Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ni Made Taganing Kurniati
Abstrak :
Angka penyalahgunaan narl-coba di Indonesia menunjukkan peningkatan yang tajam. Jenis zat yang paling banyak dipakai dan mempunyai efek yang paling merusak adalah heroin. Berbagai studi dan literatur menunjukkan adanya pola khas baik pada penyalahguna maupun keluarganya. Di samping penyalahguna sendiri, keluarga juga mempunyai kontribusi terhadap penyalahgunaan zat dan hams menyesuaikan diri terhadap penyalahgunaan zat oleh anak. Oleh karena itu, dalam evaluasi psikologis, diperlukan alat tes yang tidak hanya mengungkap kepribadian atau keadaan klien, tetapi juga hubungan klien dengan orang tua. Salah Satu alat tes yang memungkinkan hal tersebut adalah Thematic Apperception Test (TAT). Masalah dalam penelitian ini adalah [1] Bagaimana gambaran pola keluarga yang memiliki anak ketergantungan heroin?, [2] Bagaimana penyesuaian keluarga terhadap penggunaan heroin oleh anak?, dan [3] Bagaimana gambaran TAT pada subjek dengan ketergantungan heroin? Adapun tujuan penelitian adalah untuk mengkaji [1] Pola keluarga yang meliputi kedekatan, adaptabilitas, dan komunikasi keluarga, [2] Penyesuaian keluarga berdasarkan katagori enmeshmen!-derachment, [3] Nada emosi dalam cerita TAT, [4] T ema-tema berkaitan dengan pelaku-pelaku tertentu, dan [5] Gambaran tentang tolcoh pahlawan. Pendekatan yang digunakan adalah analisis kualitatif terhadap poia keluarga [berdasarkan teori Olson], penyesuaian keluarga [berdasarkan teori Kaufrnann], dan hasil TAT [berdasarkan Telmik Interpretasi Bentuk dan Isi dari Henry dengan berfokus pada Isi Positif]. Kartu yang dipakai adalah 1, 2, 3BM, 4, 6BM, 7 BM, I0, 11, 12M, l3MF. Data penelitian dikumpulkan dengan metode tes, wawancara, dan dokurnen. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode kasus tipikal dengan karakteristik subjek: laki-laki berusia antara 21 hingga 29 tahun yang mengalami ketergantungan terhadap heroin sejak remaja. Jumlah subjek adalah 4 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pola keluarga pada tiga subjek [Riz, Dod, dan Rand] cenderung negatii Namun ada satu subjek, yakni lv, yang walaupun pola keluarganya tergolong baik tetapi tetap mengalami ketergantungan terhadap heroin. Penyesuaian yang dilakukan olh keluarga dari tiga subjek [Riz, Dod, dan Rand] tergolong negatii sementara penyesuaian yang dilalcukan keluarga dari sam subjek, yakni lv, tergolong positif Tampak ada kaitan antara pola keluarga dengan penyesuaian keluarga terhadap penggunaan narkoba. Analisis terhadap hasil TAT menunjukkan bahwa Riz cenderung menghasilkan respon dengan nada emosi negatii sernentara Iv cenderung menghasilkan respon bernada positif dan mampu mengubah nada negatif menjadi positiii Kartu yang oenderung menghasilkan nada negatif adalah 3 BM, 6BM, ISMF, sementara kartu bemada positif adalah 4 dan 10. Sebagian besar subjek menghasilkan respon dengan nada aktifl Nada pasif urnumnya muncul pada kartu 1 dan 3BM. Nada konflik paling banyak muncul pada Dod. Hubungan serasi paling banyak muncul pada Riz yang memunculkan tokoh teman dan pasangan. Kartu 'hubungan serasi' adalah kartu 10. Analisis terhadap tema menunjukkan bahwa tidak ada tema Iuar biasa Tema berulang rnuncul pada Riz., yang menunjukkan tema ‘kebingungani Tema berkaitan derngan Tokoh Otoritas Wanita diungkap oleh kartu 6BM [iigur ibu]. Tema rasa bersalah muncul pada Iv daan Rand, sementara tema tidak mengabulkan permintaan tokoh pahlawan muncul pada Riz dan Dod. Tema berkaitan dengan Tokoh Otoritas Pria diungkap oleh kartu 7 BM. Tema dari kann ini adalah harapan terhadap tokoh otoritas pria. Tema berkaitan dengan orang tuafkeluarga diungkap oleh kartu 2. Rand menunjukkan keinginan mempunyai keluarga, Iv memunculkan tema keinginan membantu orang tua, Riz menunjukkan perasaan bingung dan kemudian pergi bennain. Frekuensi tema berkaitan dengan keluarga paling banyak muncul pada Dod [1, 2, 3BM]. Tema yang berkaitan dengan lawan jenis sebaya diungkap oleh kartu 10, 4 Lpasangan, pacar] yang diwamai oleh perasaan kasih sayang. Kartu 13 MF mengungkap tema dorongan seksual dan perasaan terhadap seks bebas [`Riz, Iv] dan kekerasan seksual [Rand]. Kartu yang paling baik untuk menjelaskan tokoh pahlawan adalah kartu 3BM [pecandu narkoba, perasaan, keinginan, motivasi untuk sembuh] dan kartul [kondisi internal, motivasi dan daya juang, reaksi terhadap hal baru]. Nada emosi maupun tema yang dikemukakan subjek tampak sesuai dengan keadaan dan kepribadian subjek dan berkaitan dengan pola keluarga serta penyesuaian keluarga. Kesimpulan tentang gambaran TAT adalah sebagai berikut: Karm 1, BBM mernberi gambaran yang baik tentang keadaan diri, Kartu 2 memberi gambaran tentang hubungan dengan orang tuafkeluarga, Kartu 10 dan 4 mengungkap hubungan dengan pasangan, yang diwamai dengan perasaan cinta dan bahagia, Kartu 6BM mengungkap hubungan, perasaan, keinginan terhadap ibu, Kartu 'IBM memberi gambaran tentang harapan terhadap ayab, dan Kartu 13MF memberi gambaran tentang dorongan seksual dan agresivitas Saks. Penelitian ini menunjukkan bahwa TAT mempunyai nilai proyektif dan diagnostik yang baik pada subjek ketergantungan heroin. Saran untuk penelitian lanjutan adalah agar mencakup dimensi lain dari Metode Henry, rnelakukan wawancara Secara Iebih mendalam atau lebih terstruktur untuk menegakkan pola keluarga secara lebih adekuat, rnengkaji perbedaan respon TAT berdasar pola keluarga, dan mengkaji hubungan antara pola keluarga dengan penyesuaian keluarga. Saran untuk Psikolog yang berkenaan dengan penanganan klien dengan ketergantungan zat adalah bahwa TAT sangat proyektif dan dapat digunakan Lultuk mengeksplorasi nada emosi, hubungan interpersonal, dan keadaan serta motivasi klien untuk sembuh. TAT juga dapat nnemberi garnbaran tentang pola keluarga dan penyesuaian keluarga. Sementara saran untnk Keluarga adalah agar melakukan penyesuaian detachment untuk mendukung kesembuhan anak.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugrohoningtyas
Abstrak :
ABSTRAK
Makna kerja pada perempuan berkeluarga yang bekerja, terutama pada mereka yang berada pada tingkatan manajerial lebih didasari oleh motif atau keinginannya untuk mengaktualisasikan dirinya. Di Indonesia, kesempatan kerja bagi perempuan dengan jenjang kedudukan yang tinggi telah mengalami peningkatan. Namun demikian, fenomena yang terjadi di masyarakat barat menunjukkan adanya kecenderungan yang cukup tinggi dari perempuan berkeluarga yang berhenti bekerja pada tingkatan manajerial. Keinginan membesarkan dan mengasuh anak merupakan alasan yang paling banyak mereka kemukakan.

Dilema antara kerja dan rumah tangga tersebut menimbulkan keputusan sebagian perempuan berkeluarga yang bekerja untuk berhenti bekerja. Anggapan bahwa tugas-tugas dometik dianggap tidak penting menimbulkan rasa kehilangan nilai bagi individu perempuan ketika mereka berhenti bekerja, yang menyebabkan mereka kehilangan rasa percaya pada diri sendiri, merasa ‘tidak layak’ untuk bergaul karena statusnya yang ‘hanya’ sebagai ibu rumah tangga. Kondisi ini tampak sedikit banyak telah pula mempengaruhi pandangan sebagian masyarakat, terrnasuk perempuan sendiri tentang peran mereka sebagai ibu mmah tangga. Terdapat anggapan bahwa peran ibu rumah tangga itu ketinggalan Jaman, udak prestisius, dan tidak membutuhkan keterampilan intelektual yang tinggi.

Di sisi lain banyak ibu rumah tangga yang menyukai pekerjaan merawat dan mengasuh anak. Mereka melihat peran ibu tergolong spesial, dapat memberikan sesuatu yang bermakna yang dapat memperkaya perkembangan anak (Hock dalam Smolak, 1993) dan keleluasaanya dalam mengatur jadual kerja sendiri (Oakley, dalam Smolak, 1993). Paling tidak secara sementara, mereka ingin mengorbankan penghasilan dan keuntungan lain dari kerja luar rumah dengan jalan memberikan pengaruh mereka terhadap anak.

Kesejahteraan psikologis adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan manusia. Ryff (1989) memaparkan mengenai karakteristik kesejahteraan psikologis yang meliputi pemahaman dan penerimaan berbagai aspek dari diri seseorang, hubungan yang positif dengan orang lain, kemandirian, memilih lingkungan yang sesuai, memi- liki tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran secara spesiiik tentang perempuan khususnya perempuan brkeluarga yang telah berhenti bekerja di suatu organisasi formal dengan kedudukan terakhir pada posisi setingkat manajer. Adanya keputusan berhenti bekerja menirnbulkan pertanyaan mengenai bagaimana kondisi kesejahteraan psikologis perempuan tersebut setelah berhenti bekerja.

Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan wawancara mendalam dan Skala Kesejahteraan Psikologis (SPWB) yang diadaptasi dan Ryff (1989) yang bertujuan mendapatkan gambaran yang mendalam dan bermakna. Subjek penelitian benjumlah 3 (tiga) orang dengan karakteristik usia dewasa madya dengan posisi terakhir setingkat level manajer di suatu organisasi formal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kekhasan penghayatan kesejahteraan psikologis pada ketiga subjek penelitian. Subjek yang mengalami dominasi dari suami mempunyai kondisi kesejahteraan psikologis yang lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang memiliki kebebasan dalam menentukan pi1ihan-pilihannya sendiri. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan kesejahteraan psikologis merupakan proses untuk ‘menjadi'. Rogers (1995) menggambarkan bahwa aktualisasi diri merupakan suatn proses, suatu arah bukan suatu tujuan, dimana aktualisasi diri berlangsung secara terus-menerus, tidak pernah merupakan suatu kondisi yang selesai atau statis. Oleh karena itu, tidak ada titik puncak dari kesejahteraan psikologis. Yang mungkin dicapai oleh individu adalah berubah dari kondisi kesejahteraan psikologis rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan kondisi kesejahteraan psikologis buka.n dipengaruhi oleh faktor bekrja atau tidak bekerja, namun terdapat faktor-faktor lain yang diduga lebih memberikan pengaruh terhadap kondisi ke- sejahteraan psikologis mereka.

Untuk penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan penelitian tentang faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kondisi kesejahteraan psikologis mantan manajer yang berkeluarga.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Chairani
Abstrak :
Sebagai perempuan yang menjalani hidup dengan identitas lesbian pada masyarakat yang heterosentris dengan dominasi parriarki yang kuai mempakan pilihan yang sulit. Tidak mudah bagi mereka untuk mengartikan identitas secara positif sementara lingkungan mereka masih memberikan penilaian yang negative. Pada kasus tertenlu mereka menginternalisasikan homophobia yang mereka pelajari dari lingkungan sehingga membawa pengaruh yang negatif terlmdap penyesuaian psikologis memka (Greene dalam Greene&I-Ierek, 1994). Permasalahan kesehalan mental yang dialami oleh lesbian bukan konsekuensi langgung dari identitas seksualnya tetapi sebagai konsekuensi dari identilas yang sudah terlanjur terstigma di mala masyarakat yang heterosentris. Dampak siigma yang perlahan terhadap pengalaman lesbian terlihat jelas melalui model teoritis dari pembentukan idenlitas (Bohan, 1996). Gambaran penem aan identitas lesbian diperoleh melalui waaancara dengan panduan model anam tahapan penerimaan identitas dari VC.Cass. Peneliti juga akan menggunakan tes kepribadian sebagai alat diagnostik untuk menangkap kompleksitas dari penghayalan tersebut. Thematic Apperceprfon Test (T AT) aclalah salah satu alat kepribadian yang memakai prinsip proyeksi Grorh-Mamai (1984) menjelaskan bahwa TAT sangat bergantung kepada metode interpretasi kualitatif dan lebih menilai kekhasan siltuasi kehidupan individual yang bersifat saal ini (here and now) dibandingkan dengan slruktur kepribadian yang mendasar. TAT merupakan teknik unluk menginvesligasi dinamika kepribadian yang termanifestasi dalam hubungan interpersonal dan dalam interprestasi bermakna terhadap lingkungan (Bellak, 1993). Dalarn memaharni individu secara unik dan menyeluruh harus dilihat dari konteks serta pengalaman soslalnya di lingkungan. Semenlara identitas merupakan perasaan unik seseorang terhadap dirinya yang melekal pada dirinya Smara tidak langsung hasrat yang lumbuh selama in.i lmtuk mengekspresikan identitasnya serta membuka diri sepenuhnya kepada publik berkaitan dengan gambaran kepribadian serta keadaannya pada sam ini. Gambaran penerimaan idenlitas yang sudah dijalani oleh lesbian hingga saat ini dapat melengkapi kebutuhan tidak sadar, konsepsi lingkungan orang-orang di dalamnya dan dimensi kepribadian subyek yang terungkap dari TAT. Pendekatan yang digunakan dalam TAT bersifat idiogralik arau berd arkan keunikan individu. Pada dasar ini pala penelili akan menggunakan pendekaian kualitatif sebagai melode penelitian terhadap tiga orang perempuan yang mengidenliflkasilcan dirinya sebagai lesbian. Hasil penelitian memperlihalkan bahwa secara umurn TAT memb-erikan gambaran subyek yang Iebih mendalam alaupun mempertajam infomaasi dari anamnesa Pengalaman serta penghayatan subyek terhadap identitas lesbian yang tidak terungkap secara mendalam pada gambaran penerimaan idenliias yang diperoleh melalui anamnesa, temyata terproyeksi melalui TAT. Tampalmya derajal dan lingkatan penerimaan identilas liap subyek mernpengaruhi gambaran konsep diri. , persepsi terhadap figur orang tua, penerimaan identitas lesbian, hubungan interpersonal dengan orang Iain, persepsi terhadap lingkungan serta cara mereka menangani konllik secara keseluruhan yang tertangkap baik dan anamnesa dan TAT. Ketiga subyek merailiki gambaran konsep diri yang berbeda-beda dan unik dan berkailan dengan identitas lesbian yang melelzat pada diri mereka. Dua dari subyek memiliki kebuluhan dalam menjalin aliliasi emosional, dan mengajarkan kelenarikan tersebut secara jelas kepada perempuan yang menonjol. Kebuluhan ini memiliki konflik dengan superego. Salah satu dari mereka memiliki superego yang menglmkum secara parah dengan nuansa agrmi yang ditunjukan kepada dirinya maupun arang lain. Hakikat kecemasan dari lcedua subyek di atas adalah kehilangan kasih sayang dan ditinggalkan. Sementara subyek yang lain merasa bahwa dirinya berbeda dan tidak puas dengan dirinya saat ini. Kebutuhan utamanya adalah dikasihi, dimengerti, bergantung, dan didukung oleh Iingkungannya (N-Succoronce) dan memberikan kasih sayang yang dalam (N-Nurruronce) yang dimanifestasikan dalam bentuk yang ekslrim dan hal ini memberikan tendensi masokis pada dirinya. Kedua kebutuhan mama ini mempakan sumber konflik yang bermakna dari dalam dirinya. Keeemman dari subyek ini adalah penolakan dari lingkungan. Semua subyek memiliki hubungan yang tidak dengan kedua orang tua mereka dalam derajat yang berbeda-beda. Sikap mereka lerlihat melalui penolalian, ambivalensi, hingga kebencian tahadap figur orang tua. Secara umum, dari tahapan penerimaan identitas yang dikemukakan oleh Cass (dalam Bohan, I996), dan subyek mencapai tahapan keempat (ldentity Accepronoe) dan sisanya baru mencapai iahap ke dua (Identity Comparison). Subyek yang sudah mencapai tahap ldonmy Comparison, masih memililci inremahzed homophobic yang masih kuat terhadap lesbian Dua subyek Iainnya yang sudali pada tahap Idenriryrficceprance memiliki perbedaan dalam darajat pengungkapan diri yang mereka lakukan. Salah salu dari mereka hampir tidak mernbaiasi dirinya dalam mengimgkapkan identitas lesbiannya, some-mam yang Iainnya menggunakan passing sebagai heleroseksual kepada kalangan tertentu. Tidak semua subyek dapat memprayelsikan kelertarikan seksual mereka melalui lema dalam TAT. Ada dua orang subyek yang memproyeksikan ketertarikan homoseksualnya dengan jelas dalam tema cerita, sememara yang lainnya cenderung untuk merepresi kebutuhan tersebut dan mernproyeksikannya dalam benrul: yang lain, yaitu mourning terhadap ideal loss. Hubungan inlerpersonal para subyek juga terkait dengan lingkalan penerirnaan idenituas mereka. Dua orang subyek dengan tahapan identity memiliki hubungan interpersonal yang baik dengan ternan-teman rnereka yang berasal dari komunitas gay emu lesbian Namim salah seorang dari mereka yang masih membatasi pengungkapan dirinya, memproyeksikan bahwa orang-orang yang berada di lingkungannya tidak mudah memahaminya dan menanggapinya secara berbeda. Tetapi pada subyek dengan tahapan penerimaan identity Comparison masih memiliki perasaan inrerriolized homophobia. Pada subyek dengan lahapan Identity Acceptance merasa bahwa lingkungan mereka cenderung mendukung mereka dan tidak pemah mengalami reaksi negatif terhadap ideniilas lesbian yang mereka sandang Namun salah seorang dari mereka yang masih membatasi pengungkapan idmtilm lesbiannya masih mengesankan bahwa Iingkungannya meagecewakan dan tidak memuaskan seperti apa yang ia harapkan. Pada subyek yang dengan derajal penerimaan dirinya yang lebih tinggi dapai andang lingkungannya cukup proporsional, dimana rentangnya dan menyenangkan hingga tidak menyenangkan. Sementara subyek yang masih mengalami internalized homophobia memandang lingkungannya dengan kesan yang negalif dimana lingkungannya tidak mendukung dirinya sehubungan dengan identitas lesbiannya. Tiap subyek memiliki kekhasan dalam menangani konllik. Pada subyek yang memiliki inremmlized homophobia cenderung tidak adelcual dalam menangani konfliknya dimana ia menggunakan penyelesaian melalui agresi yang ditujukan kepada dirinya Hruroyeksi) maupun orang lain. Pada subyek yang membzuasi pengungkapan identitas lesbian memiliki penyelesaian konflik yang represif dan denial. Sememara pada subyek dengan derajal penerimaan idmtitas yang Iebih tinggi tampaknya memiliki keeendenmgan unluk menggunakan mekanisrne perlahanan intelektual dan isolasi emosi. Ketiga subyek terlihal masa Ideruigv Foreclosure yang cukup panjang, yaitu sekitar 10 hingga 15 tahun hingga akhimya tumbuh perasaan nyaman pada diri mereka Stagnasi ini sangat diwamai oleh mekanisme perlahanan denial, represi dan supresi. Pada maaa lemebut,1erlil:|aI adanya keeenderungan bunuh diri pada pada ketiga subyek. Temuan ini didulrung oleh hasil risa membuktikan bahwa individu homoseksual pada periode remaja atau dewasa muda cenderung untuk mengalami masalah psikologis, khususnya kasus pereobaan bunuh diri dan penyalahgunaan 221 (Gonsiorelg 1995). Derajal penerimaan subyelc lerlihai berkembang pesar ketika mereka menemukan dan bergabung dalam komunilas lesbian. Sepertinya merelra menerima dukungan sosial yang lebih bennakna dari komunitas. Komunitas ini berfungsi sebagai exrendadjizmify dan dukungan sosial yang diperoleh oleh lesbian berkaitan dengan penyeeuaian serta kebahagiaan yang lebih baik (Berger daiam Donelson,l999). Kemuclian lesbian dapal mempenahanlmn say'-esteem mereka melalui keterlibatan dalamkomunitas lebian (Crocker & Major dalam D’Augel|i 8: Gameis, 1995). Selain itu komak dengan komunitas berarli dapat mengadopsi idenlitas kelompok yang memberikan role model dan dapat mmghilangkan perasaan isolasi sosial serta keterasingan (Kurdek dalam D’AugelIi & Gamets, 1995). Penggunanan TAT terbukti mengimgkaplmn lebih dalam serta memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai penghayatan lesbian terhadap idenlitas yang mereka pilih. Peneliti tidak sekedar menangkap dorongan tidak sadar subyek namun juga memperoleh dinamika hubimgan aktual para subyek dengan orang-orang yang ada di lingkungannya serta bagaimana mereka hubungan interpersonal tersebut Misalnya pada kann 9 GF yang memiliki stimulus mine sibling rivalry dan hubungan antar perempuan, ternyata mampu merstimulasi subyek unluk mengungkapkan ketertarikan homoseksual mereka saai ini dan bagaimana merelca menangani perasaan tersebut. Penemuan ini konsisten dengan pcnjelasan Bellak (1993) bahwa keimggulau TAT lerletak pada kemampuannya dalam mencetuskan isi dan dinamika hubungan intapersonal serta pola-pola psikodinamik Hal ini juga dapai dijelaskan melalui asumsi utama dalam menginterpretasi TAT menurut Lindley (dalam Bellak, 1993) dimana dalam mencerilakan sesuatu melalui orang ketiga, subyek dapat mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh cerita Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan agar TAT dapat digunakan sebagai alat diagnostik dalam pemeriksaan psikologis amu proses konseling Psikolog dapat berperan dalam mendampingi klien lesbian dalam me-ngenali dan menerirna identitas lesbian mereka. Pendampingan ini secara. tidak langsimg akan berdampak dalam memaksimalkan fungsi imerpersonal Serta mengintegrasikan identitas rnereka dengn baik di tengah masayarakal yang didominasi heteroseksual, Peneliian ini dilakulmn pada jumlah subyek yang relarif Milan Oleh karena itu perlu diadalcan penelilan lmalilaiif lanjutan pada sampel yang Iebih besar dengan titik salurasi yang terpenuhi unluk keragaman basil. Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat mendapalkan gambaran l»:epribadian subyek secara utuh serta bagairnana merelsa menangani penerimaan ideniitas lesbian yang melekal pada diri mereka. Penerimaan identitas bagi lesbian merupakacn sushi prosm yang hams dijalani rnereka seumur hidup. Untuk lerus mempertahankan integrasi identitas mereka secara posilif mereka disarankan unluk tidak lagi membamsi pengungkapan diri mereka dengan orang lain. Selain itu mereka juga terlibat dan terus aktif dalam komunilas lesbian agar dapat meningkalkan self esteem dan menghindari murka.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T37923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudiana Ratnasari
Abstrak :
Penelitian ini mencoba melihat hubungan trait kepribadian dan strategi caping pada orangtua yang memiliki anak autistik. Kondisi spesifik yang terjadi akibat autisme seperti kegagalan berkomunikasi, perilaku tantrum dan tidak biasa, obsesi-kompulsi, serta ketergantungan yang tinggi pada anggota keluarga, membuat orangtua mengalami tingkat stres yang cukup tinggi. Randa! & Parker (1999) mengemukakan bahwa menjadi orangtua anak autistik memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak special needs lainnya seperti down ?s syndrom atau retardasi mental. Perbedaan trait kepribadian dilihat dari teori McCrae & Costa berdampak pada strategi pemilihan coping terhadap masalah yang dihadapi selama pengasuhan anak autistik tersebut. Dari hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa trait kepribadian yang berhubungan positif dengan strategi coping adalah trait ncuroticism. Artinya makin tinggi skor trait ncuroticism seseorang maka akan makin tinggi pula skor strategi coping maladaptifnya. Sementara trait kepribadian conscientiousness memiliki hubungan yang negatif dengan strategi coping maladaptif. Dominasi trait conscientiousness diikuti oleh trait agreeableness dan extraversión pada subjek penelitian ini sangat tinggi. Ke 50 subjek penelitian ini memiliki skor yang tinggi pada trait ini. Menurut peneliti hal ini terkait dengan usia diatas 30 tahun di mana pada tahapan usia tersebut dominasi trait yang menonjol adalah conscientiousness dan agreeableness (McCrae & Costa, 1992). Meski subjek penelitian ini didominasi oleh wanita namun secara keseluruhan total skor tertinggi dalam pemilihan strategi coping adalah yang berpusat pada masalah. Hal ini sedikit berbeda dengan teori yang mengatakan bahwa wanita umumnya akan memakai strategi coping yang hanya memfokuskan pada pengaturan emosi saja tanpa mengubah stressor.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T37965
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yasmine Widyawati
2005
T38449
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Tjandra Waluya
Abstrak :
ABSTRAK
Dunia anak adalah dunia bermain dan belajar. Belajar dapat dilakukan di mana saja, bahkan sambil bermain anakpun dapat belajar. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh anak tidak selalu berjalan mulus. Beberapa anak mengalami masalah belajar yang dapat berdampak pada perkembangan aspek-aspek yang lain dalam kehidupan mereka. Salah satu masalah belajar yang banyak dialami oleh anak dalam masa perkembangan kanak-kanak madya adalah Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder (AD/HD) Tipe Inatentii Sekitar 3-5% anak usia sekolah mengalami gangguan ini (Papalia dan Olds, 1998). Dengan sulitnya anak untuk memusatkan perhatian, maka dapat dipastikan bahwa anak akan mengalami kesulitan untuk belajar baik di rumah maupun di sekolah. Di satu sisi semakin tinggi tingkat anak bersekolah, semakin sulit materi pelajaran yang harus dipelajari sehingga membutuhkan rentang konsentrasi yang lebih panjang, tetapi di sisi lain anak dengan AD/HD tipe inatendf tidak dapat memenuhi tutan tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu treatment agar anak-anak yang mengalami gangguan ini dapat meningkatkan konsentrasi belajar mereka.

Selain dengan pengobatan medis, senam otak dikatakan dapat meningkatkan konsentrasi pada anak yang mengalami AD/HD tipe inatentif (http://members.aol.com/brairigym/bg.html). Senam otak adalah serangkaian gerak sederhana yang menyenangkan dan digunakan untuk meningkatkan kemampuan belajar anak dengan menggunakan keseluruhan otak (Demmison dan Dennison, 2003). Senam otak dapat dilakukan dalam waktu singkat (kurang dari 5 menit) dan tidak memerlukan bahan atau tempat khusus (Gunadi, 2004). Dengan demikian, latihan untuk meningkatkan konsentrasi belajar anak tidak hanya dapat dilakukan di tempat yang memerlukan peralatan khusus,tetapi dapat pula dilakukan di rumah. Atas dasar inilah peneliti tertarik untuk meneliti mengenai efektivitas senam otak dalam meningkatkan konsentrasi pada anak yang mengalami AD/HD tipe inatentif.

Penelitian dilakukan secara kuantitatif-kualitatif dengan menggunakan satu orang anak bemsia 7 tahun hingga 12 tahun yang mengalami AD/HD tipe inatentif Kepada anak dilakukan observasi terstruktur dengan menggunakan Structured Observation of Academic and Play Settings (SOAPS), sebuah alat untuk mengukur konsentrasi pada anak yang mengalami AD/HD yang dikembangkan oleh Roberts, Millich dan Loney pada tahnm 1984 (Sattler, 2002). Observasi dengan SOAPS dilakukan sebelum dan sesudah anak melakukan senam otak selama sekitar 1 bulan untuk melihat penabahan konsentrasi yang terjadi. Selain itu kepada orang tua dan guru les juga diberikan CBCI/4-I8 ranah gangguan perhatian yang ditambahkan dengan wawancara untuk melihat perubahan perilaku yang tidak dapat terukur secara kuantitatif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada peningkatan konsentrasi belajar pada satu orang anak yang mengalami AD/HD tipe inatentif setelah mengikuti program senam otak. Ini tampak dari peningkatan persentase perilaku memperhatikan pada SOAPS dan peningkatan poin kemampuan untuk berkonsentrasi pada CBCI/4-18 ranah gangguan perhatian. Peningkatan konsentrasi ini didukung oleh beberapa faktor yaitu tingkat keparahan kesulitan konsentrasi yang dialami anak, rutinnya senam otak dilakukan serta minat dari dalam diri anak untuk melakukan senam otak. Sementara itu, dari setelah mengikuti senam otak, efek positif lain yang terlihat pada anak yaitu meningkatnya kepercayaan diri anak, perasaan rileks pada saat belajar, dan berkurangnya impulsivitas perilaku anak. Satu imi yang perlu mendapat perhatian dari penelitian ini adalah bahwa penelitian ini hanya dilakukan terhadap satu orang anak sehingga hasilnya tidak dapat digeneralisasikan.

Saran yang diberikan untuk anak yang mengikuti senam otak adalah agar setiap hari anak terus melakukan senam otak untuk meningkatkan konsentrasi belajarnya. Orang tua juga diharapkan dapat lebih aktif terlibat dalam kegiatan belajar anak. Untuk penelitian selanjutnya disarankan agar jumlah subyek dapat ditambah sehingga hasil penelitian lebih dapat digeneralisasikan.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005
T38558
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sandi Kartasasmita
Abstrak :
Penelitian ini mencoba melihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 20 tahun. Tahun dasar Hand Test dan Edwin E Wagner menjadi dasar utama dalam penelitian ini. Dalam konsep Hand Test, kategori Interpersonal dan Environmental merupakan bagian yang dapat melihat hubungan individu dengan orang lain. Dalam penelitian ini diutamakan pada bagian komunikasi sehingga dapat terlihat gambaran Hand Test pada pasangan yang sudah menikah 2 Tahun atau lebih. Teori Levinson dipergunakan untuk menggali permasalahan keluarga dan konsep Raport digunakan untuk menggali konflik yang terjadi dalam keluarga. Wawancara dan observasi menjadi metode utama yang digunakan dalam penelitian ini. Proses pengambilan data dilakukan antara bulan Februari hingga Maret 2003. Responden penelitian terdiri dari lima pasang suami-istri yang sudah menikah 20 tahun atau lebih, warga negara Indonesia keturunan Tionghoa yang sudah tinggal di Indonesia selama 2 generasi, tinggal di Jakarta dan beragama Buddha dan merupakan seorang pendeta agama Buddha. Hasil dari penelitian ini mendapatkan hasil bahwa terdapat gambaran yang saling melengkapi satu sama lain di dalam kehidupan berkeluarga pasangan yang sudah menikah 20 tahun, terutama dalam bagian komunikasi Faktor saling melengkapi tersebut yang membuat satu perningkahan dapat bertahan selama 20 tahun atau lebih. Apabila terdapat permasalahan, yang biasanya disebabkan karena permasalahan keuangan atau cemburu dapat diselesaikan dengan jalan saling berkomunikasi atau berdoa.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library