Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 395 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hariadi Edi Saputra
"Epilepsi yang muncul saat masa anak-anak dapat memengaruhi perkembangan anak termasuk fungsi kognitif. Prevalensi gangguan kognitif pada pasien epilepsi cukup tinggi. Pemeriksaan Intelligence quotient (IQ) memerlukan waktu pemeriksaan yang lama dan biaya yang mahal, diperlukan alat skrining untukmendeteksi gangguan kognitif pada pasien epilepsi anak yaitu MMSE modifikasi Ouvrier.Tujuan: Mengetahui seberapa besar nilai diagnostik dari MMSE modifikasi Ouvrier versi bahasa Indonesia dalam mendeteksi gangguan kognitif pada anak epilepsi usia 8-11 tahun. Metode:Studi potong lintang dilakukan terhadap subyek berusia 8-11tahundengan epilepsi. Pada subyek dilakukan pemeriksaanskrining MMSE modifikasi Ouvrier bahasa Indonesia dan kemudian dilakukan pemeriksaan baku emas IQ oleh psikolog. Hasil: Prevalensi gangguan kognitif pada pasien epilepsi usia 8-11 tahun sebesar 72,9%. MMSE modifikasi Ouvrier memiliki sensitifitas 83%, spesifisitas 85%, nilai prediksi positif 94%, nilai prediksi negatif 65% dan akurasi 83%. Simpulan: MMSE modifikasi Ouvrier versibahasa Indonesia memiliki nilai diagnostik yang baik dan dapat menjadi pilihan dalam deteksi dini gangguan kognitif pada pasien epilepsi anak.

Epilepsy that appears during childhood can affect children's development including cognitive function. The prevalence of cognitive impairment in epilepsy patients isquite high. Intelligence Quotient (IQ)examinationrequires a long examination time and expensive costs, a screening tool for cognitive clearance is needed in pediatric epilepsy patients, Which is Ouvrier modified MMSE. Objective:To knowthe diagnostic value of Ourvier modified MMSEdetecting cognitive impairment in children aged 8-11 yearswith epilepsy. Methods:A cross-sectional study was conducted on subjects aged 8-11 yearswith epilepsy. The subjects examined with Ouvier modified MMSE and then a standard gold IQ examination was carried out by a psychologist. Results:The Prevalence of cognitive impairment in 8-11 years epilepsy patients is 72,9%.Ouvrier modified MMSE has a sensitivity of 83%, specificity 85%, positive predictive value 94%, negative predictive value 65% and accuracy 83%Conclusion:Ouvrier modified MMSE has good diagnostic value and it can be an option in early detection of cognitive impairment in paediatric epilepsy patients"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizki A.
"Latar Belakang: Ulkus diabetik merupakan komplikasi diabetes melitus yang menjadi salah satu masalah utama di bidang kesehatan. Di Indonesia, angka mortalitas ulkus diabetik mencapai 17-30%, dengan laju amputasi sekitar 15-30%. Pemberian terapi oksigen hiperbarik (TOHB) dapat meningkatkan oksigenasi endotel dan merangsang produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan faktor pertumbuhan paling spesifik dan poten untuk proses angiogenesis sehingga dapat mempercepat proses penyembuhan luka.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah TOHB berpengaruh terhadap peningkatan kadar VEGF pasien ulkus diabetik.
Metode: Dilakukan penelitian uji ktinis eksperimental dari bulan Februari 2006 sampai April 2006 terhadap 12 pasien ulkus diabetik yang mendapat TOHB 3 X 30 menit per hari selama 5 hari (kelompok TOHB) dan 10 pasien ulkus diabetik yang tidak mendapat TOHB (kelompok non-TOHB, kelompok kontrol). Kadar VEGF pada kedua kelompok diukur pada hari pertama dan hari kelima.
Hasil: Pada kelompok TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1241,325 + 237,6533 pg/ml dan setelah 5 hari nilat rerata menjadi 1244,458 + 264,5641 pg/ml, (p = 0,583). Sedangkan pada kelompok non-TOHB kadar VEGF hari pertama menunjukkan nilai rerata 1262,350 + 227,9603 pg/ml kemudian pada hari ke-5 nilai rerata menjadi 1112,460 + 220,3795 pg/ml, (p = 0,093). Tidak didapatkan perbedaan yang bermakna nilai rerata kadar VEGF antara kelompok TOHB dan kelompok nonTOHB pada hari pertama (p= 1) maupun hari kelima (p = 0,872).
Kesimpulan: Terapi oksigen hiperbarik selama 5 hari tidak meningkatkan kadar VEGF pada pasien ulkus diabetik.

Background: Diabetic ulcer is a complication of diabetes mellitus which one of the main health problem. In Indonesia the mortality rate of diabetic ulcer is about 17-30%, while the amputation rate is about 15-30%. Hyperbaric oxygen therapy (TOHB) increase endothelial oxygenation and stimulates vascular endothelial growth factor (VEGF) as the most specific and potent growth factor for angiogenesis and increases wound heating process.
Aim of the study: The aim of the study is to know if TOHB can increase the level of VEGF in diabetic ulcer patients.
Methods: Clinical experimental study was conducted from February 2006 until April 2006 of 12 diabetic ulcer patients who received TOHB 30 minutes, 3 times a day for 5 days (TOHB group) and 10 diabetic ulcer patients as a control group who did not receive TOHB (non-TOHB group). The VEGF level in both groups was measured on days 1 and 5.
Results: In TOHB group the mean level of VEGF on day 1 was 1241.325 + 237.6533 pg/ml and became 1244.458 + 264.5641 pg/ml (p = 0.583) on day 5, while in non-TOHB group the mean level of VEGF on day | was 1262.350 + 227.9603 pg/ml and became 1112.460 + 220.3795 pg/ml (p = 0.093) on day 5. There were no significant differentiation of VEGF level between TOHB group and non-TOHB, group both on day 1 (p = 1) and day 5 (p = 0.872).
Conclusion: Hyperbaric oxygen therapy for 5 days did not increase the VEGF level of diabetic ulcer patients.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22682
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Prasetyo Andriono
2006
T22684
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Diniharini
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T22680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Husna
"Latar belakang: Lingkungan pembelajaran berpengaruh terhadap kesuksesan peserta didik. Korelasi antara lingkungan pembelajaran terhadap kesiapan praktik peserta didik masih belum diketahui secara mendalam. Menilai korelasi antara kesiapan lulusan untuk praktik dan lingkungan pembelajaran dapat menjadi dasar dalam melakukan upaya perbaikan terhadap lingkungan pembelajaran untuk menunjang kesiapan lulusan.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk korelasi antara lingkungan pembelajaran dan kesiapan praktik.
Metode: Penilitian ini menggunakan desain cross sectional pada lulusan dokter gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala (FKG USK). Penelitian ini menggunakan 101 lulusan mulai dari tahun 2022 sampai 2023. Data dikumpulkan dengan menggunakan survei yang didistribusikan secara online dengan menggunakan instrumen the Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) untuk menilai persepsi terhadap lingkungan pembelajaran dan modifikasi instrumen Graduate Assessment Preparedness of Practice (GAPP) untuk menilai persepsi kesiapan praktik lulusan. Uji korelasi dengan uji Pearson digunakan untuk menentukan korelasi kedua aspek diatas serta menilai kekuatan korelasi dari setiap domain yang ada.
Hasil: Analisis data menunjukkan nilai rata-rata skor seluruh responden adalah 147.9/200 yang berarti lebih banyak sisi positif daripada negatif dan rata-rata skor GAPP 201.23/238 yang berarti responden memiliki tingkat kesiapan praktik yang tinggi. Terdapat hubungan bermakna antara persepsi terhadap lingkungan pembelajaran dengan kesiapan praktik dokter gigi. Persepsi terhadap pencapaian prestasi akademik merupakan domain lingkungan pembelajaran yang paling dominan pengaruhnya terhadap kesiapan praktik lulusan.
Kesimpulan: Lulusan menilai proses pembelajaran yang telah berjalan saat ini di FKG USK sudah baik. Lulusan FKG USK memiliki tingkat kesiapan praktik hampir di semua area baik dalam area klinis, komunikasi, profesionalisme dan manajemen serta kepemimpinan. Lulusan dokter gigi yang memandang lingkungan pendidikan secara positif ditemukan memiliki tingkat kesiapan praktik yang baik.

Background: Learning environment has been known to influence students' success. The correlation between perception of the learning environment and dental graduate’s preparedness for practice is still unknown. Assessing the correlation between perception of the learning environment and dental graduate’s preparedness for practice can be the basis for making efforts to improve the learning environment to support graduates' preparedness for practice.
Objective: This study aims to identify the correlation between learning environment and preparedness for practice.
Methods: This cross-sectional study was conducted at Faculty of Dentistry, Syiah Kuala University. This research involved 101 dental graduates from 2022 to 2023. Data were collected using the Dundee Ready Educational Environment Measure (DREEM) and a modified Graduate Assessment Preparedness of Practice (GAPP) instrument. Pearson's correlation test was used to determine the correlation between the two aspects and to assess the strength of correlation of each domain.
Results: Data analysis shows the average score of DREEM of all respondents is 147.9/200, which means more positive than negative learning environment available. The average GAPP score is 201.2/238, so respondents have a high-level perception of preparedness for practice. Dental graduates have high-level perception on preparedness for practice in almost all areas including in the clinical area, communication, professionalism, and management also in leadership. There is a significant relationship between perceptions of the learning environment and dental graduate's preparedness for practice. A positive learning environment plays a role in increasing student motivation and engagement in learning as well as student academic achievement.
Conclusion: Learning environment correlates with dental graduate's preparedness for practice.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marleen
"

Latar belakang: Karsinoma mukoepidermoid merupakan keganasan pada kelenjar liur yang paling sering ditemukan. Prognosis karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasannya. Cancer stem cell (CSC) diduga berperan dalam patogenesis karsinoma mukoepidermoid sehingga terjadi resisten terhadap berbagai terapi. CD44 merupakan salah satu penanda SC yang paling banyak pada kelenjar liur dan tampak meningkat pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, peran prognostik CD44 pada keganasan masih menjadi perdebatan.

Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 34 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2012 sampai 2017. Dilakukan pulasan CD44 dan perhitungan H-score dan presentasi setiap kasus. Hasil perhitungan dikelompokan menjadi ekspresi negatif/positif lemah dan positif kuat.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi CD44 berhubungan secara signifikan dengan derajat keganasan (p=0,006). Ekspresi positif kuat ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan rendah dan ekspresi negatif/positif lemah ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan tinggi.

Kesimpulan: Ekspresi CD44 pada karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasan.

 


 

Background: Mucoepidermoid carcinoma is the most common malignancy in salivary gland. The prognosis correlates with its histological grading. Cancer stem cell (CSC) is predicted to have a role in pathogenesis of mucoepidermoid carcinoma, thus it make resistent to various therapy. CD44 is one of stem cell (SC) marker that expressed in salivary gland and seemed to be increased in mucopidermoid carcinoma. However, prognostic role of CD44 in malignancy still controversy.

Method: This is a cross sectionsl study. Samples consist of 34 cases from Anatomical Pathology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Ciptomangunkusumo General Hospital in 2012 until 2017. CD44 staining was done and calculated wih H-score method. Then, the samples is catagorized into negative/weak expression and strong expresion.

Result: The result showed that CD44 expression associate significantly with histological grading (p=0,006). Strong expression is found more in low grade and negative/weak expresion is found more in high grade.

Conclusion: CD44 expression in mucoepidermoid carcinoma associates with histological grade.

Keyword: mucoepidermoid carcinoma, histological grade, cancer stem cell, CD44.

 

"
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Indrafebrina Sugianto
"Background: According to WHO, breast cancer has the highest incidence rate among women. Breast cancer is caused by the uncontrolled growth of abnormal cells that form in breast tissue, triggered by the presence of cancer stem cells. The invasive properties of breast stem cells are closely related to the pluripotency of these cells. The pluripotency of a cell is closely related to the genes expressed. In this study, c-Myc gene expression was observed to determine the level of pluripotency of breast cancer stem cell fraction samples separated using the Magnetic Activated Cell Sorting (MACS) technique. Method: mRNA was obtained from 11 breast cancer stem cell samples which were fractionated using MACS. The expression of c-Myc in these cell fractions was analyzed using one step real time RT-PCR with SYBR Green ( Bioneer®) and electrophoresis. Results: Based on the experimental results, high level expression of c-Myc was present in the CD24-/44- cell fraction, while low level expression of the c-Myc gene was found in the CD24-/44+ cell fraction. Conclusions: The c-Myc gene is expressed in all breast cancer stem cell fractions. Looking at the c-Myc gene expression, higher levels of pluripotency can be found in the CD24-/44- cell fraction compared to CD24-/44+. "
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S70304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marsudidjaja
"Latar Belakang: Pre-eklampsia adalah suatu sindrom yang berhubungan dengan kehamilan yang disebabkan oleh kecacatan dalam pembaharuan arteri spiral dalam pembentukan jaringan plasenta. Sebagai hipotesis utama, telah diusulkan bahwa pre-eklampsia terjadi akibat iskemia seluler di placenta. Dimana, hal itu mengarah ke produksi spesies oksigen reaktif (ROS) yang dapat menganggu fungsi jaringan plasenta. Superoksida dismutase (SOD) merupakan salah satu mekanisme pertahanan yang melindung sistem vaskular placenta terhadap ROS.
Metode: Sebanyak 28 sampel jaringan plasenta (terdiri dari kehamilan normal, pre-eklampsia awal dan pre- eklampsia lambat) telah dihomogenisasi dan dipelajari untuk menguji aktivitas enzim SOD. Aktivitas spesifik SOD diukur dengan xanthine, xanthine oksidase (XOD) dan INT dimana aktivitas SOD dihitung melalui tingkat penghambatan atas reaksi superoksida (dihasilkan oleh substrat xanthine) dengan INT untuk membentuk warna formazan merah. Lalu, jumlah zat warna yang dihasilkan tersebut dihitung dengan spektrofotometri UV (505 nm).
Hasil: Rata-rata log aktivitas spesifik SOD untuk kehamilan normal, pre-eklampsia lambat dan pre-eklampsia awal masing-masing adalah 6.43 U/mg, 3.46 U/mg dan -0.18 U/mg. Analisis statistik juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan antara aktivitas SOD dalam onset pre-eklampsia (dini dan akhir) dan juga antara kedua onset pre-eklampsia dengan kehamilan normal.
Kesimpulan: Aktivitas SOD pada pre-eklampsia awal mempunyai nilai terendah diikuti oleh nilai aktivitas SOD pada pre-eklampsia lambat. Dengan demikian, jaringan plasenta dalam pre-eklampsia awal memiliki stres oksidatif tertinggi dibanding dengan dalam kehamilan normal dan pre-eklampsia lambat.

Background: Pre-eclampsia is a pregnant-related syndrome caused by a defect in spiral arterial remodeling in placenta formation. It has been proposed as central hypothesis that pre-eclampsia is a product of cellular ischemia in the placenta. Therefore, leading to production of Reactive Oxygen Species (ROS) which began the disruption of the placental function. Superoxide dismutase (SOD) is one of the defense mechanism that protect the placental vascular system against ROS.
Method: A total of 28 placenta tissue samples (consist of normal pregnancy, early pre-eclampsia and late pre- eclampsia) were homogenized and studied for SOD enzyme activity assay. The specific activity of SOD was measured by xanthine, xanthine oxidase (XOD) and INT as the SOD activity is calculated by degree of inhibition of reaction of generated superoxide (produced by xanthine substrate) with INT to form red formazan dye. In which, the amount of dye is calculated by spectrophotometry UV (505 nm).
Result: The average log of specific activity of SOD is 6.43 U/mg, 3.46 U/mg and -0.18 U/mg for normotensive pregnancy, late pre-eclampsia and early pre-eclampsia respectively. The statistical analysis also revealed that there is significant difference between SOD activities of onset of pre-eclampsia (early and late) and also between both onset of pre-eclampsia with normal pregnancy (p<0,05).
Conclusion: SOD activity in early pre-eclampsia has the lowest value, seconded by late pre-eclampsia. Thus, placenta of early pre-eclampsia has the highest oxidative stress compare to in normal pregnancy and in late pre- eclampsia.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Arifatuz Zulfiyah
"Hipertensi pada remaja didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih dari P95 sesuai jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Peningkatan prevalensi hipertensi pada remaja secara global diduga disebabkan karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja dengan obesitas berisiko sepuluh kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan remaja dengan berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki korelasi antara tekanan darah dengan obesitas, yang direpresentasikan oleh indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan massa lemak tubuh, pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Subjek penelitian terdiri dari 66 remaja berusia 14-17 tahun dengan indeks massa tubuh lebih dari P95 berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tiga puluh dua (48,5%) dari 66 remaja obesitas pada penelitian ini mengalami hipertensi, dengan hipertensi sistolik sebanyak 25,8% dan hipertensi diastolik sebanyak 31,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, namun berkorelasi positif dengan lingkar pinggang (r = 0,218, p <0,05) dan berkorelasi negatif dengan massa lemak tubuh (r = -286, p <0,05). Tekanan darah diastolik tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, namun berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (r = 0,223, p <0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas di Jakarta memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi dan tekanan darah sistolik berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, sementara tekanan darah diastolik berkorelasi dengan indeks massa tubuh.

Hypertension in adolescents is elevation of systolic and/or diastolic blood pressure in the P95 or greater based on gender, age, and stature. The increased global prevalence of hypertension among adolescents is thought to be the result of the increasing prevalence of childhood obesity. Obese adolescents have tendencies to have hypertension ten times greater that the normoweights. This research is conducted to determine the correlation between blood pressure and obesity, which is presented as body mass index, waist circumference, and body mass fat, in obese adolescents. Using cross-sectional study, from secondary data collection, we found 66 adolescents age 14-17 years old in which body mass index are in the P95 or greater based on gender and age. Thirty-two (48,5%) adolescents have hypertension, where 25,8% adolescents have systolic hypertension and 31,8% adolescents have diastolic hypertension. Bivariate analysis shows that systolic blood pressure does not correlate with body mass index but positively correlates with waist circumference (r = 0,233, p <0,05) and negatively correlates with body mass fat (r = -286, p ≤0,01). Diastolic blood pressure does not correlate with waist circumference and body mass fat but positively correlates with body mass index (r = 0,223, p <0,05). It can be concluded that the prevalence of hypertension in obese adolecsents in Jakarta is high and systolic blood pressure has a weak correlation with waist circumference and body mass fat while diastolic blood pressure has a weak correlation with body mass index."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>