Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 20 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Situmorang, Aprillany
"Di Indonesia angka perceraian pada pasangan suami istri mengalami peningkatan setiap tahunnya (Kompas, 2003). Walaupun yang mengalami perceraian adalah orangtua, namun anak-anak menyaksikan dan berada di tengah-tengah konflik dan ketidakbahagiaan orangtuanya. Hal ini akan menimbulkan dampak-dampak khusus pada anak-anak. Beberapa penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang orangtuanya bercerai menunjukkan bahwa anak-anak tersebut mengalami kebingungan, sedih, ketakutan, turunnya prestasi belajar, marah dan konsep mengenai suatu hubungan yang dapat diandalkan menjadi terganggu (Committee on the Family Group forthe Advancement of Psychiatry, 1988).
Dampak yang dialami oleh anak-anak akibat perceraian orangtuanya masih memberikan pengaruh ketika mereka tumbuh besar dan memasuki masa dewasa muda (WallerSlein St Blakeslee dalam Zachra, 1999). Masa dewasa muda ialah masa dimana mereka memiliki banyak tugas perkembangan yang Salah satunya ialah mencari pasangan hidup. Disaat mereka di hadapkan pada tugas perkembangan ini, mereka juga harus menghadapi konflik-konflik dalam diri mereka akibat dari perceraiarl orangtua mereka. Beberapa penelitian mengenai kontlik-kontlik yang dialami oleh anak-anak tersebut antara Iain adalah takut mengalaml kegagalan dalam perkawinan seperti yang dlalami orangtua mereka (Papalia & Olds, 1994) serta takut membuat komitmen dan selalu merasa khawatir dikhianati (Zachra, 1999).
Salah satu tes proyeksi yang digunakan dalam setting psikologi klinis adalah Thematic Apperception Test (T.A.T). Alat tes ini adalah suatu tes proyeksi yang dapat digunakan untuk mengetahui dinamika kepribadian yang dimanifestasikan dalam hubungan interpersonal seseorang Tes ini terdiri dari satu seri gambar yang dapat memberikan data mengenai bagaimana hubungan interpersonal sesorang terhadap tigur otoritas pria atau wanita, pria dan wanita seusia dan juga hubungan dalam konteks keluarga, Penelitian ini bermaksud untuk melihat bagaimana dinamika hubungan interpersonal subyek dewasa muda yang orangtuanya bercerai, baik terhadap lawan jenis maupun dengan tigur orangtua yang tergambar lewat respon T.A.T. Hasil yang didapat dari respon T_A_T tersebut akan dibandingkan dengan anamnesa untuk mencari kesesuaiannya dengan apa yang sebenamya dialami oleh subyek.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh subyek memproyeksikan hubungan interpersonal mereka ke dalam situasi-situasi yang terdapat dalam kartu T.A.T Analisa respon TAT dan perbandingannya dengan anamnesa juga memberikan bukti bahwa dinamika, konflik-konflik maupun pandangan mereka terhadap lawan jenls dan Hgur otorilas yang ditampilkan dalam respon TAT memiliki kesesuaian dengan yang mereka alami dalam kehidupan nyata. Penemuan ini menunjukkan bahwa penggunaan T.A.T dapat membantu dalam penanganan kasus-kasus klinis yang berkaitan dengan masalah dalam hubungan interpersonal. Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk meneliti respon T_A_T pada kelompok dewasa muda yang telah meniKah atau kelompok usia dewasa."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Veronika Vimala Dewi
"ABSTRAK
Stuttering atau gagap merupakan salah satu gangguan kelancaran bicara
(Cohen, 2001). Banyak faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal, yang
dapat menjadi pemicu munculnya gagap pada diri seseorang, misalnya karena
adanya kesamaan genetik dengan orangtuanya yang juga gagap, adanya hubungan
dalam dalam keluarga yang kurang harmonis, dan lain sebagainya.
Gejala gagap mulai muncul ketika anak berusia 2 - 6 tahun. Namun pada
usia tersebut, gagap masih dikatakan normal mengingat seorang anak masih
mempelajari keterampilan bahasa yang akan digunakannya untuk mengemukakan
ide-ide yang ada dalam pikirannya (Prins & Ingham, 1983). Setelah anak
memasuki usia sekolah, gagap atau ketidaklancaran bicara mulai dianggap sebagai
suatu gangguan yang dapat menyebabkan munculnya masalah akademis di
sekolah serta masalah dalam berhubungan dengan teman-teman sebaya. Masalahmasalah
tersebut dapat mempengaruhi terbentuknya konsep diri dan kepribadian
anak gagap. Beberapa anak yang mengalami gagap dapat terus mengalami gagap
sampai mereka memasuki masa remaja dan dewasa.
Salah satu treatment yang dapat dilakukan untuk mengatasi gagap ini
adalah dengan menjalani terapi wicara dimana anak diberikan latihan bicara
secara khusus untuk memperbaiki gangguan bicaranya (Speech Therapy, 2004).
Bila gagap tersebut sudah berdampak pula pada munculnya hambatan atau
gangguan psikologis, seperti anak menjadi kurang percaya diri dan menarik diri
dari lingkungan, maka selain terapi wicara diperlukan juga treatment yang bersifat
psikologis. Treatment psikologis diberikan untuk membantu orang gagap agar ia
bisa lebih nyaman dalam berkomunikasi dengan orang lain. (Dodge, 2003). Salah
satu treatment psikologis yang dapat diberikan adalah berupa pemberian terapi
modifikasi perilaku.
Penelitian ini mencoba untuk melihat gambaran kemajuan yang diperoleh
anak yang mengalami gagap melalui terapi wicara dan terapi modifikasi perilaku,
hal-hal apa saja yang dapat membantu dan menghambat keberhasilan terapi, bagaimana peran keluarga dalam membantu proses terapi, dan kegiatan-kegiatan
apa saja yang dapat membantu keberhasilan terapi.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan penelitian kualitatif dengan
memakai wawancara, observasi, dan analisis dokumen tertulis sebagai metode
pengumpulan data. Subyek dalam penelitian ini adalah seorang anak berusia 13
tahun yang telah didiagnosa mengalami gagap atau sniuering oleh seorang
psikolog. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kemajuan yang
diperoleh oleh subyek setelah mengikuti terapi wicara dan terapi modifikasi
perilaku. Beberapa kemajuan tersebut, antara lain: beberapa karakteristik gagap
yang dialami subyek semakin berkurang serta subyek semakin berani untuk
berbicara dengan orang lain yang salah satunya ditunjukkan melalui perilakunya
yang tidak lagi menunduk dan menghindari kontak mata ketika berbicara dengan
orang lain Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu keberhasilan terapi,
seperti motivasi dalam diri I untuk menjalani terapi dan motivasi keluarga yang
cuku tinggi untuk membantu 1 menjalani terapi. Ada pula beberapa laktor yang
dapat menghambat keberhasilan terapi, seperti kurangnya kontrol terhadap
kegiatan-kegiatan yang dapat membantu keberhasilan terapi yang disarankan
terapis untuk dilakukan I, frekuensi kedatangan I yang tidak sesuai dengan
harapan terapis, serta kondisi fisik J yang kadang-kadang kurang sehat atau lelah.
Keluarga, khususnya orangtua berperan cukup besar dalam meningkatkan
keberhasilan terapi yang sedang dijalani I.
Dari hasil tersebut, beberapa saran praktis coba dikemukakan untuk
orangtua. Saran-saran tersebut secara umum diharapkan dapat memberikan
pengetahuan kepada orangtua mengenai bagaimana membantu anak yang
mengalami gagap untuk mengatasi gagapnya. Saran metodologis untuk penelitian
lanjutan lebih berkaitan dengan rentang waktu penelitian, keterlibatan pihak-pihak
lain, dan jumlah serta keragaman subyek yang digunakan dalam tugas akhir ini."
2005
T37859
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Kartikasari
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efektivitas pelatihan problem solving dalam
meningkatkan kemampuan penyelesaian masalah pada remaja yang mengonsumsi
minuman keras. Saat ini, penyalahgunaan narkoba dan minuman keras sebagian
dilakukan oleh remaja (Kartono, 2008). Ada berbagai macam teori yang
menjelaskan penyebab konsumsi minuman keras pada remaja, salah satunya
adalah model psikologis, yang memandang perilaku ini dapat dilakukan remaja
sebagai caranya untuk menyelesaikah masalah yang tengah dihadapi (Sigelman
dkk dalam Rice & Dolgin, 2002). Keadaan ini menunjukkan kurang
berkembangnya kemampuan penyelesaian masalah yang dimiliki remaja yang
mengonsumsi minuman keras tersebut.
Intervensi dalam penelitian ini adalah pelatihan problem solving, menggunakan
teori yang dikembangkan oleh D’Zurilla dan Nezu (dalam D’Zurilla, Nezu, &
Maydeu-Olivares, 2004). Pelatihan dilakukan selama lima hari, terhadap empat
orang remaja yang mengonsumsi minuman keras yang berusia antara 15-19 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan
penyelesaian masalah antara sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Sepanjang
dan setelah dilakukannya pelatihan, subyek mengaku tidak mengonsumsi
minuman keras. Akan tetapi, hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal selain
pelatihan yang dilakukan, yaitu pengawasan petugas panti yang menjadi lebih
ketat. Seluruh subyek menyatakan masih memiliki keinginan untuk kembali
mengonsumsi minuman keras dan memandang langkah-langkah penyelesaian
masalah yang dijelaskan dalam pelatihan hanya sebagai cara cadangan.

ABSTRACT
The purpose of this study is to know the effectivity of problem solving training to
enhance problem solving skills in adolescents who have drinking problem.
Nowadays, majority of drugs and alcohol misuse was done by adolescents
(Kartono, 2008). There are various kinds of theory that explain the reasons why
adolescents drinking alcohol, one of them is psychological model which stated
that adolescents could involved in this behavior as their way to solving problems
that they have (Sigelman et al. in Rice & Dolgin, 2002). This situations shows that
adolescents who have drinking problem is lacking in problem solving skills.
The intervention in this study is problem solving training, using theory that was
developed by D’Zurilla and Nezu (in D’Zurilla, Nezu, & Maydeu-Olivares, 2004).
This training was conducted for five days, involving four adolescents who have
drinking problem with 15-19 years of age. Study results shows that there are no
differences in their problem solving skills between before and after following
training. During and after the training was held, all of the subjects stated that they
were no longer drinking alcohol. But, there are other external factors that
influence this behavior, which is supervisor’s monitoring that’s become more
intense. All of them still have intention in drinking alcohol again and think about
the problem solving steps that was explained during the training only as a backup
plan."
2009
T37626
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fanny Herdina
"ABSTRAK
Tugas akhir dengan judul ?Rancangan Skala Organizational Citizenship Behavior untuk PT. KMI dibuat untuk mengantisipasi kompetisi PT. KMI di masa depan. PT. KMI selama ini mampu mencapai target revenue yang ditetapkan setiap tahunnya. Namun mengingat akan semakin ketat kompetisi di masa yang akan datang, SDM PT. KMI perlu memiliki kompetensi yang kompetitif sehingga bisa memproduksi barang yang doterima oleh pasar. Dalam usaha untuk meningkatkan kompetensi SDMnya ini, dirasakan perlu bagi PT. KMI untuk mengetahui tingkat Organizational Citizenship Behavior karyawannya. Hal ini sehubungan dengan pendapat Pfeffer (1994) yang menyatakan bahwa sebuah organisasi yang sukses di masa yang akan datang adalah organisasi yang memiliki karyawan dengan keunggulan kompetitif yang tinggi. OCB adalah sekumpulkan perilaku individu dalam organisasi yang melebihi tanggung jawab kerjanya yang dilakukan secara sukarela, baik sadar maupun tidak sadar, diperuntukkan bagi individu tertentu maupun organisasi langsung, yang memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan kerja dan membantu meningkatkan efisiensi perusahaan. Skala OCB disusun berdasarkan 5 aspek OCB (Podsakoff, 2000; Podsakoff & MacKenzie, 1998; DiPaola & Hoy, 2000; Kidwell, 1997).
Skala tersusun menjadi 4 jenis yaitu self review, superior review, peer review dan subordinate review, yang dibuat dengan maksud untuk mengurangi subjektivitas dan mendapatkan gambaran yang semakin mirip dengan kondisi nyatanya. Skor rata-rata yang diperoleh dari 4 jenis skala tersebut adalah angka yang dianggap mewakili tingkat OCB karyawan bersangkutan. Pilihan jawaban adalah skala interval yang terdiri dari 6 pilihan jawaban (angka 1-6). Subjek diminta merespon dengan mempertimbangkan frekuensi munculnya perilaku tersebut. Skala belum melalui pengujian validitas dan estimasi reliabilitas."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38122
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Debby Qurniasasi
"ABSTRAK
Kemandirian merupakan salah satu aspek yang penting yang harus dimiliki
setiap individu, sebab dapat mempengaruhi kinerja (/w fo rm a u c e ) seseorang (Mussen,
1963 dalam Martin, 2001). Kemandirian juga dapat membantu seseorang mencapai
tujuan hidupnya, prestasi, kesuksesan serta memperoleh penghargaan. Dengan kata
lain kemandirian merupakan bekal yang penting yang harus dimiliki oleh setiap
individu. Menurut Hurlock (1995) mengungkapkan bahwa masa kanak-kanak awal
dimulai sebagai penutup masa bayi yaitu usia dimana ketergantungan secara praktis
sudah terlewati. Kemudian diganti dengan tumbuhnya kemandirian dan berakhir
sekitar usia masuk sekolah dasar. Lebih lanjut Hurlock memandang periode awal ini
berlangsung dari usia 2 tahun hingga 6 tahun. Oleh karenanya orang tua sebagai agen
utama dalam pendidikan anak mengambil peran yang penting untuk melatih
kemandirian anak sejak dini. Hal ini karena anak menghabiskan waktu lebih banyak
pada masa awal kanak-kanak ini bersama orangtuanya.
Penyusunan program pelatihan diawali dengan analisa kebutuhan melalui
wawancara agar program sesuai kebutuhan orang tua. Dari analisa kebutuhan
diketahui bahwa orang tua membutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang akan
membantunya dalam melatih kemandirian anak.
Tujuan utama program pelatihan ini adalah agar orang tua memiliki
pengetahuan dan keterampilan dalam melatih kemandirian anak sesuai dengan tingkat
perkembangannya khususnya pada usia 2-5 tahun. Pelatihan akan diadakan selama
dua hari dengan total waktu 480 menit atau 8 jam yang terbagi menjadi 7 sesi. Metode
yang digunakan meliputi diskusi/tanya jawab, bermain peran, permainan, simulasi,
pemutaran film dan ceramah singkat."
2008
T38133
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Mona Octaviany
"ABSTRAK
Ekolalia, pengulangan kata-kata atau kalimat yang diucapkan oleh orang lain,
yang sering ditemukan pada anak autisme dan retardasi mental, merupakan suatu
keadaan yang dianggap patologis dan perlu ditangani dengan tepat. Ekolalia dapat
mengganggu interaksi sosial, menghilangkan stimulasi sosial dari orang lain, dan
menghambat proses belajar anak di kelas sehingga ekolalia dapat menyebabkan
keterlambatan dalam perkembangan akademik dan perilaku sosial (Schreibman &
Carr, 1978).
Teknik yang sudah cukup luas digunakan untuk menurunkan kemunculan ekolalia
adalah dengan differential reinforcement o f behavior (DRO) dimana perilaku
target diturunkan dan diganti dengan kemunculan perilaku lain yang dianggap
lebih sesuai (Sarafino, 1996). Teknik dalam intervensi ini juga mengintegrasikan
metode cues-pause-point (Mc Morrow & Foxx, 1996) agar seseorang dapat
melakukan respon verbal yang tepat.
Intervensi dilakukan terhadap seorang anak autisme berusia sepuluh tahun dan
setelah 12 sesi hasil program dapat dikatakan cukup berhasil. Tingkat kemunculan
ekolalia pada anak menurun dan tingkat kemunculan respon verbal yang tepat
pada anak meningkat. Untuk memonitor ketetapan hasil, sebaiknya dilakukan
pemeriksaan ulang pada anak setelah jangka waktu tertentu.

ABSTRACT
Echolalia, a repetitive verbal response echoing previously heard messages which
often found in children with autism and/ or mental retardation is a kind of
psychopathology that needs to be addressed properly. It may impaired social
interaction, extinguish social response/ overtures from others, but also hinder
learning process in classroom situation (Schreibman & Carr, 1978). Thus, it poses
problems to both academic and social development.
A widely used technique to decrease echolalic response is differential
reinforcement of other behavior (DRO) in which, target behavior is decreased and
replaced by the occurance of other suitable response (Sarafino, 1996). This
technique integrates the cues-pause-point method (McMorrow & Foxx, 1986) for
a person to verbalise the correct response.
Implemented to a ten years-old autistic child, this technique shared a quite
promising effect in 12 sessions. The echolalic speech significantly decreased
while the correct verbal response increased. Follow up should be made to monitor
the persistence of this result."
2007
T37935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Tri Wardhani
"ABSTRAK
Program yang disusun dalam tulisan ini bertujuan membantu F, seorang siswa
kelas 6 SD yang menunjukkan gejala underachiever di sekolah untuk meningkatkan
performa akademisnya terutama dalam menghadapi U AS BN (Ujian Akhir Sekolah
Berstandar Nasional). Berdasarkan prinsip yang dikemukakan oleh Zimmerman,
Bonner & Kovach (1996), program ini menerapkan empat proses dalam Self
Regulcited Learning (SRL) , yaitu Evaluasi Diri dan Pengawasan, Perencanaan Target
dan Strategi, Penerapan Strategi dan Pengawasan serta Evaluasi Penerapan Strategi
untuk Meningkatkan Keterampilan Membuat Perencanaan Belajar dan Pengaturan
Waktu.
Konsep SRL dipilih karena dapat mendorong siswa untuk secara aktif
mengatur kognisi, motivasi dan perilaku mereka sendiri untuk mencapai tujuan yang
mereka inginkan dan berprestasi dengan lebih baik (Schunk & Zimmerman, 1998).
Dengan demikian, kemampuan SRL merupakan hal yang penting bagi siswa
underachiever dalam peningkatan prestasi akademis siswa karena SRL
memungkinkan siswa untuk melihat proses belajar sebagai suatu tantangan, berusaha
untuk memahami dan mempraktekkan apa yang mereka pelajari serta mampu
menampilkan usaha yang lebih baik untuk mencapai prestasi yang optimal (Perry
et.al, 2006).
Secara umum, program ini berjalan dengan lancar dan membantu F untuk
membuat target belajar yang realistis serta menumbuhkan inisiatif belajarnya secara
mandiri untuk menghadapi UAS BN. Meskipun demikian, kemampuan pengaturan
waktu yang baik belum dapat terbentuk dalam diri F mengingat terbatasnya waktu
pelaksanaan program menjelang UAS BN. Saran penting yang diajukan sebagai
evaluasi dari pelaksanaan program adalah pemantauan lebih lanjut yang dapat
dilakukan orang tua terhadap kebiasaan belajar F di tingkat SMP.

ABSTRACT
An intervention program is designed to help F, a sixth grader who shows
underachievement symptomps at school, in order to improve his academic
performance in facing final exams given by his shool. This program uses Self
Regulated Learning (SRL) process based on the principal of Zimmerman, Bonner &
Kovach (1996). SRL consists of four processes namely Self Evaluation and
Monitoring, Goal Setting and Strategic Planning, Strategy Implementation and
Monitoring and Strategic Outcome Monitoring to Increasing Planning in Learning and
Time Management Skill.
SRL has been chosen for the intervention because it can motivate students to
actively regulate their cognition and behavior to achieve their goals and gain better
achievements (Schunk and Zimmerman, 1998). Therefore, students’ ability to regulate
themselves is important for underachiever students in increasing academic
achievements because SRL help students to look at learning process as a challenge,
try to understand and apply what they have studied and to show better effort in
gaining fully optimized achievement (Perry et. al, 2006).
In general, this program has been successfully implemented and helped F in
making realistic study goals and built his initiative to study independently in facing
the final examination. On the other hand, F has not master good time management
skill because the lack of time in implementing the intervention program. In the future,
it is suggested that parents monitor F’s study habits in the secondary school."
2008
T37937
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
<<   1 2   >>