Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fara Vitantri Diah Candrani
"Massa tulang akan meningkat tajam sejak memasuki usia pubertas hingga mencapai puncaknya antara usia 20 dan 30 tahun Setelah puncak massa tulang tercapai, maka tulang woven akan berubah menjadi tulang lamelar dan tulang terus mengalami remodeling selama kehidupan untuk mempertahankan keseimbangan biokimiawi tulang . Remodeling adalah proses yang berlangsung terus menerus dengan cara membangun dan mengganti sejumlah tulang lamelar yang dilakukan oleh osteoblas dan osteoklas. Secara fisiologis kadar estrogen plasma mulai menurun ketika wanita berusia 40 tahun dan sangat rendah saat wanita memasuki usia menopause, yang akan menurunkan aktivitas osteoblas untuk membentuk kolagen tipe 1. Formasi tulang yang turun secara fisiologis akan menyebabkan perubahan keseimbangan remodeling tulang berubah kearah resorpsi tulang. Ketidakseimbangan remodeling yang berakibat pada penurunan densitas mineral tulang (DMT) bervariasi mulai dari yang ringan (osteopenia) hingga pada keadaan yang berat ( osteoporosis), sehingga berisiko tinggi untuk mengalami patah tulang, yang dikenal sebagai patah tulang osteoporosis.
Pada tahun 1993 Conference Development Consensus rnendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit skeletal sistemik yang ditandai dengan berkurangnya densitas tulang dan terjadi perubahan struktur mikro tulang, yang mengakibatkan tulang menjadi lebih rapuh serta berisiko timbulnya patah tulang.
Prevalensi osteoporosis pada wanita usia 50-59 tahun adalah 24%, sedangkan pads wanita dengan usia 60-70 tahun adalah 62%. Data terkini untuk wanita kulit putih usia diatas 50 tahun, prevalensi osteoporosis untuk tulang vertebra, proksimal femur dan radius masing-masing 32%,29% dan 31% . Di Amerika Serikat , ketika perempuan mencapai usia 50 tahun, sebanyak 17% yang berisiko mengalami patch tulang panggul, data lain menyebutkan dari 25 juta wanita yang mengalarli osteoporosis, 1,5 juta mengalami fraktur tiap tahunnya dan setengah juta dari jumlah tersebut mengalami fraktur vetebra torakal dan lumbal. Risiko mengalami patah tulang vertebra, panggul atau pergelangan pada wanita diatas 50 tahun sebesar 40% dan patah tulang vertebra merupakan patah tulang yang tersering dialami pada fraktur osteoporosis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T58477
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agriana Puspitasari
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Endometriosis diperkirakan ditemukan pada 2-22% wanita usia reproduksi yang asimptomatik, sedangkan pada wanita yang mengalami dismenore, prevalensinya meningkat menjadi 40-60%. Terapi yang ada saat ini adalah terapi medikamentosa, terapi pembedahan, atau gabungan dari keduanya. Namun belum ada yang dapat berhasil menghilangkan penyakit ini. Hal ini dibuktikan dengan angka kekambuhan endometriosis yang cukup tinggi, yaitu 33,3-40,3%. Pada penderita endometriosis, terjadi proses inflamasi akibat adanya stress oksidatif yang berasal dari perdarahan siklik. Pada perdarahan siklik ini didapatkan heme dan besi yang merupakan suatu oksidan. Beratnya stress oksidatif yang terjadi dapat dilihat dari kadar malondialdehida dalam darah karena radikal bebas yang merupakan bagian dari ROS akan mengubah asam lemak jenuh menjadi aldehid dan malondialdehida (MDA). Telah diketahui bahwa kadar MDA pada jaringan endometriosis lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan endometrium eutopik. Kurkumin diketahui mempunyai efek antiinflamasi, antioksidan, dan imunomodulator. Efek antioksidan dari kurkumin bekerja dengan cara mengurangi jumlah radikal bebas yang beredar.
Tujuan: Menilai pengaruh pemberian kurkumin terhadap stress oksidatif pada penderita endometriosis.
Metode: Penelitian ini merupakan suatu penelitian uji klinis acak tersamar ganda dengan kontrol pasien yang mendapat kapsul plasebo selama periode Desember 2014 ? Mei 2015. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling.
Hasil: Sejumlah 12 subjek dari kelompok kurkumin diberikan perlakuan dengan 1x100 mg kurkumin selama 2 bulan, sedangkan 12 subjek pada kelompok kontrol diberikan kapsul plasebo selama 2 bulan, setelah sebelumnya diambil MDA pre perlakuan. Satu pasien dari kelompok kurkumin dan 2 dari kelompok kontrol drop-out karena tidak kembali pada akhir bulan kedua untuk pengambilan MDA pasca perlakuan. Rerata awal kadar MDA subjek kelompok plasebo adalah 0,39 ± 0,39 nmol/ml dengan rerata kadar MDA di akhir intervensi 0,32 ± 0,14 nmol/ml. Penurunan tersebut tidak bermakna berdasarkan uji statistik dengan nilai p=0,80. Rerata awal (baseline) kadar MDA subjek dengan suplementasi kurkumin adalah 0,33 ± 0,21 nmol/ml dengan rerata kadar MDA pasca intervensi berkurang menjadi 0,31 ± 0,13 nmol/ml. Secara statistik penurunan kadar MDA pasca suplementasi kurkumin tidak bermakna (p=0,84). Tidak didapatkan perbedaan bermakna kadar MDA awal antar kedua kelompok (p=0,56). Demikian juga pada kadar MDA akhir intervensi dan perubahan (delta) kadar MDA antar kedua kelompok setelah intervensi, tidak dijumpai berbedaan bermakna secara statistik dengan p=0,85 dan p=0,81, berturut-turut
Kesimpulan: Tidak terdapat penurunan kadar MDA yang bermakna pada subjek dengan suplementasi kurkumin maupun plasebo.

ABSTRACT
Background: Endometriosis is estimated to be found in 2-22% asymptomatic reproductive women, while women with dysmenorrhea, the prevalence increased to 40-60%. Current management is medical therapy, surgical therapy, or a combination of both. But no one has been able to successfully eliminate this disease. This is proven by endometriosis recurrence rate is high enough, ranging from 33.3 to 40.3%. In endometriosis, inflammatory process occurs as a result of oxidative stress originating from cyclic bleeding. At this cyclic bleeding obtained heme and iron which is an oxidant. Free radicals that are part of the ROS (reactive oxygen species) will change the saturated fatty acids to aldehydes and malondialdehydes (MDA), so oxidative stress that occurs can be seen from plasma malondialdehyde levels. In recent study, MDA levels in endometriosis tissue was significantly higher than the eutopic endometrium. Curcumin is known to have anti-inflammatory, antioxidant and immunomodulatory effects. Antioxidant effects of curcumin works by reducing the amount of circulating free radicals.
Objective: Assess the effect of curcumin on oxidative stress in endometriosis patients
Methods: This study is a randomized double-blind clinical trial with control groups receiving placebo capsules for the period December 2014 - May 2015. Sampling was conducted by consecutive sampling.
Results: Twelve subjects of the treatment group was given curcumin 1x100 mg, while 12 subjects in the control group was given placebo capsules for 2 months. Peripheral blood was taken for MDA levels pre treatment. One patient from curcumin group and 2 from the control group dropped out because they do not come at the end of treatment for MDA measurement. The mean initial MDA level of placebo group was 0.39 ± 0.39 nmol / ml with a mean MDA levels at the end of the intervention 0.32 ± 0.14 nmol / ml. The decrease was not statistically significants with p = 0.80. The mean initial MDA levels of curcumin group was 0.33 ± 0.21 nmol / ml with a mean at the end of intervention was 0.31 ± 0.13 nmol / ml. The decrease was not statistically significants with p = 0.84. There were no significant differences between the initial MDA levels both groups (p = 0.56). Likewise, at MDA levels post intervention and delta between the MDA pre and post intervention on both groups, found no statistically significant with p = 0.85 and p = 0.81, respectively.
Conclusions: There was no significant decrease in MDA levels in subjects with curcumin supplementation or placebo., Background: Endometriosis is estimated to be found in 2-22% asymptomatic reproductive
women, while women with dysmenorrhea, the prevalence increased to 40-60%. Current
management is medical therapy, surgical therapy, or a combination of both. But no one has
been able to successfully eliminate this disease. This is proven by endometriosis recurrence
rate is high enough, ranging from 33.3 to 40.3%. In endometriosis, inflammatory process
occurs as a result of oxidative stress originating from cyclic bleeding. At this cyclic bleeding
obtained heme and iron which is an oxidant. Free radicals that are part of the ROS (reactive
oxygen species) will change the saturated fatty acids to aldehydes and malondialdehydes
(MDA), so oxidative stress that occurs can be seen from plasma malondialdehyde levels. In
recent study, MDA levels in endometriosis tissue was significantly higher than the eutopic
endometrium. Curcumin is known to have anti-inflammatory, antioxidant and
immunomodulatory effects. Antioxidant effects of curcumin works by reducing the amount
of circulating free radicals.
Objective: Assess the effect of curcumin on oxidative stress in endometriosis patients
Methods: This study is a randomized double-blind clinical trial with control groups receiving
placebo capsules for the period December 2014 - May 2015. Sampling was conducted by
consecutive sampling.
Results: Twelve subjects of the treatment group was given curcumin 1x100 mg, while 12
subjects in the control group was given placebo capsules for 2 months. Peripheral blood was
taken for MDA levels pre treatment. One patient from curcumin group and 2 from the control
group dropped out because they do not come at the end of treatment for MDA measurement.
The mean initial MDA level of placebo group was 0.39 ± 0.39 nmol / ml with a mean MDA
levels at the end of the intervention 0.32 ± 0.14 nmol / ml. The decrease was not statistically
significants with p = 0.80. The mean initial MDA levels of curcumin group was 0.33 ± 0.21
nmol / ml with a mean at the end of intervention was 0.31 ± 0.13 nmol / ml. The decrease
was not statistically significants with p = 0.84. There were no significant differences between
the initial MDA levels both groups (p = 0.56). Likewise, at MDA levels post intervention and
delta between the MDA pre and post intervention on both groups, found no statistically
significant with p = 0.85 and p = 0.81, respectively.
Conclusions: There was no significant decrease in MDA levels in subjects with curcumin supplementation or placebo.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Agatha Pradana
"Latar belakang: Endometriosis merupakan kelainan medis yang menimbulkan beberapa komplikasi biologis, psikologis, dan sosial. Tingkat perawatan yang optimal untuk pasien endometriosis disebut sebagai perawatan yang berpusat pada pasien, namun sangat jarang. ENDOCARE adalah kuesioner yang dikembangkan secara sistematis yang menilai semua aspek perawatan endometriosis yang berpusat pada pasien. Kuesioner ini belum banyak digunakan oleh para klinisi di Indonesia. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan terjemahan bahasa Indonesia dari kuesioner ENDOCARE. Metode: Dari Juli 2020 hingga Desember 2020, 108 pasien endometriosis dari klinik Dr. Cipto Mangunkusumo di Jakarta, Indonesia, berpartisipasi dalam studi cross-sectional ini. Pasien dengan masalah komunikasi dikeluarkan dari berpartisipasi dalam penelitian ini. Kuesioner ENDOCARE versi bahasa Inggris diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh penerjemah tersumpah dan ahli di bidang kebidanan dan ginekologi sosial, dan kemudian kembali ke bahasa Inggris. Pendekatan PLS-SEM digunakan untuk mengevaluasi validitas dan reliabilitas ENDOCARE versi Indonesia. Hasil: Sebanyak 108 individu berpartisipasi dalam penelitian. Pada 27 dari 38 indikator, nilai outer loading test lebih dari 0,708 7 dari 10 dimensi mencapai Cronbach's Alpha lebih besar dari 0,7 dan reliabilitas komposit antara 0,7 dan 0,95. Tujuh dimensi menunjukkan validitas konstruk dan determinan. Kuesioner ENDocare versi bahasa Indonesia berisi 21 pertanyaan yang mencakup tujuh topik berbeda. Kesimpulan: Kuesioner ENDOCARE versi bahasa Indonesia merupakan instrumen yang valid dan reliabel untuk menilai perawatan endometriosis yang berpusat pada pasien.

Background: Endometriosis is a medical disorder resulting in several biological, psychological, and social complications. The optimal level of care for endometriosis patients is referred to be patient-centered care, however it is extremely uncommon. The ENDOCARE is a systematically developed questionnaire that assesses all facets of patient-centered endometriosis care. This questionnaire has not yet been utilized by Clinicians in Indonesia. Purpose: The purpose of this study is to develop the Indonesian translation of the ENDOCARE questionnaire. Methods: From July 2020 to December 2020, 108 endometriosis patients from Dr. Cipto Mangunkusumo's clinic in Jakarta, Indonesia, participated in this cross-sectional study. Patients with communication problems were excluded from participating in the study. The English version of the ENDOCARE questionnaire was translated into Indonesian by sworn translators and experts in social obstetrics and gynecology, and then back into English. The PLS-SEM approach was utilized to evaluate the validity and reliability of the Indonesian version of ENDOCARE. Results: A total of 108 individuals participated in the research. On 27 of 38 indicators, outer loading test values were more than 0.708 7 of the 10 dimensions attained a Cronbach's Alpha greater than 0.7 and a composite reliability between 0.7 and 0.95. Seven dimensions demonstrated construct and determinant validity. The Indonesian version of the ENDocare questionnaire contains 21 questions covering seven different topics. Conclusion: The Indonesian version of the ENDOCARE questionnaire is a valid and reliable instrument for assessing patient-centered endometriosis care."
Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library