Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yenina Akmal
Abstrak :
Ibu hamil suku Sentani dan Implikasi dari sosial budaya yang mempengaruhi perilakunya dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di Puskesmas (Studi kasus di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura,lrian Jaya). Dr. Firman Lubis, MPh sebagai pembimbing pertama, Dra. Agustin D. Sukarlan, Msi. sebagai pembimbing kedua. Program Studi Kajian Wanita, Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan untuk melindungi ibu hamil dan anaknya oleh pemerintah dan masyarakat melalui BKIA mulai tahun 1950-an, puskesmas mulai tahun 1973 pads setiap kecamatan, bahkan posyandu pada setiap kelurahan/desa. Selain itu, juga telah dilakukan upaya melalui konstitusi yakni pads pasal 13 dan 14 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 1992 tentang kesehatan, serta adanya hak-hak reproduksi perempuan yang tercantum dalam ICPD (International Conference of Population Development) pada tahun 1994. Namun, berbagai upaya itu tidak memberikan hasil yang menggembirakan. Hal itu terbukti dengan tidak turunnya AKI (Angka Kematian Ibu Melahirkan) di negara kita yang secara nasional tetap berkisar dalam angka 390/100.000 kelahiran, bahkan di propinsi paling timur yakni Provinsi Irian Jaya (Papua) diperkirakan AKI 700/100.000 kelahiran. Dan berbagai tulisan diketahui bahwa AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: derajat kesehatan ibu dan kesiapan untuk hamil (antenatal care) serta faktor sosial budaya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang komprehensif tentang perilaku ibu hamil suku Sentani dalam memanfaatkan pelayanan program KIA di Puskesmas yang dikaitkan dengan Implikasi dari sosial budaya setempat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku Sentani, yang memakai sistem kekerabatan patrilineaI, secara nyata menunjukkan adanya budaya patriarki hingga dewasa ini. Aturan adat telah menempatkan perempuan Sentani pada posisi yang sangat tidak berdaya, sehingga tidak wemiliki otonomi bagi dirinya, baik sewaktu dalam kekuasaan orang tua, ketika masih berstatus sebagai anak maupun setelah menjadi istri yang berada dalam kekuasaan suami. Kondisi itu dimungkinkan karena adanya sistem mas kawin dalam perkawinan adat yang berlaku hingga saat ini, dan masih harus berperan dalarn wilayah publik untuk berkebun dan bejualan di pasar. Dengan demikian, beratnya beban kerja, kemiskinan yang berakar, kurangnya dukungan suami untuk memotivasi ibu hamil untuk melakukan antenatal care di puskesmas, serta kurangnya kemauan para suami untuk mengerjakan pekerjaan domestik, pengetahuan warisan yang diperoleh dari nenek, ibu atau kerabat perempuannya serta peran mama dukun (dukun beranak), telah mengkondisikan pilihan yang paling baik untuk ibu hamil guna memeriksakan kandungan dan mempercayakan persalinan kepada mama dukun (dukun beranak). Sayangnya puskesmas sebagai ujung tombak pemerintah dalam pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan BMA, tidak dapat memenuhi harapan masyarakat, khususnya ibu hamil. Pola kerja tenaga medik (Bidan) yang menganggap pasien (ibu hamil) hanya sebagai objek dan kurangnya upaya membina hubungan interpersonal dengan pasien serta kurangnya sensitivitas terhadap budaya setempat, menjadi penyebab buruknya kondisi. Kondisi ini diperburuk dengan kurangnya penghargaan pemerintah terhadap bidan serta kurangnya dana operasional. Kondisi puskesmas lebih buruk lagi dengan rendahnya rata-rata tingkat pendidikan perempuan Sentani. Semuanya itu membuat ibu bumil suku Sentani enggan datang ke puskesmas untuk memeriksakan kandungannya atau untuk bersalin. Dalam meneliti, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam sebagai teknik mengumpulkan data, sedangkan sebagai pendukung digunakan teknik observasi, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di Kecamatan Sentani Kabupaten Jayapura, Provinsi Irian jaya. Subjek penelitian adalah ibu hamil suku Sentani ataupun pernah hamil dan melahirkan dan berdomisili di lokasi penelitian. Di samping itu, wawancara juga dilakukan dengan suami dari responder, mama dukun, tokoh masyarakat serta tenaga medis yang menjadi responden pendukung.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Grace Berliana
Abstrak :
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan bahwa saat pintu terbuka bagi perempuan untuk memasuki semua sektor publik, saat itu pula perempuan merasakan ketidakadilan jender dalam sistem dan struktur organisasi serta lingkungan kerja sektor publik terutama sektor publik yang maskulin. Demikian pula pada penelitian yang menganalisis perempuan yang bekerja di bidang konstruksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan mengalami hambatan-hambatan yang mempengaruhi mereka dalam memilih bidang ilmu serta bekerja di bidang konstruksi. Memiliki bidang keahlian tertentu terutama untuk menunjang kerja dan karir dapat dimulai saat seseorang memasuki bidang ilmu yang akan ditekuni di Perguruan Tinggi. Ketertarikan terhadap konstruksi bangunan dan profesi konstruksi yang dinamis mendasari keinginan sebagian perempuan dalam penelitian ini untuk memilih Fakultas Teknik jurusan Sipil sebagai kelanjutan dari pendidikan mereka. Namun, pada dasamya perempuan sulit untuk menentukan sendiri masa depannya. Dalam menentukan pilihannya suka atau tidak suka, perempuan selalu dipengaruhi lingkungannya. Lebih tidak menyenangkan, bila budaya yang bias jender mempengaruhi lingkungan tempat perempuan tinggal. Perempuan yang pilihannya tidak disenangi lingkungannya lebih merasakan hambatan-hambatan budaya tersebut dibandingkan dengan perempuan yang pilihannya didukung lingkungannya. Dalam dunia kerja konstruksi, perempuan mengalami ketidakadilan jender yang menghambat kerja mereka. Dalam sistem kerja, dan struktur organisasi bidang konstruksi yang dipengaruhi budaya rekayasa memberi dampak pada ketidakadilan jender melalui kebijakan-kebijakan perusahaan. Pertama, ketidakadilan dalam penempatan kerja; ke-dua ketidakadilan dalam peningkatan karir; ke-tiga ketidakadilan dalam kesempatan memimpin proyek. Tentu saja ketidakadilan jender tersebut sangat terkait satu sama lain.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T917
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Barkis Basri
Abstrak :
Permasalahan pokok penelitian ini meliputi tiga hal. Pertama, bagaimana keikutsertaan wanita dalam industri kerajinan batu aji. Kedua, bagaimana pembagian kerja antara pria dan wanita dalam rumah tangga dan pada pengolahan batu aji yang menyebabkan perubahan nilai gender tradisional. Ketiga, bagaimana perubahan peran wanita dalam industri kerajinan dapat menjelaskan kemandirian wanita. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif berperspektif wanita, khususnya studi kasus wanita pengrajin batu aji di Kelurahan Keraton, Kabupaten Banjar. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terstruktur dengan 34 orang responden. Kemudian, tujuh di antaranya dipilih untuk wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan juga pengamatan dan pengumpulan data sekunder dari dokumen yang ada di Kantor Dinas Perindustrian dan Kantor Kelurahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan wanita pengrajin batu aji hanya lulusan SD. Sebagian kecil lulusan SLTP dan SLTA. Yang terakhir ini bukan penduduk asli Kelurahan Keraton, namun merupakan pengrajin batu aji terbaik. Mengenai komposisi keluarga, kebanyakan berbentuk keluarga batih. Keikutsertaan wanita dalam industri batu aji disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, mereka ingin dan memutuskan sendiri untuk menjadi pengrajin batu aji. Kedua, mereka memiliki keterampilan yang diperoleh dari orang tua karena usaha itu turun-temurun. Ketiga, mereka menikah dengan pengrajin batu aji lalu mengikuti langkah suami. Keempat, mereka diajak suami yang berasal dari keluarga pengrajin batu aji untuk pindah ke Kelurahan Keraton dan menjadi pengrajin batu aji. Kelima, adanya inisiatif wanita itu sendiri untuk mengajak suaminya menjadi pengrajin batu aji. Keterlibatan wanita dalam industri kerajinan batu aji tidak mengubah pembagian kerja antara pria dan wanita di sektor rumah tangga: pada umumnya hanya wanita yang mengerjakan tugas reproduktif. Sebaliknya, pada sektor industri kerajinan, wanita dan pria sama-sama terlibat. Dengan demikian, waktu yang dipergunakan untuk bekerja di rumah tangga dan industri kerajinan lebih banyak wanita dibanding pria. Meskipun demikian, peran mereka di sektor publik mempengaruhi kemandirian mereka, terutama dalam hal pengambilan keputusan di bidang ekonomi, kemasyarakatan, dan politik. ......The independence of Agate Craftswomen (Case Study in Keraton Village, Banjar Regency, South Kalimantan Province).This research discusses about three main topics. First, how women participation in agate handicraft industry. Second, how job allotment between men and women in the family and in the agate fabrication which can cause a change in traditional gender value. Third, how the change of women role in the handicraft industry can describe on women independence. This research applies women perspective qualitative method, especially in the case study on agate craftswomen in Keraton Village of Banjar Regency. Data collection was carried out through structured interview on thirty four respondents. Subsequently, of thirty four respondents, seven were selected to carry out a more detailed interview. In addition, it was also performed an observation and secondary data collection based on the documents available at the Regional Office of Industry Department and Village Office. The result of this research reveals that most of agate craftswomen graduate from elementary school. Some of them graduate from junior high school and senior high school. The latter are not the indigenous people of Keraton Village, but they belong to the best agate craftsmen. Regarding the family composition, most of them are nuclear families. The women participation in the agate industry are motivated by some causes. First, they wish and decide by their own to become agate craftsmen. Second, they possess a competency obtained from their parents because the industry is hereditary in nature. Third, they follow the step taken by their husbands because they marry to agate craftsmen. Fourth, they are asked by their husbands who come from agate craftsmen families to move to Keraton Village and become agate craftsmen there. The women involvement in agate handicraft industry does not change the job allotment between men and women in the family sector. Generally, the reproductive duties are only performed by women. On the contrary, in handicraft industry sector, both women and men are involved. Therefore, total time used by women for working in the family and in the industry is longer than men. Nevertheless, women's role in public sector can influence their independence, especially in decision making relating to the economy, community and politics.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T916
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Huriani
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penafsiran nilai-nilai agama yang membentuk pemahaman, penghayatan, dan pengalaman perempuan tentang seksualitas. Ide-ide religius yang membentuk persepsi individual itu kemudian digali sebagai pengalaman perempuan yang bersinggungan dengan realitas dirinya, suaminya, norma sosialnya, dan religiusitasnya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang berperspektif perempuan, dengan menggali pengalaman enam subjek penelitian. Data yang ditemukan dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan konsep Islam tentang seksualitas, perkawinan, kesetaraan jender, dan kecenderungan budaya patriarkal, serta konsep Foucault tentang hubungan kekuasaan dengan seksualitas. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pandangan tentang seksualitas sulit diungkapkan. Perempuan menempatkan dirinya sebagai pihak yang harus menerima segala keinginan laki-laki karena memandang bahwa perintah agama mengharuskan istri untuk mematuhi suami. Ketakutan akan ketidakpatuhan terhadap ajaran agama dan dosa menyebabkan perempuan merasa berkewajiban untuk tidak menolak segala keinginan suami. Dorongan seksual, meskipun diakui sebagai hal yang manusiawi dan berhak dimiliki oleh setiap orang, pada kenyataannya sulit diperoleh perempuan karena tabu untuk dibicarakan dan perempuan tidak layak memperlihatkan keinginan itu. Temuan itu bukan hal yang mengejutkan karena masih dominannya budaya patriarkal dalam jalur transmisi agama. Hal itu menarik untuk didekonstruksi dengan perspektif yang sensitif jender sehingga melahirkan penafsiran agama yang lebih adil jender.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T2717
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fatimah Maseri
Abstrak :
Permasalahan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana peran majemuk perempuan pedagang termanifestasi dalam kerja, dan berimplikasi pada posisi faktual dalam perbandingan relatif dengan suami. Penelitian ini berperspektif perempuan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Survei dilakukan terhadap empat puluh subjek penelitian, dan se1anjutnya dipilih enam informan untuk wawancara mendalam. Selain itu, dilakukan pula wawancara dan pengamatan terlibat pada beberapa informan pendukung. Temuan penelitian menunjukkan bahwa latar- belakang terjunnya perempuan sebagai pedagang adalah tuntutan pemenuhan kebutuhan dasar keluarga yang tidak tercukupi suami. Meski pekerjaan menjadi tuntutan, tetapi dirasakan pula makna positif kerja bagi perempuan pribadi. Selain alasan pemenuhan kebutuhan finansial, hal lain yang mendukung perempuan menjadi pedagang adalah adanya dukungan, peluahg, dan kesempatan yang mereka miliki, dan pemicunya adalah anak sudah mulai mandiri. Kegiatan kerja perempuan pedagang termanifestasi dalam kerja reproduktif, produktif, dan komunitas. Implikasi dari peran dalam kegiatan kerja itu terlihat pada posisi faktual dalam perbandingan relalif dengan suami pada kerja re-produktif terlihat menguat dengan adanya pembagian tugas rumah tangga antara anggota keluarga, baik dengan suami manpun dengan anak. Sedangkan pada kerja prodaktif juga terbukti adanya kerja sama antara suami-istri serta anggota keluarga lainnya, sehingga terlihat posisi perempuan menguat dengan dimilikinya otonomi finansial. Selanjuthya pada kegiatan komunitas terlihat adanya posisi sejajar dengan suami dengan dimilikinya kesempatan berpart isipasi dengan skala prioritas kegiatan kerja. Hasil penalitian ini menunjukkan bahwa perempuan pedagang sebagai pencari nafkah tambahan, bahkan pencari nafkah utama, sangat besar kontribusinya dalam menunjang kebutuhan ekonomi keluarga. Meskipun demikian, perempuan pedagang tetap sebagai penanggung jawab dalam pekerjaan domestik. Peran majemuk yang disandangnya itu membuat mereka harus memikul beban majemuk pula. Di samping itu, mereka masih terbelenggu dalam kungkungan stereotipe sehingga mengalami konflik batin, seperti merasa bersalah, kurang nyaman ketika mereka tidak dapat melakukan pekerjaan domestik dengan baik. Implikasi dari penelitian ini adalah perlu diupayakan penyuluhan dan pelatihan untuk sosialisasi kesetaraan jender kepada perempuan pedagang dan anggota keluarganya agar terbentuk jiwa yang betul-betul sadar jender. Seyogianyalah ada pembagian tugas rumah tangga Di samping itu, perlu pelatihan wirausaha kecil dan manajemen bagi perempuan pedagang pasar terapung Minna Kuin khususnva, dan Para pedagang umumnya.Untuk pemberdayaan perempuan pedagang itu, perlu dipikirkan oleh lembaga terkait agar memberikan pinjanan kredit Bank tanpa agunan dan tanpa persetujuan suami. Selanjutnya, penelitian ini juga menyarankan perlu dipikirkan penelitian pemetaan keberadaan pedagang pasar terapung Muara Kuin agar memudahkan peneliti lain yang tertarik untuk menyuarakan, mengungkap permasalahan yang dialami perempuan pedagang khususnya, dan pedagang pada umumnya.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T4253
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Effi Setiawati
Abstrak :
Penelitian ini mengungkapkan pengalaman perempuan yang melakukan nikah sirri (pernikahan yang tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama). Untuk mengetahui mengapa perempuan melakukan nikah sirri dan dampaknya, penelitian ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, konsep perkawinan menurut Islam, dan konsep diskriminasi berdasarkan gender. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan analisis yang berperspektif perempuan. Sepuluh perempuan yang menjalankan nikah sirri diwawancara secara mendalam dengan menggunakan metode penelitian oral history. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan ini menerima kerugian daripada kebaikan. Sebaliknya, laki-laki menjadikan nikah sirri sebagai alat untuk mengesahkan praktek poligami atau untuk mengingkari kewajiban mereka memberikan nafkah kepada istri, atau bahkan untuk memperlakukan istrinya secara sewenang-wenang.
This research uncovers women's experience practicing nikah sirri (a marriage which is not officially recognized by the state). While using women's own perspectives on this type of marriage, the research also apply concept of marriage in Islam, of prevailing customs, and of gender-based discriminations, to identify factors driving women to practice this marriage and its impact on women's lives. The research is using qualitative approach and analysis in women's perspective. Using oral history method, ten women practicing nikah sirri selected as subject research were interviewed. Research findings show that these women rather experience bad condition than the good one in their marriage. On the contrary, men make use of nikah sirri to legitimize their polygamous marriage as well as to free themselves from their obligation to provide financial support for the wives, or even to allow them to perform arbitrary actions against their wives.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T7130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Situmorang, Bernadet Rosinta Nirmala
Abstrak :
Penelitian ini berangkat dari keinginan untuk memperkaya kritik sastra feminis Indonesia dengan deskripsi orientasi dan pilihan menjadi lesbian dalam teks naratif fiksi, serta keinginan untuk membongkar pengkotakan, mitos, stereotipe, peran, dan posisi perempuan. Yang dianalisis adalah bias sistem gender dalam menggambarkan identitas, relasi, pemikiran perilaku, dan komunitas tokoh lesbian. Sumber data adalah Lines, Kumpulan Cerita Perempuan di Garis Pinggir karya Ratri M. (2000) dan novel Tarian Bumi karya Oka Rusmini (2000). Penelitian ini menemukan bahwa pertimbangan dan keputusan untuk menjadi lesbian merupakan pilihan hidup, pilihan politis, proses pembelajaran, dan merupakan bakat alamiah atau genetis. Lesbian dicitrakan sebagai perempuan yang otonom dan sadar akan eksistensinya, tidak ragu untuk melakukan perlawanan dan pendobrakan terhadap nilai-nilai budaya. Debat di seputar peran jender atau peran feminin dan maskulin dalam semua cerita tidak mendapat porsi yang signifikan karena tidak merupakan pembagian yang kaku dan mutlak kebenarannya. Semua teks menunjukkan komitmen untuk melawan patriarki dan seksisme dengan melakukan dekonstruksi budaya heteropatriarkal, terutama heteroseksual. Dengan menampilkan ide dan mitos yang berbeda, teks juga membuka wacana bagi budaya androgini, mengakomodasi model peran yang beragam, mempromosikan persaudaraan, dan menumbuhkan kesadaran.
Content Analysis from Feminist Perspective and Deconstruction of Lesbianism Thinking on Fiction Narrative Texts in Lesbian's Subject MatterThis research is intended to enrich feminist literary critique in Indonesia by describing the orientation and choice to be lesbian, who was found in fiction narrative texts, and by deconstructing myths, stereotypes, roles, and positions of women. I analyse gender system bias in describing lesbians' identities, relations, opinions, attitudes, and communities. Sources of data are Lines, Kumpulan Cerita Perempuan di Garis Pinggir by Ratri M. (2000) and Tartan Bumi by Oka Rusmini (2000). This research finds that consideration and decision to be lesbian are choice of life, politics' choice, learning process, and nature or genetic. Lesbians' images are autonomous, aware of their existence, strongly to resist, and deconstruct cultural values. Debates regarding gender roles or feminine and masculine roles in the texts are not important, because those roles are discussable and flexible. All of texts show the commitment to fight patriarchy and sexism by deconstructing heteropatriarchal culture, especially heterosexual. Texts are open for androgyny's culture, various role models, promoting sisterhood and consciousness raising by presenting different ideas and myths.
2001
T9015
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Widiastuti
Abstrak :
Ideologi negara pada dasarnya bertujuan mengarahkan warganya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menggunakan ideologi ibuisme negara menetapkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga yang lebih banyak dikonotasikan sebagai "Ibu". Untuk menyebarkan ideologi itu, negara memanfaatkan aparatnya diantaranya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Oleh karena sifat kepemimpinan yang hierarkis, maka TNI menciptakan subordinat melalui organisasi istri yang selanjutnya perempuan/istri prajurit menjadi subordinat dari organisasi istri. Peran istri prajurit sebagai ibu dalam lingkungan keluarga militer semakin lebih nampak dengan peran tambahan sebagai pendamping suami sekaligus sebagai anggota organisasi istri Persit Kartika Chandra Kirana. Dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang berperspektif perempuan, penelitian ini berusaha mengungkap kehidupan perempuan dalam budaya militer yang menganut sistem hierarki dimana lelaki sebagai penentu kebijakan baik dalam kehidupan keluarga dan dalam organisasi istri prajurit TNI-AD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di Asrama Kesatuan Divisi I Kostrad Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor. Dengan subjek penelitian sebanyak sepuluh orang istri anggota prajurit TNI-AD. Suami mereka berasal dari pangkat terendah hingga tertinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan, sebagai istri anggota TNI-AD, terkooptasi: (1) kegiatan istri dalam organisasi Persit Kartika Chandra Kirana lebih banyak mengarah pada kegiatan domestik dan merupakan kondisi bagi karier suami, (2) istri berkewajiban menjaga kondisi fisik suami sebagai prajurit, (3) konsekuensi penempatan perempuan dalam struktur institusi militer menyebabkan istri berkewajiban mengutamakan rumah tangga sehingga terbatas peluang untuk mengaktualisasi diri, (4) negara dan TNI-AD memperoleh keuntungan ganda dari para istri prajurit berupa dukungan moril dan materiil, (5) dalam perjalanan sejarahnya perkembangan politik negaralah yang mempengaruhi perkembangan organisasi istri yang semula organisasi ini mandiri berubah menjadi organisasi yang bergantung pada institusi TNI-AD. Oleh karena itu, disarankan agar Persit Kartika Chandra Kirana berusaha menjadi organisasi yang mandiri.
Woman and States: Armys Wife Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) in The Wives' OrganisationAn ideology of state is basically a foundation and guideline for its citizens for their way of within the country. With `ibuism' (matriarchal) ideology, the states that the connotation of a woman's role is as a `mother' in the family. To spread this ideology, the country has used its institutions, one of which is the TNI. Because of the hierarchical nature of its leadership, the TNI creates sub-ordination through a wives' organization, and following that, the soldier's wife becomes the organization?s sub-ordinate. A soldier's wife role as a mother in a military family environment is clearer with the addition role of her husband as loyal companions and as a member of the wives' organization `Persit Kartika Chandra Kirana'. Using research theory and methodology from a woman's perspective, this research tries to shed light on a woman's life in a military tradition that uses a hierarchical system, where the man is the decision maker in both family life and in the wives' organization of TNI-AD. This research is conducted using a qualitative approach. Data were gathered from in depth interviews and documentation study. The research was held in barracks of Infantry Division I Army Strategy Commando Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor and it?s using ten research subjects from army wives, who their husbands being from the lowest to the highest position. The research result shows that women, as army wives are subject to cooptation: (1) a wife's activity in the Persit Kartika Chandra Kirana organization is more related to domestic activity and become the condition for husband carrier, (2) a wife is obligated to maintain her husband's physical condition, (3) as the consequence of woman's position in a military institution structure, she is obligated to give priority to family life, which imposes s on her self actualization, (4) the states and the TNI-AD obtains double benefits from a soldier's wife in term of moral and material support, (5) historically, it is the development of the states politics that has influenced the wives' organization evolution from an independent organization into an organization which is dependent on the army institution. Therefore, is it recommended that the `Persit Kartika Chandra Kirana' endeavors to become an independent organization.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T9728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuspirah
Abstrak :
Penelitian ini menelaah perubahan pekerjaan produktif perempuan, dari bersawah dan menenun songket ke menyadap karet dan bersawah, serta pekerjaan produktif laki-laki, dari pandai besi di rantau menjadi penyadap karet di desa. Perubahan pekerjaan itu disebabkan oleh Proyek Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat (Proyek PPKR). Penelitian ini mengungkap dampak perubahan itu pada perempuan: manfaat dan mudaratnya. Penelitian kualitatif berperspektif perempuan ini telah mengumpulkan data primer melalui observasi serta wawancara mendalam dengan tujuh betas subjek, delapan suami subjek, lima tokoh masyarakat, dan tiga pengelola Proyek PPKR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran Proyek PPKR kurang bermanfaat bagi perempuan. Meski demikian, Proyek itu menyebabkan suami menetap di desa sehingga dapat membantu istrinya dalam melakukan beberapa tahapan penanaman padi sawah. Perempuan terdiskriminasi sejak dari pendaitaran peserta Proyek hingga mengikuti kursus yang diselenggarakan oleh Proyek. Padahal, perempuan memiliki potensi yang sama dengan laki-laki, yaitu berusia produktif dan pandai baca tulis. Meskipun perempuan banyak terlibat dalam tahapan kegiatan pembuatan kebun karet dan penyadapan karet, mereka tersubordinasi, artinya sekadar sebagai pekerja keluarga. Bila sebagai penenun songket perempuan memiliki otonomi terhadap uang dari hasil kerjanya, sebagai penyadap karet perempuan kehilangan otonominya. Baik sebelum maupun setelah ada Proyek PPKR, perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan reproduktif Sementara itu, perempuan juga disibukkan oleh kegiatan sosial di desa. Hal ini disebabkan oleh pembagian kerja secara seksual yang jelas antara laki-laki. Dan perempuan. Akibatnya, perempuan harus memikul beban yang multi. Oleh karena itu, disarankan agar basil penelitian ini dijadikan masukan bagi perencana pembangunan, khususnya di bidang perkebunan dalam membuat peraturan dan pedoman yang adil jender; bagi lembaga penelitian, baik negeri maupun swasta dalam memberikan pelatihan sensilivitas jender bagi pelaksana Proyek, Penyuluh Pertanian Lapangan, dan tokoh masyarakat, dan dalam mensosialisasikan kesetaraan jender dalam masyarakat; dan bagi para peneliti agar dapat melakukan penelitian mengenai dampak lain dari kehadiran Proyek PPKR pada perempuan.
The focus of the study is on the changing of productive activities of women, From rice cultivation and `songket' weaving, to latex incision and rice farming; and the productive activities of men, from migrated steel laborer to latex plantation laborer - due to the Development of Latex Plantation Project. The study inteded to reveal the implication of the changes to the lives of women.The research used qualitative methods Focused on women's perspective. Obsevation and in-depth interviews were conducted to seventeen women, eight men (the husbands), five informallformal leaders, and three staff of the project. It was revealed while the project enable the men to stay in the village, the changing activities did not benefit women. Before the project, women were very active in economic lives, and had their autonomy over their earnings. But after the presence of the project, women were discriminated against from the beginning of the project: in registration as participant of the project, and to have access to courses. Women were very active in the whole process of planation activities, but subordinated only as family woker. They did not earn as individuals, and did not have autonomy over the earnings anymore. Because of the gender ideology embedded both in cultural as well as social structure, women always had their multiple burdens. Before the project, women had their triple-role: reproductive, productive, and community managing -and duringthe project they still have to he responsible for the triple-role. From its result it-is suggested to development planner and decisionmaker, precisely to those in charge for planation project, to compose explicit-written gudelines to prohibit discrimination against women in planation. It is also suggested for those related to the field to conduct gender sensitivity and gender equality Craning to the women and men farmers, for them to be able to develop new ways of working and relating.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T 10261
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lubis, Harsuyanti Rawiyah
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang posisi perlindungan kesehatan reproduksi perempuan pekerja dalam kebijakan pengusaha. Kerangka pikir yang melandasi penelitian ini adalah kebijakan pengusaha, dunia industri yang kapitalis dan patriarkis, dan perlindungan hak dan kesehatan reproduksi. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif berperspektif perempuan, studi kasus peremuan pengusaha garmen industri kecil menengah di Jakarta. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan sebagai pengusaha tidak menganggap penting perlindungan kesehatan reproduksi karena kentalnya pengaruh sistem kapitalis dan patriarki di dunia industri. Akibatnya kesehatan reproduksi terabaikan dan perempuan pekerja tereksploitasi. Hal itu sesuai dengan yang dijelaskan oleh feminis marxis-sosialis yang mengatakan bahwa sistem kapitalis membentuk dominasi antar kelas. Perempuan pengusaha sebagai suatu kelas tersendiri mendominasi perempuan pekerja sebagai kelas yang lain. Dengan demikian, perempuan tidak akan memperoleh kesempatan yang sama, jika masih hidup di masyarakat yang berkelas. Perempuan akan tetap terekploitasi oleh siapa pun yang menguasai kapital. Perbedaan antar kelas perlu dipersempit dengan menggugah kepekaan gender pengusaha. Kepekaan gender akan membuat pengusaha lebih berempati kepada perempuan pekerjanya, sehingga mereka mau memperhatikan kepentingan pekerjanya.
The Protection of Women Worker's Reproductive Health under Entrepreneur Policy: A Case Study at Two Female-Headed Small-Medium Garment Industry in Jakarta This research aims to investigate whether or not women worker's reproductive health protected by entreupener's policy. Frame of thought referred in this research includes entrepreneur's policy, capitalism and patriarchy nature of industry world, reproductive right and health protection Using qualitative method with women's perspective approach, data gathered through in-depth interviews and observation. This research was conducted at two small-medium garment industries with two women entrepreneurs as key informants and four women workers with the enterprise as supporting informants. Research result indicates that woman, as entrepreneur is unlikely to have a particular policy to protect women's reproductive health due to pervasive capitalistic and patriarchal nature of the world of industry. This is in line with Marx-socialist feminism' thesis that capitalism produces class domination. In this case, women entrepreneurs of upper class dominate women's workers of lower class. Women thus will not be granted the same opportunities as long as they live in a society divided by class. Women will remain to be exploited by whoever holds capital. In conclusion, entrepreneur's gender sensitivity should be sharpened so as to take side on women worker's best interest.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T 10715
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>