Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Worotikan, Ronald Ferdinand
"Tesis ini membahas mengenai pengertian azas dasar dalam hukum pidana yang dianut dalam pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemeritahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya " atau yang lazimnya kita kenal dengan Azas persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Berdasarkan pasal 7 ayat (1) Undang-Undang RI No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan, UUD 1945 menempati urutan teratas dalam hierarki perundangan kita, ini artinya bahwa setiap peraturan perundangan yang berada di bawah tidak boleh bertentangan dengan pasal atau azas-azas yang terkandung dalam UUD 1945. Selain membahas mengenai pengertian, teori dan falsafah Azas persamaan di hadapan hukum (equality before the law) di berbagai negara, tesis ini juga akan membahas mengenai pertentangan-pertentangan dari azas ini khususnya dalam proses penyidikan dan penyelidikan tindak pidana korupsi yang dilakukan terhadap pejabat negara tertentu, dimana bagi pejabat negara yang diduga terlibat dalam perkara korupsi baik itu sebagai saksi maupun tersangka tidak dapat dilakukan pemeriksaan atau pemanggilan tanpa seijin Presiden , Menteri Dalam Negeri atau Gubernur. Penelitian ini adalah penelitian normatif- yuridis yang dilengkapi dengan data pendukung berupa wawancara dengan beberapa nara sumber. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa seharusnya pemberian ijin untuk memeriksa pejabat negara tidak di tujukan kepada Presiden, Menteri Dalam Negeri atau Gubernur namun harus diserahkan kepada Hakim, sebab mengingat jabatan Presiden, Menteri Dalam Negeri atau Gubernur adalah jabatan politis sehingga dalam mempertimbangkan permohonan ijin tersebut sangatlah mungkin dipengaruhi oleh nilai-nilai politis sehingga dalam banyak kasus, ijin pemeriksaan tersebut tidak kunjung turun sehingga akan menghambat proses penyidikan. Dengan diserahkannya permohonan ijin kepada Hakim, maka sebagai lembaga yang independen Hakim akan mempertimbangkan permohonan tersebut secara yuridis dan obyektif.

The Thesis discuss about the interpretation of basic principle in criminal law which is contained in Article 27 paragraph (1) of the Constitution 1945, says: “All citizens shall be equal before the law and the government and shall be required to respect the law and the government, with no exceptions” or commonly we know with the principle of equality before the law. By virtue of Article 7 paragraph (1) of the Law of Republic of Indonesia No.10 Year 2004 on Formation of the Laws and Regulations, type and hierarchy the Laws and Regulations of the Constitutions 1945 taken the highest place in our Laws and Regulations’ hierarchy, which means that all Laws and Regulations placed below shall not be contraly with the articles or principles which contain in the Constitutions 1945. Besides discussing about the interpretation, theory and philosophy of the principle of equality before the law in some countries, the Thesis will discuss as well the contrary of this principle especially in investigation process of corruptions done by the specific official state, with condition that the state official who committed corruption as witness as well as suspect, cannot be investigated or called without approval from President, Minister of Domestic Affairs or Governor. This research is a normative-juridical research which completed with supporting data as interviews with some informants. Result of the research suggests that the approval to investigate the state official shall not be addressed to President, Minister of Domestic Affairs or Governor, but shall be addressed to the Judge, considering the position of President, Minister of Domestic Affairs or Governor are polities’ positions thus in consideration of giving the approval may influence polities value on some cases, approvals almost never given so that will inhibit the investigation process. In the manner of addressing the request of approval to the Judge, then as an independent institution, Judge will consider the request with juridical sense and objectively."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25995
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurul Widiasih
"Berangkat dari fakta umum bahwa disparitas pidana merupakan salah satu masalah dalam sistem peradilan pidana, tingginya jumlah pelaporan kasus tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di Bandar Lampung yang memasuki ranah sistem peradilan pidana, tidak dapat terlepas dari masalah disparitas pemidanaan. Dari latar belakang tersebut, tesis ini membahas perbedaan pengenaan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung. Penelitian ini adalah penelitian normatif yang dilengkapi dengan wawancara yang bertujuan untuk menjawab permasalahan:(l)Mengapa terjadi disparitas pidana terhadap tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung,(2)Dampak disparitas pidana terhadap terpidana dan korban kasus kekerasan fisik dalam rumah tangga di wilayah hukum Bandar Lampung,(3) Upaya apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir masalah disparitas pidana dalam kasus tindak pidana kekerasan fisik dalam rumah tangga. Hasil penelitian menunjukaiTpenyebab terjadinya disparitas pidana bersumber pada din hakim, hukumnya sendiri, serta karakteristik kasus yang bersangkutan. Dampak disparitas pidana terhadap terpidana, terpidana merasa menjadi korban ketidakadilan namun tidak mempengaruhi pembinaan terpidana di Lembaga Pemasyarakatan. Sedangkan dampak disparitas pidana terhadap korban adalah korban menjadi korban kejahatan kekerasan dan korban dari sistem peradilan pidana. Upaya meminimalisir dapat dilakukan dengan dibentuknya pedoman pemidanaan dan menyamakan visi dan misi antara subsistem dalam sistem peradilan pidana. Tesis ini menyarankan agar harus ada kontrol negatif dari jaksa kepada hakim, dibentuknya suatu pedoman pemidanaan, peran aktif hakim wasmat dan diadakannnya Refreshing Course yang diikuti oleh subsistem sistem peradilan pidana.

To start with general fact that disparity of sentencing is one of disturbing isssue of criminal justice system, The high value of number reported physical domestic violence crime at Bandar Lampung that entered to criminal justice system territory, can not realeas from disturbing isssue of criminal justice system. From that background, this thesis discuss the difference the imposition of penal sanction against the offender of physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory. This research is the normative research that is supplement with the interview aim at answering the problem:(l)Why disparity of sentencing happened on the physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory,(2) The impact of the disparity of sentencing on the convict and victim of physical domestic violence at Bandar Lampung legal territory,(3) Effort that could be carri out to minimise the disparity of sentencing of physical domestic violence. Result of reseach showed the cause of the occurrence of the disparity of sentencing originat in himself the judge, his law personally, as well as the characteristics of the relevant case. The impact of the disparity of sentencing on the convict, the convict felt the accus became in justice victim how ever did not influence the management of the convict in the correctional institulion. Whereas the impact of the disparity of sentencing on the victim, the victim of victim of violence and victim of criminal justice system. Effort that could be carri out to minimise could form by him sentencing guidelines and compar the point of view and the mission between the criminal justice system subsystem. This thesis suggested must be negative control from prosecutor to the judge, form by him sentencing guidelines, the active role wasmat judge and the holding refreshing course that is follow by the criminal justice system subsystem."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26108
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Annissa Kusuma Hasari
"Tesis ini membahas mengenai kewenangan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Indonesia memiliki PPATK sebagai Financial Intelligence Unit yang hanya bersifat memberikan informasi kepada Polri dan Kejaksaan RI. Hasil laporan analisa yang disampaikan oleh PPATK belum cukup memadai untuk dilakukan penyelidikan maupun penyidikan tindak pidana pencucian uang. Maka dapat dikatakan bahwa rezim pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Selain itu apabila penyidik (selain Polri) menemukan adanya indikasi perbuatan pencucian uang, namun penyidik tindak pidana asal remyata tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang. Untuk itu perlu diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang kepada penyidik tindak pidana asal (multi investigators system).

The focus of this studi is about authority in money laundering investigation in Indonesia. Indonesia has PPATK as a Financial Intelligence Unit that only feeds informations to Police and General Attomey. The infonnations that given by PPATK is not enough to start an money laundering investigation. That is why we can say Indonesian anti money laundering rezim is not running effectively. The problem occurs, when an investigator (except Police) finds some money laundering offences from predicate crime that they are investigating, but that investigator does not have investigation authority. That is why some investigators of predicate crime need giving investigation authority of money laundering (multi investigators system)."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Saptaning Putri
"Tesis ini mengkaji Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Peradilan Militer Dalam Mengadili Prajurit TNI Yang Melakukan Tindak Pidana Umum Pasca Berlakunya Undang-Undang TNI. Bertitik tolak dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia Pasal 65 Ayat 2 yang mengatur prajurit tunduk pada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Hal ini membawa perubahan sangat mendasar, karena selama ini peradilan militer berwenang mengadili semua tindak pidana yang dilakukan prajurit, baik tindak pidana militer maupun tindak pidana umum. Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hukum pidana militer merupakan lex spesialis dari hukum pidana umum yaitu hukum yang berlaku bagi yustisiabel peradilan militer.

This thesis focuses on the review at authority of military court on judgment Indonesian soldier that in case criminal action placing Indonesian Army Law. This issue has been rearranged in law number 34 year 2004 of Indonesian Army, especially in article 65 paragaph 2 with is stated that soldiers should be processed in military court in case of the committed military criminal action, and yet should be processed in general court in case of they commited general criminal action. This brings a fundamental changes regarding authority of processing the soldiers who so far had been processed in military court, either they commited general criminal action or military criminal action in particular. The kind of this research is normative law research with approach is juridical normative. This research shows that military criminal law is a lex specialis of general criminal law which is applicable in military court jurisdiction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26085
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Peni Saptaning Putri
"ABSTRAK
Tesis ini mengkaji Tinjauan Yuridis Terhadap Kewenangan Peradilan Militer Dalam Mengadili Prajurit TNI Yang Melakukan Tindak Pidana Umum Pasca Berlakunya
Undang-Undang TNI. Bertitik tolak dari Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang
Tentara Nasional Indonesia Pasal 65 Ayat 2 yang mengatur prajurit tunduk pada
kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk
pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum. Hal ini
membawa perubahan sangat mendasar, karena selama ini peradilan militer berwenang
mengadili semua tindak pidana yang dilakukan prajurit, baik tindak pidana militer
maupun tindak pidana umum. Jenis penelitian adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan yuridis normatif. Penelitian ini memberikan hasil bahwa hukum pidana
militer merupakan lex spesialis dari hukum pidana umum yaitu hukum yang berlaku bagi yustisiabel peradilan militer.

ABSTRACT
This thesis focuses on the review at authority of military court on judgment
Indonesian soldier that in case criminal action placing Indonesian Army Law. This issue
has been rearranged in law number 34 year 2004 of Indonesian Army, especially in
article 65 paragaph 2 with is stated that soldiers should be processed in military court in
case of the committed military criminal action, and yet should be processed in general
court in case of they commited general criminal action. This brings a fundamental
changes regarding authority of processing the soldiers who so far had been processed in
military court, either they commited general criminal action or military criminal action in
particular. The kind of this research is normative law research with approach is juridical
normative. This research shows that military criminal law is a lex specialis of general
criminal law which is applicable in military court jurisdiction."
2009
T37251
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover