Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutauruk, Indah S.
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari fenomcna transeksual atau dalam bahasa awam biasa disebut dengan waria. Sebenamya transeksual itu bisa terjadi pada pria ataupun wanita Memuat penelitian, dari jumlah kasus transeksual yang ada, temyata jumlah pria transeksual Iebih banyak daripada wanita transeksual. Umumnya mereka' merasa bahwa mereka adalah wanita meskipun tubuh mereka atau sejak lahir mereka memiiiki jenis kelamin Iaki-Iaki. Untuk itu perlu adanya penelitian untuk melihat hal ini. Penelitian ini dihubungkan juga dengan tes Wartegg yang mempunyai nilai stimulus feminin dan maskulin. Dalam penelitian ini yang berusaha ditampilkan adalah gambaran respon pria transeksual sehubungan dengan nilai stimulus pada tes Wartegg. Sebagai bahan pembanding, penelitian ini juga memberikan gambaran respon pria normal. Gambaran ini diberikan karena aspek tersebut merupakan salah satu sasaran bagi upaya menambah perbendaharaan hasil interpretasi pada tes Wartegg sehiugga akhimya dapat mengenali respon-respon pria transeksual di Jakarta. Gambaran respon yang diberikan dilihat dari urutan mercspon, keadelcuatan respon serta isi gambar. Penelitian ini hanya memberikan gambaran rcspon yang berhubungan dengan nilai-nilai feminin dan maskulin dari tes Wartegg. Hasil studi kcpustakaan rnenunjukkan bahwa. pda transeksual mempunyai sifat-sifat yang lebih feminin dibandingkan dengan pria transeksual Untuk itu penelitian ini berusaha untuk melihat hal itu melalui media tes Wartegg. Penelitian ini dilakukan terhadap 30 orang pria transeksual dan sebagai pembanding, 30 orang pria normal. Semua subyek berada di Jakarta Tes dilakukan secara bcrsamaan denganjumlah maksimal 5 orang setiap kali pengambilan tes. Pada analisis didapati hasil bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam urutan merespon stimulus-stimulus feminine maupun maskulin pada pria transeksual dan pria nomial. Dari SDR, tcrlihat bahwa ada lebih banyak subyek pria transeksual yang merespon stimulus feminine secara adekuat dibandingkan dengan pria normal Namun setelah melalui uji statistik, pcrbedaan im tidak terbukti signiiikan. Sedangkan dari isi gambar (conlenl), penelitian ini hénya memberikan gambaran saja tanpa ada uji statisnk terhadap perbandingan yang ada karena kurangnya referensi yang dapat mernbagi isi gambar menjadi dua kelompok maskulin dan feminin. Dani semua hasil penelitian ini diharapkan selanjutnya dapati dijadikan bahan pendekatan untuk membantu untuk pengembangan alat diagnostik tes Wartegg serta untuk lebih memabami serta mengenali respon-respon pria transeksual.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Ketika seseorang memasuki usia dewasa muda yaitu usia antara 20-30 tahun (Santrock, 2002) maka ia akan menjalani tugas perkembangan tertentu. Misalnya seperti memulai suatu karir, kemudian memilih pasangan hidup, belajar menyesuaikan diri dan hidup harmonis dengan pasangan hidup, rnulai membentuk Suatu keluarga, mengasuh dan membesarkan anak-anak dan sebagainya, Salah sam tugas terpenting adalah mencari pasangan hidup. Salah satu caranya adalah dengan menjalin hubungan pacaran dengan |awan jenis. Yang dimaksud dengan hubungan pacaran aclalah proses pemilihan pasangan hidup yang ditandai dengan adanya hubungan yang eksklusif dan perrnanen Bntara dua orang yang berlalnan jenjs kelamin (Duvall&Miller, 1985). Ketidakpuasan dalam menjalin hubunngan pacaran akan mengakibatkan munculnya konflik antar pasangan yang akhimya tenj adi pemutusan hubungan. Ketika suatu hubungan pacaran berakhir, biasanya diikuli dengan rasa sakit dan penderitaan yang mendalam (Baumeister & Wotrnan, 1992). Ketika seseorang melakukan hal yang menyakiti orang lain, hubungan diantara keduanya menjadi buruk. Salah satu altematif cara untuk mencegah atau mengatasi hubungan yang buruk tersebut adalah dengan forgiveness (memaafkan). Yang dimaksud dengan forgiveness aclalah suam perubahan rnotivasional, menurunnya molivasi untuk balas clendam dan unruk menghindari orang yang telah menyakili (Mc.Cullough, Worthington, & Rachal (1997). Dengan memaafkan, diharapkan seseorang mampu merubah emosi negatifnya menjadi lebih positif, sehingga ia mampu menyelesaikan rnasalahnya dengan cara yang lebih konstruktif Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana garnbaran memaafkan pada dewasa muda yang rnengalami pulus hubungan pacaran. Mengingat masalah penelitian yang dibahas membutuhkan penghayatan individu dan tergolong sensitif; maka peneliti menggunakan metode kualitatii Dalam penelitian ini, subyek yang digzmakan sebanyak 4 orang dengan karekteristik usia antara 20-30 tahun. Dari hasil penelitian ini, diketahui bahwa tidak semua subyek mengalami forgiveness, hal ini dikarenakan faktor penentu, seperti darnpak peristiwa yang mernpengaruhi subyek, niat mantan pacar untuk meminta maaf dan empati yang dirasakan oleh subyek pada pendenta Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para dewasa muda yang mengalami hubungan pacaran, sehingga mampu mengembangkan forgiveness untuk mengobati luka hatinya.
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37910
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indri Savitri
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berfokus pada penerapan program intervensi berbasis Developmental-Individual-Relationship (DIR) yang dikembangkan oleh Greenspan dan Wieder (1998, 2000, 2006) bagi anak penyandang autis. Aspek Developmental memfokuskan pada tahap komunikasi fungsional yang akan dikembangkan pada anak. Aspek Individual menekankan pada penerimaan keunikan anak. Aspek Relationship menitikberatkan pada fokus relasi yang interaktif antara orangtua dan anak. Dasar pemikiran menggunakan pendekatan tersebut adalah autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif sehingga anak mengalami kendala dalam aspek pemrosesan sensorik dan mengembangkan kapasitas dalam komunikasi dan menjalin relasi sosial (social engagement). Pendekatan DIR sifatnya menyeluruh yang mencakup intervensi pada aspek pemrosesan sensorik dan social engagement. Tujuan dari penelitian ini agar anak penyandang autis dapat mengembangkan kemampuan untuk melakukan ’shared attention’, ’engagement’, dan ’purposeful emotional interaction’ yang merupakan tahap awal dari perkembangan komunikasi fungsional. Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini adalah seorang anak laki-laki berusia 6,5 tahun yang mengalami gangguan autis dengan derajat berat. Ia tergolong low funetioning. Penelitian berlangsung selama 3 bulan dari Akhir September - Akhir Desember 2006. Program Intervensi pertama adalah pemberian terapi sensory intégration yang diberikan oleh ahli terapi di bidangnya dari Awal Oktober hingga Minggu kedua Desember 2006 di sebuah rumah sakit ibu dan anak selama 8 sesi. Intervensi kedua adalah diet yang diawasi oleh seorang dokter ahli alergi yang banyak menangani anak berkebutuhan khusus di rumah sakit yang sama. Program diet dilakukan dari bulan Oktober Minggu ke 2 sampai pelaksanaan keseluruhan intervensi selesai. Intervensi ketiga yaitu kegiatan floortime di rumah yang dilakukan oleh peneliti selama 22 sesi yang berlangsung dari tanggal 14 Desember - 20 Desember 2006. Dari 22 sesi tersebut, ibu dari Subjek juga dilibatkan untuk bermain dengan pendekatan floortime bersama dengan subjek. Pengumpulan data dilakukan dengan merekam proses intervensi secara audiovisual dan wawancara dengan ibu. Analisis data secara kualitatif merujuk pada perilaku yang menggambarkan masing-masing aspek dari komunikasi fungsional berdasarkan panduan Greenspan dan Wieder. Dari analisis film dan wawancara dapat disimpulkan bahwa: 1) terapi sensory intégration membantu S dalam melakukan shared attention atau pengembangan kapasitas komunikasi fungsional tahap pertama. Terapi sensory intégration memperbaiki fungsi pemrosesan informasi sensorik S sehingga S mulai dapat menerima ragam sensasi dan mulai menyimak lingkungan; 2) Intervensi dengan diet memperbaiki fungsi pencernaan sehingga S mulai memiliki regulasi dalam hal tidur. Diet juga membantu mengelola kebiasaan makan S menjadi teratur; 3) Terapi Jloortime mempermudah S mengembangkan kapasitas komunikasi fimgsionalnya baik dari shared attention, engagement, dan purposeful emotional interaction. Dengan catatan: selama Jloortime peneliti juga memperhatikan profil sensorik S sehingga terapis dapat mengatasi masalah perilaku yang terjadi dalam proses terapi; 4) Terapi Sensory Integration saja tidak cukup kuat untuk membantu S mengembangkan kapasitas komunikasi fungsionalnya. Terapi sensory integration fokus pada kemampuan S menerima dan memproses berbagai sensasi sehingga S dapat menyelesaikan tantangan selama terapi; 5) Terapi Fioortime tanpa diawali dengan perbaikan integrasi sensorik dan fungsi pencernaan juga sulit dilakukan karena perilaku S masih sulit diarahkan.
2007
T37866
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulfa Indira Wahyuni
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christine Natalia
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37912
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fransisca F. Sidjaja
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37967
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardhanari
Abstrak :
Remaja yang cenderung membentuk self-esteem-nya dengan mengarahkan kepada teman-teman dapat mengakibatkan munculnya masalah perilaku dan prestasi akademis yang menurun (Steinberg, 2002). Salah satu aspek dalam masalah perilaku adalah perilaku nakal, yaitu perilaku melanggar aturan seperti melarikan diri, mencuri dan membolos. Sebelum menjadi suatu gangguan perilaku, perilaku nakal sebaiknya segera diintervensi. Cognitive Behavior Therapy (CBT) telah terbukti efektif untuk menangani masalah perilaku pada anak remaja apabila dilakukan sejalan dengan intervensi yang dilakukan terhadap orang tua anak (Mash, 2005; Stallard, 2002). CBT didasarkan pada premis bahwa gangguan psikologis ditentukan oleh makna yang diberikan oleh individu pada suatu kejadian daripada oleh kejadian itu sendiri (Kazantzis, 2006). CBT membantu klien mengidentifikasi persepsi yang terdistorsi yang berkontribusi terhadap munculnya masalah dan menggantinya dengan pikiran yang lebih adaptif dengan teknik-teknik seperti self évaluation, positive self-talk, control o f negative thoughts and feelings. Asumsi CBT adalah pada saat klien terlibat secara aktif dan berusaha menerapkan hasil belajar mereka pada situasi sehari-hari, dapat dikatakan bahwa klien ini akan memperoleh keuntungan jangka pendek dan jangka panjang dari terapi (Kazantzis, et al. dalam Kazantzis, 2006). Intervensi CBT dalam tugas akhir ini bertujuan untuk mengubah keyakinan seorang remaja sehubungan dengan perilaku mencuri ke arah yang lebih baik agar ia dapat memperbaiki perilakunya sehingga tidak semakin mengarah kepada conduct disorder. Hasil dari intervensi ini menunjukkan bahwa keyakinan yang berhubungan dengan perilaku mencuri melemah. Berdasarkan informasi guru dan orangtua, anak juga telah menunjukkan perubahan perilaku dengan tidak lagi melakukan perbuatan mencuri hingga intervensi berakhir.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T38021
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover