Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahmad Dohar
"Propinsi Jawa Barat pada Sensus Penduduk Tahun 1990 merupakan suatu Propinsi penerima migran terbesar di Indonesia dan menurut hasil publikasi Supas Tahun 1995 semakin menurun namun masih tetap sebagai Propinsi penerima migran terbesar di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat variabei-variabel yang diduga mempunyai hubungan dengan kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Variabel-variabel tersebut terdiri dari Variabel Demografi yang terdiri dari : Propinsi asal, Tempat Tinggal, Umur, Jenis kelamin, Pendidikan serta Status Kawin yang menggambarkan karakteristik migran itu sendiri dan Variabel Kontekstual yang terdiri dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tingkat Industri dan Expected Wage yang menggambarkan pengaruh lingkungan terhadap migrasi tenaga kerja.
Penggunaan variabel kontekstual didasarkan pada realita dimana lingkungan Propinsi Jawa Barat mempunyai kelebihan atau keistimewaan jika dibandingkan dengan propinsi-propinsi lain di Indonesia, seperti:
1. Pertumbuhan PDRB yang relatif tinggi, Tingkat industri yang merata mulai dari industri kecil sampai besar dari yang bersifat padat karya sampai kepada yang padat modal dan Expected Wage relatif tinggi;
2. Berbatasan langsung dengan DKI Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia sehingga daerah Bogor, Tangerang dan Bekasi (Botabek) berfungsi sebagai daerah penyangga pemukiman dan perdagangan bagi DKI Jakarta.
Ada tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Pertama, memperoleh karakteristik migran yang masuk ke Propinsi Jawa Barat dari tahun 1990-1995. Kedua, untuk melihat pengaruh lingkungan migran terhadap propinsi asal dan Propinsi Jawa Barat. Ketiga, sebagai akibat dari pertama dan kedua menganalisis kecenderungan migrasi tenaga kerja Propinsi Jawa Barat.
Unit analisis adalah Propinsi Jawa Barat dan migrasi tenaga kerja (penduduk 10 tahun ke atas) yang pada waktu pelaksanaan SUPAS tahun 1995 sudah tinggal di Propinsi Jawa Barat. Tenaga kerja migran tersebut berasal dari seluruh Indonesia tidak teimasuk migrasi tenaga kerja antar daerah yang berasal dari Propinsi Jawa Barat.
Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder, yaitu data SUPAS Tahun 1995 dan data Publikasi Biro Pusat Statistik mengenai PDRB dan Tingkat Industri. Metode analisis statistik yang dipakai adalah Model Log-Linier (MLL). Metode ini dipandang lebih fleksibel karena sebagai alat analisis dapat dipakai untuk melihat pola hubungan antar variabel bebas dan variabel tak bebas maupun pola hubungan antara variabel bebas dan variabel tak bebas (Analisis inferensial) dan dilakukan juga analisis deskriptif sebagai analisis tabulasi silang. Untuk meinpermudah analisis baik deskriptif maupun inferensial propinsi asal tenaga kerja migran dibagi dua, yaitu:
1. Tenaga kerja migran yang berasal dari Pulau Jawa (propinsi yang terdapat di Pulau Jawa) dan
2. Tenaga kerja migran yang berasal dari luar Pulau Jawa (propinsi yang terdapat di luar Pulau Jawa).
Pada penelitian ini diperoleh sebanyak 1933 sampel kasus dengan jumiah populasi tenaga keija migran sebanyak 1.030.980 orang, terdiri dari: Bekerja Sebanyak 588.848 orang, Mencari Pekerjaan sebanyak 58.260 orang dan Angkatan Kerja sebanyak 647.108 orang yang masuk Propinsi Jawa Barat dari tahun 1990-1995. Secara umum kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat berdasarkan propinsi asal lebih besar dari Pulau Jawa dibandingkan dengan yang berasal dari luar Pulau Jawa.
Propinsi asal menunjukkan kecenderungan yang berarti terhadap migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Jarak berbanding terbalik dengan kecenderungan migrasi tenaga keija dan sesuai dengan pola migrasi yang ditemukan oleh Revenstein (1889).
Tempat tinggal lima tahun yang lalu yaitu perkotaan dan pedesaan, tidak mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hal ini diduga karena tempat tinggal sudah diwakili oleh Propinsi asal, tanpa membedakan apakah tinggal di desa atau di kota, dan proporsi rnigran yang berasal dari DKI Jakarta, yang secara notabene tidak mempunyai daerah dengan status desa.
Umur dan Pendidikan mempunyai pola hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat, hal ini diduga dipengaruhi oleh migran yang berasal dari DKI Jakarta dan Jawa Tengah yang tinggal di daerah Botabek. Sedangkan migran yang berasal dari luar Pulau Jawa kecenderungannya searah antara umur dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan.
Jenis Kelamin mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Pengaruh perbedaaan jenis kelamin relatif kecil bahkan beberapa propinsi proporsi laki-laki lebih kecil dari perempuan terutama migran yang berasal dari Pulau Jawa dan Sulawesi Selatan.
Status Kawin mempunyai hubungan yang berarti terhadap migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Selain dipengaruhi oleh proporsi keluarga migran yang berasal dari DKI Jakarta, juga dipengaruhi umur (20-44 tahun) dan tanggungan keluarga yang harus dijamin oleh migran laki-laki baik tenaga kerja migran yang berasal dari dan luar Pulau Jawa.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hubungannya antara lain adalah:
1. Hubungan searah, artinya migran berasal dari propinsi yang mempunyai PDRB lebih rendah atau sama dengan Propinsi Jawa Barat, dan
2. Hubungan terbalik, artinya justru tenaga kerja migran berasal dari propinsi yang mempunyai PDRB lebih tinggi dari pada Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan PDRB ini proporsi migran yang berasal dari PDRB lebih kecil dan sama dengan Propinsi Jawa Barat lebih kecil dibandingkan dengan propinsi yang mempunyai PDRB lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat.
Tingkat Industri mempunyai hubungan yang berarti terhadap kecenderungan migrasi tenaga kerja ke Propinsi Jawa Barat. Hubungannya antara lain adalah:
1. Hubungan searah, artinya migran berasal dari propinsi yang mempunyai pertumbuhan industri lebih rendah atau sama dengan Propinsi Jawa Barat.
2. Hubungan terbalik, artinya justru tenaga kerja migran berasal dari propinsi yang mempunyai pertumbuhan industri lebih tinggi dari pada Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan pertumbuhan industri, proporsi migran yang berasal dari pertumbuhan industri rendah lebih kecil dari pada yang mempunyai pertumbuhan industri lebih tinggi dari Propinsi Jawa Barat."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chotib
"ABSTRAK
DKI Jakarta yang dikenal sebagai ibukota negara, sekaligus sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan, pusat kebudayaan, selalu mendapat tempat di mata penduduk Indonesia sebagai tempat untuk meningkatkan taraf hidup. Maka tidak heran jika angka migrasi masuk ke DKI Jakarta selama ini terbilang tinggi. Namun sejak tahun 1990, tingginya angka migrasi masuk ke DKI Jakarta ternyata diikuti juga oleh lebih tingginya angka migrasi keluar dari DKI Jakarta. Hal yang sama terlihat pula dari data SUPAS 1995 yang menunjukkan lebih tingginya angka migrasi keluar daripada yang masuk. Selama kurun waktu 1990-1995, jumlah migran risen masuk ke DKI Jakarta mencapai 595.542 orang, dan jumlah migran risen keluar dari DKI Jakarta mencapai 823.045 orang.
Kajian mengenai perilaku migran yang keluar maupun yang masuk dari dan ke DKI Jakarta akan lebih menarik bila dibahas melalui pendekatan demografi multiregional, yaitu suatu pendekatan yang menekankan pada aspek diriamika penduduk secara spasial. Perhitungan migrasi melalui pendekatan ini dapat diaplikasikan pada Skedul Model Migrasi, yang menggambarkan keteraturan pola migrasi menurut umur.
Temuan menunjukkan bahwa migran masuk ke DKI Jakarta lebih "labor dominant", sedangkan yang keluar lebih "child dependent". Terlihat juga kenaikan angka migrasi pada usia puncak angkatan kerja lebih tajam daripada penurunannya. Sedangkan pada usia pasca angkatan kerja, penurunan angka migrasi dari usia puncak lebih tajam daripada kenaikannya. Temuan lain juga menunjukkan bahwa intensitas migran perempuan sedikit lebih tinggi daripada migran laki-laki; intensitas migran dari dan ke perkotaan lebih tinggi daripada dari dan ke perdesaan; dan intensitas migrasi keluar lebih tinggi pada migran kelahiran luar DKI Jakarta, sedangkan intensitas migrasi masuk lebih tinggi pada migran kelahiran DKI Jakarta.

ABSTRACT
Most human populations have rates of age-specific fertility and mortality that exhibit remarkably persistent regularities. Consequently, demographers have found it possible to summarize and codify such regularities by means of mathematical expressions called model schedules. Although the development of model fertility and mortality schedules has received considerable attention in demographic studies, the construction of model migration schedules has not, even though the techniques that have been succesfully applied to treat the former can be readily extended to deal with the latter.
This research examines spatial population dynamics into and out of DKI Jakarta based on SUPAS 1995 (1995 Intercencal Population Survey). Such an examination is carried out by means of a multiregional approach, that is, an extension of demographic analysis that accounts for population at risk on migration behavior.
Applying model migration schedules, this research characterizes the migration flows between DKI Jakarta and the rest of Indonesia. , It demonstrates that out-migration from DKI Jakarta (to the rest of Indonesia) is more "child dependent", whereas in-migration (out-migration from the rest of Indonesia) to DKI Jakarta is more "labor dominant". The research also finds that the intensity of female migrants is higher than the intensity of male migrants; the intensity of urban to urban migrants is higher than the intensity of urban to rural or rural to urban migrants; and the propensity to move out of DKI Jakarta is three times as high for migrants those born outside DKI Jakarta as for migrants those born in DKI Jakarta; Similarly, the propensity to move out of the rest of Indonesia is almost seven times as high for migrants those born in DKI Jakarta as for migrants those born in the rest of Indonesia.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asmanedi
"Pertanyaan penelitian dalam studi ini adalah apakah faktor interaksi sosial berpengaruh terhadap praktek KB modern, Tujuannya adalah untuk melihat pola dan perbedaan hubungan serta seberapa besar pengaruh faktor faktor interaksi sosial terhadap praktek KB modern. Metode analisisnya adalah deskriptif dan inferensial dengan regresi logistik. Sumber data yang digunakan adalah SDKI 2002-2003. Faktor interaksi sosial yang dimaksud di sini adalah interaksi sosial dengan media massa, dengan teman/tetangga atau keluarga, dengan petugas kesehatan, petugas KB, dengan tokoh masyarakat dan suami. Jumlah responden dalam studi ini adalah 27.784 orang, yaitu perempuan berstatus kawin berumur 15-49 tahun.
Temuan penting dari studi ini adalah bahwa melakukan interaksi sosial berpengaruh terhadap praktek KB modern. Interaksi sosial yang dimaksud adalah; interaksi sosial dengan media massa, dengan teman/tetangga atau keluarga, dengan petugas kesehatan, dengan tokoh masyarakat dan dengan suami. Secara statistik faktor interaksi sosial dengan petugas KB tidak signifikan. Mekanisme melalui mana interaksi sosial tersebut berpengaruh terhadap praktek KB modern terutama melalui mekanisme social learning. Ada kecenderungan bahwa faktor interaksi sosial tersebut lebih besar proporsinya pada mereka yang mem.iliki latar belakang umur 20-39 tahun, pendidikan sekolah dasar tidak sekolah dan indek kekayaan menengah. Sementara dari sisi pengaruh: maka interaksi sosial dengan teman tetangga atau keluarga cenderung memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap praktek KB modern pada perempuan berstatus kawin umur 15-49 tahun.
Kesimpulan dari studi ini adalah bahwa penyebaran ide dan praktek KB modern melalui difusi sosial yaitu melalui jaringan sosial dan interaksi sosial yang dilakukan oleh para perempuan berstatus kawin umur 15-49 tahun. Interaksi sosial-interaksi sosial yang bersifat interpersonal dan informal lebih berpengaruh terhadap perubahan perilaku praktek KB modern dibanding interaksi sosial yang bersifat impersonal seperti dengan media massa dan interaksi sosial yang bersifat formal seperti dengan petugas kesehatan dan petugas KB."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T18808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library