Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Puput Oktamianti
Abstrak :
Keperawatan merupakan salah satu profesi di rumah sakit yang memiliki peran yang panting dalam penyelanggaraan layanan kesehatan di rumah sakit. Perawat memiliki waktu kontak yang lebih lama dengan pasien sehingga perawat dapat dianggap memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kepuasan kerja dan motivasi kerja internal perawat merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan oleh pihak manajemen rumah sakit dalam upaya mengelola tenaga perawat sehingga diharapkan perawat mau melaksanakan pekerjaan dengan sebaik mungkin. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja dan motivasi kerja internal adalah karakteristik pekerjaan. Ada lima karakteristik pekerjaan yang dapat menunjukkan pengukuran efektivitas pekerjaan yang objektif, yaitu: skill variety, task identity, task significance, autonomy. dan feedback. Karaktcristik pekerjaan mempengaruhi kepuasan kerja dan motivasi kerja internal dengan mcdiasi kondisi psikologi kritis yaitu perasaan keberartian pekerjaan, perasaan tanggung jawab, dan pengetahuan terhadap hasil pekerjaan. Penelitian mengenai "Pengujian Awal Model Karakteristik Pekerjaan Pada Perawat Runlah Sakit di Jakarta" ini dilakukan dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat rumah sakit di Jakarta. Kuesioner yang digunakan merupakan kuesioner yang dikembangkan oleh Hackman & Oldman (1980). Kuesioner terdiri dari beberapa subbagian yaitu pertanyaan yang berkailan dengan karakteristik pekerjaan, kondisi psikologi kritis, kepuasan kerja, motivasi kerja internal, dan kepuasan berkembang. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan Structural Equation Modeling (SEM). RMSEA model yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebesar 0.087. Rasio x21df model pada penelitian ini adalah 19,83/11=1,803. Nilai GFI dan CH dalam model penelitian ini adalah 0,97 dan 0,96. Ini menunjukkan model memiliki rt yang baik. Pada penelitian ini diketahui bahwa tingkat variasi skill dan identitas tugas perawat adalah tinggi, keberartian tugas adalah sangat tinggi, serta otonomi dan feedback adalah sedang. Sedangkan untuk kondisi psikologi kritis perawat yaitu tingkat perasaan keberartian pekerjaan pada perawat adalah sangac tinggi, tingkat perasaan tanggung jawab perawat adalah tinggi, dan tingkat pengetahuan terhadap hasil pekerjaan adalah sedang. Tingkat kepuasan kcrja, motivasi internal, dan kepuaan berkembang juga tinggi. Sementara itu nilai MPS perawat dalam penelitian ini adalah 121,99. Ini berarti motivasi potensial pada perawat masih dapat ditingkatkan lagi. Dalam penelitian ini terbukti beberapa hipotesis berkaitan dengan hubungan antara karakteristik pekerjaan dan kondisi psikologi kritis yaitu tingkat keberartian tugas berpcngaruh positif terhadap perasaan keberartian pekerjaan dan feedback berpengaruh positif terhadap pengetahuan terhadap basil pekerjaan. Selain itu, diketahui temuan lainnya yaitu identitas tugas bcrpengaruh positif terhadap pengctahuan basil pekerjaan dan feedback berpcngaruh positif terhadap perasaan keberartian pekerjaan. Ada beberapa hipotesis yang terbukti berkaitan dengan hubungan antara kondisi psikologi kritis dengan outcome yaitu perasaan keberartian pekerjaan berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, pengetahuan terhadap hasil pekerjaan bcrpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, perasaan keberartian pckerjaan berpcngaruh positif terhadap motivasi kerja internal, dan perasaan tanggung jawab berpcngaruh positif terhadap motivasi kerja internal. Ada beberapa temuan berkaitan dengan penelitian ini yaitu keberartian tugas berpengaruh positif terhadap motivasi kerja internal, otonomi berpengaruh positif terhadap kepuasan berkembang, feedback berpengaruh positif tcrhadap kcpuasan berkembang, dan kepuasan berkembang berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka perawat perlu diberi otonomi yang lebih luas lagi. Kesempatan dalam mengidentifikasi seberapa besar dan bagaimana perawatan yang dibutuhkan pasien, siapa yang memberi pelayanan, dan apa saja sumber daya yang dibutuhkan untuk asuhan keperawatan dillarapkan mampu meningkatkan kepuasan dan motivasi keija internal perawat. Selain itu, kualitas feedback bagi perawat juga perlu ditingkatkan. Dalam feedback yang efektif perlu dijelaskan periiaku apa saja yang belum sesuai dengan standar dan bagaimana konsekuensi atau dampak dari perilaku tersebut.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18348
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Fitri Astuty
Abstrak :
Di era globalisasi ini, tuntutan bagi sebuah perusahaan adalah dapat beradaptasi terhadap lingkungan bisnis yang terus mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman agar perusahaan dapat tetap exist di dalam bisnisnya. Peran SDM sangat besar dalam melakukan perubahan ini karena SDM adalah subyek utama yang melakukan perubahan tersebut. Sikap seseorang terhadap perubahan yang terdiri dari sikap afektif, kognitif, dan konatif dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Beberapa penelitian mengungkapkan. bahwa kepuasan kerja dan komitmen organisasi memiliki peran panting terhadap bagaimana karyawan bersikap terhadap perubahan (Iverson, 1996; Laudan Woodman, 1995; Cordery et a1.,1993; dalam Yousef, 20001). Oleh karena itu penulis ingin mengetahui sejauh mana kepuasan kerja dan komitmen organisasi mempengaruhi sikap karyawan terhadap perubahan organisasi. Penelitian ini rnenggunakan instrumen kuesioner untuk memperoleh data. Sample adalah karyawan PT Bank X yang berada di 2 Kantor Wilayah, satu Kantor Cabang, dan Kantor Layanan di bawahnya yang ada di Jakarta. Kuesioner disebarkan dengan menggunakan nonprobability sampling berupa convenience sampling. Dari 300 kuesioner yang disebarkan hanya diperoleh pengembalian sebanyak 100 kuesioner. Data diolah dengan menggunakan teknik Structural Equation Modeling (SEM) dengan program LISREL 8.54 (Joreskog dan Sorbom, 1993). Hasil uji model fit menunjukkan bahwa model yang digunakan belum memenuhi kriteria fit sehingga penulis melakukan modifikasi model yang disarankan oleh output SEM dalam modification indices, yang sesuai dengan teori yang ada. Hasil modifikasi menunjukkan nilai Goodness of Fit Indices (GFI) sebesar 0,93 sedangkan indikator-indikator yang lain sebagaian besar menunjukkan bahwa model telah ft. Dari hasil Path Analysis diketahui bahwa gaji memiliki hubungan yang signifikan dengan komitmen normatif. Apabila seseorang puas dengan gaji yang diperoleh maka ia akan merasakan sebuah kewajiban untuk tetap tinggal di dalam organisasi karena ia merasa berhutang budi kepada perusahaan. Tetapi komitmen tersebut tidak mempengaruhi sikapnya terhadap perubahan organisasi. Kepuasan terhadap rekan kerja juga secara signifikan berpengaruh terhadap komitmen afektif dan kontinuan. Karyawan yang puas dengan rekan kerjanya akan merasakan keterikatan emosional dengan perusahaan karena ia merasa senang dengan rekan kerjanya. Kepuasan terhadap rekan kerja dan atasan (supervise) juga dapat mengikat karyawan untuk tetap berada di perusahaan karena ia takut jika meninggalkan perusahaan tidak akan mendapatkan rekan kerja dan atasan seperti saat ini. Karyawan yang merasakan ikatan emosional terhadap perusahaan, merasa senang dengan keberadaanya di dalam perusahaan akan lebih mudah untuk menerima perubahan organisasi, di mana dukungannya tersebut diwujudkan dalam sikapnya yang menerima perubahan dengan rasa senang dan kemudian mendorongnya untuk berperilaku positif mendukung perubahan organisasi. Sedangkan karyawan yang tetap tinggal di perusahaan hanya semata-mata perhitungan untung rugi akan cenderung sulit untuk menerima perubahan karena ia takut kehilangan manfaat yang selama ini ia terima. Gaji juga berpengaruh negatif terhadap bagaimana karyawan memandang atau berpersepsi terhadap perubahan organisasi hal ini dapat disebabkan ia sudah merasa mapan dengan kondisi yang sekarang dan takut jika perubahan organisasi akan mempengaruhi manfaat-manfaat yang ia terima selama ini. Tetapi, perilaku mereka tetap positif terhadap perubahan. Hal ini dapat disebabkan adanya cognitive dissonance di mana perilaku seseorang berbeda dengan kehendak pribadi seseorang. Seseorang yang puas dengan rekan kerjanya juga akan berpengaruh positif terhadap bagaimana ia memandang perubahan organisasi. Beberapa variabel kepuasan kerja mempengaruhi sikap terhadap perubahan melalui komitmen, misalnya hubungan yang signifikan antara rekan kerja dengan sikap afektif dan sikap konatif melalui komitmen afektif serta hubungan antara rekan kerja dengan sikap konatif melalui komitmen kontinuan. Berdasarkan hasil uji hipotesis di atas hanya komitmen afektif dan kontinuan yang berpengaruh signifikan dengan sikap terhadap perubahan. Karena komitmen kontinuan memiliki hubungan yang negatif dengan sikap karyawan terhadap perubahan organisasi maka diharapkan karyawan memiliki komitmen afektif. Untuk meningkatkan komitmen afektif maka perusahaan perlu meningkatkan dimensi kepuasan kerja karyawan yang berhubungan dengan komitmen afektif terutama kepuasan terhadap rekan kerja, juga dimensi kepuasan terhadap gaji yang berpengaruh secara langsung dan positif dengan sikap terhadap perubahan. Berdasarkan hasil uji hipotesis hanya komitmen afektif dan kontinuan yang berpengaruh signifikan dengan sikap terhadap perubahan. Karena komitmen kontinuan memiliki hubungan yang negatif dengan sikap karyawan terhadap perubahan organisasi, maka diharapkan karyawan memiliki komitmen afektif. Untuk meningkatkan komitmen afektif, perusahaan perlu meningkatkan dimensi kepuasan kerja karyawan yang berhubungan dengan komitmen afektif terutama kepuasan terhadap rekan kerja, juga dimensi kepuasan terhadap gaji yang juga berpengaruh secara langsung dan positif atas sikap terhadap perubahan. Misalnya dengan membuat sistem kompensasi yang adil dan sesuai dengan beban kerja. Adanya temuan bahwa kepuasan terhadap rekan kerja yang paling banyak memiliki pengaruh yang signifikan dengan berbagai dimensi sikap terhadap perubahan baik secara langsung maupun tidak langsung menunjukkan bahwa perusahaan harus dapat terus menciptakan lingkungan kerja yang mendukung tumbuhnya hubungan kerja sama dan ikatan yang baik di antara para karyawannya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sekar Anindita
Abstrak :
Perusahaan yang bergerak di industri jasa sangat bertumpu pada faktor sumber daya manusia sebagai kekuatan dalam menjalankan usahanya, begitupula dengan perbankan yang dalam usahanya berfokus untuk memberikan pelayanan terbaik bagi nasabah sehingga sumber daya manusia tersebut perlu dikelola sedemikian rupa agar dapat memberikan kontribusi terbaiknya dan berperilaku sesuai dengan harapan perusahaan. Kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam meminimalisasi perilaku-perilaku negatif yang mungkin timbul dari pegawai, di antaranya berupa perilaku yang menyimpang dan keinginan untuk berhenti dari perusahaan. Salah satu faktor penentu dari kepuasan kerja seorang pegawai adalah yang berkaitan dengan situasi kerja sehingga stres kerja yang dihadapi pegawai menjadi sesuatu yang penting untuk diperhatikan oleh manajemen. Stres kerja dapat diidentifikasi melalui ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik peran (role conflict) dan beban berlebih (role overload). Dengan dikelolanya stres kerja serendah mungkin, diharapkan kepuasan kerja pegawai menjadi tinggi dan pada akhirnya kecenderungan berperilaku negatifnya rendah. Penelitian ini dilakukan pada bagian kredit PT Bank X dengan mengambil sampel sebanyak 250 orang, yang menggunakan tiga jenis kuesioner yaitu role ambiguity dan role conflict oleh Rizzo, House and Lirtzman (1970) sedangkan untuk rnengukur role overload dibuat oleh Baehr, Walsh and Taber (1976). Kuesioner Job Satisfaction oleh Edwin A. Locke yang mengukur 7 dimensi kepuasan kerja serta perilaku menyimpang oleh Michael Zottoli (2003) dan kecenderungan untuk berhenti oleh Rusbult, Farrell, Rogers and Mainous (1988). Nanun hanya sebanyak 154 yang kembali dan dapat diolah lebih lanjut menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Dan 5 (lima) hipotesis yang diajukan, terdapat 3 hubungan yang signifikan yaitu role ambiguity berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan, kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap kecenderungan perilaku menyimpang dan keinginan untuk berhenti pegawai pada tingkat kepercayaan yang berbeda. Analisis tambahan mengenai dimensi kepuasan kerja dilakukan hanya untuk memperdalam pembahasan mengenai kepuasan kerja yang dirasakan oleh pegawai. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penulis menyarankan peran aktif dan atasan/supervisor baik untuk mengelola ketidakjelasan peran yang dihadapi pegawai menjadi sesuatu yang menantang bagi pegawai tersebut. Helpdesk yang sudah ada perlu disosialisasikan dan diaktifkan kembali untuk mengatasi ketidakjelasan khususnya yang terkait dengan kebijakan manajemen. Berkaitan dengan kepuasan kerja, manajemen perlu mendorong terciptanya kondisi kerja dan hubungan antar rekan kerja yang lebih kondusif serta perlu dirancang suatu pola sistem balas jasa yang terintegrasi dengan fungsi-fungsi sumber daya manusia lainnya dengan lebih transparan dan obyektif.
Serviced based company depends on its human resources as the strength to run its business, so does banking industry which focused on delivering the best service for its customers, therefore those human resources need to be managed professionally to enhance their best contributions and maintain their positive behavior toward the company. Job satisfaction is a significant factor which has great effects in minimizing negative behaviors that may occur from the employee, among those are deviant work behavior and intention to quit. One of the work related factor which determines employee's job satisfaction is work stress, therefore it needs extra attention from management. Work stress can be identified through role ambiguity, role conflict and role overload. By keeping work stress level low, employee's job satisfaction hopefully will increase and negative behavior will decrease eventually. This research is conducted in Credit Division of PT Bank X by taking 250 employees as sample, using role ambiguity and role conflict questionnaire by Rizzo, House and Lirtzman (1970), role overload questionnaire by Beehr, Walsh and Taber (1976). Job satisfaction questionnaire by Edwin Locke which measures 7 dimensions of job satisfaction, deviant work behavior questionnaire by Michael Zottoli (2003) and intention to quit questionnaire by Rusbult, Farrell, Rogers and Mainous (1988). However, only 154 out of 250 employees return the questionnaire and therefore only 154 will be processed using Structural Equation Modeling (SEM). Only three of five hypothesis presented have significant relationship, that is role ambiguity positively related to employee's overall job satisfaction, job satisfaction negatively related to employee's deviant work behavior and intention to quit under different level of confidence. Additional analysis on job satisfaction dimensions are given to deepen the analysis of overall job satisfaction itself. Based on the result, the writer suggests active participation from supervisor in managing employee's role ambiguity into challenging job and monitoring employee's workload periodically. This suggestion also requires full support from the management through programs which provide support for the shaf such as comprehensive orientation. Suggestion related to the job satisfaction are management needs to encourage condusive working condition and relationship between colleagues. Compensation plan also needs to integrate with other human resources functions to achieve maximum satisfaction.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18355
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Septiani
Abstrak :
Secara umum motivasi dapat diartikan sebagai konsep perealisasian diri seseorang atau self concept realization. Konsep universal yang juga berlaku pada kehidupan berorganisasi ini ini mencerminkan dorongan seseorang untuk melakukan sesuatu jika orang tersebut hidup dalam suatu cara yang sesuai dengan peran yang dia sukai, dan jika orang tersebut diperlakukan sesuai dengan tingkatan yang lebih dia sukai, serta jika orang tersebut diperlakukan dengan cara yang sesuai dengan cara yang mencerminkan penghargaan seseorang atas kemampuannya. Setiap organisasi bisnis harus mampu menyusun kerangka yang tepat bagaimana sebaiiknya motivasi itu diberlakukan pada setiap individu yang terlibat di dalamnya. Motivasi menjadi tugas kepemimpinan dimana jajaran pemimpin mengkonseptualisasi dan sekaligus mengimplementasi motivasi untuk seluruh jajaran karyawan, pegawai, dan terhadap SDM yang bertugas. Timbulnya motivasi dari dalam diri karyawan itu sendiri disebabkan oleh banyak hal, dan diantaranya adalah hubungan atasan-bawahan dan iklim komunikasi yang terjadi di perusahaan tersebut. Hubungan atasan-bawahan atau iklim komunikasi yang buruk kerap mempengaruhi persepsi atasan terhadap bawahan, akibatnya hubungan yang tercipta cenderung vertikal dan bawahan hanyalah dipandang sebagai orang suruhan. Dampak jangka panjang yang terjadi adalah produktivitas menurun karena kurang puas terhadap suasana yang ada, karyawan pun jadi malas bekerja karena tak memiliki motivasi lagi, dan pada akhirnya karyawan tersebut keluar atau dikeluarkan dari perusahaan. Jika hubungan supervisor atau leader dengan pars bawahannya tidak tegalin dengan balk dan is tidak dapat menciptakan iklim komunikasi yang baik maka tak menutup kemungkinan ketidakpuasan bawahan yang berhubungan erat dengan motivasi kerja dan akan berdampak pada penurunan produktivitas dan pencapaian tujuan perusahaan. Di sini pula kita dapat melihat apakah meletakkan iklim komunikasi sebagai moderator adalah hal yang tepat guna mendukung terciptanya motivasi intrinsik karyawan. Penelitian ini dilakukan di PT. Unilever Indonesia, Tbk yang berada di Cikarang. Dalam penelitian ini digunakan data primer yang berupa pertanyaan-pertanyaan kuesioner untuk menguji pemodelan yang ada pada PT. Unilever Indonesia. Penelitian ini juga menggunakan data sekunder untuk mendukung rasionalisasi dari uji pemodelan yang ada dan juga untuk mendukung validitas dan reliabilitas dari kuesioner yang digunakan. Pengambilan sample dilakukan dengan membagikan kuesioner ke beberapa departemen kerja di PT. Unilever-Cikarang. Dalam penelitian ini pengolahan data dilakukan dengan menggunakan teknik linear regression untuk menentukan hubungan antara variabel bebas (independent variable) dengan variabel terikat (dependent variable). Pengujian model ini pertama-tama dilakukan dengan meregresi motivasi intrinsik (INT) dengan hubungan atasanbawahan (LMX). Hasilnya adalah hubungan atasan-bawahan (LMX) berpengaruh positif terhadap motivasi intrinsik (INT). Artinya, jika hubungan atasan-bawahan (LMX) meningkat, maka motivasi intrinsik (INT karyawan akan meningkat. Penambahan variabel iklim komunikasi (CC) pada langkah dua menunjukkan pengaruh yang positif terhadap motivasi intrinsik, tetapi variabel LMX menjadi tidak signifikan. Hasil regresi dari langkah kedua memperlihatkan bahwa variabel iklim komunikasi (CC) sangat dominan berpengaruh terhadap motivasi intrinsik dari pada variabel hubungan atasan-bawahan (LMX). Regresi ketiga yaitu dengan melctakkan iklim komunikasi (CC) sebagai moderator ternyata mempengaruhi interaksi antara hubungan atasan-bawahan (LMX) dan motivasi intrinsik (INT) karyawan. Hasil regresi menunjukkan bahwa semakin balk iklim komunikasi (CC), maka semakin lemah interaksi positif antara hubungan atasan-bawahan (LMX) dan motivasi intrinsik (INT). Hal ini terjadi karena responden yang dianalisa dalam penelitian ini adalah level supervisor ke bawah, yang mana variasi pekerjaan yang dilakukan bawahan yang dimaksud disini tidak terlalu beragam, jadi intensitas komunikasi yang dilakukan tidak perlu terlalu besar/banyak.
In general motivation can be defined as a self concept realization. This universal concept that also applies in organization reflects one's drive to do something, if a person live in a way that is suitable with the role he/she like, and if a person is treated in a proper level which he/she prefers, and also if a person is treated in a way that respect him/her ability. Every business organization must be able to construct the appropriate framework on how motivation is best be implemented to every individual involved. Motivation becomes the leadership task where the groups of leaders conceptualize and implement it through groups of subordinates and employees. The bloom of motivation from inside of the employee itself is caused by many things, and among them is leader member exchange and communication climate that happen in a particular company. Bad leader member exchange and communication climate often influence perception of superior to subordinate. That will cause the vertical relation and subordinate is considered as a person that always do what he/she's told to do. The long impact is the decreasing productivity because of lack of work satisfaction that trigger no motivation from the employee. In the end the employee will resign or get terminated. If the relationship between supervisor or leader with the subordinates is not good and he/she cannot create good communication climate, there is a possibility that the dissatisfaction of subordinate which tightly connected with work motivation. It will have effect on the decreasing productivity and the failure to achieve company goal. We will also see that putting communication climate as a moderator is a right thing to support the creation of employees' intrinsic motivation. This research takes place in PT. Unilever Indonesia, Tbk, in Cikarang. In this research, primary data from questionaire is used to test the model in PT. Unilever Indonesia. This research also use secondary data to suport the rationale of model testing and to support the validity and reliability of the questionaire used. The sample is taken from several departments in PT. Unilever Indonesia Tbk. - Cikarang. In this research the data is processed with linear regression techniques to determine the relation between independent variable with dependent variable. The first test of the model is to regress intrinsic motivation with leader-member exchange. The result is leader-member exchange have positive influence toward intrinsic motivation. Than means, if leader-member exchange increase then the intrinsic motivation will also increase. The additional of communication climate variable on the second step point out a positive influence towards intrinsic motivation, but leader member exchange variable becomes insignificant. The regression result from the second step shows that communication climate variable has a dominant influence towards intrinsic motivation compared to leader member exchange variable. The third regression where communication climate is put as a moderator shows the influence to interaction of leader member exchange and employee intrinsic motivation. The regression shows that the better communication climate is, the weaker positive interaction between leader member exchange and intrinsic motivation. It happens due to the respondents in this research come from supervisor and below level, whereas the works done by the subordinate are not too various, so the communication intensity that needs to be done is not too heavy/ too much.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18453
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agustono
Abstrak :
Dalam rangka memasuki era glohalisasi sesuai dengan perubahan pasar global, setiap organisasi perusahaan dituntut untuk membangun sumber daya manusia yang professional dan berkompetensi tinggi yang diharapkan menjadi pusat keunggulan suatu perusahaan sekaligus sebagai pendukung daya saing perusahaan. Sehubungan hal tersebut, setiap perusahaan yang unggul perlu memiliki kompetensi yang tinggi dan menjadi persyaratan utama bagi karyawan yang bergabung dalam perusahaan tersebut . Pemerintah sebagai regulator telah mengantisipasi kondisi pasar global khususnya bidang ketenagakerjaan dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor Kep.227/MEN/2003 mengenai Tata Cara Penetapan Standard Kompetensi Kerja Nasional Indonesia, Peraturan tersebut diberlakukan untuk perusahaan-perusahaan swasta nasional maupun perusahaan Badan Usaha Miliki Negara (BUMN). Pemerintah juga memperhatikan tingkat profesionalisme khusus bagi pegawai negeri dengan mengeluarkan peraturan standar kompetensi jabatan rnelalui Surat Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara. Nomor 43/KEP/2001. Kebijakan pemerintah tersebut mendorong perusahaan-perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara seperti PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) memberlakukan sistem manajemen kinerja khususnya penilaian prestasi kerja sumber daya rnanusia berdasarkan kompetensi. Sistem penilaian prestasi kerja merupakan suatu cara bagi organisasi perusaahn untuk menilai dan mengevaluasi kinjer karyawan sesuai dengan sasaran kinerja yang telah ditetapkan perusahaan. Adapun Sistem penilaian prestasi kerja pada PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) berdasarkan pada standar penilaian sasaran/target kinerja karyawan yang harus dicapai sesuai target semester-an maupun tahunan. Sasaran/ target kinerja karyawan ditetapkan dalam formulir rencana kerja. Pencapaian sasaran/target kinerja yang diperoleh sebagai dasar penilaian kompetensi karyawan, bagaimana karyawan melakukan sasaranltarget tersebut melalui unsur-unsur kompetensi sikap kerja (behaviour) yang telah ditetapkan didalam sistem penilaian prestasi kerja. Tujuan penulisan karya akhir ini untuk mengevaluasi system penilaian prestasi kerja pada PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) termasuk didalamnya penilaian prestasi kerja awak kapal, melakukan kajian dan analisis untuk mengetahui hal-hal yang menjadi kelemahan dari sistem yang ada . Berdasarkan hasil interview pada divisi SDM PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) melalui Senior Manajer SDM, Asisten Senior Manajer SDM dan beberapa staf yang membidangi awak kapal serta mempelajari Keputusan Direksi PT.ASDP Indonesia Ferry (Persero) mengenai penetapan sistem penilaian prestasi kerja, dapat diperoleh data dan informasi bahwa sistem penilaian yang ada diberlakukan untuk menilai kompetensi karyawan darat dan awak kapal dengan menggunakan unsur-unsur kompetensi yang sama. Sistem penilaian prestasi kerja yang ada juga belum mengatur level kompetensi minimum jabatan awak kapal serta penyusunan deskripsi skala unsur-unsur kompetensi belum memacu dan memotivasi karyawan untuk lebih tertantang melakukan pekerjaan. Penulis melakukan kajian penyusunan modek kompetensi jabatan dengan menggunakan unsur-unsur kompetensi dan skala deskrisi dan Kompetensi at Work Spencer (2002) yan dimodifikasi dan disesuaikan dengan instruksi tugas pokok awak kapal, unsur-unsur kompetensi dibagi berdasarkan posisiljabatan awak kapal sebagai berikut: 1. 8 unsur kompetensi untuk jabatan perwira kapal. Terdiri dari Achievement orientation, Team work, Customer orientation, Information seeking Directiveness, analytical thinking, Conceptual thinking, Organizational awareness. 2. 5 unsur kompetensi untuk non perwira (rating deck dan rating mesin) terdiri dan Achievement orientation, Customer orientation, Information seeking, Conceptual thinking, Organizational awareness. Hasil kajian dan analisis ini menjadi usulan-saran untuk memperbaiki kelemahan dan diharapkan dapat lebih dikembangkan saesuai kebutuhan bidang manajemen sumber daya manusia seperti : Penyusunan unsur-unsur kompetensi pada sistem penilaian prestasi karyawan darat terpisah dengan unsur-unsur kompetensi pada sistem penilaian prestasi kerja awak kapal. Penyusunan tabel kompetensi jabatan awak kapal beserta level kompetensi minimumnya (level of competency need) dan melengkapinya dengan grand matrik level competensi sesuai posisi awak kapal. Menentukan standar penilaian kompetensi disesuaikan dengan tingkatan (stage) nilai rnasing-masing level kompetensi sekaligus memberikan bobot masing masing unsur kompetensi yang ditentukan oleh manajemen perusahaan dengan menyamakan pemberian bobot pada unsur-unsur kompetensi yang berlaku (existing).
Entering the era of globalization as of globally market transition, every corporate organization required to develop professional and highly competent human resource, which hopefully would be the center of a company's superiority and the company's lead of competitiveness. In association with such every leading companies are important have their high competence and it should be main requirement to employees joined within. The government as a regulator has been anticipating the global market condition, specifically, in workmanship by issuing the Minister of Workforce and Transmigration Decree no. Kep.227/MEN/2003, in regard to Indonesian National Procedures of Work Competence Standard Specification. Such regulation is effect to both national private companies and State-owned companies. The government is also concerns to special professionalism extent to state employees by issuing the position competence standard regulation through the Decree of the Head of State Employment Administration, no. 43/KEP/2001. Such government policy intend to endorse private and state-owned companies, such as PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), to apply the performance management system specifically in work performance appraisal of human resource based on their competence. Performance appraisal system upon work performance is means to corporate organizations to evaluate and appraise employees? achievements according to the achievement target as specified by the company. Performance appraisal system upon work performance on PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) based on the employee's achievement target performance appraisal standard that must be reached as of target, either semester or annual. The achievement target is specified in a work plan of target achievement form obtained as the performance appraisal basis for employee's competence, how is he or she perform the Target through elements of work behavior as specified within the appraisal system of performance appraisal. The intention of this final assignment is to evaluate the appraisal system of work achievement in PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero), which included within performance appraisal to ferry crews, performance of analysis and examination recognizing shortcomings on the existing system. From interview sessions upon the Human Resource Division of PT. ASDP Indonesia Fery (Persero) through its Senior Manager, Senior Manager Assistant and its several staffs concerned in ship crewing and by studying the Decision of the Directors of PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) in regard to specification of work performance appraisal, resulting that the existing effected appraisal system is used to assess competence of lard employees and crew through equally competence substances. In addition, the existing work performance appraisal yet also set minimum competence level for position of crew and description arrangement of competency substance scale is yet capable to endorse and motivate the employees to be more challenged to perform their job. The Author performs arrangement analysis of competency model for position by using competence substances and descriptive scales from Model for Superio Performance (Lyle M Spencer, Signe M Spencer, 1993), which has been modified and adjusted with principal assignment instruction of ship crews, competence substances were categorized according to the following ship crew positions: 1. 8 competence substances to ship officers, consists of: achievement Orientation, Teamwork, Customer Orientation, Information Seeking, Directiveness, Analytical Thinking, Conceptual Thinking, Organizational Awareness. 2. 5 competence substances to non-officers (deck and engine rating) consist of: Achievement Orientation, Customer Orientation, Information Seeking, Organization Awareness, and Analytical Thinking. Result of these examination and analysis is being suggestions to improve shortcomings and, hopefully would be more developed to comply with requirments in the field of human resource management, such as: Arrangement of competence substances upon work achievement appraisal to land employees is separated with competence substances on work achievement appraisal to ship crews. Arrangement of position competence table and its minimum competence level or level of competency need and complete it with grand matrix of competence level pursuant to ship crew positions. Determining performance appraisal standards of competency, adjusted with stages of each level of competency. And also weighing each competence substance determined by the company's management by equalizing weighs of the existing competence substances.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Mega Desiana
Abstrak :
Komitmen organisasi secara umum dapat diabikan sebagai keterikatan karyawan pada organisasi dimana karyawan tersebut bekerja. Komitmen dibutuhkan oleh organisasi agar sumber daya manusia yang kompeten dalam organisasi dapat terjaga dan terpelihara dengan baik. Komitmen organisasi dalam penclitian ini terbagi ke dalam tiga komponen, yaitu: komitmen afektif, komitmen kontinuan dan komitmen normatif. Salah satu yang dapat dijadikan prediktor komitmen organisasi adalah kepuasan kerja, yang berkorelasi positif dengan komitmen organisasi. Hal ini berarti untuk dapat meningkatkan komitmen organisasi karyawan, perusahaan harus mampu memenuhi dan meningkatkan kepuasan kerja karyawannya. SeIanjutnya dalam teori mengenai role, dijelaskan bahwa role ambiguity, role conflict dan role overload dikonsepkan sebagai penekan (stressor) yang bisa menghantbat kepuasan kerja seseorang, sehingga dengan semakin rendah role stressor dalam sebuah organisasi, maka kepuasan kerjanya akan semakin meningkat. Senada dengan role stressor, persepsi mengenai dukungan organisasi (Perceived Organizational Support) juga menjadi saiah satu prediktor bagi kepuasan kerja. Persepsi mengenai dukungan organisasi (POS) ini mempunyai hubungan yang positif terhadap kepuasan kerja dan komitmen afektif, sehingga POS yang semakin tinggi akan berdampak pada semakin meningkatnya kepuasan kerja dan komitmen afektif. Peran asisten dosen tidak dapat diabaikan dalam proses pengajaran di perguruan tinggi. Hal ini disebabkan karena selain waktu yang terbatas bagi dosen dalam menjelaskan materi, peran asisten juga dibutuhkan untuk menjembatani hubungan antara mahasiswa dan dosen ataupun dengan pihak departemen. Universitas Indonesia adalah perguruan tinggi yang bertugas untuk menyediakan jasa pendidikan bagi masyarakat sehingga kebutuhan akan sumber daya manusianya, dalam hal ini staf pengajar, sangat tinggi. Oleh karena itu Universitas Indonesia, termasuk di dalamnya FEU], perlu mempertahankan staf pengajar yang kompeten dibidangnya agar tidak pindah ke universitas lain. Hal-hal tersebut di atas membuat peneliti tertarik melihat seberapa jauh komitmen asisten dosen di FEUI, sehingga peneliti mengangkat "Bagaimana pengaruh role stressor dan persepsi mengenai dukungan organisasi terhadap kepuasan kerja dan komitmen asisten dosen di FEUT" sebagai isu utama dalam penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh asisten dosen FEU1 yang terdiri dari tiga departemen, dengan total responden berjuinlah 112 orang dan Cara pengambilan sampel melalui convinience sampling. Selanjutnya dilakukan analisis data dengan Structural Equation Modeling (SEM). DaIam penelitian ditemukan bahwa ternyata kepuasan kerja memang memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap komitmen asisten dosen, baik komitmen afektif, kontinuan maupun normatif. Demikian Pula dengan role stressor yang berpengaruh negatif pada kepuasan kerja, kecuali role overload yang memang tidak dapat dimasukkan ke dalam model penelitian karena memiliki nilai validitas dan reliabilitas yang buruk. POS terbukti berpengaruh positifdan signifikan terhadap kepuasan kerja, namun tidak demikian halnya dengan hubungan langsung POS ke komitmen afektif organisasi. Adanya pengaruh tidak langsung dari role ambiguity, role conflict dan persepsi mengenai dukungan organisasi terhadap komitmen asisten dosen di FEU], yaitu melalui kepuasan kerja, menunjukkan bahwa persepsi asisten dosen terhadap role ambiguity, role conflict dan persepsi mengenai dukungan organisasi akan membentuk kepuasan kerja. Kepuasan kerja inilah yang akan mempengaruhi komitmen asisten dosen, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan komitmen mereka pada FFL1I. Untuk tetap mempertahankan role ambiguity yang rendah, departemen/FEUI hares dapat memberikan job description yang jelas bagi setiap asisten dosen, terutama untuk mereka yang baru direkrut, sehingga mereka tidak bingung tentang apa yang harus d i lakukan. Meskipun nilai persepsi mengenai dukungan organisasi memiliki nilai yang cukup baik, namun hal ini masih dapat ditingkatkan sehingga komitmen organisasi yang dipengaruhi secara tidak Iangsung, yaitu melalui kepuasan kerja juga dapat ikut meningkat. Dukungan organisasi dapat ditingkatkan melalui reward yang diberikan pada asisten dosen. Reward yang dimaksud mencakup faktor ekonomi, pengakuan sosial, penghargaan, rasa aman, dan lain-lain.
Generally, organization commitment can be defined as an employee attachment to the organization where the employee works. This commitment is needed to create and maintain competent human resources. It is divided into three components, namely: affective commitment, continuant commitment and normative commitment. One predictor of organization commitment is job satisfaction, which is correlated positively with organization commitment. It has implication if that one company want to improve employee's organization commitment they have to fulfill and enhance employee job satisfaction. The theory of role identifies role ambiguity, role conflict and role overload as stressors which may constraint job satisfaction. Ilence, the lower the role of stressors in one organization the higher the job satisfaction would be. Aligned with role stressor, perceived organizational support (POS) is also one of job satisfaction predictors. This perception is related with job satisfaction and affective commitment positively. In other words, the higher the POS the higher the job satisfaction and affective commitment would be. The involvement of lecture assistant cannot be ignored in university teaching process. This is not only because of lecture time limitation to explain the subject, it is also needed to bridging the relationship between students and lecture or even with department staffs. The University of Indonesia as a higher education institution is assigned to provide education service for the society. Consequently, the demand for academic staff resources is very high. Thus, The University of Indonesia, including Faculty of Economics, needs to maintain competent academic staffs in order to motivate them to be loyal to the university. Those arguments led the writer to investigate critically about how high the lecture assistant commitment in FEUI is. This study will examine a research question: "What is the relationship between role ambiguity, role conflict, role overload, perceived organizational support, and job satisfaction with organization commitment such as affective commitment, continuant commitment and normative commitment?" The total population in this research is the total numbers of lecture assistant from three departments in FEUI, which was totally 112 respondents. The sample collection method is convenience sampling. The data is analysed using Structural Equation Modeling (SEM). in summary, the results of this study are as follows. Firstly, this study found that job satisfaction has a positive and significant impact to lecture assistant commitment, either affective, continuant and/or normative. Secondly, role stressor affects job satisfaction negatively. An exception is for role overload which cannot be included in the model because of poor validity and reliability. Finally, POS is proven affects positively and significantly to job satisfaction. However it is not directly related to affective organization commitment. The fact that there is indirect impact from role ambiguity, role conflict and POS to lecture assistant commitment in FEUI which is through job satisfaction, shows that lecture assistant perception to role ambiguity, role conflict and POS would create job satisfaction, This job satisfaction would affect lecture assistant commitment and as a result increases their commitment to FEUI. To maintain a low level of role ambiguity. the Department/FEU l must show a clear job description for each lecture assistant, particularly for a new recruiter to avoid confused job description. Even though perception value about organization support has relatively good value, this may still be improved. As a result, organization commitment which is affected indirectly from job satisfaction is also improved. Organization supports can be enhanced through compensation or reward for lecture assistant. Rewards can be economical/ financial factor, social acceptance, respect, security, and others.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18548
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amellia Perdana Dhewi
Abstrak :
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden laki-laki dan perempuan ditemui jauh Iebih besar proporsi laki-laki (85,8%) dibandingkan perempuan (14,2%). Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 219 pegawai Perum Peruri. Namun jumlah kuesioner yang telah diisi dan layak olah adalah sebanyak 176 kuesioner, berarti 176 pegawai sebagai sampel yang layak untuk diteliti lebih lanjut. Sebaran usia responden ditemui dengan proporsi terbesar yaitu usia antara 45-54 tahun (52,3%), sementara sisanya tersebar antara usia 35-44 tahun (27,8%), antara usia 25-34 tahun (16,5%), dibawah 25 tahun (1,7%) dan di atas 55 tahun (1,7%). Ditemui dalam penelitian ini adalah responden yang melakukan diskusi Penilaian Prestasi Kerja Pegawai (PPKP) dengan atasan mereka sebanyak 60,2%, sedangkan yang tidak melakukan sebanyak 39,8%. Ditemukan juga responden yang telah memiliki pengalaman Penilaian Kinerja (PK) sebelum bekerja di Perum Peruri sebanyak 17%, sedangkan selebihnya (83%) tidak pernah memiliki pengalaman PK sebelum bekerja di Perum Peruri. Sebanyak 60,8% responden dalam penelitian ini tidak melakukan PPKP terhadap bawahan yang berarti mereka adalah non-pejabat, sedangkan 39,2% responden melakukan PPKP terhadap bawahan yang berarti mereka adalah pejabat. Responden dengan tingkat pendidikan SLTA memiliki proporsi terbesar yakni 47,2%, sedangkan tingkat pendidikan Sarjana (Si) 29,5%, Akademi 13,1% dan Pascasarjana (S2) 10,2%. Responden dengan lama bekerja di Perum Peruri antara 20-29 tahun memiliki proporsi terbesar sebanyak 54,5%, sementara responden dengan lama bekerja antara 10-19 tahun sebanyak 27,3%, antara 0-4 tahun 8,5%, antara di atas 30 tahun 5,7% dan antara 5-9 tahun 4%. Pengujian alat ukur penelitian dilakukan dengan uji validitas, reliabilitas dan analisis faktor. Dari hasil uji validitas ditemukan dari 8 pernyataan System Procedural Justice (SPJ) yang valid hanya 5 pernyataan, sedangkan dari 10 pemyataan Process Procedural Justice (PPJ) yang valid hanya 8 pernyataan dan dari 7 pernyataan Distributive Justice (DJ) yang valid hanya 6 pernyataan. Hasil uji reliabilitas menunjukkan alat ukur untuk mengukur SPJ, PPJ dan DJ adalah andal (reliable). Hasil analisis faktor menunjukkan pernyataan-pernyataan dari masing-rnasing dimensi yang terbentuk adalah variabel P2, P4, P7 dan P9 merupakan bagian dari SPJ, kemudian variabel P16, P17 dan P18 merupakan bagian dari PPJ, sedangkan P19, P20 dan P21 merupakan bagian dari DJ. Untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan antara tingkat kepuasan pegawai Perum Peruri terhadap sistem PPKP dan peran yang dimainkan pegawai di dalam sistem PPKP tersebut, maka dilakukan uji T pejabat dan non-pejabat. Hasil uji T tersebut menunjukkan uji T terhadap 10 item pemyataan (P2, P4, P7, P9, P16, P17, P18, P19, P20 dan P21) hanya P4 dan P18 yang menghasilkan nilai signifikansi < 0,05 berarti terdapat perbedaan signifikan pada kedua item pernyataan itu antara tingkat kepuasan pegawai Perum Peruri terhadap sistem PPKP dan peran yang dimainkan pegawai di dalam sistem PPKP tersebut. Perbedaan kepuasan tersebut terletak pada pemyataan bagian SPJ (P4) dan PPJ (P18). Pejabat merasa lebih puas dibandingkan non-pejabat terhadap item pernyataan P4 yaitu mengenai kejelasan masukan dari atasan untuk PPKP pegawai. Namun untuk non-pejabat merasa lebih puas dibandingkan pejabat terhadap item pemyataan P18 yaitu mengenai dimasukkannya diskusi tentang hai-hat yang atasan dapat lakukan untuk membantu mereka agar dapat bekerja lebih baik lagi ke dalam diskusi tinjauan PPKP pegawai. Untuk hasil uji T per dimensi, hanya SPJ yang memiliki perbedaan tingkat kepuasan terhadap sistem PPKP dengan peran yang dimainkan pegawai di dalam sistem PPKP tersebut. Pejabat merasa lebih puas dibandingkan non-pejabat terhadap SPJ dari PPKP di Perum Peruri, sedangkan untuk dimensi PPJ dan DJ tidak terdapat perbedaan. Kepuasan pegawai Perum Peruri terhadap sistem PPKP memiliki hasil yang berbeda antara hasil jawaban kuesioner dengan hasil komentar tertulis pegawai dan hasil FGD yang dilakukan dengan pegawai. Mean score per item pernyataan menunjukkan pegawai Perum Peruri puas terhadap sistem PPKP di Perum Peruri, hal tersebut dapat dilihat dari mean score per item pernyataan berada pada point di atas 2,6 dari penggunaatt skala Likert 1 sampai 4. Begitupun mean score per dimensi menunjukkan kepuasan dimana mean score per dimensi (SPJ, PPJ dan DJ) berada pada point di atas 2,7. Namun, komentar tertulis dan FGD menunjukkan ketidakpuasan yang disebabkan oleh adanya nilai rata-rata PPKP yang ditentukan perusahaan (Departemen ASDM) per divisi tiap tahunnya (SPJ). Kemudian rapat perimbangan lintas direktorat tidak melibatkan pegawai yang dinilai yang nilai PPKP-nya masuk ke dalam pembahasan rapat perimbangan lintas direktorat tersebut. Keluhan lainnya seputar sistem PPKP adalah pegawai mengharapkan adanya perbaikan batas penilaian PPKP, selama ini batas penilaian yang termaktub di dalam SKEP-72/II/2003 tidak dapat diwujudkan. Keluhan seputar proses pelaksanaan PPKP di Perum Peruri (PPJ) juga diutarakan oleh beberapa pegawai Perum Peruri. Pegawai menilai proses pelaksanaan PPKP di Perum Peruri masih kurang obyektif dan transparan. Indeks kepuasan pegawai terhadap SPJ, PPJ dan DJ menunjukkan hasil yang bagus, pegawai Perum Peruri merasa puas terhadap SPJ, PPJ dan DJ. Namun dari analisis performance - importance menunjukkan Perum Peruri perlu menjadikan perbaikan seputar sistem PPKP yang berlaku saat ini sebagai prioritas pertama untuk dilakukan, hal ini agar PPKP yang adil dan tidak berat sebelah dapat terwujud. Hal tersebut karena pegawai Perum Peruri dari analisis performance - importance menunjukkan PPKP yang ada saat ini tidak adil dan berat sebelah. Hasil ini didukung oleh komentar tertulis pegawai dan juga hasil FGD pegawai, walaupun hasil tersebut tidak didukung oleh mean score dan indeks kepuasan pegawai. Kemudian hal lain yang perlu dijadikan prioritas pertama untuk diperbaiki oleh Perurn Peruri adalah yang berkaitan dengan hasil PPKP (DJ) yakni Perum Peruri perlu menjadikan pemberian gaji yang didasarkan pada hasil PPKP menjadi cara yang paling efektif dalam memotivasi pegawai Perum Peruri guna memperbaiki kinerja mereka. Analisis performance - importance menunjukkan kejelasan masukan untuk PPKP pegawai dari atasan mereka (SPJ) dan dimasukkannya diskusi tentang karir dan pengembangan pribadi pegawai ke dalam diskusi tinjauan PPKP pegawai, sebagai dua hal yang perlu dijadikan prioritas berikutnya bagi Perum Peruri untuk diperbaiki. Seinentara itu dimensi DJ yakni hasil dari PPKP di Perum Peruri harus dipertahankan, hal ini didukung oleh hasil mean score per dimensi. Hasil regresi linier sederhana antara SPJ, PPJ dan DJ dengan kepuasan pegawai Perum Peruri terhadap sistem PPKP menunjukkan ada hubungan signifikan antara SPJ, PPJ dan DJ dengan kepuasan pegawai Perurn Peruri terhadap sistem PPKP. SPJ memiliki hubungan yang kuat (r = 0,551) dengan kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP di Perum Peruri, sementara PPJ dan DJ memiliki hubungan yang sedang (rPPJ = 0,306 dan rDJ =-0,310) dengan kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP di Perum Peruri. SPJ memiliki kontribusi terbesar (30,4%) dalam menentukan kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP, kemudian DJ (9,6%) dan yang memiliki kontribusi terkecil adalah PPJ (9,3%). Untuk analisis regresi linier berganda, hanya SPJ dan DJ yang masuk dalam model regresi. Namun variabel SPJ dan DJ tersebut hanya sedikit menjelaskan kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP di Perum Peruri (32,$%). SPJ dan DJ secara bersama-sama berpengaruh terhadap kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP di Perum Peruri. SPJ merupakan variabel yang paling besar (nilai Beta = 0,504) pengaruhnya terhadap kepuasan pegawai Perum Peruri terhadap sistem PPKP di Perum Peruri dibandingkan DJ (nilai Beta 0,163). Hal tersebut didukung oleh hasil regresi linier sederhana yang juga menunjukkan SPJ memiliki kontribusi terbesar dalam menentukan kepuasan pegawai terhadap sistem PPKP di Perum Peruri dibandingkan DJ dan PPJ. Namun hasil tersebut tidak didukung oleh hasil mean score per dimensi yang menunjukkan DJ yang memiliki mean score tertinggi dibandingkan PPJ dan SPJ.
Research outcome indicated that proportion of male respondent and female respondent actually found that proportion of male (85.8%) compared to female (14.2%). Number of sample of research was amounting of 219 employee of Perum Peruri. Nevertheless, number of questionnaires that completely filled and manageable to process was amounting of 176 questionnaires that mean 176 employees of sample that feasible for further research. Distribution of respondent age found within largest proportion between 45 - 54 years old (52.3%), whereas remaining sample comparatively distributed within age group of 35 - 44 years old (27.8%), between 25 - 34 years old (16.5%), below 25 years old (1.7%) and beyond 55 years old (I.7%). It is found in this research that respondents who maintain discussion of Assessment on Employee's Work Accomplishment - Penilaian Prestasi Kega Pegawai (PPKP) - to their superior reported as 60.2%, whereas other who did not reported as 39.8%. It is also found that respondent who has experience of Performance Appraisal prior to work at Perum Peruri reported of 17% while remaining of others (83%) did not have experience of Performance Appraisal before work in Perum Peruri. Reported that 60.8% respondent of this survey did not maintain PPKP to the subordinate that mean they were non-functionary officer, while 39.2% of respondent maintain PPKP to the subordinate that mean they were functionary officer. Respondent with education level of senior secondary school (SLTA) reported with largest proportion of 47.2%, where education level of Bachelor (SI) 29.5%, Academy 13.1% and Postgraduate (S2) 10.2%. Respondent with occupational period in Perum Peruri between 20 - 29 years reported as largest proportion of 54.5%, while respondent with occupational period of 10-19 years reported as 27,3%, between 0 - 4 years 8.5%, beyond 30 years 5.7% and between 5 - 9 years 4%. Evaluation on research measurement device was carried out by validity test, reliability and factor analysis. Derived from validity test outcome, it is found that out of 8 statement of System Procedural Justice (SPJ) the valid set solely 5 statements, while out of 10 statements of Process Procedural Justice (PPJ) the valid set only 8 statements and out of 7 statements of Distributive Justice (DJ) the valid set merely 6 statements. Result of reliability test indicated that measurement device to assess SPJ, PPJ and DJ were reliable. Result of factor analysis indicated that statements of individual dimension established were variable of P2, P4, P7 and P9 comprise part of SPJ, then variable P16, P17 and P18 comprise part of PPJ, while P19, P20 and P21 comprise part of DJ. To identify discrepancy whether it found or not on satisfaction level of employee of Perum Peruri toward PPKP system and comparative role the employee play in the PPKP system, therefore T-test conducted for functionary and non- functionary officer. Result of the T-test denoted T-test to 10 item of statement (P2, P4, P7, P9, P I6, P17, P18, P19, P20 and P21) only P4 and P18 that resulting value of significance < 0.05 that mean significant difference exist on both item of statement between satisfaction level of employee of Perum Peruri to the PPKP system and the role that the employee play within the PPKP system. Different satisfaction lay on statement of part of SPJ (P4) and PPJ (PI 8). Functionary officers were more satisfied than non-functionary officer to item of statement of P4 that pertaining to clarity of input from superior to PPKP of employee. However, non-functionary officer would be more satisfied than functionary officer about item statement of P18 that pertaining to include discussion regarding some substances that superior could do to facilitate them to improve their work performance into review discussion of employees' PPKP. Pertaining to T-test result on individual dimension, only SPJ that had discrepancy of satisfactory level to PPICP system compared to the role that employee play in relevant system of PPKP. Functionary officers were more satisfied than non-functionary officer toward SPJ of PPKP of Perum Peruri, whereas pertaining to dimension of PPJ and DJ no discrepancy found. Satisfaction of Perum Peruri employee to PPKP system signified different outcome between result of questionnaire response to result of written comment of employee and FGD result that maintained with the employee. Mean score per item of statement denoted that employees of Perum Peruri were satisfied to the system of PPKP of Perum Peruri, it could be identified from mean score per item of statement situated at point above 2.6 from application of Likert scale 1 to 4. Likewise mean score of individual dimension indicated satisfaction where mean score of individual dimension (SPJ, PPJ, and DJ) situated at point beyond 2.7. However, written comment and FGD denoted dissatisfaction that due to average value of PPKP that corporate decide (Department of ASDM) per division on each year (SPJ). Moreover cross directorate equilibrium meeting not involve relevant employees under assessment that whose value of PPKP included into the discussion of cross directorate equilibrium. Other complain pertaining to PPKP system concerning to employees' expectation for improvement of assessment perimeter of PPKP, to date assessment perimeter provided in SKEP-72/II/2003 could not be implemented. Complain about implementation process of PPKP of Perum Peruri (PPJ) also revealed by some employees of Perum Peruri. Employee deemed implementation process of PPKP of Perum Peruri as less objective and transparent. Satisfactory index of employee toward SPJ, PPJ and DJ suggested proper outcome, employees of Perum Peruri felt satisfied to SPJ, PPJ and DJ. However perceived from analysis of performance - importance indicated that Perum Perri required making improvement on current system of PPKP as the first priority to take. This ensuing conclusion can be made due to employees of Perum Peruri from analysis of performance - importance indicated that current PPKP deemed as unfair and biased. This conclusion supported by written comment of employee and also FGD result of employee, despite relevant result not supported by mean score and satisfactory index of employee. Moreover other substance that necessarily to be made as the leading priority for Perum Peruri to improve related with outcome of PPKP (DJ) that Perum Peruri should make proper remuneration system that based on PPKP result as the most effective method to motivate employee of Perum Peruri to improve their performance. Analysis of performance - importance signified clarity of input for PPKP of employee from their superior (SPJ) and inclusion of discussion regarding career and personal development of employee into discussion of PPKP review of employee, as two substances that necessarily to be made as the subsequent priority for Perum Peruri to improve. On the other hand, dimension of DJ that is result of PPKP in Perum Peruri should be maintained, this must be supported by means score per dimension. Outcome of simple linear regression between SPJ, PPJ and DJ with Perum Peruri employees' satisfaction toward PPKP system denoted significant correlation between SPJ, PPJ and DJ with contentment level of Perum Peruri employees to PPKP system. SPJ maintain strong correlation (r = 0.551) where employees' contentment to the PPKP system of Perurn Peruri, whereas PPJ and DJ retain moderate correlation (rPPJ = 0.306 and rDJ = 0.310) with employees' contentment to PPKP system of Perum Peruri. SPJ retain the largest contribution (30.4%) to determine employees' contentment to PPKP system, subsequently DJ (9.6%) and the least contribution given by PPJ (9,3%). For double linear regression analysis, only SPJ and DJ that classified into regression model. However, variable of SPJ and DJ only gave insignificant explanation about employees' contentment to PPKP system of Perum Peruri. SPJ perceived as the largest variable (Beta value = 0.504) that mostly affect satisfaction level of Perum Peruri employee to PPKP system of Perum Peruri compared to DJ (Beta value = 0.163). The condition supported by outcome of simple linear regression that also indicated that SPJ uphold the foremost contribution to determine employees' satisfaction to PPKP system of Perum Peruri compared to DJ and PPJ. However that outcome not supported by result of mean score per dimension that denoted DJ with the highest mean score compared to PPJ and SPJ.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elis Fauziyah
Abstrak :
The pressure from non marketing to the company getting bigger as public society and world awareness about big part of the company to human life getting higher. This pressure in later on push the development of application of Corporate social responsibilities (CSR) concept as one of company's strategy to guarantee its business. The development of Corporate social responsibilities (CSR) has been assumed to existed along time ago but the definition of its concept start in 1950 (Carol], 1999). The development of Corporate social responsibilities (CSR) create Corporate social responsibilities (CSR) definition that has its meaning from carivative activities to the one that integrated to business. But there are some similarities which is balance between looking for the profit and concerning social activities and environment (SWA 2005; 46). The development of Corporate social responsibilities (CSR) in Indonesia has been in discussion since 1995. The purpose of this research are to know: (I) company's understanding of Corporate social responsibilities (CSR) ; (2) how far CSR application has been implemented, (3) factors that influenced CSR implementation. This research is expected to catch diversity of pattern of Corporate social responsibilities (CSR) that can contribute to the knowledge in mapping of Corporate social responsibilities (CSR) practice in Indonesia. Type of research in Qualitative research method is explorative with study case research strategy. Companies that being researched are four companies with different industry background but all of them been operated in Indonesia as also the main player in each industry. Four companies that been selected are PT. NEWMONT INDONESIA in mining field, PT Astra Agro Lestari Tbk in agriculture business, PT PLN Jakarta and Tangerang (Persero) and KOMPAS-GRAMEDIA Group in services. Data that been collected is analized by using comparative study to see comparative to see the similarities and differencies in CSR implementation between companies. The result of this research shown that the four companies have different pattern in understanding and maintain CSR implementation. Newmont understood CSR as a form of responsibility for having privilege to operate and develop (threatened demand). PT PLN and AAL understood as a care form to the society around the company in order to be part of the society as in the end they can support its operation (profit). Different that the three companies earlier, KKGN not really take CSR to company's profit. KKG understood CSR as a form of care that comes from moral obligation and to answer society expectation (moral). The similarities from the four companies are they realize the importance of CSR implementation in their operation process. Generally, the companies understood the CSR concept as an effort of the company to have society support by giving them positive contribution to external stakeholder company. There is a similarity in Respondent definition in four companies, confidence in existence of take and give law. CSR definitions in four companies in general have three propositions where CSR are: 1. Company's obligation, which can be seen from company's commitments in its policy, programs, resources allocation (funding, human resources, time and energy), organizational structure, evaluation and reporting process as a responsible manner to its operation to society. 2. To improve the welfare of society, for example through improvement in economic, education, health, infrastructure, etc. 3. To support company's operation, such as resources supply, asset protection, consumer creation, etc. From CSR implementation side, this research concluded that (I) CSR policy still in general form of company's Code of Conduct; (2) trend to choose CSR issues that appropriate with company's competency and resources. (3) trend to use CSR in charity form; (4) put CSR in external relation function; (5) except Kompas, company use internal funding for CSR initiatives; (6) CSR evaluation and reporting tend to be internally conducted. Based on Malkasian (2004) Newmont has the higher level of commitment then the other three companies. Factor that seem to be influencing CSR understanding and implementation are context, operational impact, and internal condition of company. Suggestions for managerial in implementing CSR are (I) give attention on internal CSR; (2) give attention also in minimalize negative impact on operation; (3) integrating CSR with business process; (4) increasing transparency in evaluating and reporting CSR to external stakeholders. Suggestions for next research are (1) conduct explanative study in proofing factors that influence CSR understanding and implementation; (2) deep research in the real process of CSR in the field; (3) historical study to find CSR motives; (4) deeper examination about CSR and business process and value chain management.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19695
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suherman
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Suherman Program Studi : Pascasarjana Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia Judul : Pengaruh Kompensasi, Motivasi, dan Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi Aparatur Sipil Negara di Sekretariat Wakil Presiden Tesis ini membahas tentang pengaruh kompensasi, motivasi, dan budaya organisasi terhadap komitmen organisasi. Penelitian in dilakukan di Sekretariat Wakil Presiden dengan melibatkan 169 responden yang merupakan aparatur sipil negara organik Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif eksplanasi dengan pengolahan data menggunakan SPSS 21. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompensasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Motivasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Budaya organisasi secara parsial dan simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap komitmen organisasi. Penelitian diharapkan bisa memperkaya hasil-hasil penelitian tentang komitmen organisasi di kementerian/lembaga pemerintah khususnya Lembaga Kepresidenan. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode eksploratif guna mengetahui lebih mendalam faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi komitmen organisasi aparatur sipil negara di kementerian/lembaga pemerintah. Kata kunci: Kompensasi, motivasi, budaya organisasi, komitmen organisasi
ABSTRACT

Name : Suherman Study Program : Postgraduate in Human Capital Management Science Title : The Influence of Compensation, Motivation, and Organizational Culture on Organizational Commitment of Secretariat of Vice President State Apparatus The focus of this study is determining the influence of compensation, motivation, and organizational culture on organizational commitment. The research was conducted at the Secretariat of Vice President involving 169 respondents who are the Secretariat Ministry of the Republic of Indonesia organic state apparatus. The method used in this study was a quantitative explanation with the processing of data using SPSS 21. The results showed that compensation partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. Motivation partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. Organizational culture partially and simultaneously had a positive and significant impact on organizational commitment. The study was expected to enrich the results of research on organizational commitment in ministries or government agencies, especially the Presidential Institution. Further research was recommended to use exploratory methods to know in depth what factors are affecting the organizational commitment of state apparatus in the ministries or government agencies. Key words: Compensation, motivation, organizational culture, organizational commitment
2019
T54187
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riandaru Kurniasih
Abstrak :
Tesis ini membahas perancangan Sistem Pengukuran Kinerja berbasis Balanced Scorecard (BSC) pada Divisi Pengadaan dan Manajemen Aset (PMA) di Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Sebagai badan regulator, BPMIGAS telah diberi target oleh pemerintah untuk meningkatkan produksi migas, meningkatkan penerimaan negara serta meningkatkan penggunaan kapasitas nasional dalam industri hulu migas. Untuk mencapainya, strategi disertai indikator kinerja yang jelas perlu dirancang bagi unit-unit di dalam BPMIGAS. Divisi PMA dipilih untuk ditelaah mengingat pentingnya Divisi ini dalam menentukan efektivitas dan efisiensi industri hulu migas namun belum memetakan strategi beserta ukuran kinerjanya. Di sisi lain, Divisi Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai unit pendukung sudah memiliki sistem pengukuran kinerja berupa HR Scorecard sebagai panduan aktivitasnya. Tujuan tesis ini adalah untuk membangun strategi Divisi PMA berdasarkan visi, misi serta strategi BPMIGAS dan merumuskan Key Performance Indicator (KPI) Divisi tersebut serta melihat keselarasannya dengan HR Scorecard yang ada. Dari hasil analisis data sekunder berupa Sistem Pengukuran Kinerja BPMIGAS dan Divisi SDM yang berbasis Balanced Scorecard serta data primer berupa wawancara semi-terstruktur dengan internal stakeholder maupun eksternal stakeholder Divisi PMA, didapatkan hasil berupa strategi dan KPI Divisi PMA serta keselarasannya dengan HR Scorecard yang ada.
This thesis explores the application of Performance Measurement System based on the Balanced Scorecard method in Procurement and Asset Management Division (PMA) at the Upstream Oil and Gas Supervisory Agency (BPMIGAS). As a regulatory body, BPMIGAS has been given a target by the government to increase oil production, to increase state revenues and to increase the use of national capacity in the upstream oil and gas industry. To achieve those targets, a strategy with clear performance indicators needs to be designed for the units within BPMIGAS. The PMA Division was chosen to be analyzed in this thesis since this Division plays a vital role in determining the effectiveness and efficiency of the oil and gas exploitation operation. Also, currently this Division has not adopted a Performance Measurement System. On the other hand, the Human Resources Division as support function has already implemented HR Scorecard and use it as the guideline for its activities. The aim of this thesis is to develop a strategy and formulate the KPI for PMA Division based on BPMIGAS?s vision, mission and strategy, and analyze its alignment with existing HR Scorecard. From the analysis of secondary data such as BPMIGAS?s and HR Division balanced scorecard-based Performance Measurement System, as well as primary data in the form of semi-structured interviews with internal and external stakeholders of PMA Division, we create a strategy and KPI for PMA Division and it?s alignment analysis with existing HR Scorecard.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28223
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library