS.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 138 subjek pada Juli 2013 ndash; Desember 2015 di RSCM Kencana. Data dikumpulkan secara total sampling dan dilakukan uji akurasi. Penelitan ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuan pelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM pada bulan Februari 2016.
Hasil: DNA HPV tipe high risk terdapat pada 76 NIS 1, 88.46 NIS 2, dan 84.21 NIS 3 pada hasil histopatologi. Didapatkan akurasi pemeriksaan liquid-based cytology; sensitivitas 88.54 , spesifisitas 35.71 , NPP 75.89 , dan NPN 57.69 . Akurasi pemeriksaan DNA HPV; sensitivitas 81.25 , spesifisitas 78.57 , NPP 89.66 , dan NPN 64.71 . Sementara akurasi kombinasi keduanya adalah sensitivitas 94.79 , spesifisitas 35.71 , NPP 77.12 , dan NPN 75.
Simpulan: Penambahan pemeriksaan DNA HPV meningkatkan angka sensitivitas dari 88.54 menjadi 94.79 karena turunnya angka negatif palsu pemeriksaan LBC. Hal ini menjadikan kombinasi pemeriksaan liquid-based cytology dan DNA HPV dapat menjadi pilihan metode penapisan lesi pra kanker serviks terutama pada fasilitas kesehatan sekunder ataupun tersier di Indonesia.

Background: Cervical cancer was the third of the most female cancer in the world and the second in Indonesia with the incidence of 20928 new cases annually. The incidence and moratlity in cervical cancer have a good correlation with the cervical cancer prevention program, especially cytology based examination, for instance, liquid based cytology. The addition of HPV DNA test in cytology will increase the sensitivity, strengthened the parameter of pre cervical cancer lesion screening, espescially in liquid based cytology and HPV DNA test in the secondary or tertier health center in Indonesia.
Objectives: To show the accuracy of liquid based cytology, HPV DNA test, and the combination of liquid based cytology and HPV DNA test, compared to histopathology as a the gold standard of pre cervical cancer lesion screening. Furthermore, this study will show the genotyping characteristic of high risk type HPV DNA and dan high risk type HPV DNA characteristic in every stage of CIN.
Methods: This study is a cross sectional study with the sample of 138 subjects in July 2013 ndash December 2015 at RSCM Kencana. The data were collected by total sampling and be performed the accuracy test. This study had already passed the ethical clearance and permitted by Ethical Committee FKUI RSCM in February 2016.
Results: The high risk type HPV DNA is detected in 76 CIN 1, 88.46 CIN 2, and 84.21 CIN 3 in histopathology results. The accuracy of liquid based cytology sensitivity 88.54 , specificity 35.71 , PPV 75.89 , and NPV 57.69 . The accuracy of HPV DNA sensitivity 81.25 , specificity 78.57 , PPV 89.66 , and NPV 64.71 . The accuracy of combination sensitivity 94.79 , specificity 35.71 , PPV 77.12 , dan NPV 75.
Conclusions: The addition of HPV DNA test increased the sensitivity from 88.54 to 94.79 because of decreasing of false negative of liquid based cytology. This thing has showed that the combination of liquid based cytology and HPV DNA test could the one of the option of pre cervical cancer lesion screening method, especially in secondary or tertier health center in Indonesia.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangunsong, Matthew Mindo Parsaoran
"ABSTRAK
TUJUAN : Mengetahui jumlah sel NK dan fungsinya menghasilkan IFN-? pada serviks normal, infeksi subklinis HPV-RT, lesi prakanker dan kanker serviks terkait perjalanan alami kanker serviks.METODE : Penelitian ini merupakan sebuah studu deskripsi komparasi numeric lebih dari 2 grup dengan total subjek 40 perempuan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel diambil dari swab serviks dengan cytobrush dan diproses di laboratorium untuk menghitung jumlah sel NK dan fungsinya menghasilkan interferon gamma dengan metode flowsitometri. Data dianalisis dengan uji Kruskall Wallis dan analisis post-hoc unutuk menentukan perbedaan antara grup.HASIL : Rerata jumlah sel NK pada kelompok serviks normal, infeksi subklinis HPV-RT, lesi prakanker, dan kanker serviks berturut-turut adalah 2.6 , 11.6 , 12 , dan 7.4 . Rerata jumlah sel NK memproduksi IFN-? pada kelompok serviks normal, infeksi subklinis HPV-RT, lesi praknaker, dan kanker serviks berturut-turut adalah 8.1 , 3.3 , 1.1 , dan 1.8 Terdapat perbedaan jumlah sel NK pada pada jaringan serviks normal, infeksi subklinis HPV-RT, lesi prakanker dan kanker serviks p=0.001 . Tidak terdapat perbedaan jumlah sel NK yang menghasilkan IFN-? pada pada jaringan serviks normal, infeksi subklinis HPV-RT, lesi prakanker dan kanker serviks p=0.577 .KESIMPULAN : Jumlah sel NK pada serviks normal secara bermakna lebih rendah dibanding kelompok lainnya. Namun tidak ada perbedaan jumlah sel NK yang memproduksi IFN-? antar kelompok. Aktivitas sel NK sebagai imunomodulator dapat berkaitan dengan aktivitas sitotoksiknya, meskipun mempunyai jalur aktivasi yang berbeda. Diperlukan penelitian lanjutan untuk menilai aktifitas sel NK memproduksi sitokin. Selain itu fungsi sitotoksik sel NK juga perlu dipelajari untuk mengetahui peranan seutuhnya sel NK terkait perjalanan alami kanker serviks.

ABSTRACT
Objective To know NK cell count and its function to produce IFN on normal cervix, subclinical high risk HPV hr HPV infection, precancerous lesion, and cervical cancer in order to understand the natural history of uterine cervical cancer.Methods This is a descriptive comparative numerical study with more than two unpaired group with total subjects of 40 females who met the inclusion and exclusion criteria. Samples were gathered from cervical tissue using cytobrush and were processed in the laboratory to calculate NK cell count using flowcytometry. Data was analyzed using Kruskal Wallis and post hoc analysis was done to determine the difference between groups.Results The mean NK cell count on normal cervix, subclinical hr HPV infection, precancerous lesion, and cervical cancer were 2.6 , 11.6 , 12 , and 7.4 . The mean NK cell producing IFN on normal cervix, subclinical hr HPV infection, precancerous lesion, and cervical cancer were 8.1 , 3.3 , 1.1 , and 1.8 . There is significant difference of NK cell count between 4 groups p 0.001 but there is no significant difference of NK cellproducing IFN p 0.577 .Conclusion NK cell count in normal cervix was significantly lower than other group. However, there wasn rsquo t any difference on IFN production between groups. NK cells activity as an immunomodulator can be associated to its cytotoxic activities, although from different pathway. Further study is needed to understand NK cell activity in cytokine production and its role in cervical cancer natural history. "
Lengkap +
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Mustika Rini
"ABSTRAK
Latar Belakang: Avulsi levator ani merupakan lepasnya otot puborektalis dari insersinya pada dinding pelvis. Kejadian ini seringkali terjadi akibat trauma persalinan pervaginam dan dapat menyebabkan gejala uroginekologi beberapa tahun kemudian. Tujuan: Untuk mengetahui proporsi avulsi levator ani menggunakan ultrasonografi 3D/4D dan menentukan faktor-faktor persalinan pervaginam yang berkontribusi pada terjadinya avulsi levator ani diantara pasien dengan gejala prolaps organ panggul. Metode: Studi potong-lintang dilakukan pada pasien dengan gejala prolaps organ panggul di Poliklinik Uroginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Secara retrospektif dan prospektif dilakukan pengumpulan data sejak Januari 2012 hingga April 2017 dengan pemeriksaan klinis menggunakan POP-Q dan ultrasonografi 3D/4D transperineal untuk menilai otot levator ani.Hasil: Dari total 127 pasien prolaps organ panggul yang dimasukkan sebagai subjek memiliki median usia 61 26-80 tahun, median paritas 3 0-13 dengan 2 pasien nuligravida dan 2 pasien menjalani persalinan hanya dengan seksio sesarea. Sebanyak 10 subjek 7.9 , IK95 3.1-12.6 terdeteksi adanya avulsi levator ani menggunakan USG 3D/4D transperineal. Diantara kelompok avulsi tersebut dilakukan analisis dengan mengeksklusi 4 pasien tanpa persalinan pervaginam. Dari total 123 pasien, median usia pertama melahirkan adalah 26 18-31 tahun, p=0.156; median jumlah persalinan pervaginam adalah paritas 3 1-9 , p=0.19; riwayat persalinan dengan forsep hanya terdapat 1 kasus 10 , p=0.081; riwayat persalinan dengan vakum 10 , p=0.35, dari total 5 kasus vakum; dan berat lahir bayi terbesar dengan median 3470 3100-3700 gram, p=0.752.Kesimpulan: Proporsi avulsi levator ani pada pasien prolaps organ panggul di Poliklinik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sebesar 7.9 . Faktor risko obstetri seperti usia pertama melahirkan, jumlah persalinan pervaginam, riwayat persalinan dengan forsep, riwayat persalinan dengan vakum dan berat lahir bayi terbesar tidak dapat disimpulkan hubungannya dengan terjadinya avulsi levator ani.

ABSTRACT
Background Avulsion of levator ani could arise from detachment of puborectalis muscle form its insertion on the pelvic sidewall. This manifest is a common consequence of vaginal childbirth trauma and could represent urogynecological symptoms many years later. Objective To estimate the proportion of levator ani avulsion using 3D or 4D ultrasound and determine the vaginal birth factors that contribute to levator ani avulsion among the symptomatics of pelvic organ prolapse women. Methods Cross sectional study was conducted among women with symptomatic pelvic organ prolapse in Urogynecology Clinic RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Patients were retrospective and prospectively investigated from January 2012 until April 2017 by clinical examination using POP Q system and 3D 4D imaging of levator ani muscle.Results A total 127 women with pelvic organ prolapse were included in this study, median age was 61 26 80 years, median parity was 3 0 13 with 2 patients were nulligravid and 2 patients have giving birth by c section only. There were 10 cases 7.9, IK95 3.1 12.6 levator avulsion by transperineal 3D 4D US exam. In the group of levator avulsion, 4 cases without history vaginal birth were excluded. Of total 123 patients, first age delivery median was 26 18 31 years, p 0.156 vaginal birth parity median was 3 1 9, p 0.19 1 case forceps delivery 10, p 0.081 vacuum delivery 10, p 0.35, from total vacuum history was 5 cases and maximum birthweight median mas 3470 3100 3700 gram, p 0.752.Conclusion Proportion of levator avulsion in women with pelvic organ prolaps at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo was 7.9 . First age delivery, vaginal birth parity, forceps delivery, vacuum delivery, dan maximum birth weight as obstetric factors cannot be concluded these association to levator avulsion."
Lengkap +
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Wibowo K
"ABSTRAK
Latar Belakang: Dimensi dari hiatus levator merupakan tempat atau portal yang berpotensi tinggi untuk terjadinya prolaps organ panggul POP dan memiliki hubungan statistik yang sangat kuat dengan gejala klinis POP. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan data mengenai korelasi pengukuran area hiatus levator pada POP simtomatik mengunakan Ultrasonografi 3D/4D dengan pemeriksaan klinis yaitu panjang Gh, panjang Pb dan penjumlahannya.
Metode: Analisa data sekunder sebanyak 160 pasien POP yang diperiksa dari Januari 2012 hingga April 2017 di poliklinik Uroginekologi RSCM, Jakarta. Diambil data karakteristik pasien, pengukuran Ultrasonografi 3D/4D maksimal Area Hiatal Levator, dan hasil pengukuran secara klinis dengan menggunakan pelvic organ prolapse quantification system (POP-Q).
Hasil: Terdapat korelasi positif antara pemeriksaan klinis dengan pengukuran luas area hiatal menggunakan USG dengan r = 0,43 untuk panjang Gh, dan korelasi pada penjumlahan Gh dan Pb dengan r=0,51 termasuk kategori sedang, sedangkan untuk panjang Pb dengan r = 0,23 tidak didapatkan adanya korelasi. Didapatkan titik potong optimal untuk membedakan derajat 2 dengan derajat 3 adalah 7,5 cm/29,7 cm2 dan derajat 3 dan derajat 4 adalah 8,3 cm/32,1 cm2.
Kesimpulan: Pemeriksaan klinis dengan menjumlahkan panjang Gh dan panjang Pb dapat dipertimbangkan untuk mencerminkan pemeriksaan area hiatal dengan mengunakan USG 3/4 dimensi transperineal pada daerah dengan sarana terbatas untuk melihat regangan pada levator ani atau yang disebut sebagai "ballooning"

ABSTRACT
Background: The dimension of levator hiatal is a site or portal that high potentially for pelvic organ prolapse POP and has a very strong statistical relationship with clinical symptoms of POP. This study aims to provide data on the correlation of levator hiatus area measurements in symptomatic POP using 3D/4D Ultrasound with clinical examination of Gh, Pb and summation Gh Pb.
Methods: Secondary data analysis of 160 POP patients examined from January 2012 to April 2017 at the Uroginekologi Clinic RSCM, Jakarta. Taken data on patient characteristics, maximum 3D 4D Ultrasound measurement of Levator Hiatus Area, and clinical measurement results using pelvic organ prolapse quantification system POP Q.
Results: There was a positive correlation between clinical examination and measurement of hiatal area area using ultrasound with r=0.43 for Gh length, and the medium correlation on the sum of Gh and Pb with r=0,51. No correlation for Pb length with r 0.23. The optimal cut to differentiate degrees 2 by 3 is 7.5 cm/29.7 cm2 and degree 3 by 4 is 8.3 cm/32.1 cm2.
Conclusion: Clinical examination by summing the lengths of Gh and Pb may be consider reflects the examination of the hiatal area by using transperineal ultrasound to see the strain on levator ani called ballooning in an area with limited resources. "
Lengkap +
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, David Oktavianus
"Latar Belakang :
ICS merekomendasikan latihan Kegel, sebagai terapi konservatif untuk mengatasi inkontinensia urin tekanan untuk dilakukan selama 12 minggu. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa latihan kegel selama 4, dan 8 minggu dapat memperbaiki gejala inkontinensia, kualitas hidup, dan meningkatkan kekuatan otot dasar panggul.
Tujuan :
Mengetahui gambaran perbaikan gejala subjektif dan objektif, peningkatan kekuatan otot dasar panggul, perbaikan derajat keparahan dan perbaikan kualitas hidup wanita penderita inkontinensia urin tekanan yang menjalani antara latihan Kegel yang 4, 8, dan 12 minggu
Metode:
55 subjek terdiagnosis inkontinensia urin tekanan (berdasarkan nilai (QUID >4) dan tes pembalut positif 60 menit) diberikan latihan Kegel di Poliklinik Rehabilitasi Medik RSCM selama 12 minggu. Pengumpulan data, seperti kuesioner UDI-6; tes pembalut 60 menit; dan kuesioner IIQ-7 akan dicatat oleh subjek penelitian dalam buku kegiatan 4, 8, dan 12 minggu. Selain itu, evaluasi biofeedback(Myomed 932) dari kekuatan serat otot lambat dan serat otot cepat dilakukan setiap 2 minggu untuk menilai perbaikan.
Hasil:
Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna antara skor UDI-6 dan IIQ-7 subjek sebelum latihan dan setelah latihan 4, 8, dan 12 minggu (uji Wilcoxon; p<0.05). Selain itu, adanya perbedaan yang signifikan pada kekuatan serat otot lambat dan serat cepat antara sebelum latihan dengan pasca latihan 8 minggu dan sebelum latihan dengan pasca 12 minggu. (dengan uji Wilcoxon; p <0.05).
Kesimpulan :
Latihan Kegel yang dilakukan dengan durasi minimal 8 minggu dapat memperbaiki gejala, kekuatan otot dasar pangul dan kualitas hidup wanita dengan inkontinensia urin tekanan.

Introduction :
Kegel exercise is recommended by ICS, as a conservative therapy to improve stress urinary incontinence for 12 weeks. However, several studies have shown that Kegel exercise for 4 and 8 weeks can improve symptoms of incontinence, quality of life and increase pelvic floor muscle strength.
Objective:
To identify the improvement subjective and objective symptoms, increasing pelvic floor muscle strength, and improvement quality of life among women with stress urinary incontinence who performed kegel exercise 4, 8, and 12 weeks.
Method:
55 subjects were diagnosed with stress urinary incontinence (based on (QUID score >4) and positive result of pad test 60 minutes) and were given the Kegel exercise at RSCM for 12 weeks. Datas such as UDI-6, pad test 60 minutes, and IIQ-7 will be documented by each subject in the book for 4, 8, and 12 weeks. In addition, Pelvic floor muscle (slow and fast fibers twitch) were assessed by biofeedback (myomed 932) every 2 weeks.
Result:
The results show that there is a significant difference between the UDI-6 and IIQ-7 scores before, after 4, 8, and 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon testp < 0.05).
In addition, there is a significant difference in the pelvic floor muscle strength (slow and fast fibers twitch) between before with after exercise for 8 weeks Kegel exercise and between before and after 12 weeks Kegel exercise. (Wilcoxon test; p <0.05).
Conclusion:
Performing Kegel exercise with a minimum duration of 8 weeks can improve symptoms, pelvic floor muscle strength and quality of life for women with stress urinary incontinence.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Loho, Ditha Adriana
"Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan kanker yang menduduki peringkat kedelapan untuk angka kejadian dan peringkat ketujuh untuk mortalitas pada perempuan di seluruh dunia. Mayoritas pasien akan mengalami rekurensi, terutama pada tiga tahun pertama setelah terapi. Terdapat beragam faktor prognostik klinikopatologis yang mempengaruhi luaran dan rekurensi kanker ovarium, namun hasil penelitian yang telah ada menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruh faktor-faktor tersebut.
Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kejadian rekurensi 3 tahun pasien kanker ovarium epitelial di RSCM dan faktor klinikopatologis yang mempengaruhinya.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kohort retrospektif pada 102 pasien yang menjalani terapi untuk kanker ovarium epitelial di RSCM. Dilakukan pemantauan hingga 3 tahun pasca terapi atau hingga terjadi rekurensi yang didapatkan secara klinis atau radiologis. Dilakukan analisis kesintasan terhadap faktor klinikopatologis yaitu usia, stadium, keberhasilan sitoreduksi, sitologi asites, histopatologi, derajat diferensiasi dan keterlibatan KGB. Faktor yang didapatkan memiliki hubungan bermakna dengan kejadian rekurensi kemudian dianalisis dengan metode regresi Cox.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan bahwa rekurensi kanker ovarium epitelial di RSCM pada 1 tahun adalah 17,7%, pada 2 tahun adalah 30,6%, dan pada 3 tahun adalah 36,3%. Median waktu hingga rekurensi adalah 94 minggu. Analisis kesintasan menunjukkan bahwa usia, histopatologi dan derajat diferensiasi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian rekurensi 3 tahun. Di sisi lain, didapatkan bahwa stadium berdasarkan FIGO, keberhasilan operasi sitoreduksi, sitologi asites dan keterlibatan KGB memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian rekurensi 3 tahun. Setelah dilakukan analisis multivariat, keterlibatan KGB ditemukan sebagai faktor prognostik terhadap kejadian rekurensi 3 tahun pada kanker ovarium epitelial dengan hazard ratio 3,066 (IK 95% 1,186-7,923).
Kesimpulan: Angka kejadian rekurensi 3 tahun untuk kanker ovarium epitelial adalah 36,3%. Faktor klinikopatologis yang mempengaruhi rekurensi adalah stadium, keberhasilan operasi sitoreduksi, sitologi asites, dan keterlibatan KGB.

Background: Ovarian cancer is a cancer that ranks eighth for the incidence and ranks seventh for mortality in women around the world. The majority of patients will experience recurrence, especially in the first three years after therapy. There are a variety of clinopathologic prognostic factors that influence the outcome and recurrence of ovarian cancer, but the results of existing studies show inconsistent results regarding the influence of these factors.
Objective: The purpose of this study was to study the 3-year recurrence rate of epithelial ovarian cancer patients in Cipto Mangunkusumo Hospital and the influencing clinicopathologic factors.
Methods: This study was a retrospective cohort study of 102 patients undergoing treatment for epithelial ovarian cancer in the RSCM. Monitoring is carried out up to 3 years after therapy or until recurrences are obtained clinically or radiologically. Survival analysis of the clinicopathologic factors including age, stage, success of cytoreduction, ascites cytology, histopathology, degree of differentiation and involvement of lymph node was performed. The factors which were found to have a significant relationship with the recurrence event were then analyzed using the Cox regression method.
Results: In this study it was found that the recurrence of epithelial ovarian cancer in the RSCM at 1 year was 17.7%, at 2 years was 30.6%, and at 3 years was 36.3%. The median time to recurrence is 94 weeks. Survival analysis showed that age, histopathology and degree of differentiation did not have a significant relationship with the incidence of recurrence at 3 years. Conversely, it was found that stage based on FIGO, successful cytoreductive surgery, ascites cytology and lymph node involvement had a significant relationship with the incidence of recurrence at 3 years. After multivariate analysis, lymph node involvement was found as a prognostic factor for the incidence of 3-year recurrence in epithelial ovarian cancer with a hazard ratio of 3.066 (95% CI 1.186-7.923).
Conclusion: The 3-year recurrence rate for epithelial ovarian cancer is 36.3%. Clinicopathologic factors that influence recurrence are stage, success of cytoreductive surgery, ascites cytology, and lymph node involvement.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>