Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ratih Andrini
Abstrak :

Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami memberikan dampak yang besar pada diri istri. Perselingkuhan berhubungan dengan meningkatnya risiko depresi mayor. Gejala depresi membuat individu mengalami kesedihan yang mendalam dan/atau ketidakmampuan merasakan kesenangan, serta gejala-gejala fisik seperti kelelahan dan energi yang rendah. Walaupun besarnya dampak negatif dari perselingkuhan suami, cukup banyak istri yang memilih untuk mempertahankan perkawinannya. Salah satu cara untuk memperbaiki hubungan perkawinan adalah dengan memaafkan. Pemaafan merupakan komponen penting dalam menjaga kedekatan di dalam hubungan intim yang sedang menghadapi konflik yang tidak terelakkan. Penelitian ini menggunakan Acceptance and Commitment Therapy (ACT) untuk menurunkan gejala depresi dan meningkatkan pemaafan pada istri setelah perselingkuhan suami. Penelitian ini merupakan quasi experiment research dengan metode pre-test post-test non-equivalent control group. Terdapat 4 orang partisipan dalam penelitian ini yang terbagi ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian penunjukkan bahwa gejala depresi pada kelompok kontrol mengalami penurunan dari gejala depresi rendah menjadi gejala depresi ringan-sedang berdasarkan alat ukur Beck Depression Inventory (BDI). Terdapat peningkatan pula pada pemaafan dari rendah menjadi tinggi berdasarkan alat ukur Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). Kelompok kontrol juga mengalami penurunan gejala depresi dan peningkatan pemaafan namun perubahannya tidak sebesar pada kelompok eksperimen.


Infidelity committed by the husband has a great impact on the wife. Infidelity is related to an increased risk of major depression. Depressive symptoms make individuals experience deep sadness and/or inability to feel pleasure, as well as physical symptoms, such as fatigue and low energy. Eventhough the magnitude of the negative impact of the husband's affair is considered enormous, quite a number of wives choose to stay in the marriage. One of the ways to improve marital relationships is to forgive. Forgiveness is an instrumental component in maintaining closeness in intimate relationships that are facing inevitable conflicts. This study use Acceptance and Commitment Therapy (ACT) to reduce depressive symptoms and enhance forgiveness among wives in the aftermath of infidelity. Quasi experiment with pre-test post-test non-equivalent control group method is used in this research. There were 4 participants in this study which were divided into experimental group and the control group. The results showed that depressive symptoms in the experimental group has decreased from severe to mild-moderate based on Beck Depression Inventory (BDI). There was also an increase in forgiveness from low to high based on the Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). The control group also experienced a decrease in depressive symptoms and an increase in forgiveness, but the changes were not as large in the experimental group.  

2019
T51954
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rakhi Cintaka
Abstrak :
Pada terapi anak, terdapat peran orang tua yang biasanya mengambil keputusan terkait terapi. Ekspektasi orang tua terhadap terapi anak merupakan salah satu faktor yang ditemukan berkontribusi pada hambatan dalam terapi, kehadiran, dan terminasi dini, sehingga berpotensi juga berkaitan dengan hasil terapi anak. Namun, penelitian terkait hal tersebut masih sangat terbatas, khususnya di Indonesia. Ekspektasi orang tua dapat berkaitan dengan karakteristik yang dimiliki mereka, salah satunya adalah bagaimana cara mereka mengasuh anak. Gaya pengasuhan sendiri merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan terapi anak. Dengan demikian, ekspektasi dan gaya pengasuhan orang tua dapat menjadi penunjang atau sebaliknya, hambatan dalam mengoptimalkan hasil terapi anak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara ekspektasi orang tua dan hasil terapi anak, serta peran gaya pengasuhan terhadap hubungan tersebut. Terdapat 97 partisipan orang tua dari anak yang mengikuti terapi di Klinik Tumbuh Kembang atau Biro Psikologi di Jabodetabek, yang diukur ekspektasinya dengan Parents Expectancies for Therapy Scale (PETS, Nock & Kazdin, 2001), hasil terapi anak dengan Outcome Rating Scale (ORS, Miller & Duncan, 2000), dan gaya pengasuhannya dengan The Parenting Styles and Dimensions Questionnaire-Short Version (PSDQ-Short Version, Robinson, Mandleco, Olsen, & Hart, 2001). Hasil penelitian tidak menemukan adanya hubungan yang signifikan antara ekspektasi orang tua dan hasil terapi anak, r(97) = .040, p > .05, dan gaya pengasuhan tidak memoderasi hubungan tersebut. Meskipun demikian, ekspektasi orang tua ditemukan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan gaya pengasuhan authoritative, r(97) = .28, p < .01, dan permissive, r(97) = .22, p < .05. Selanjutnya, hasil terapi anak ditemukan memiliki hubungan positif yang signifikan dengan salah satu dimensi gaya pengasuhan authoritative, yaitu autonomy granting, r(97) = .25, p < .05. Hasil yang tidak signifikan dapat berkaitan dengan kekurangan pada penelitian ini, yaitu durasi dan waktu pengambilan data, pemilihan alat ukur, dan partisipan yang sangat bervariasi. Hasil penelitian dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya, khususnya dalam memberikan saran terkait metodologi. Selain itu, hasil penelitian juga dapat bermanfaat secara praktis bagi praktisi anak dan orang tua dalam mengoptimalkan hasil terapi anak. ......Parent expectancy and parenting styles can support or become an obstacle in optimizing outcome therapy. The purpose of this quantitative correlational study is to examine the relationship between parent expectancy and outcome therapy, also the role of parenting style as a moderator. Participants were 97 parents of children who participated in therapy located in Jabodetabek. Parent expectancy was measured with Parents Expectancies for Therapy Scale, outcome therapy with Outcome Rating Scale, and parenting style with The Parenting Styles and Dimensions Questionnaire. Results show no significant correlation between parent expectancies and outcome therapy, and parenting style does not moderate the relationship. Although, parent expectancies have a positive significant correlation with authoritative and permissive parenting. Furthermore, outcome therapy has a positive significant correlation with one of the authoritative dimensions, which is autonomy granting. The insignificant result could be related to the limitations in this study, such as duration and time of data collection, selection of measuring tools, and different criteria of participants. However, this study has implications for research and practice, regarding methodology and what practitioners and parents can do to optimize outcome therapy.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Pramudita
Abstrak :
ABSTRAK
Tugas Akhir ini membahas pelatihan komunikasi terhadap ibu dari anak perempuan usia 7 tahun, menggunakan prinsip dalam P.E.T. (Parent Effectiveness Training), mencakup pelatihan Active Listening dan I-Message. Pelatihan ini terdiri dari 10 sesi, dalam bentuk pemberian materi, roleplay, dan praktik dengan anak.

Dari hasil pelatihan, terlihat bahwa peningkatan kemampuan ibu dalam menggunakan keterampilan Active Listening dan I-Message masih kurang baik. Peningkatan yang dicapai oleh ibu lebih baik secara tertulis daripada dalam praktiknya. Kemampuan ibu dalam menggunakan Active Listening dan I-Message juga terlihat berbeda, dengan keterampilan I-Message lebih baik. Hal ini juga terkait dengan ibu terlihat kurang memiliki motivasi untuk menjalani pelatihan dan mengubah kebiasaan berkomunikasi dengan anak.
2010
T37869
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dhany Yudianto
2008
T38306
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Menur Karen K.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2008
T38019
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Talitha Rahma
Abstrak :
ABSTRAK
Pasien pasca stroke saat kembali ke rumah, mereka mengalami masa transisi untuk mengembangkan fungsi fisik dalam aktivitas harian, kemandirian dalam fungsi sehari-hari dan kembali ke kehidupan komunitas. Mereka dihadapkan dengan hambatan kogntif, dependensi, kehilangan identitas, isolasi, kepercayaan diri, dan ketakutan akan kematian. Seluruh isu ini melibatkan persepsi seseorang mengenai self efficacy dalam aktivitas harian mereka. Self efficacy yang rendah dalam aktivitas harian dapat meningkatkan stres dan resiko depresi. Pasien pasca stroke perlu memegang kendali dan mengembangkan kemampuan dalam mengatur self control untuk adaptasi kondisi pasca stroke. Program self control merupakan salah satu penerapan modifikasi perilaku, yang dimana pasien pasca stroke diminta untuk memantau aktivitas harian, melakukan evaluasi, serta memberikan konsekuensi yang mengikuti kemunculan aktivitas harian secara mandiri. Desain penelitian ini termasuk dalam one group pretest-posttest design (before and after) yang diawali dengan pretest dan asesmen awal. Sebagai hasilnya pemberian 6 sesi program self control dapat meningkatkan self efficacy aktivitas harian pada partisipan, dimana secara kuantitatif terjadi peningkatan skor DLSES. Selain itu partisipan juga mengalami peningkatan dalam aktivitas harian. Partisipan merasa yakin akan kemampuan serta potensi yang dimiliki untuk menjalankan aktivitas harian. Partisipan mampu menetapkan tujuan, merencanakan aktivitas harian, serta solusi dalam menghadapi hambatan terkait kondisi pasca stroke. Untuk memperkuat komitmen dalam mempertahakan aktivitas harian diperlukan intervensi lanjutan berupa terapi keluarga atau support group.
ABSTRACT
When post-stroke patients come back to their homes, they endure a transition phase for developing their physical function in daily activities, independence in everyday function and returning to their community lives. They are faced with cognitive boundary, dependency, identity loss, isolation, self-trust, and fear of death. All of these issues involve other people?s perception about self-efficacy in their daily activities. Low self-efficacy in daily activities can increase both stress and risk of depression. Post-stroke patients need to hold control and develop their ability in adjusting self-control to adapt post-stroke condition. Self-control program is one of the applications behavior modification, in which post-stroke patients are asked to observe daily activities, evaluate, and give consequences which follows the emergence of independent daily activities. With the one group pretest-posttest design (before and after) in which it starts with a pretest and early assessment. As a result, giving six session of self-control program may improve self-efficacy in the daily activities of the participants, in which quantitatively there is an increase in DLSES score. Other than that, participants also experience an increase in daily activities. Participants feel assured with the ability and potential they have to do daily activities. Participants are able to establish a goal, plan daily activities, and give solution in facing obstacle related to post-stroke condition. To strengthen the commitment in maintaining daily activities, they need further intervention in the form of family therapy or support group.;
2016
T46584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melissa Magdalena
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas Parent-Child Interaction Therapy PCIT dalam mengurangi perilaku agresif anak usia sekolah. PCIT digunakan untuk meningkatkan keterampilan interaksi ibu dengan anak dan keterampilan dalam mendisiplinkan anak. Perilaku agresif diukur dengan menggunakan Eyberg Child Behavior Inventory ECBI . Keterampilan orangtua diukur menggunakan Dyadic Parent-Child Interaction Coding System III DPICS-III . Hasil penelitian menunjukkan bahwa PCIT efektif dalam mengurangi perilaku agresif pada anak usia 9 tahun.
This research was conducted to evaluate the effectiveness of Parent Child Interaction Therapy PCIT to decrease a nine year old child aggressive behavior.The PCIT interaction was used to increase mother rsquo s interaction skills and her ability to discipline her child. The Eyberg Childhood Behavior Inventory ECBI was used to measure aggressive behavior and the Dyadic Parent Child Interaction Coding System III DPICS III is for mother child interaction. The result indicate that PCIT effective to decrease a nine years old child aggressive behavior.
2017
T49616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Prasetyo Ningrum
Abstrak :
Latar Belakang: Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian jangka panjang mengenai kesehatan mental remaja. Studi pedahuluan dari penelitian ini menemukan fakta bahwa masalah gejala kecemasan menduduki peringkat pertama prevalensi 84.9 , berdasarkan hasil tes skrining menggunakan subskala kecemasan Hopkins Symptom Check List ndash; 25 HSCL-25. Tujuan: Untuk mengetahui sensitivitas dan spesifisitas pada subskala kecemasan HSCL-25 dalam mengidentifikasi kecemasan jika dibandingkan dengan gold standard berupa wawancara diagnostik, serta mengidentifikasi nilai cut-off yang tepat dalam penggunaan subskala kecemasan HSCL-25 pada populasi remaja. Metode: Membandingkan kecenderungan kecemasan berdasarkan hasil skrining HSCL-25 dengan hasil wawancara diagnostik menggunakan modul skrining Structured Clinical Interview for DSM-IV SCID sebagai acuan pembuatan gold standard. Proses penelitian menggunakan teknik double-blind dengan bantuan tim penelitian. Wawancara dilakukan kepada 40 orang remaja siswa SMA di wilayah DKI Jakarta, mengacu pada hasil skrining. Hasil: Subskala kecemasan HSCL-25 memiliki nilai sensitivitas sebesar 0.50 dan nilai spesifisitas sebesar 0.50. Skor cut-off HSCL-25 sebesar 1.75 yang digunakan dalam penelitian ini kurang ideal dalam mengidentifikasi individu dengan masalah kecemasan pada populasi remaja. Kesimpulan: Subskala kecemasan HSCL-25 memiliki kemampuan terbatas dalam mengidentifikasi kecemasan yang mengarah pada gangguan pada populasi remaja. Oleh sebab itu, HSCL-25 tidak disarankan sebagai alat skrining tunggal dalam mengukur kecenderungan gangguan kecemasan pada populasi ini. Terdapat pula kemungkinan bahwa gold standard yang dipilih dalam penelitian ini kurang sesuai sebagai pembanding HSCL-25. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mempersingkat interval waktu antara proses skrining dan wawancara, serta mempertimbangkan pemilihan gold standard yang lebih sesuai. ......Background: This study is part of a longitudinal study about adolescent's mental health. A preliminary study of this study found that anxiety symptoms were ranked first prevalence 84.9, based on screening using Hopkins Symptom Check List 25 HSCL 25 anxiety subscale. Objective: To determine the sensitivity and specificity of the HSCL 25 anxiety subscale compared to the diagnostic interview as a gold standard, as well as identifying appropriate cut off score for HSCL 25 anxiety subscale in adolescent's population. Methods: Comparing HSCL 25 anxiety score with the results of diagnostic interview using the Structured Clinical Interview for DSM IV SCID screening module as the gold standard. This study was conducted using double blind technique, and the blinding process was assisted by the research team. Interviews were conducted to 40 high school students in DKI Jakarta, based on screening results. Results: Anxiety subscale of HSCL 25 has a 0.50 sensitivity and 0.50 specificity. The cut off score used in this study 1.75 is less than ideal in identifying individuals with anxiety problems in adolescent populations. Conclusion: The anxiety subscale of HSCL 25 has limited ability to identify anxiety disorder in adolescent populations. Therefore, it is not recommended as a single screening tool in measuring the anxiety disorder trends in this population. It is also possible that the gold standard chosen in this study is less suitable as a comparison of HSCL 25. Further research is expected to shorten the time interval between the screening process and interviews, as well as consider more appropriate gold standard selection.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2018
T49188
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ilham Anggi Putra
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran self control sebagai mediator hubungan antara self esteem dengan kecenderungan adiksi cybersex pada mahasiswa. Cybersex merupakan fenomena yang banyak dijumpai belakangan ini khususnya pada mahasiswa. Cybersex merupakan penggunaan internet untuk melakukan aktivitas yang berhubungan dengan seksual. Salah satu variabel yang menjadi prediktor terhadap adiksi cybersex adalah self esteem. Mahasiswa yang memiliki self esteem yang rendah akan membuat dirinya terus menerus melakukan kegiatan cybersex. Hal ini menandakan self-control yang rendah pada mahasiswa tersebut. Peneliti menduga bahwa self control menjadi mediator hubungan antara self esteem dan kecenderungan adiksi cybersex. Penelitian kali ini adalah penelitian kuantitatif. Terdapat 245 mahasiswa dengan rentang usia 18 – 23 tahun yang didapatkan melalui teknik accidental. Peneliti menggunakan alat ukur ISST (Internet sex screening Test), RSES (Rosenberg Self Esteem Scale), dan BSCS (Brief Self Control Scale) untuk mengumpulkan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa self control memediasi secara signifikan hubungan antara self esteem dengan kecenderungan adiksi cybersex pada mahasiswa. Peran dari self control dalam penelitian ini adalah mediasi penuh, artinya self esteem tidak berhubungan dengan kecenderungan adiksi cybersex pada mahasiswa tanpa melalui variabel self control. ......The aim of the study is to examine self control as a mediator between self esteem and symptoms of cybersex addiction among college students. Cybersex becomes more likely to be found among college students recently. Cybersex describes as any activities using internet that related with sexual content. Self esteem has been seen as one of the predictor toward cybersex addiction. Low self esteem among college students will increase the possibility of their cybersex related behavior.  This also means that the self control among college students are low. This study assumes that self control have a role as mediator between the self esteem and symptoms of cybersex addiction. This study is a quantitative reseach. With accidental sampling method,  there are 245 college students with the range of age between 18 – 23 years old. Instruments used in this study are ISST (Internet sex screening Test), RSES (Rosenberg Self Esteem Scale), and BSCS (Brief Self Control Scale) for collecting datas. This study shows that self control has a role to mediate the relation between self esteem and symptoms of cybersex addiction among college students.The role of self control in this study known as full mediation, it means that self esteem will not be correlated directly with symptoms of cybersex addiction among college student without self control as a mediator.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2019
T51679
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>