Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agus Pracoyo
Abstrak :
Dalam iklim globalisasi yang begitu dinamik, ketidak pastian merupakan ha! yang mau tidak mau perlu diperhatikan. Dengan scmakin besarnya ketidak pastian, berimplikasi pada semakin besar risiko yang dihadapi. Dleh karena itu, pengukuran risiko menjadi kata kunci dalam berbisnis saat ini. Pengukuran risiko secara formal, sudah lama dilakukan oleh institusi finansial, terutama bank. Akhir-akhir ini, pengukuran secara formal juga mulai dilakukan pads sektor lainnya, seperti pada sektor energi, dan telekomunikasi. Tingginya kebutuhan untuk mengukur risiko secara lebih tepat, menyebabkan banyaknya metode-metode pengukuran yang diusulkan, balk dari para peneliti maupun praktisi. Dari sekian banyak metode pengukuran risiko yang ada, hanya Value at Risk (VaR) yang paling banyak digunakan, dan menjadi de facto standar pengukuran risiko. VaR menjadi populer karena metode ini menggabungkan keunggulan dari pengukuranpengukuran risiko sebelumnya. Banyak pengukuran VaR yang didasari pada asumsi distribusi normal. Seperti diketahui, distribusi normal memiliki banyak karakteristik yang menarik; selain karakteristik distribusi ini hanya dibedakan dari kedua momen pertamanya, banyak alat analisis statistik yang didasarkan pada distribusi ini. Salah satu model pengukuran VaR yang berdasarkan pada asumsi ini adalah model RiskMetrics dari J.P. Morgan. Berdasarkan studi empiris yang telah dilakukan, banyak return instrumen finansial yang tidak mengikuti pola distribusi normal. Distribusi return instrumen finansial ini umumnya memiliki karakteristik kurva yang lancip ditengah, dan ekor yang Iebih tebal (far tail), atau dikatakan jugs bersifat leptokurtosis. Penyimpangan terhadap asumsi ini menimbulkan persoalan tersendiri, yaitu seberapa tepatkah pengukuran VaR dengan menggunakan asumsi distribusi normal, terhadap distribusi return aset yang bersifat leptokurtosis. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh implikasi penggunaan asumsi distribusi normal, terhadap perhitungan VaR pada return aset finansial yang bersifat leptokurtosis. Disamping itu, penelitian ini ditujukan untuk menguji seberapa jauh penggunaan distribusi t-student, sebagai alternatif distribusi normal, dapat meningkatkan ketepatan pengukuran VaR. Penelitian ini merupakan studi kasus dengan menggunakan empat saham, yaitu saham PT. Astra International Tbk. (ASII), saham PT. Indosat Tbk. (ISAT), saham PT. Samudra Indonesia Tbk. (SMDR), dan saham PT. Unilever Indonesia (UNVR) sebagai obyek penelitian. Pemilihan saham-saham ini terutama karena rnemiliki sifat leptokurtosis. Selain itu saham-saham ini berbeda dan sektor usahanya. Model volatilitas yang digunakan dalam pengukuran VaR pada penelitian ini adalah model volatilitas Gaussian-GARCH, dan t-GARCH. Model Gaussian-GARCH adalah model GARCH yang berlandaskan pada asumsi distribusi normal. Sedangkan model t-GARCH adalah model yang-berlandaskan pada asumsi distribusi t-student. Berdasarkan uji statistik Akaike dan Scwarz, model volatilitas t-LARCH lebih ungguI dibanding Gaussian-GARCH untuk ke empat return wham yang diteliti. Sedangkan basil uji Kupiec terhadap VaR pada selang kepercayaan 99%, atau VaR(99%), yang dihitung berdasarkan asumsi distribusi t-student, hanya lebih balk untuk return SMDR dan ISAT. Sebaliknya, basil uji Kupiec terhadap VaR(95%) berdasarkan asumsi distribusi normal, Iebih balk dibanding dengan perhitungan VaR(95%) dengan asumsi distribusi t-student. Hal ini disebabkan karena basil pengukuran VaR(95%) berdasarkan asumsi distribusi t-student, menyebabkan over confident (persentase kesalahan secara statiatik signifikan lebih kecil dari 5%) untuk ke empat saham.
Nowadays, many companies, face with dynamic globalizations challenge. One characteristic brought by this new situation is uncertainty becomes bigger, hence drags companies to prepare with better risk measurement. Currently, not so many companies provide themselves with formal procedure for measuring risk. The obvious industry which has prepared this for a Iong time is financial institution, especially bank. Other sectors, for example energy, and telecommunication, start to develop their own style procedures. The need to have such well proven tools for measuring risk blooms many methods proposed by dedicated researches, as well as practitioners. Among these, Value at Risk . (VaR), become de-facto standard accepted by many companies in the world. This because, VaR combines many advantages brings by previous risk measurement methods. Many VaR measurement techniques, are based on normal distribution assumptions. As it is well known, normal distribution has several attractive properties; it is easy to use, and it produces several tractable results in many analytical exercises; all moments of positive order exist, and it is completely characterized by its first two moments, thus establishing the link with the mean-variance optimization theory. One popular technique, RiskMetric from J. P. Morgan, does not also run away from this assumption. Many studies revealed that many financial returns do not conform to normal distribution pattern, but they tend to have peak curve, and fat tail characteristic, or also known as Leptokurtosis characteristic. The deviation from this assumption leads to important issue in risk measurement, which is, how accurate VaR calculation based on this assumption can capture real risk facing by companies. The main purpose of this study is to identify implication of using normality assumption, when calculating VaR on return of financial instrument having leptokurtosis characteristic. The other purpose is to examine whether student-t distribution, as an alternative to normal distribution, provides better VaR calculation in said situation. To support this study, four stocks are used. They are stocks of PT. Astra International Tbk. (ASH), PT. Indosat Tbk. (ISAT), PT. Samudra Indonesia Tbk. (SMDR), and PT. Unilever Indonesia (UNVR). The reason behind the selection is mainly because the conditional distributions of these four returns have leptokurtosis characteristic. The other reason is these stocks come from different sectors. Volatility model used as input to VaR calculation are Gaussian-GARCH, and t-GARCH. Gaussian-GARCH is GARCH model based on normality assumption. Whereas t-GARCH is GARCH model based on student-t distribution assumption. Statistic test results using Akaike Information Criteria (AIC), and Scwarz Criteria (SC) statistics, give conclusion that t-GARCH is better than Gaussian-GARCH when applied to four returns under study. Other interesting results come from Kupiec tests. These tests show that VaR using 99% level of confidence or Var(99%) calculation based on t-student distribution assumption, only superior, compare to VaR(99%) calculation based on normal assumption, when employed to SMDR and ISAT returns. On the other hand, VaR(95%) calculation based on normal distribution assumption is better than the ones based on t-student distribution assumption. This is because t-student-based-VaR(95%) computation produces over-confident VaR values (fault percentage statistically significant less than 5%) for all returns under study.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18245
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chairi Pitono
Abstrak :
Kegiatan investasi perusahaan asuransi diatur secara khusus dalam Keputusan Menteri Keuangan No.424/KMK.06/2003. Disamping mengatur jenis investasi yang diperkenankan untuk dimiliki oleh perusahaan, peraturan ini jugs menetapkan capital charge untuk setiap jenis investasi. Untuk investasi pada reksadana dikenakan fak-tor sebesar 0% untuk reksadana yang sepenuhnya surat hutang pemerintah, 2% untuk reksadana yang sepenuhnya berupa surat utang swasta dan atau surat berharga pasar uang , 10% untuk reksadana yang sepenuhnya berupa surat berharga ekuitas. Kemudian untuk reksadana campuran dikenakan faktor risiko sebesar rata-rata tertimbang dari risiko aset yang membentuknya atau maksirnum 10%. Berdasarkan Laporan Keuangan per tanggal 31 Desember 2004, PT. Asuransi Astra Buana rrtempunyai eksposure investasi pada reksadana sebesar Rp 325 milyar, atas eksposure ini PT Asuransi Astra Buana dikenakan capital charge sebesar Rp 4,98 milyar atau 1,53% dari total investasi yang dialokasikan pada reksadana. Hasil perhitungan Value at Risk (VaR) terhadap portfolio reksadana tersebut didapat VaRponroiio(95%o, 360hari) = Rp 2,42 milyar atau sebesar 0,79% dari total nilai investasi pada reksadana. Hal ini menujukkan capital charge yang ditetapkan pemerintah lebih besar dari perhitungan risiko dengan menggunakan VaR, sehingga dapat meng-cover kerugian apabila terjadi kegagalan pengelolan kekayaan khususnya pengelolaan investasi pada reksadana untuk tahun 2004. Simulasi terhadap portfolio reksadana yang dimiliki PT Asuransi Astra Buana menunjukkan portfolio yang ada bukan portfolio optimal, portfolio optimal dapat dibentuk ini terdiri dari 3 unit reksadana yakni Reksadana Mandiri Dana Pendapatan Tetap sebesar 10.50%, Reksadana Nikko Bond Nusantara sebesar 24.50% dan Reksadana RIDO DUA sebesar 65.00%. Hasil simulasi ini menunjukkan return portfolio simulasi lebih tinggi sebesar 15% dari return portfolio awal pada tingkat risiko portfolio yang mina dengan tingkat risiko portfolio awal. Analisa skenario jika portfolio awal diterapkan pada tahun 2005 juga menunjukkan portfolio hasil simulasi menghasilkan return yang lebih baik dihanding portfolio awal.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18254
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olof, Robert
Abstrak :
Karya akhir ini mempunyai tiga tujuan yaitu PT. XYZ dapat mengukur berapa besar probability of default dari Kendaraan Bermotor yang dibiayainya, PT. XYZ dapat mengukur kerugian yang dapat diperkirakan dan kerugian yang tidak dapat diperkirakan dari portofolio pembiayaan kendaraan bermotor serta dapat mengetahui besamya economic capital yang harus disediakan untuk rneng-cover risiko kerugian yang tidak dapat diperkirakan sehingga manajemen PT. XYZ dapat membuat suatu keputusan yang tepat untuk minimalisasi risiko yang akan timbul, dan model CreditRisk+ yang digunakan diharapkan dapat diterapkan untuk jenis kredit lain seperti Kredit Kepemilikan Rumah, Personal Loan dengan ciri yang hampir sama dengan Kredit Kepemilikan Kendaraan, sehingga dapat mengalokasikan secara lebih optimal seluruh sumber daya yang dimiliki. Penerapan CreditRisk+ dilakukan untuk mengukur risiko kredit di lembaga pembiayaan PT. XYZ dengan batasan sebagai berikut. Pertama, obyek penelitian adalah kendaraan bermotor yang dibiayai pada PT. XYZ yang merupakan salah satu lembaga pembiayaan khusus kendaraan bermotor di Indonesia. Kedua, data yang digunakan adalah data bulanan portofolio kendaraan bermotor pada tahun 2003, 2004 dan 2005 dengan nilai eksposur antara Rp 500 ribu hingga Rp 250 juta. Ketiga, kredit dinyatakan default apabila tunggakan kewajibannya telah melebihi 90 hari. Hasil pengukuran risiko kredit dengan menggunakan CreditRisk+ dengan asumsi tingkat keyakinan 99% dan probability of default dihitung dengan Poisson Model menunjukkan sebagai berikut: 1. Pengukuran risiko kredit dengan memakai pendekatan CreditRisk+ model yang dikeluarkan oleh Credit Suisse First Boston dapat digunakan untuk mengukur risiko kredit dari portofolio pembiayaan kendaraan bermotor PT. XYZ kepada konsumennya, hal ini karena pengukuran risiko kredit dengan metode ini sangat sederhana karena lebih memfokuskan kepada keadaan default atau non default dan tidak'mesnpersoalkan faktor-faktor penyebab terjadinya default. Selain itu model ini tidak mempertimbangkan terjadinya migrasi kualitas kredit. 2. Hasil pengukuran risiko kredit dengan menggunakan model CreditRrsk+ untuk portofolio pembiayaan kendaraan bermotor PT. XYZ sepanjang masa observasi tahun 2003 hingga tahun 2005 menunjukkan bahwa poterisi kerugian yang diperk.irakan (expected loss) dan risiko kredit (ditunjukkan oleh VaR atau Unexpected Loss) mempunyai kecenderungan yang meningkat. VaR or Unexpected Loss di bulan Januari 2003 sebesar Rp 31,256,000,000 dan meningkat lebih dari dua kali Iipatnya yaitu sebesar Rp 65,699,000,000 di bulan Desember 2005. Dengan adanya kecenderungan peningkatan risiko ini diharapkan pengelolaan atas portofolio pembiayaan kendaraan bermotor PT. XYZ kepada nasabahnya dapat lebih bail( dan efektif, terutama dalam mengantisipasi bertambahnya pembiayaan yang bermasalah. 3. Dori perhitungan economic capital terlihat bahwa kecukupan modal yang dibutuhkan atas portofolio penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh PT. XYZ kepada konsumennya sepanjang tahun 2003 berada pada range Rp 16,237,303,325 - Rp 21,775,587,804. Pada sepanjang tahun 2004 berada pada range Rp 21,910,884,312 - Rp 25,522,689,160 dan pada sepanjang tahun 2005 berada pada range Rp 23,040,855,020 - Rp 25,493,208,151. Apabila setiap nilai ini dibandingkan dengan modal PT. XYZ per Desember setiap tahunnya, maka dapat disimpulkan bahwa modal PT. XYZ masih cukup untuk menanggung adanya risiko kredit yang diakibatkan oleh unexpected credit default losses. Dengan melihat kebutuhan economic capital yang relatif kecil, sekitar 3% - 7% dari jumlah modal atas portofolio pembiayaan kendaraan bermotor sepanjang tahun 2003 - 2005, maka dapat disarankan untuk meningkatkan atau mengoptimisasikan portofolionya 4. Pengujian dengan metode Likelihood Ratio pada tingkat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa selama periode pengarnatan, jumlah kejadian yang merugikan PT. XYZ dengan tingkat kerugian yang melebihi nilai VaR kredit masih di bawah ambang Batas jumlah kerugian yang dapat ditolerir, yang berarti bahwa metode pengukuran risiko dengan CreditRisk+ dapat diterima dan cukup akurat untuk mengukur risiko kredit portofolio pembiayaan PT. XYZ kepada konsumen.
This final research report has three purposes: able to measure probability of default from automobile financing portfolio of PT. XYZ, able to measure expected loss and unexpected loss, and also capable to estimate the level of economic capital to be reserved for covering unexpected loss so that PT. XYZ management can make right decision to minimize the risk, and CreditRisk+ model with the similar characteristic has expected to be applicable for other type of credit such as housing loans and personal loans, so PT XYZ resource allocation can be more optimal. The application of CreditRisk+ was conducted to measure credit risk at automobile consumer financing company of PT. XYZ, with definition as follows. First, research object is automotive financed by PT. XYZ representing one of specialist on automotive financing company in Indonesia. Second, data used was monthly data of automobile consumer financing company in year 2003, 2004, and 2005 with exposure value between Rp 500 thousand until Rp 250 million. Third, credit was considered default if its obliged amount outstanding exceeded 90 days. The result of credit risk measurement using CreditRisk+ with 99% confidence level and probability of default counted with Poisson Model show as follows: 1. Credit risk measurement result using CreditRisk+ model for automobile financing portfolio of PT. XYZ during observation period of year 2003 to 2005 showed that expected loss and credit risk (represented by VaR or Unexpected Loss) showed increasing trends. VaR or Unexpected Loss showed increasing trend from Rp 31,256,000,000 in January 2003 to Rp 65,699,000,000 in December 2005, and more than two-fold increase. With the tendency of increasing loss, we can hope for better and more effective for automobile financing of PT. XYZ lending portfolio management in the future, especially in anticipating the growing non-performing lending portfolios. 2. Economic capital assessment showed that capital adequacy needed to cover PT. XYZ's lending portfolio to consumer through 2003 was between Rp 16,237,303,325 - Rp 21,775,587,804, through 2004 was between Rp 21,910,884,312 - Rp 25,522,689,160 and through 2005 was between Rp 23,040,855,020 - Rp 25,493,208,151. This assessment showed that PT. XYZ capital as of December every year, was still more than adequate to cover the credit risk caused by unexpected credit default losses. This relatively small economic capital requirement, about 3 to 7 percent of automobile financing portfolio of PT. XYZ during the year of 2003 to 2005, suggested opportunity for increased and more optimized PT. XYZ's portfolio. 3. By comparing actual loss with VaR during observation period (January 2003 - December 2005), obviously that actual loss per month still below VaR, this mean that the loss risk automobile financing portfolio of PT. XYZ to consumer still able in covering by PT. XYZ. 4. Model validation using Likelihood Ratio test with 95% confidence level showed that during evaluation period, the frequency of events that may jeopardize PT. XYZ with the loss level exceeding credit VaR was still under the tolerable loss level limit. It is then safe to conclude that CreditRisk+ is acceptable and quite accurate method for measuring credit risk on automobile financing of PT. XYZ's lending portfolio to consumer.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18276
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusup Ansori
Abstrak :
Risiko kegiatan usaha perbankan semakin kompleks sejalan dengan pesatnya perkembangan lingkungan ekstemal dan internal di dalam dunia perbankan. Untuk itu agar mampu beradaptasi dalam lingkungan bisnis perbankan, bank dituntut untuk mencrapkan manajemen risiko. Sesuai dengan Amendment terhadap Basle Capital Accord (BCA) 1988 yang dikeluarkan oleh The Basle Committee on Banking Supervision pada bulan Januari 1996, perbankan diharapkan untuk memasukkan unsur risiko pasar dalam perhitungan Capital Adequacy Ratio (CAR). Risiko pasar didefinisikan sebagai risiko yang timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari portofolio yang dimiliki oleh bank, yang dapat merugikan bank. Dalam penelitian ini komponen risiko pasar yang dijadikan objek penelitian adalah risiko nilai tukar. Sesuai dengan BCA tahun 1996, pengukuran risiko yang dihadapi bank dapat dilakukan dengan standardized approach ataupun menggunakan internal model. Untuk internal model Basle Accord mensyaratkan penggunaan Value at Risk (VaR) dalam penerapannya. VaR mengukur maksimum potensi kerugian yang diyakini akan terjadi pada kurun waktu tertentu, dengan tingkat keyakinan tertentu dan pada kondisi pasar yang normal. Latar belakang penulisan karya akhir dengan judul Analisis Perbandingan Pengukuran Risiko Pasar Posisi Devisa Neto dengan Pendekatan Metode Standar dan Model Internal (VaR - Metode Varian Kovarian) adalah karena sejak diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia No.5/121PBI12003 bank wajib menghitung penyediakan modal minimum untuk mengcover risiko pasar dengan metode standar, yang salah satu faktor risikonya adalah risiko nilai tukar. Penyediaan modal khusus risiko nilai tukar dengan metode standar diperhilungkan sebesar 8% dari Posisi Devisa Neto bank. Perniasalahan yang timbul adalah bahwa penyediaan modal minimum bagi setiap bank diwajibkan menggunakan tarif yang sama yaitu 8%. Hal ini dapat mengakibatkan besarnya penyediaan modal (capital charge) dimaksud tidak tepat dibandingkan dengan kebutuhannya (terlalu besar atau bahkan terlampau sedikit). Dari sisi pengelolaan asset dan kewajiban (Assets and Liabilities Management) hal ini dapat merugikan bank, karena dapat mengakibatkan idle fund, atau sebaliknya justru membebani solvabilitas bank akibat kerugian yang tidak terantisipasi. Mengingat dalam BCA tahun 1996 perhitungan modal minimum risiko pasar dapat dimungkinkan dilakukan dengan model internal dengan pendekatan Value at Risk (VaR), dengan demikian timbul pertanyaan manakah dari kedua metode tersebut yang lebih efisien sehingga idle fluid yang timbul akibat peneadangan modal dan beban solvabilitas bank dimaksud dapat diminimalisir. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui seberapa efisien pengukuran risiko pasar khususnya nilai tukar dapat diestimasi oleh kedua metode tersebut dan manakah dari kedua metode dimaksud yang lebih balk untuk diterapkan dalam perhitungan modal minimum yang harus disediakan bank untuk mengcover potensi kerugian bank akibat fluktuasi nilai tukar. Perhitungan capital charge dengan metode standar dilakukan sesuai ketentuan Bank Indonesia dimaksud, sedang perhitungan dengan model internal dilakukan dengan cara perhitungan Value at Risk dengan metode Varian Kovarian. Data yang menjadi bahan analisis adalah posisi nilai tukar PT Bank ABC yang terdiri dari 5 (lima) mats uang asing, yaitu GBP, EUR, USD, JPY dan SGD. Sementara periode yang digunakan dalam analisis ini adalah dari 1 Oktober 2003 sampai dengan 31 Oktober 2005, yaitu 508 hail. Khusus dalam perhitungan VaR , Confident level yang dipergunakan adalah 95% dan holding period selama 1 hari. Berdasarkan hasil uji nonnalitas, dapat diketahui bahwa seluruh data series return setiap mata uang asing tersebut adalah tidak normal, sehingga nilai a yang diperhitungkan dicari dengan teori Cornish Fisher Expansion. Sementara itu, dari basil uji volatilitas data return seluruhnya merupakan heteroscedastic. Oleh karena itu forecasting volatilitas data mempergunakan model ARCH/GARCH. Hasil perhitungan capital charge untuk portfolio mata uang PT Bank ABC dengan metode standar sebesar Rp2.951 juta jauh lebih besar dibanding jika menggunakan model internal (VaR) yaitu sebesar Rp297 juta. Sementara dan hasil pengujianvaliditas model internal VaR dengan Kupiec Test, metode Total Number of FaiIure(TNoF) terdapat kesalahan/failure sebanyak 20 (dua puluh) tanggal dan Likelihood Ratio sebesar 1,595 < 3,841 berdasarkan tabel chi square. Sementara itu untuk metode standar tidak dilakukan uji validasi karena angka 8% untuk perhitungan capital charge bersifat mandatory dari Otoritas Pengawasan Perbankan. Dengan demikian perhitungan capital charge menggunakan model internal jauh lebih efisien dibandingkan dengan penggunaan metode standar. Agar terjadi efisiensi penggunaan dana yang pada akhirnya akan lebih meningkatkan pertumbuhan usaha bank, maka penggunaan model internal (VaR) untuk keperluan penyediaan modal minimum bank terkait dengan risiko pasar perlu dipercepat. Namun apabila ketentuan Bank Indonesia telah dapat memperbolehkan bank menyediakan modal minimum dimaksud dengan perhitungan model internal (VaR) maka baik pihak Bank Indonesia yang akan berperan sebagai validator dan bank sebagai pelaksana penerapan model internal harus bersaina-sama mempersiapkan sumber daya manusia dan teknologi informasi untuk mengantisipasinya.
In line with the growing complexities of the banking activities, the nature of risks in banking industry are rapidly changing and becoming more difficult to,zesist. Taken into account of such risks, banks are increasingly encouraged to apply more prudent risk management Based on Basle Capital Accord which is issued by The Basle Committee on Banking Supervision in January 1996, as Amendment of Basle Capital Accord 1988, banks is expected to sufficiently cover the element of market risk for their calculation of Capital Adequacy Ratio (CAR). Market risk is defined as a risk of loss on the entire portfolio held by the bank, which arise due to adverse movement of market variables. In our research, the particular component of market risk taken as research object is exchange rate risk. According to Basle Accord (1996 Amendments), banks may develop and make use of internal systems or employ standardize approach as a basis of their assessment of market risk. In case of applying internal model, Basle Accord requires the bank to adopt Value at Risk (VaR) approach. VaR approach measures potential maximum loss of which may occur in certain holding period, particular level of confidence and normal market condition. The motivation of the research, entitled "Comparative Analysis of the Measurement Of Market Risk of Foreign Exchange Net Open Position Using Standardized Method and Internal Model (VaR - Variance Covariance Method)", is related with the adoption of Bank Indonesia Regulation No. 51121PBll2003 which required the bank to provide adequate capital to cover market risk by using standardized method, pp rtieularly exchange rate risk as one of risk factors. Applying standardized method, the minimum amount of capital required to cover exchange rate risk is uniformly set at 8% of the Net Open Position posed by particular bank. This unifolnmity may create problems since it may not fairly reflect the actual risk should be covered by the banks (resulting in over/underestimate the calculation of minimum capital required to cover such a risk). From the Asset and Liabilities Management point of view, imprecise calculation of minimum capital may result in potential loss or opportunity profit forgone due to excessive idle fund. By contrast, it could also give extra burden to the bank in case bank's capital is not adequate to cover unanticipated loss. Meanwhile, based on Basle Accord 1996, minimum capital requirement could be calculated using internal model (adopting VaR approach), it may be queried which method offers better estimate in terms of minimizing idle fund and realistically reflect actual risk. The aim of this researsch is to measure how efficient market risk calculated using standardized method and internal model with VaR approach and which one of the two methods is better applied by bank to calculate minimum capital to cover potential loss of exchange rate volatility. The calculation of capital charge using standardized method is based on Bank Indonesia regulation, while VaR (Variance-Covariance method) is adopted for internal model approach. Data used for the analysis are exchange rate position of PT Bank ABC consisted of 5 foreign currencies (GBP, EUR, USD, JPY, and SOD). The period of analysis is from 1 October 2003 to 31 October 2005 (508 days). For the calculation of VaR, 95% level of confidence is applied and holding period is set at one day. Based on normality test, all of the series reveal non-normality, so the value of a should be calculated using Cornish Fisher Expansion. Meanwhile, our volatility tests showed that the entire data are heteroschedastic. Therefore, volatility forecast is conducted using ARCH 1 GARCH. Using standardized method, capital charge for the currency portfolio of PT Bank ABC is amounted to Rp2.95 t million much higher compared to internal model (VaR) that is amounted to Rp297 million. The test on validity internal model using Kupiec Test showed that the model is valid because the Total Number of Failure (TNOF) is amounted to 20 failures and Likelihood Ratio is 1,595 < 3,841 list of chi square. Meanwhile for the standardized method is not tested for validity of the method because 8% as capital charge is provided by Banking Supervisory Authority. Therefore by using internal model in capital charge calculation is much more efficient comparing to using standardized method. Concerning the efficiency in fund management, which in general may prudently boost the bank business, the inception of internal method for calculating market risk should be speed up. However, if Bank Indonesia permits the banks to adopt internal model for their own risk assessments, Bank Indonesia should review the use of such measurement regularly. In addition, it is important for the banking industry to continuously develop their human resources capacity and apply appropriate Information System Technology.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18265
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Parulian, Dedy Sahat Tupal
Abstrak :
Penelitian dalam karya akhir ini dilatarbelakangi oleh perkembangan pasar bursa berjangka di Indonesia yang pesat pada tahun-tahun belakangan. Jumlah transaksi harian kontrak berjangka melalui BBJ meningkat dari 3.842 lot perhari di tahun 2004, 7.865 lot perhari pada tahun 2005 dan mencapai hampir 14,000 lot per had pada akhir bulan Mei 2006. Sekitar 94% transaksi di BBJ didominasi oleh produk kontrak berjangka keuangan, yaitu kontrak valuta berjangka dan kontrak indeks berjangka. indeks-indeks berjangka yang banyak diperdagangkan di BBJ adalah indeks Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX. Investasi pada kontrak indeks berjangka ini tidak dapat terlepas dari risiko-risiko. Untuk itu Para pelaku pasar perlu membekali diri dengan pengetahuan akan risiko-risiko investasi terutama risiko pasar. Untuk mengukur risilo pasar, pengukuran risiko secara kuantitatif yang banyak digunakan adalah Value at Risk (VaR). VaR digunakan untuk mengukur tingkat kerugian maksimum yang diperkirakan dapat terjadi ("expected loss") dari suatu posisi pada instrumen keuangan dengan tingkat probabilitas sebesar of pada satu periode waktu tertentu. Salah satu metode pengukuran VaR adalah metode parametrik yang mengukur nilai VaR dengan melakukan estimasi parameter-parameter statistik faktor risiko untuk menentukan deviasi standar. Deviasi standar selanjumya dikalikan dengan confidence level dan holding period instrumen keuangan. Penelitian dalam karya akhir ini bermaksud melakukan pengukuran VaR dengan menggunakan pendekatan estimasi volatilitas ARCH dan GARCH pada return indeks Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX. Pengukuran VaR dengan metode Parametrik memerlukan serangkaian uji statistik, yaitu uji stasioneritas, uji normalitas dan uji heteroskedastisitas. Data return indeks Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX selama periode penelitian, yaitu dari 1 Agustus 2004 sampai 30 Juni 2006 menunjukkan bahwa data return seluruhnya bersifat stasioner, tetapi tidak terdistribusi secara normal dan menunjukkan sifat heteroskedastisitas. Dengan demikian, untuk memperoleh nilai VaR yang tepat harus dicari nilai a' dengan menggunakan Cornish Fisher expansion test pada level of confidence 99% dan a dicari dengan mencari model conditional variance ARCH dan GARCH terbaik dengan bantuan aplikasi EViews 4.1. Model-model conditional variance ARCH terbaik yang dihasilkan dengan alat bantu EViews 4.1 untuk masing-masing return indeks adalah sebagai berikut : - Indeks Hangseng : 0'2 = 0.000061384990914 - 0.0662401874313E2t.L cck - Indeks Nikkei a12 = 0.000086461827168 + 0.205876283178821. - Indeks Kospi ate = 0.000114515670191 + 0.039922851633502,. - Indeks JSX a12 = 0.000104815576774 + 0.331567554254 Dengan pendekatan estimasi volatilitas ARCH pada level of confidence 99% maka diperoleh nilai VaR harian : - Indeks Hangseng memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 310,535,130 - Indeks Nikkei memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 434,097,566, - Indeks Kospi memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 377,460,253, - Indeks JSX memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 393,293,173, Setelah diukur VaR dengan pendekatan estimasi volatilitas ARCH, maka iangkah selanjutnya adalah meiakukan back testing dan uji validasi terhadap model sepanjang 450 hari data. Back resting membandingkan antara nilai VaR yang dihasilkan dengan actual Profit and Lass untuk mendapatkan nilai actual Profit and Loss yang melebihi nilai VaR (overshoot). Backtesting menghasilkan nilai overshoot sebanyak 3 kali pada indeks Hangseng, 2 kali pada indeks Nikkei dan Kospi dan 1 kali pada indeks JSX. Ke empat indeks valid dengan nilai LR masing-masing : - Indeks Hangseng : LR = 1.8681 - Indeks Nikkei : LR = 1.0866 - Indeks Kospi : LR = 0.4820 - Indeks JSX : LR = 0.0987 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa pengukuran VaR dengan estimasi volatilitas ARCH GARCH pada return indeks Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX selama periode penelitian adalah valid untuk digunakan. Pada pengukuran volatilitas model GARCH 1,1 diperoleh model-model return indeks yang terbaik sebagai berikut : Hangseng : ~t2 = 0.000000196213937249 - 0.0267928417261 6201 + 0.97229261920101_Nikkei : a12 = 0.00000146888597865 + 0.1001695832882w + 0.893938280184j311 Kospi : 6t2 = 0.00000550843884112 + 0.071685859126E2L.l + 0.88508061998231.1 JSX : at2 = 0.00000982522829098 + 0.154121553759E214 + 0.78198762654713,.) Pengukuran dengan model GARCH 'diatas memberikan basil nilai VaR sebagai berikut: - Indeks Hangseng memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 437,569,761, - Indeks Nikkei memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 653,191,207, - Indeks Kospi memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 470,172,540, Indeks JSX memiliki nilai VaR harian sebesar Rp. 458,918,638, Back testing terhadap model volatilitas GARCH menghasilkan nilai overshoot sebanyak 6 kali pada indeks Hangseng, 3 kali pada indeks Nikkei dan masing-masing 2 kali pada indeks Kospi dan JSX. Berikut adalah hasil uji validasi dengan TNoP untuk model volatilitas GARCH - Indeks Hangseng : LR = I.8681 - Indeks Nikkei : LR = 0.0987 - Indeks Kospi : LR = 0.0126 - Indeks JSX : LR = 0.0126 Dengan demikian, pengukuran model volatilitas indeks Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX memperoleh hasi! yang valid balk dengan metode ARCH maupun GARCH.
Research in this paper work is initiated by the high growth in Indonesian commodity futures market in the recent years. Number of transactions has been increasing significantly from averagely 3.842 lots per day in 2004 to 7.865 lots per day in 2005 and double to almost 14,000 lots per day by the end of May 2006. Around 94% of the transactions in Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) is dominated by financial market futures trading, which are foreign exchange futures market and index futures market. The most actively traded index futures market in BSI are Hangseng, Nikkei, Kospi dan JSX. Investment in the index futures is subject to risks and therefore investors need to equip themselves with a knowledge about risk in investment especially market risk. In measuring market risk, a quantitative approach that recently used is Value at Risk (VaR). VaR is a measurement of maximum potential loss on exposure in financial instruments with confidence level of a in certain time period. One of the methods in VaR calculation is parametric method, a method that estimates risk factors in statistical parameters in order to determine standard deviation. The standard deviation is therefore factored with confidence level and holding period of a financial instrument. Purpose of this working paper is to measure VaR by estimating volatility factor of ARCH and GARCH in Hangseng, Nikkei, Kospi and JSX index. VaR calculation with parametric method requires statistical testing procedures, that are stationerity test, normality test and heteroscedasticity test. Statistical tests on return data of Hangseng, Nikkei, Kospi JSX indexes during the research period, from I August 2004 to 30 June 2006 shows that return data is stationer for all the indexes, but not normally distributed and heteroscedastic. Therefore, to get the VaR, it must first calculate value of a' using Cornish Fisher expansion test with 99% level of confidence and value of 6 that obtained by determining the most appropriate conditional variance ARCH and GARCH model using EViews 4.1. The most appropriate Conditional variance ARCH models measured with EViews 4.1 software for each index return are as follow : - Hangseng ;index ate 0.000061384990914 + 0.0662401874313E2t.1 - Nikkei index atz = 0.000086461827168 + 0.205876283178E2E4 - Kospi index ate =; 0.000114515670191 + 0.039922851633562,_1 - JSX index ate = 0.000104815576774 + 0.331567554254E2w By using ARCH volatility estimation approach with 99% level of confidence, then obtained the daily VaR of : Hangseng index has daily a VaR of Rp. 310,535,130 Nikkei indeks has daily VaR of Rp. 434,097,566, - Kospi index has a daily VaR of Rp. 377,460,253, - JSX index has a daily VaR ofRp. 393,293,173, After the VaR is calculated using ARCH volatility estimation approach, then the next step is to apply a back testing and validity test on the model for 450 days. Back testing is a process to compare VaR resulted from the calculation with the actual Profit and Loss, to know how many times the actual profit and loss exceed the VaR (overshoot). The backtesting resulted to 3 times overshoot on Hangseng index, 2 times on Nikkei and Kospi index and 1 time on JSX index. The four models are valid with LR value respectively of : - Hangseng index : LR = 1.8681 - Nikkei index : LR = 1.0866 - Kospi index LR = 0.4820 - JSX index : LR = 0.0987 Therefore, can be concluded that the measurement of VaR using ARCH volatility estimation approach on Hangseng, Nikkei, Kospi and JSX during the research period is valid to be implemented. In measuring using GARCH 1,1 approach, the most appropriate models obtained are as follow : Hangseng : 6,2 = 0.000000196213937249 - 0.0267928417261E21.1 + 0.972292619200, Nikkei : at' 2=--- 0.00000146888597865 + 0.10016958328821., + 0.89393828018413,4 Kospi : a12 = 0.00000550843884112 + 0.071685859126821.1 + 0.88508061998213,-1 JSX : 612 = 0.00000982522829098 + 0,15412155375982L.2 + 0.78198762654713E_1 VaR calculation with the above GARCH models has resulted to value of VaR as follow : - Hangseng index has a daily VaR of Rp. 437,569,761, - Nikkei index has a daily VaR of Rp. 653,191,207, - Kospi index has a daily VaR of Rp. 470,172,540, - JSX index has a daily VaR of Rp. 458,918,638, Backtesting on the GARCI-J volatility models has resulted to 6 times overshoots on Hangseng index, 3 times on Nikkei index, 2 times respectively on Kospi and JSX index. The followings are the result of validity testing with TNoF on GARCH volatility models : - Hangseng index : LR = 1.8681 - Nikkei index : LR = 0.0987 - Kospi index : LR = 0.0126 - JSX index : LR = 0.0126 The conclusion is, VaR measurement on Hangseng, Nikkei, Kospi and JSX indexes are valid both using ARCH method and GARCH method.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hera Handayani
Abstrak :
Perkembangan pesat dari industri perbankan yang diiringi oleh semakin meningkatnya kompleksitas dari kegiatan usaha perbankan berpengaruh kepada peningkatan risiko yang melekat pada kegiatan bank. Secara garis besar risiko yang dihadapi perbankan terdiri dari tiga jenis risiko yaitu risiko pasar (market risk), risiko kredit (credit risk) dan risiko operasional (operational risk). Termasuk didalam risiko pasar adalah risiko tingkat suku bunga (interest rate risk) dan risiko nilai tukar (foreign exchange). Kerugian dalam jumlah besar yang diakibatkan oleh perbbahan nilai tukar telah beberapa kali terjadi. Diantaranya dialami oleh Bank Negara Malaysia yang mengalami kerugian sebesar lebih dari US$ 3 milyar pada tahun 1992 dan US$ 2 milyar pada tahun 1993. Kasus di Indonesia teriadi pada saat krisis ekonomi pada tahun 1998, Bank yang memiliki pinjaman dalam mata uang asing, terutama dalam mata uang US$ mengalami kerugian besar akibat terdepresiasinya nilai rupiah terhadap US$ hingga 70%. Risiko nilai tukar tersebut dapat diantisipasi melalui penerapan manajemen risiko yang baik dan metode pengukuran risiko nilai tukar yang memadai. Untuk memudahkan bank dalam inengukur 6sikonya Bank Indonesia menetapkan dua kerangka metode pengukuran perrnodalan minimum yaitu standard model dan internal model. Bank yang kompleks dan aktif dalam perdagangan instrumen keuangan dianjurkan untuk menggunakan internal model. Salah satu internal model yang sering digunakan oleh perbankan akhir-akhir ini untuk mengukur besarnya risiko pasar yang dihadapi adalah metode Value at Risk (VaR). VaR merupakan pengukuran risiko secara kuantitatif yang mengestimasi potensial kerugian maksimal (maximum potential loss) yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang yang akan dihadapi pada jangka waktu tertentu (holding period) dan pada tingkat kepercayaan (confidence level) tertentu pada kondisi pasar yang normal. Perhitungan VaR terdiri atas metode Parametric, diantaranya adalah metode Variance-Covariance, metode Non Parametric, diantaranya Historical Simulation dan Monte Carlo. Dalam perhitungan VaR dengan metode Variance-Covariance dibutuhkan peramalan volatilitas. Volatilitas dari suatu data time series bisa bersifat homoskedastis (mempunyai nilai volatilitas yang konstan) atau bersifat heteroskedastis (mempunyai nilai volatilitas yang berubah-ubah). Metode yang biasa digunakan untuk memodelkan volatilitas yang berubahubah adalah Exponentional Weighted Moving Average (EWMA) dan Generalized Autoregressive Heteroskedaslic (GARCH). Metode GARCI-I mengasumsikan bahwa. variance hari tertentu merupakan fungsi dari variance dan kuadrat error dari hari-hari sebelumnya. Pada pasar keuangan, market value dari suatu aset dipengaruhi dan mempengaruhi aset lainnya. Besarnya pengaruh tersebut dinyatakan dalam besaran korelasi. Nilai korelasi ini mempengaruhi besarnya VaR portofolio. Sebelumnya korelasi sering dinyatakan dalam besaran yang konstan. Pengukuran korelasi yang bersifat berubah-ubah telah dilakukan namun dengan metode yang cukup rumit. Robert Engle pada papernya yang berjudul Dynamic Conditional Correlation -A Simple Class of Multivariate GARCH Models memaparkan metode pengukuran korelasi dinamis (korelasi yang berubah-ubah dari hari kehari) yang terbukti dapat diandalkan dan cukup sederhana dalam metode penghitungannya. Bank "X" merupakan bank no 8 terbesar di Indonesia apabila dilihat dari sisi aktiva. Laba bersih yang diraih pada tahun 2004 adalah sebesar Rp. 660 milyar. Bank "X" termasuk ke dalam kategori bank devisa dan memiliki risiko nilai tukar dalam beberapa mata uang asing atau biasa disebut sebagai portofolio. Apabila dilihat dari neraca Bank "X" pada tanggal 31 Desember 2004, Sebanyak 17% aktiva terekspos risiko nilai tukar. Demikian juga pada sisi pasiva, sebanyak 17% terekspos risiko nilai tukar. Bank "X" telah memenuhi persyaratan baik kualitatif maupun kuantitatif yang ditetapkan oleh Bank Indonesia untuk dapat mengukur risiko pasar dengan metode internal. Bank "X" telah menerapkan metode internal untuk mengukur nilai VaR dari portofolio mata uang asingnya. Saat ini, Bank "X" baru menggunakan korelasi konstan dalam mengukur risiko nilai tukarnya. Amat penting bagi Bank "X" untuk melihat apakah penerapan korelasi dinamis mampu memberikan hasil yang lebih akurat dalam memprediksi nilai VaR. Melihat besarnya jurnlah asset maupun liabilities yang terekspos oleh risiko nilai tukar maka amat penting bagi Bank "X" untuk memastikan bahwa metode pengukuran yang dimilikinya telah optimal dalam mengukur besarnya risiko nilai tukar. Panting bagi Bank "X" untuk mengetahui nilai VaR yang dihadapi apabila dihitung dengan metode yang lain. Hingga Bank "X" dapat mengetahui apakah metode yang diterapkannya pada saat ini telah optimal. Berdasarkan kedua hal diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk menghitung VaR dad risiko nilai tukar alas portofolio mata uang asing yang terdapat pada Bank "X" selama tahun 2004 dengan menggunakan metode pendugaan volatilitas GARCH dan pendugaan korelasi Dynamic Conditional Correlation, untuk kemudian membandingkannya dengan nilai VaR yang dihasilkan oleh metode internal yang dirniliki Bank "X". Hingga dapat disimpulkan metode mana yang lebih baik. Pengukuran nilai VaR dengan menggunakan metode pendugaan volatilitas GARCH dan pendugaan korelasi dynamic conditional correlation yang diterapkan pada portofolio mata uang asing Bank "X" selama tahun 2004 terlihat lebih efektif dari metode pengukuran VaR yang dirniliki oleh Bank "X". Metode yang digunakan pada penelitian ini hanya menghasilkan 2 failure lebih sedikit apabila dibandingkan dengan 8 failure yang dihasilkan oleh metode yang dirniliki oleh Bank "X". Penggunakan metode pendugaan korelasi dynamic conditional correlation rnampu menurunkan nilai VaR yang dibutuhkan apabila dibandingkan dengan metode pengukuran VaR dengan pendugaan volatilitas GARCH yang menggunakan relasi biasa tanpa menurunkan tingkat akurasi dari nilai VaR yang dihasilkan. Kedua pengukuran tersebut samasama menghasilkan 2 failure, namun 75% nilai VaR yang dihasilkan dengan pengimplementasian Dynamic Conditional Correlation menghasilkan lebih rendah dibanding penggunaan korelasi statistik. Penghematan yang terbesar terjadi pada tanggal 30 Januari 2004 yaitu sebesar 71.25%. Pada tahun 2004, berdasarkan uji white heteroskedastisity no cross term, seluruh mata uang bersifat homoskedastis. Metode pengukuran volatilitas GARCH dan Dynamic Conditional Correlation diperkirakan akan lebih marnpu bertahan daripada metode pengukuran yang dimiliki Bank "X" apabila diterapkan pada kondisi volatilitas mata uang yang berubah-ubah/heteroskedastis.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T18481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lengkong, Virnaria C.M.
Abstrak :
Kondisi perbankan di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi setelah mengalami krisis ekonomi pada tahun 1997 Pada tahun 2004, tercatat persetujuan kredit baru di seluruh bank umum sebanyak Rp 31 1,63 triliun dimana jumlah ini meningkat 32,59% dari tahun 2003 yang mencapai Rp.235,04 triliun. Sehingga perbankan Indonesia dituntut untuk melakukan pengelolaan usaha dengan prinsip kehatihatian. Salah satu pengelolaan yang dilakukan perbankan adalah pengelolaan risiko Salah satu risiko vital yang butuh pengelolaan yang intcnsif adalah risiko kredit. PT. Bank XYZ merupakan bank yang sudah menerapkan pengelolaan risiko kredit dengan menggunakan infrastruktur internal rating dalam pengukuran risiko kreditnya. Salah satu melode perhitungan risiko kredit dengan menggunakan sistem internal rating adalah Macro Simulation Approach. Dengan menggunakan pendekatan Macro Simulation, PT. Bank XYZ dapat melihat pengaruh faktor ekonomi makro terhadap probability of default debiturnya. Sehingga tidak semata-mata risiko dilihat pada kondisi keuangan debiturnya saja. Adapun faktor ekonomi makro yang diamati mencakup PDB, IHSG, inflasi, SBI, Kurs USD dan Kurs WY, dimana beberapa diantara faktor ekonomi tersebut mempengaruhi pergerakan credit rating debitur sektor manufaktur PT. Bank XYZ. Sebagai contoh, SBI mempengaruhi probabilitas credit rating BF menjadi E2, D2 menjadi D3, dan D3 menjadi E2. Dengan pendekatan Macro Sinurlation Approach dapat diketahui probabilitas credit rating yang telah disesuaikan dengan pengaruh faktor ekonomi makro. Hasilnya adalah berupa matriks transisi conditional. Kemudian untuk mengetahui risiko kredit dilakukan pcrhitungan VaR krcdit) dengan menggunakan hasil probability of default kredit rating matriks transisi conditional (Macro Simmulation Approach). Sehingga jumlah maksimal kerugian yang dapat dialarni olch PT Bartk XYZ dari krcdit sektor manufaktur dengan tingkat keyakinan 95% adalah sebesar Rp.52 303 767 (dengan asumsi distribusi normal) atau Rp 181 105 913 495 (dengan asumsi distribusi tidak normal) Nilai diatas merupakan 0.0089% (dengan asumsi distribusi normal) atau 31.15% (dengan asumsi distribusi tidak normal) dari total kcseluruhan baki debet kredit sektor manufaktur. Dengan demikian PT. Bank XYZ diwajihkan untuk menyediakan pencadangan modal untuk meng-cover risiko krcdit sektor manufaktur sebesar 8% x 31,15% = 2,49% dari total baki debet pinjamannva.
After crisis at 1997. economic condition especially banking in Indonesia has been significantly grown. Year 2004, new credit approval for all banks achieved Rp. 311.63 billion. which is growth 32,59% from year 2003 for Rp. 235 04 billion. Subject to its growth. Indonesian banking should realized the risk especially credit risk that should be managed well. PT. Bank XYZ has already established credit risk management with internal rating system in credit risk measurement One of credit risk measurement method using internal rating is Macro Simulation Approach. With Macro Simulation Approach. PT. Bank XYZ can observe the influence of macro economic factors aligned with probability of default of each company. The macro economic factors such as Gross Domestic Product (PDB), Indonesian Stock Price Index (1HSG). inflation. Government T-bills (SBI). USD Foreign Exchange (Kurs USD) and JPY Foreign Exchange (Kurs JPY) had effect on credit rating movement for credit manufacture at PT. Bank XYZ. For example. SBI had effect on probability of credit rating BI become E2, D2 become D3 and D3 become E2. Result of Macro Simulation Approach which already aligned between probability of credit rating and macro economic factors is conditional transition matrix. Then calculation of credit risk with credit VaR (CreditMetrics) has to be conducted by using probability of default in conditional transition matrix (Macro Simulation Approach). Loss maximum amount of credit manufacture at PT. Bank XYZ with 95% confident level (assuming normal distribution) is Rp.52.303.767 or Rp. 183,105.913,495 (assuming actual distribution). This amount is 0 0089% (assuming normal distribution) or 31.15% (assuming actual distribution) from total of exposure of credit manufacture For capital requirement purpose. PT Bank XVZ has to reserve equity for 2.4994, 1% x 31 15% l from total exposure of credit manufacture PT Bank XYI. Using Macro Simulation Approach gives many advantage especially for capital requirement. because it is using internal rating which is gives every customer rating different portion of credit risk and so gives lesser reserve equity.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18498
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Widi Wahyu Prihanto
Abstrak :
Industri perminyakan di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1940-an oleh perusahaan Belanda. Ini bisa dilihat terdapatnya lapangan-lapangan minyak tua yang terdapat pada beberapa daerah di Indonesia. Setelah Indonesia merdeka lapangan-lapangan tersebut dinasionalisasikan oleh pemerintah. Saat ini bisnis perminyakan didominasi oleh perdagangan yang bertujuan untuk penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi kebutuhan nasional, maupun kepentingan ekspor bagi yang bertujuan mendapatkan devisa. Dalam melakukan ekspor BBM pendapatan akan sangat tergantung pada harga yang berlaku di pasar, sehingga terdapat risiko ketidakpastian pendapatan hasil ekspor. Hal ini merupakan suatu risiko pasar yang didefinisikan sebagai risiko yang mungkin timbul karena adanya pergerakan variabel pasar (adverse movement) dari ekspor yang dilakukan dan dapat menimbulkan kerugian terhadap perusahaan. Dalam penelitian ini komponen yang dijadikan obyek penelitian adalah risiko harga BBM. Pengukuran risiko pasar dapat dilakukan dengan mempergunakan standard approach atau internal model. Penerapan internal model diharuskan mempergunakan pendekatan Value at Risk (VaR). Dalam hal ini VaR dapat mengukur potensi kerugian maksimal yang mungkin terjadi dalam selang waktu tertentu dengan confidence level tertentu serta pada kondisi pasar yang normal. Pada penelitian yang dilakukan, digunakan pendekatan Riskmetrics dalam mengukur risiko harga dengan metode Exponential Weighted Moving Average (EWMA) sesuai dengan hasil pengujian data yang ada. Untuk mengetahui mengetahui karakteristik data return telah dilakukan pengujian data dengan Cara : ? Stationerry Test dengan ADF test. ? Uji normalitas data dengan Jarque Bera ? White Heteroscedastic Test Berdasarkan uji data yang dilakukan, diperoleh bahwa metode yang tepat untuk melakukan forecasting volatilitas return harga tersebut adalah standar normal dan EWMA. Dan hasil perhitungan volatilitas tersebut maka dapat diukur VaR harian dengan tingkat keyakinan 95% dan 99% pada holding period satu hari. Langkah selanjutnya adalah dilakukan uji validasi model berdasarkan Kupiec Test dengan Total Number of Failure (TNoF) dan Time until First Failure (TUFF). Setelah dilakukan uji validasi pada model deviasi standar dan EWMA maka dapat disimpulkan hasil pengukuran dengan metode tersebut valid. Dapat diartikan bahwa nilai VaR yang dihasilkan dapat menangkap semua pergerakan actual loss selama penelitian. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama periode penelitian telah diketahui kerugian maksimum pada ekspor yang dapat terjadi. Hal ini hares menjadi perhatian pihak manajemen perusahaan, karena hares segera diambil langkah-langkah untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi.
Oil industry in Indonesia has begun since 1940's by the Dutch government. It was able to be seen with many old oil fields found at some areas in Indonesia. After Indonesia was free the fields were nationalized by the government. Currently oil business is dominated by trading which having a goal to supply the Refined Fuel Oil (BBM) for national needs, or for export interest to obtain a foreign exchange. In doing export the BBM, the income will depend on prevailing price in the market, so it was found the income uncertainty risk of the result of export. In this case the market risk is defined as the risk may arise because any adverse movement from export to be clone and can arise the loss for a company. In this research, we used the research of the price risk of the BBM. Determination of the market risk can be done by using standard approach or internal model. Applying the internal model is required to use the Value at Risk approach (VaR). In this case VaR can determine the maximal loss potency maybe occurred in several time with certain confidence level and in normal market condition. Research was carried out by using riskmetrics approach to determine the price risk with the Exponential Weighted Moving Average (EWMA) method in accordance with the result of existing examining of the data. To know the characteristics of the data return has been carried out examining of the data in a way: a. Stationery Test with ADF Test. b. Data Normality Test with Jarque Bera c. White Heteroscedastic Test Based on the data test to be done, it was found that the appropriate method to carry out forecasting volatility return the price is normal standard and EWMA. Of the result of calculation of the volatility and it was able to be determined the daily VaR with certainty level 95% and 99% at holding period one day. The next step is carried out validation test of model based on the Kupicc Test with Total Number of Failure (TNoF) and Time until First Failure (TUFF)_ After being carried out the validation test on standard deviation model and EWMA and can be concluded the result of calculation with the method is valid. It was able to be meant that VaR value which is obtained can handle all actual losses movement during the research. Based on the observation to be done during the research it was known the maximum loss on export which can be occurred. In this case must be concern for company management, because it must immediately be taken the steps to anticipate the loss maybe occurred.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18549
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisdiana Wijaya
Abstrak :
Bisnis kartu kredit di Indonesia berkembang cukup pesat dalam dekade terakhir ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pelaku bisnis yang terjun ke bisnis kartu kredit, baik sebagai penerbit kartu (issuer) maupun pemroses transaksi (acquirer). Namun seiring dengan berkembangnya bisnis tersebut, ternyata diikuti dengan meningkatnya jenis dan tingkat kejahatan kartu kredit di Indonesia. Untuk itu diperlukan para pelaku bisnis di kartu kredit harus dapat mengukur berapa risiko operasional yang dialaminya serta bagaimana upaya-upaya yang harus dilakukan untuk meminimalkan terjadinya risiko operasional tersebut. Card Center PT Bank ABC termasuk salah satu pelaku pada bisnis kartu kredit di Indonesia. Namun hingga saat ini belum memiliki satu model yang bisa digunakan untuk menghitung berapa besarnya kerugian yang diakibatkan oleh risiko operasional. Berdasarkan permasalahan tersebut maka penulisan karya ilmiah kali ini dilakukan untuk mengukur besarnya kerugian yang diakibatkan oleh risiko operasional, terutama karena external fraud. Pembatasan permasalahan hanya pada pengukuran kerugian akibat external fraud dikarenakan untuk saat ini, data yang tersedia pada Card Center PT Bank ABC yang paling lengkap dan tersedia dengan rapi adalah data kerugian jenis risiko external fraud. Penelitian dilakukan dengan mengambil data-data harian dari kejadian external fraud dengan jenis: counterfeit, fraud application, fraud cash advanced, NRI, lost/stolen, fraud use, MOTO, dan others. Sedangkan periode penelitian diambil dari 1 Januari 2002 hingga 30 Juni 2005, dengan alasan data sudah mulai tersedia dengan rapi mulai tahun tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis simulasi, tepatnya dengan simulasi Monte' Carlo. Sedangkan model yang dipakai adalah Aggregating Model. Model ini mengagregasikan frekuensi dan severity dari kejadian external fraud. Distribusi frekuensi yang digunakan adalah distribusi Geometric, sedangkan distribusi severity yang digunakan adalah distribusi Lognormal. Pemilihan kedua jenis distribusi tersebut didukung dengan serangkaian goodness of fit test. Setelah jenis distribusi ditentukan kemudian dilakukan penghitungan Operational VaR. Perhitungan dilakukan pada spreadsheet Excell® dengan melakukan simulasi Monte Carlo. Proses iterasi dilakukan sebanyak 10000 kali. Pcnghitungan dilakukan beberapa kali untuk mendapatkan rata-rata berapa nilai Operational VaRnya. Langkah berikutnya adalah melakukan hack testing. Pengujian ini untuk mengetahui keakuratan model yang dipergunakan. Back testing dilakukan dengan Kupiec Test. Dan perhitungan yang tclah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pengukuran risiko operasional akibat external fraud pada PT Bank ABC dengan menggunakan Aggregating Model dapat diterima. Dengan pengukuran risiko operasional ini, diharapkan Card Center PT Bank ABC dapat mengetahui berapa risiko yang dialarni dan berapa prediksinya di periode berikutnya. Proses ini tentu tidak berhenti sampai di pengukuran saja tetapi juga memerlukan tindak lanjut berupa upaya-upaya untuk meminimalkan terjadinya risiko. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain dengan melakukan mitigasi atas risiko yang ada dan tindakan preventif dengan tepat.
In last decade, credit card industry is growing very well in Indonesia. It can be showed from so many players in this field, both as issuer or as acquirer. But parallel with growing of the business, it is also followed by increasing of fraudulent in credit card. Therefore, all players in this business have to be able to assess and measure inherent operational risk in their business. They also must be able to minimize operational risk. Card Center PT Bank ABC, is one of the players in credit card business in Indonesia. But until now, it has not had a specific model yet to measure its losses caused by operational risk. Based on this problem, the purpose of this research is to measure the impact of operational risk, especially external fraud. Research is focused only in external fraud event due to the source data of this risk already available compared to the others. The data were taken from Risk Management Unit (RMU) in Card Center PT Bank ABC in daily basis. It contains of eight kinds of external fraud: counterfeit, fraud application, fraud cash advanced, NRI, lost/stolen, fraud use, MOTO, and others. And the period is from 1st January 2002 until 30th June 2005. This research used Monte Carlo simulation analysis method, with Aggregating Model, which aggregate frequency and severity distribution. This research used Geometric frequency as frequency distribution, and Lognormal distribution as severity distribution. By Goodness of l=it test we can get the best distribution. Having calculated separately both severity and frequency process then combined them into one aggregated loss distributions. The aggregation of loss distribution allows us to predict a figure for the operational losses with certain degree of freedom. In this research we used confidence level 95%. The Monte Carlo simulation can be run in spreadsheet Excel. The iteration is processed 10000 times. To get the average of operational VaR the simulation must be done in several times. To validate the model against actual operational losses to check the accuracy of its estimation, it is must continued with the next step, back testing. It has two steps, first is a basic analysis, and second is a statistical analysis. In statistical analysis we use Kupiec Test. With Kupiec Test, we can check the violations ratio (number of exception/total sample) of the model matches the confidence level determined. According to the test, there is one violation occurred in 53 periods. And the result of LR value is smaller than critical value. So, we could accept the model to measure external fraud event. Card Center PT Bank ABC can use the model to measure and predict operational risk in the future caused by external fraud with Aggregating Model-Monte Carlo simulation. This process must continue with other efforts to minimize operational risk, such as mitigation and preventive actions.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Avianto
Abstrak :
Reksa dana merupakan salah satu instrumen investasi yang mengalami perkembangan sangat pesat dari tahun 1996 sampai dengan tahun 2004 ditandai dengan tumbuhnya Nilai Aktiva bersih atau NAB reksa dana dari Rp. 2.8 triliun pada tahun 1996 menjadi Rp. 104 triliun pada akhir tahun 2004. Tahun 2005 dapat dikatakan sebagai masa crash industri reksa dana di Indonesia dimana NAB yang dikelola merosot menjadi hanya Rp. 29.4 triliun pada akhir tahun 2005. Sebagai salah satu alternatif investasi yang ada, kestabilan pasar reksa dana akan membuat industri semakin kondusif, sehingga manajer investasi pun dapat memaksimalkan dana yang dikelolanya. Penelitian ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai kinerja dari reksa dana pendapalan tetap - yang merupakan jenis reksa dana yang paling diminati oleh investor - dan reksa dana saham untuk di bandingkan dengan return dan kincrja dari instrumen investasi behas risiko (SBI) dan pembanding yaitu indeks harga saham gabungan dan indeks obligasi. Periode penelitian dibagi menjadi 3 sub periode yaitu periode I tahun 2004 sebagai periode homing, periode 2 tahun 2005 sebagai periode crash dan periode 3 tahun 2005 sebagai periode recovery serta pcriode keseluruhan dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2006. Metode pengukuran kinerja yang digunakan adalah inetode Sharpe, Treynor dan Jensen. Reksa dana yang diamati terdiri dari 8 reksa dana pendapatan tetap dan 8 reksa dana saham. Data yang digunakan adalah posisi NAB mingguan. Untuk data NAB, sumber data diperoleh dari www.bapepam.go.id, sementara untuk data indeks harga saham diperoleh dari www.jsx.co.id dan untuk indeks obligasi diperoleh dari Bursa Efek Surabaya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19690
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>