Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 255 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fitriana Puspita Dewi
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai feminisme di masa perang dan pasca perang Asia Pasifik yang direpresentasikan oleh Koda Yukiko tokoh utama perempuan Novel Ukigumo karya Hayashi Fumiko Tradisi dan sistem dalam masyarakat Jepang yang menganut idelogi patnarki serta kebijakan pemenntah membuat posisi perempuan Jepang termarjinalkan Dengan latar belakang masa perang dan pasca perang Asia Pasifik tokoh Yukiko berjuang untuk memperbaiki nasibnya dan melepaskan din dan belenggu patnarki dan negara Kemudian terhhat pula bahwa fernimsme yang direpresentasikan Yukiko adalah feminisme dan kalangan rakyat biasa karena bersifat personal. ......This research is about feminism in the wartime and postwar Asia Pacific feminism that is represented through the main female characters named Yukiko Koda in Ukigumo" by Hayashi Fumiko Due to the government policy and patriarchal ideology in Japanese traditional system a Japanese women position are systematically oppressed and marginalized In those wartime and postwar period background the character of "Yukiko strive to improve her life and attempt to break free from the shackles of the patriarchy. Moreover this research is also shown the type of feminism represented by Yukiko which is commoners feminism due to it's personal approached.
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siska Hendrawati Hariyono
Abstrak :
Di dalam tesis ini, penulis ingin menunjukkan salah seorang dan sekian banyak wirausahawan Jepang pada era Meiji yang berhasil mendirikan sebuah perusahaan berskala besar yang bergerak di berbagai bidang usaha dan dimiliki oleh sebuah keluarga, yang dalam istilah bahasa Jepangnya disebu zaibu. Keberhasilan itu tidak hanya karena kemauan yang keras dan bakat berbisnis yang luar biasa, tetapi yang lebih penting adalah adanya dukungan keluarga (le), dukungan dan perlindungan dari pemerintah dengan program restorasinya di bidang ekonomi. Tokoh yang penulis tampilkan dalam penelitian ini bukanlah berlatar belakang dari keturunan pengusaha/pedagang, tetapi merupakan keturunan samurai keras bawah. Di dalam melakukan restorasi, pemerintah Meiji mengadopsi iptek dan budaya dari bawah, terutama dari Eropa barat yang dianggap sudah lebih maju dan rasional, serta kapitalisme dan liberalisme. Namun pada kenyataannya dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan negara-negara Eropa, berhasil mendorong dan melahirkan beberapa pengusaha dengan perusahaannya yang berskala besar (zaibatsu). Kenyataan ini menjadi perhatian dan bahan penelitian oleh para peneliti dari negara barat (hasil penelitian tentang wirausahawan Jepang oleh Prof. Gustav Ranis dan hasil penelitian tentang wirausahawan barat oleh Prof. Schumpeter). Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa pemerintah Meiji di dalam melaksanakan program restorasi di bidang ekonomi menggabungkan iptek dan budaya barat dengan tradisi dan nilai-nilai budaya dari nenek moyang yang telah melekat dan mengakar di hati masyarakat Jepang. Sebagai contoh: berdasarkan pengalaman di negara-negara barat yang menganut kapitalisme dan liberalisme, pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator, tapi di Jepang pada saat itu, pemerintah Meiji melakukan campur tangan langsung. Sehingga untuk melahirkan seorang pengusaha, di barat membutuhkan waktu lama, sedangkan di Jepang, hanya dalam waktu 10 tahun telah lahir salah-satu pengusaha dengan zaibatsunya yaitu Iwasaki Yataro dengan zaibatsu Mitsubishinya. Sejak melaksanakan program restorasi, pemerintah Meiji sudah mencanangkan target/ cita-cita untuk menjadikan Jepang sebagai negara yang kuat, kaya, dan sejahtera, sehingga titik berat pembangunan/ restorasi adalah pada kebijakan ekonomi dan pemerintah melakukan campur tangan langsung.Campur tangan langsung yang dimaksud adalah oyabun-kobun. Tokoh wirausahawan yang menjadi fokus penelitian disini adalah Iwasaki Yataro, seorang keturunan samurai kelas bawah, dari keluarga yang bermasalah dan tidak menikmati pendidikan yang cukup. Akan tetapi ia dapat memanfaatkan peluang yang diciptakan oleh adanya kebijakan ekonomi pemerintah Meiji pada saat itu.Salah satu senjatanya yang handal adalah memiliki bakat yang sangat besar di dalam melakukan pendekatan pribadi (close connection) dengan para pejabat pemerintah yang mempunyai posisi sebagai pemegang kunci (key positions) yaitu Okuma Shigenobu dan Ckubo Toshimichi. Akibatnya, ia dan Mitsubishinya tidak hanya mendapatkan perlindungan, tetapi juga bantuan material (kapal-kapal), keuangan, dan kemudahan-kemudahan (kebijakan-kebijakan) sehingga dapat berkembang lebih cepat dari para pengusaha yang lain. Di dalarn melakukan pendekatan, ia menggunakan budaya Jepang sebagai seorang keturunan samurai, apalagi sebagian besar para pejabat pemerintah Meiji adalah dari kelas samurai. Di dalam mendirikan dan mengelola perusahaan, ia mengutamakan pelayanan kepada masyarakat dan pengabdian yang tinggi, seperti pengabdian seorang samurai kepada Kaisar dan negara. Berbeda dengan perusahaan barat yang di dalam mendirikan dan mengelola perusahaan mengutamakan keuntungan dalam bentuk uang (profit motive) sebesar-besarnya, individualisme sangat menonjol, dan tidak ada dukungan keluarga (mengutamakan kemampuan pribadi semata-mata). Dalam perusahaan Jepang, hubungan antara pemilik/ pimpinan dengan karyawan tidak bersifat. bisnis, yaitu menggunakan pola oyabun-kobun. Pada perusahaan barat, hubungan antara pimpinan perusahaan dengan karyawan bersifat bisnis. Pada perusahaan Jepang, pimpinan perusahaan, dirangkap oleh kacho (pimpinan dari Ie) dan pendirian perusahaan bertujuan. untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan pengabdian kepada negara dan kaisar. Tetapi di negara negara barat, orang mendirikan perusahaan dengan tujuan utama mendapatkan keuntungan maksimal dengan biaya yang minimal. Dari pihak pemerintah Meiji, bidang usaha untuk setiap kelompok bisnis pada awalnya diatur oleh pemerintah, maksudnya agar antara kelompok bisnis tersebut tidak terjadi persaingan bisnis yang saling mematikan. Hal itu disebabkan pemerintah Meiji menginginkan agar zaibatsu-zaibatsu tersebut disamping menjadi ujung tombak perekonomian Jepang, juga diharapkan dapat menetralisir dominasi di negara Jepang oleh perusahaan-perusahaan pendatang berskala besar dari negara yang sudah lebih maju (negara-negara Eropa).
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T2441
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismi Prihandari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perbedaan dan persamaan sistem diatesis pasif dalam bahasa Jepang dan bahasa Indonesia. Di sini dikontraskan konstituen pembentuk diatesis, ditinjau dari segi morfologis dan semantis; dan struktur peran yang terdapat dalam diatesis beserta karakteristiknya, ditinjau dari segi sintaktis dan semantis. Data penelitian adalah model kalimat yang diperoleh dari tiga macam sumber, yaitu novel, majalah, dan koran berbahasa Jepang dan Indonesia; sumber acuan bagi bahasa Jepang dan bahasa Indonesia; dan model buatan peneliti sendiri berdasarkan sumber acuan. Data yang bersumber dari novel, majalah, dan koran diperlakukan sebagai data utama, data lainnya diperlakukan sebagai data pelengkap. Hasil analisis menunjukkan bahwa secara sintaktis struktur peran diatesis pasif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia memiliki persamaan, yaitu sama-sama disusun oleh sebuah konstituen pusat; verba berperan pasif dan dua konstituen pendamping; inti dan bukan inti. Meski memiliki persamaan, tidak semua kalimat berdiatesis pasif bahasa Jepang dan bahasa Indonesia dapat dipadankan bentuknya secara tepat. Hal itu karena jumlah konstituen pendamping inti bahasa Jepang terkadang lebih dari dua, sedangkan dalam bahasa Indonesia paling banyak dua. Penyebab terjadinya perbedaan jumlah konstituen itu adalah kedudukan frase nominal pemilik-termilik pada kedua bahasa. Dalam bahasa Jepang kedudukannya dipisahkan oleh nomina yang berperan agentif sehingga masing-masing memiliki peran sendiri, yaitu penanggap dan objektif partitif. Dalam bahasa Indonesia tidak dipisahkan oleh peran lain dan menduduki hanya satu peran, yaitu penanggap atau objektif.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T5718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Ariantini Yudhasari
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai keluarga Jepang Dewasa ini, khususnya kaku kazoku dalam teks Yu Miri. Data penelitian diambil dari tiga teks Yu Miri yaitu, Kazoku Hyohon (1994), Furu Hausu (1996) dan Kazoku Shinema (1997). Pendekatan yang dipergunakan untuk menganalisis teks di atas, adalah pendekatan dari sudut sosiologi sastra. Metode yang digunakan untuk menganalisis teks adalah metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam ketiga teks Yu Miri yang berbicara tentang keluarga ditemukan adanya perubahan fungsi anggota kaku kazoku. Dampak terjadinya perubahan fungsi anggota kaku kazoku mengakibatkan munculnya fenomena kateinai bekkyo dan kateinai booryoku. Hasil penelitian ini merupakan suatu bentuk tanggapan terhadap kondisi keluarga Jepang dewasa ini.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T10381
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shobichatul Aminah
Abstrak :
Penelitian mengenai unsur romantisisme dalam puisi Takamura Kootaroo ini berangkat dari masalah bagaimanakah perkembangan romantisisme dalam sejarah kesusastraan Jepang dan unsur romantisisme apakah yang terdapat dalam kebanyakan puisi Takamura Kootaroo, serta makna apakah yang tersirat dalam puisi Takamura Kootaroo. Untuk menjawab masalah tersebut penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah sastra untuk menjelaskan tentang perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, serta menggunakan pendekatan ekspresif yang dikemukakan oleh Abrams, yang memandang karya sastra sebagai produk dari pikiran dan perasaan pengarang. Untuk itu dalam analisisnya karya sastra sama sekali tidak dipisahkan dengan pengarang, termasuk dengan latar belakang sosial dan budayanya. Ada tiga fase perkembangan gerakan romantik dalam kesusastraan Jepang, yaitu Bun'gaku Kai (1893-1898), Myoojoo (1899-1908), dan Subaru (1909-1913). Sedangkan unsur romantisisme yang dapat ditemukan dalam puisi Takamura Kootaroo antara lain; puisinya menggunakan bahasa sehari-hari yang sederhana serta mengungkapkan pikiran serta perasaannya secara spontan, pemberontakannya terhadap bentuk formal yang juga merupakan pencerminan dari pemberontakannya terhadap sistem tradisional yang mapan, khususnya sistem keluarga yang berlaku pada masa pemerintahan Meeji,serta apresiasinya yang mendalam tentang alam yang membawanya pada sebuah perjalanan spiritual yang dilandasi oleh kerinduannya untuk menyatu dengan alam. Dari makna yang tersirat dalam puisi Kootaroo juga ditemukan pesan moral untuk saling menghormati antar sesama manusia dan seluruh mahluk yang hidup di alam, serta anjurannya agar manusia dapat membaca tanda-tanda yang diberikan oleh alam agar dapat memahami kebenaran.
2001
T10884
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Subarno
Abstrak :
The Meiji restoration indicated an early process of modernization in Japan, a major political, economic, and social change that took place rapidly in the second half of the 19th century, by which Japanese society was transformed into the modern one. This process of modernization continued up to the end of Pacific War when Japan was defeated by the allied forces. In the post war era, Japan rushed to catch up with the industrialized west by focusing on her industrial and economic development. Consequently, less than two decades Japan has become a rich country. Even though Japan has been an advanced and modern country, and accepted modern culture of the west and developed advanced industries based on what she has learned, she has at the same time, maintained her own culture, that has many characteristics, like: multi-layered, homogeneity, Japanization, and pragmatism. These features can be seen in religion too. Buddhism is absorbed side by side with Shinto and the two religions become harmoniously interwoven in the lives of the Japanese. This phenomenon strengthens folk religion, an indigenous primitive religion into which elements from Shinto, Buddhism, Taoism, Confucianism and other religions have been grafted and is expressed in the daily ritual and matsuri. Among them is the 0-Bon Matsuri. 0-Bon Marsuri is a part of ancestor worship, observed between 13-15th day of the seventh month, by placing offerings on the bondana and by otherwise seeking to please the ancestral spirits. For contemporary Japanese people, this observance has many functions, such as: to fulfill basic human needs, to strengthen solidarity among family groups, to be recreational event, and to break monotonous. That's why the phenomenon changes from religious ceremony to social custom.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Artadi
Abstrak :
Masyarakat Jepang adalah sebuah komunitas sosial yang menjunjung tinggi tradisi dan budayanya hingga saat ini, sehingga merupakan suatu hal yang menarik untuk diteliti lebih dalam. Salah satu tradisi dan budaya yang menarik untuk dipelajari dari masyarakat Jepang adalah budaya paternalisme yang ada pada hubungan antar individu dalam sebuah lembaga atau organisasi di Jepang. Hubungan paternalisme di Jepang disebut onjoshugi. Onjoshugi adalah ideology yang berusaha menstabilkan hubungan antara atasan dan bawahan, dimana sikap seorang atasan berlaku seperti layaknya seorang ayah bagi bawahannya. Hubungan onjoshugi merupakan hubungan antara pemimpin dan bawahan dalam bingkai sistem keluarga. Penerapan pola hubungan onjoshugi dalam masyarakat Jepang lazim disebut pola hubungan oyabun-kobun. Pola hubungan oyabun-kobun yang merupakan hubungan antara pemimpin (oyabun) dan bawahan (kabun), bila diterapkan akan menghasilkan hutang budi yang melekat pada pihak bawahan. Hutang budi ini dalam masyarakat Jepang disebut on. On yang melekat pada bawahan inilah menyebabkan munculnya upaya untuk membayar on yang diterima dari pihak pemimpin. Upaya pembayaran on ada dua yaitu gimu dan gin. Gimu yaitu upaya pembayaran on yang diterima, namun betapapun telah maksimalnya pembayaran tersebut tetap dianggap belum cukup, dan waktu pembayarannya tidak terbatas. Giri adalah hutang-hutang yang wajib dibayar dalam jumlah yang tepat sesuai kebaikan yang diterima dan memiliki batas waktu pembayaran. Pembayaran giri dan gimu yang harus dibayar oleh menerima on inilah yang menjadikan hubungan oyabunkobun bersifat abadi. Untuk melihat hubungan antara oyabun-kobun, on, giri dan gimu, dapat dilihat pada masyarakat petanian di Ishigami buraku yang ada di Jepang sebelum Perang Dunia II, dimana terdapat sistem yang disebut sistem nago. Sistem nago adalah sistem yang lahir karena adanya pola hubungan onjoshugi atau pola hubungan oyabun-kobun antara tuan tanah dan petani penyewa (nago) dalam binkai sistem keluarga tradisional Jepang. Sistem nago adalah sistem sebuah sub sistem dalam sistem dozoku yang ada dalam masyarakat pertanian di Jepang sebelum Perang Dunia II, yang berfungsi untuk membentuk rumah tangga cabang (bunke) dari anggota yang tidak memiliki hubungan darah, melalui hubungan kekerabatan fiktif antara tuan tanah dan petani penyewa. Dalam sistem nago inilah pola hubungan onjoshugi atau oyabun-kobun diterapkan, sehingga sistem nago bersifat turun-temurun dan abadi.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahyaniati
Abstrak :
Meskipun Jepang dikenal sebagai salah satu negara industri yang terkuat di dunia, sektor pertanian masih belum ditinggalkan oleh masyarakat Jepang, dan koperasi pertanian sebagai representatif dari pertanian merupakan salah satu koperasi termaju di dunia. Untuk mendapatkan informasi mengenai strategi pengembangan Koperasi Pertanian Jepang (Japan Agricultural Co-operatives) yang dewasa ini dikenal dengan JA, telah dilakukan kajian kepustakaan dan pengamatan lapang secara terlibat pasif di JA-Sakura, yang berlokasi di Tsukuba-Shi, Prefektur Ibaraki, pada tanggal 22-24 Juli 2001. Penelitian ini menyajikan gambaran dan menganalisis adanya strategi yang diterapkan sehingga koperasi pertanian tetap eksis, yaitu dengan menggunakan faktor-faktor kekuatan yang mendukung majunya koperasi pertanian di Jepang.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11168
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Handayani
Abstrak :
Jepang harus memajukan peradabannya agar setara dengan bangsa Barat. Hal ini disadari Jepang, setelah kedatangan bangsa Barat beberapa kali dengan menggunakan kapal perang, pada tahun 1853, yang memaksa Jepang untuk membuka pelabuhan Jepang. Fukuzawa Yukichi, seorang cendekiawan yang menekuni studi Barat menyadari bangsa Barat merupakan bangsa yang maju dan kuat, sehingga dapat membahayakan kemerdekaan Jepang, sebagai negara yang belum maju. Untuk itu Jepang harus berusaha memajukan peradabannya agar setara bahkan bila memungkinkan, melampaui bangsa Barat, sehingga dapat menjaga dan mempertahankan kemerdekaanya. Penelitian ini mengkaji dan menganalisis gagasan Fukuzawa Yukichi dalam Gakumon no Susume, sebagai gagasan untuk memajukan peradaban. Adapun pembahasan penelitian ini, meliputi latar belakang, gagasan Fukuzawa terhadap sistem pemerintahan, sistem masyarakat, pendidikan dan moral masyarakat.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11388
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Linda Unsriana
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran dongeng dalam pendidikan. Pendidikan yang dimaksud adalah pendidikan moral mengenai on dan ongaeshi. Pendidikan ini dapat disampaikan kepada anak melalui tokoh-tokoh yang ada di dalam dongeng dengan cara mengidentifikasi perbuatan atau lakuan tokoh-tokohnya. Melalui dongeng anak-anak dapat menemukan tokoh identifikasi yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginannya. Data pustaka menunjukan bahwa dongeng dapat dipakai sebagai salah satu sarana untuk pendidikan nilai dan pendikan moral. Data ini dipakai untuk memperkuat penelitian bahwa dongeng juga dapat dipakai untuk pendidikan nilai on dan ongaeshi. On dan Ongaeshi sendiri mempunyai beberapa pengertian yang diungkapkan beberapa ahli. Dengan menganalisa lima buah dongeng anak Jepang, ditemukan arti atau makna on dan ongaeshi seperti apa yang ingin disampaikan pembuat dongeng atau kepada pendengarnya, khususnya pendengar anak-anak. Pada bagian akhir disimpulkan bahwa Dongeng adalah sarana yang efektif untuk memberikan pendidikan nilai-nilai pada anak, karena cara penyampaiannya yang tidak memaksa anak-anak untuk menerimanya. Tokoh-tokoh dalam cerita dapat memberikan teladan bagi anak-anak. Sifat atau karakter anak adalah mempunyai kecenderungan untuk meniru dan mengidentifikasikan diri dengan tokoh yang dikaguminya. Melalui dongeng, anak akan dengan mudah memahami sifat-sifat, figur-figur, dan perbuatan-perbuatan yang baik dan yang buruk.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>