Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1657 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fahmi Achmad
Abstrak :
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk dapat memahami mengenai perkembangan proses Enlargement atau penambahan keanggotaan bare yang telah dilakukan oleh Uni Eropa, serta pengaruhnya bagi perkembangan integrasi Uni Eropa secara menyeluruh (dalam hal ini berkaitan pula dengan upayanya menuju suatu Uni Politik). Penelitian ini dilakukan mengingat Uni Eropa sebagai suatu blok kerjasama regional dan merupakan salah satu aktor internasional yang signifikan pada konstelasi politik internasional. Permasalahan yang hendak diteliti adalah melihat pada kondisi normatif proses enlargement yang dilakukan oleh Uni Eropa sejak tahun 1973 ketika masih bernama Masyarakat Ekonomi Eropa, dan segala proses'dalam perkembangan tersebut berkaitan dengan apa-apa yang menjadi cita-cita bersama Uni Eropa akan tetapi dalam realitanya, penambahan keanggotaan tersebut ditenggarai membawa pengaruh berupa tantangan serta peluang yang akan dihadapi oleh Uni Eropa dalam hal jangkauan jangkauan integrasi (Functional Scope, Institutional Capacity serta Geographical Domain). Berangkat dari permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitial ini adalah mengenai apa yang akan didapat oleh Uni Eropa dari proses penambahan keanggotaan, terutama bagi perkembangan integrasi Eropa serta upayanya menuju suatu uni politik ? Penulis menggunakan konsep utama Region-Regionalisme dan Integrasi Internasional yang digunakan dalam mengamati perkembangan integrasi Eropa. Adapun pendekatan penelitian yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian yang bersifat deskripi if-analitis, yaitu penulis memaparkan fakta-fakta yang telah ada dalam sejarah regionalisasi Eropa di Bab II serta perkembangan Uni Eropa sejak Traktat Maastricht beserta perubahan-perubahan yang dihasilkannya di Bab III. Selain itu penulis juga mendeskripsikan serta menjelaskan hubungan antara penambahan keanggotaan dengan perubahan-perubahan dalam jangkauan integrasi Uni Eropa yang dihasilkan dalam Traktat lice dan prospek Uni Eropa menuju uni politik di Bab W. Pada akhirnya, berdasarkan hash analisis dari pembahasan ini kesimpulan yang dapat diambil penulis adalah bahwa: Pertama, perluasan keanggotaan ini sangat berkaitan dengan perubahan-perubahan proses pengambilan keputusan oleh lembagaiembaga dalam Uni Eropa (institiaiona1 capacity), dalam hal ketetapan-ketetapan yang dihasilkan mengenai peningkatan hubungan kerjasama dalam integrasi tersebut; Kedua, upaya Uni Eropa dalam mencapai suatu uni politik memang harus memikirkan suatu landasan konstitusional mengenai hal itu, dalam hal ini federalisme merupakan pilihan objektif. Selain itu jugs dengan adanya proses enlargement pada Traktat Nice ini diharapkan Uni Eropa dapat mencapai cita-citanya menyatukan benua Eropa secara geographical domain.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T146
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tengku Abdurrahman
Abstrak :
Pemilihan Umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dan dilaksanakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang diselenggarakan secara demokratis, transparan, jujur, dan adil dengan mengadakan pemberian dan pemungutan suara secara langsung, umum, babas, dan rahasia. Keikutsertaan rakyat dalam pemberian suara dalam Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Pemberian suara terbentuk oleh suatu proses sosialisasi politik dan keikutsertaan dalam Pemilihan pemilu merupakan salah satu bentuk partisipasi politik. Dalam setiap pemilihan Umum perolehan suara setiap partai politik selalu mengalami perubahan dan ini merupakan cerminan terjadinya perubahan dalam kehidupan masyarakat. Di kelurahan Mampang Prapatan, selama lima kali Pemilihan Umum tahun (1982-1999) perolehan suara partai politik selalu mengalami perubahan, baik peroleban suara yang diraih PPP, PDI maupun perolehan suara Golkar. Berfluktuasinya perolehan suara partai politik tersebut menunjukkan adanya pergeseran pemberian suara yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penelitian ini ingin mengungkapkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Pertanyaan penelitian yang diajukan adalah mengapa terjadi perubahan pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi perubahan pemberian suara dalam Pemilihan Umum tahun 1999 di Kelurahan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Variable penelitian yang digunakan adalah: identifikasi kepartaian, faktor isu, peranan pemimpin informal dan pengaruh calon. Pertanyaan penelitian di atas dijawab dengan melakukan wawancara dengan responden sebanyak 50 orang. Selain itu juga dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa informan yang dianggap mengetahui banyak tentang pemberian suara di Kelurahan Mampang Prapatan. Tehnik sampling yang digunakan adalah penarikan sampel sistimatis (systematic random sampling). Temuan lapangan menunjukkan bahwa faktor identifikasi kepartaian atas dasar ikatan idiologi dan agama mempunyai pengaruh yang tinggi terhadap pemberian suara responden terutama terhadap partai-partai yang berazaskan agama. Sedangkan untuk partai politik yang berazaskan Pancasila, identifikasi kepartaian atas dasar ikatan agama dan idiologi mempunyai pengaruh yang kecil. Faktor isu atau program yang ditawarkan partai politik seperti isu,perubaban politik, isu pembangunan ekonomi dan isu hukum dan hak azasi manusia merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap pemberian suara responden pads Pemilihan-Umum tahun 1999. Sedangkan faktor pemimpin informal, faktor calon, ikatan tradisi, dan faktor gender mempunyai pengaruh yang kecil terhadap pemberian suara dan tidak signifikan untuk melihat terjadinya perubahan pemberian suara di Kelurahan Mampang Prapatan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T212
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leo Agustino
Abstrak :
Penelitian berlangsung mulai Juli 2002 hingga Agustus 2002 yang bertujuan untuk mempelajari perubahan pilihan partai dalam Pemilihan Umum 1999, kasus di Jawa Barat. Pemilihan Umum 1999, meskipun tidaklah sangat berbeda secara teknis pada permilihan-pemilihan umum masa Orde Baru, berlangsung dalam semangat baru akan reformasi sosial dan politik. Studi ini berupaya untuk mengungkap pertanyaan utama mengenai perubahan pilihan partai & faktor apa yang mendorong seseorang mengambil keputusan dan akhirnya mengubah pilihannya dari pilihan partai politik mereka yang sebelumnya? Studi dibatasi atas dua variabel, variabel independent dan variabel dependent. Variabel Independent difokuskan pada: status sosial pemilih, tingkat ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian. Variabel dependent pada studi ini bersandar pada perubahan pilihan partai politik pada Pemilihan Umum 1999 (perilaku pemilih). Penelitian ini menggunakan metoda eksplanasi dengan pendekatan studi kasus, lokasi penelitian berada di lima daerah di Jawa Barat, yakni: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, dan Desa Ereatanwetan. Sementara itu systematic random sampling digunakan untuk menentukan sampe yang berjumlah 500 responden, terdiri atas tiap lapisan di dalam masyarakat. Data dikumpulkan dari birokrat pemerintah (PNS), pensiunan militer/PNS, guru/ dosen, pelaku bisnis, mahasiswa, buruh, petani/nelayan, ibu rumah tangga, dan lainnya yang bekerja di sektor informal. Wawancara dengan pertanyaan guided interview (close-ended} digunakan sebagai teknik dalam pengumpulan data. Hipothesis yang diusulkan dalam penelitian adalah: ada pengaruh antara variabel independent -status sosial pemilih, tingkatan ketaatan beragama, tingkatan kebebasan memilih, dan identifikasi kepartaian-dengan variabel dependent -perubahan pilihan partai politik. Hipothesis diuji dengan menggunakan tabulasi silang, chi suave, dan multipel regresi guna menjawab dan menjelaskan pertanyaan dalam identifikasi masalah. Penelitian ini menemukan beberapa hal: pertama, variabel tingkat ketaatan beragama bukanlah faktor yang amat menentukan bagi perubahan perilaku pilihan partai pada Pemilihan Umum 1999. Kedua, status sosial dan tingkat kebebasan memilih adalah faktor-faktor yang moderat dalam perubahan perilaku pilihan partai politik masyarakat di Jawa Barat. Ketiga, identifikasi kepartaian adalah faktor yang siginifikan untuk menjelaskan perubahan pilihan partai politik masyarakat pada pemilihan umum 1999 di lima daerah penelitian. keempat, pola utama dari perilaku pemilih di Jawa Barat mencerminkan indikasi bahwa banyak orang menjatuhkan pilihannya pada partai politik tertentu karena: kelekatan kekeluargaan (yang dibangun oleh identifikasi kepartaian), pergantian rezim (Soeharto), dan juga akses informasi yang Iuas. Terakhir, studi ini juga memberi suatu gambarbn tentang potensi dari konstituen pemilih berikut juga perbedaan karakteristik responden yang memilih partai politik tertentu, seperti: PDI-P, PPP, Partai Golkar, dan PAN.
Change of Voting Behavior : West Java Case Study at General Election 1999. This research conducted from July 2002 till August 2002 aimed to study of political party change in general election in 1999, case in West Java. The election of 1999, though is not vastly different technically from elections in the New Order, take place within new spirit of political and social reformation. This study is attempt to explore main question of political party choice change: what are the driving factors that influences an individual's internal decision making and lead them (him/her) to change their choice from their latest political party choice? The study limits on two types variables, independent and dependent variables. As independent variables, this study focuses on social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification. As dependent variable, this study will rely on political party change in the 1999 general election (voting behavior). The research uses the explanation analytic method by case study approach, the research location is in five location in Jawa Barat, namely: Kota Serang, Kota Bandung, Kota Cirebon, Desa Kanekes, and Desa Eretanwetan. Meanwhile, systematic random sampling was used in determining samples, 500 respondents, comprising of every general sphere in society. Data was collected from government bureaucrats, retired military, teacher/lecturer, businessman, students, labour, farmerslfisherman, homemakers, and others informal sector workers. Both guided interviews with close-ended questions and open interviews were used as techniques in compiling data. The hypothesis which proposed is: there is the significant influence between the independent variable -social status of voters, the level of religions-beliefs, the level of freedom to choose, and party identification- towards the dependent variable - political party change-. The hypothesis tested using the cross tabulation, chi square, and multiple regerssion to answer and explain the question from research question. The study results in a number of findings: firstly, it indicated variable the level of religions-beliefs (religious ties) is not a significant factor of political party change in general election 1999. Secondly, social status and the level of freedom to choose are the moderat factors of political party change in Jawa Barat. Thirdly, party identification is a significant factor to explain political party change at five research location. Fourthly, the main pattern of voting behavior of the respondents in Jawa Barat was reflected by the indication that a large number of people have mostly determined their choices of political parties, because: family ties (which build-up by party identification), the replacement of Soeharto regime, and access to political information. And, finally, this study also giving a general picture about the potential of parties constituency. There's a diverse of characterites (respondents) supporters and sympathizers of a particular political parties, like: Pal-P, PPP, Partai Golkar, and PAN.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Zaim Alkhalish
Abstrak :
Perubahan-perubahan kebijakan dalam politik luar negeri Amerika Serikat seringkali terjadi bahkan secara mendadak, antara lain karena disebabkan oleh munculnya prioritas-prioritas kepentingan yang dipandang urgen atau mendesak. Dalam suatu policy-making process, Amerika Serikat senantiasa memperhatikan perkembangan-perkembangan yang terjadi balk pada tingkat nasionai maupun internasional. Pada tingkat domestik, di satu pihak kecenderungan apa yang terjadi di masyarakatnya terakomodasikan melalul saluran-saluran yang sesuai, balk di pemerintah maupun lembaga-lembaga non pemerintah. Di lain pihak, perkembangan-perkembangan di dunia internasional juga mempengaruhi formulasi kebijakan Iuar negeri Amerika Serikat. Deegan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional pasta Perang Dingin, hubungan-hubungan intemasional telah pula dipengaruhi oleh isu-isu baru yang menonjol seperti demokrafisasi, lingkungan hidup, dan hak asasi manusia (low politics/non-conventional)Tidaklah mengherankan kalau kebijakan luar negeripun seringkali mengalami penyesuaian-penyesuaian (adaptive) karena dipengaruhi oleh isu-isu tersebut dalam politik luar negerinya, khususnya hak asasi manusia. Tujuan tesis ini adalah untuk mengkaji apakah dalam kasus Timor Timur, kebijakan luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengalami perubahan dari yang awalnya bersifat akomodatif. Metode yang digunakan adalah studi komparatif melalui pendekatan teori perubahan kebijakan. Hasil analisis mengambarkan bahwa seiring dengan munculnya paradigma baru dalam tata hubungan internasional setelah berakhirnya Perang Dingin politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Indonesia mengenai: masalah Timor Timur berangsur-angsur mengalami perubahan. Pengaruh dari politik domestik dan politik internasional telah mempengaruhi pemerintahan untuk mengambil kebijakan yang mengarah pada kecenderungan tersebut. Melalui kebijakan HAM, Amerika mulai menilai kembali kebijakannya terhadap Indonesia mengenai masalah Timor Timur, terutama setelah semakin gencar terjadinya pelanggaran HAM di Timor Timur.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Harun Alrasyid
Abstrak :
Topik tentang DPRD ini sengaja penulis munculnya untuk menggugah semangat demokratisasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang sekarang ini menjadi isu penting dalam kehidupan politik lokal. Upaya untuk mewujudkan demokrasi di tataran lokal, dibutuhkan adanya lembaga perwakilan lokal yang berdaya dan memiliki kedudukan yang kuat dalam mewakili kepentingan rakyat. Karena itu, isu pemberdayaan DPRD menjadi salah satu elemen penting terwujudnya sistem pemerintahan daerah yang demokratis. Kedudukan DPRD pada masa reformasi seperti sekarang ini sangat berbeda dengan masa Orde Baru. Pada masa Orde Baru, kedudukan DPRD berada pada posisi yang inferior bila berhadapan dengan Kepala Daerah, namun pada era reformasi, justru DPRD berada pada posisi yang superior. Hal ini dapat dilihat dari ketentuan UU No. 22 Tahun 1999 di mana secara kelembagaan DPRD bukan lagi sebagai bagian dari Pemerintah Daerah melainkan sebagai mitra sejajar dalam kedudukannya sebagai lembaga yang berwenang meminta pertanggungjawaban Kepala Daerah, membuat kebijakan daerah, mengontrol jalannya pemerintahan dan membuat anggaran daerah. Karena itu, kedudukan DPRD pada era reformasi lebih beruntung karena memiliki bargaining position yang lebih kuat dalam menentukan arah kehidupan politik di daerah. Kedudukan DPRD yang kuat dalam konstelasi pemerintahan daerah seperti saat ini mempunyai dua implikasi terhadap kondisi politik di Daerah. Implikasi pertama adalah munculnya kehidupan politik yang lebih demokratis karena menguatnya posisi rakyat yang direpresentasikan oleh para wakilnya di DPRD dalam proses sistem politik lokal. Asumsi dasar dari implikasi pertama ini, Kepala Daerah (eksekutif) tidak lagi dominan untuk membuat berbagai kebijakan dan tidak bisa lagi mengabaikan kepentingan rakyat, karena segala tindakannya senantiasa dikontrol oleh DPRD. Implikasi kedua adalah munculnya arogansi DPRD karena memillki kekuasaan yang jauh Iebih besar dibandingkan dengan Kepala Daerah. Implikasi ini dapat menimbulkan tindakan atau perilaku anggota DPRD yang tidak sesuai dengan etika politik dan pemerintahan, seperti kasus yang marak di berbagai daerah, yakni praktek money politik. Implikasi yang muncul di daerah setelah diberlakukannya kebijakan otonomi daerah tersebut menggugah minat penulis untuk meneliti lebih mendalam sejauhmana kontrol DPRD Kabupaten Bekasi dilaksanakan dan bagaimana dampaknya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah yang balk. Di samping itu, penulis juga mencoba menjawab faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis ditemukan fakta bahwa DPRD Kabupaten Bekasi belum optimal dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Indikasinya terlihat dari kemampuan DPRD dalam mengontrol pemerintah melalui kewenangan membuat anggaran daerah yang cenderung lebih mengutamakan kepentingan DPRD dan Kepala Daerah ketimbang kepentingan rakyat. Sebagai "wakil rakyat", DPRD juga tidak optimal dalam mewujudkan aspirasi rakyat ke dalam kebijakan daerah yang dibuatnya. Lemahnya kemampuan DPRD mengontrol penyelenggaraan pemerintahan daerah memberikan indikasi bahwa perjuangan untuk terbentuknya suatu pemerintahan daerah yang transparan, akuntabel dan partisipatif atau dikenal dengan istilah good governance masih membutuhkan waktu. Di samping itu, penulis juga menemukan beberapa faktor yang mempengaruhi kontrol DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat :dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari pendidikan dan pengalman politik anggota DPRD, kepentingan partai politik, hubungan Kepala Daerah dengan DPRD serta mekanisme atau prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Faktor internal yang cukup dominan mempengaruhi efektivitas kontrol DPRD adalah mekanisme/ prosedur penggunaan hak-hak DPRD. Walaupun anggota DPRD memiliki hak-hak yang lebih luas, namun penggunaan hak-hak tersebut seringkali tidak dapat diwujudkan secara optimal, karena terkendala oleh aturan yang sangat birokratis. Mekanisme seperti ini dirasakan menjadi kendala bagi anggota-anggota DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sedangkan faktor eksternal adalah pengaruh kelompok kepentingan yang terdiri dari kalangan pengusaha dan kelompok penekan yang terdiri dari berbagai kalangan masyarakat yang tergabung dalam kelompok swadaya masyarakat. Kedua kelompok ini memiliki kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan daerah walaupun cara yang digunakan berbeda. Kelompok kepentingan lebih persuasif dalam mempengaruhi para aktor pembuat kebijakan, sedangkan kelompok penekan lebih agresif dalam mempengaruhinya, bahkan dalam beberapa kasus cenderung menggunakan cara-cara intimidasi dengan mengerahkan massa dan juga kekerasan untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh DPRD dan Kepala Daerah.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T389
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bismantara
Abstrak :
Penelitian ini mencoba untuk menggambarkan upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di wilayah, Aceh. Sebagai sebuah pemerintahan yang mempunyai karakteristik transisional adalah penting untuk melihat bahwa apapun upaya yang dilakukan oleh pemerintah pada titik itu akan sangat menentukan pola penyelesaian yang akan dikembangkan pada tahap dan waktu selanjutnya. Penelitian ini memfokuskan dirinya faktor perbedaan tindakan antara militer dan nonmiliter, reaksi mahasiswa terhadap langkah penyelesaian yang dikeluarkan oleh Habibie dan situasi reformasi yang menjadi situasi yang dominan dalam pemerintahan Habibie. Ketiga faktor inilah yang diduga menjadi faktor yang menghambat penyelesaian konflik di Aceh dalam masa pemerintahan Habibie. Dengan menggunakan teori kelompok yang menganalisa kelompok elit yang memerintah (the governing elites), elit yang berada di luar (the non-governing elites) dan massa (non-elites), penelitian ini berupaya untuk melihat interaksi antar kelompok yang berbeda dalam penyelesaian konflik yang berada di Aceh. Penelitian ini menggunakan metode analisa data sekunder. Hasil dari penelitian ini adalah adanya situasi reforma.si yang menyebabkan perbedaan tindakan antara militer dan non-militer di Aceh. Perbedaan tindakan ini memperkuat reaksi oposisional mahasiswa yang juga turut mempengaruhi upaya penyelesaian konflik di Aceh di masa pemerintahan Habibie.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmad Budiaji
Abstrak :
MPR hasil pemilihan umum tahun 1997 dalam sidang umumnya yang diselenggarakan tahun 1998 telah membahas materi tentang HAM untuk ditetapkan menjadi ketetapan MPR tersendiri sebagai usulan dari Fraksi Persatuan Pembangunan (F-PP) dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (F-PDI). Pada akhirnya, HAM gagal disahkan dalam bentuk ketetapan tersendiri tetapi ada beberapa butir pokok-pokok pemikiran tentang HAM yang masuk menjadi bagian Ketetapan MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), gagasan yang awalnya di dukung oleh tri-fraksi terdiri F-KP, F-ABRI, dan F-UD. Tesis ini mencoba mencari jawaban mengapa HAM tidak dijadikan Ketetapan MPR tersendiri. Idealnya hak asasi manusia adalah muatan sebuah konstitusi atau Undang-Undang Dasar. Namun, karena ada konsensus politik pada masa Orde Baru yang tidak berkehendak untuk mengubah UUD 1945 maka gagasan untuk memasukkan HAM dalam UUD 1945 dengan jalan mengubah atau mengamandemen menemui jalan buntu. Oleh karena itu, usulan agar HAM ditetapkan dalam satu naskah ketetapan MPR sehingga menjadi semacam bill of rights, menjadi pilihan yang wajar apalagi sejarah menunjukkan pada masa MPRS tahun 1968 telah berhasil menyusun naskah HAM. Hasil penelitian menunjukkan maksud mengajukan rantap HAM adalah agar secara yuridis konstitusional menjadi pedoman pelaksanaan perlindungan HAM dan kewajiban serta tanggungjawah sosial secara kolektif maupun individu, yang bersifat menyeluruh bukan sekedar kebijaksanaan parsial. Bila HAM hanya ditampung dalam GBHN kurang tepat karena (1) hanya memuat garis-garis besar sehingga materi HAM tak tertampung seluruhnya, (2) hanya berlaku selama lima tahun, (3) selalu terbuka untuk ditinjau kembali dan (4) selalu terbuka diubah sama sekali. Dari proses usulan dan pembahasan ditemukan bahwa tri-fraksi menilai lahirnya TAP MPR tentang HAM akan menyulitkan pemerintah yang sedang dihadapkan pada kondisi pemulihan krisis ekonomi dan ancaman instabilitas politik. Secara bersamaan, adanya usulan yang gagasannya datang dari Presiden Suharto untuk melahirkan TAP MPR tentang pelimpahan tugas dan wewenang khusus kepada Presiden, menjadi salah satu faktor yang kontradiktif bagi penegakan hak asasi manusia dan usulan TAP MPR tentang HAM. Pada akhirnya sumbangan terbesar penyebab kegagalan TAP MPR tentang HAM adalah konstelasi politik MPR yang lebih merepresentasikan politik Orde Baru yang bercorak birokratik otoritarian dengan korporatisme negara yang terjelma dalam hubungan kekuasaan antara Presiden Suharto dengan tri-fraksi sebagai kekuatan politik dominan. Pada sisi yang lain, F-PP dan F PDI sebagai fraksi pengusul Rantap HAM merupakan kekuatan minoritas yang tak mampu menjalankan fungsi kontrol atau bertindak sebagai kekuatan oposisi. Perdebatan HAM yang diwarnai isu dalam konteks hubungan internasional menunjukkan adanya kesadaran pengaruh eksternal terhadap tekanan dan tuntutan untuk penegakan HAM, melalui badan kerjasama internasional atau kerjasama bantuan ekonomi. Demikian juga ada kesadaran dari semua fraksi bahwa dinamika internal berupa tuntutan penegakan hak asasi manusia merupakan konsekuensi logis dari hasil pembangunan yang melahirkan kelas terdidik dalam masyarakat yang menginginkan partisipasi politik dalam konteks penegakan hak asasi. Isu HAM pada konteks pemahaman universalitas dan relativisme menunjukkan posisi fraksi yang berbeda, pada sisi tri-fraksi ada kecenderungan kuat menolak paham universalisme. sedang sisi yang lain antara F-PP dan F-PDI tidak mempermasalahkan pandangan universalisme meskipun mengakui relativisme dalam konteks Indonesia. Isu pelanggaran HAM yang muncul dalam perdebatan ditengarai lebih banyak dilakukan oleh unsur negara, karena faktor struktural kuatnya negara dan kebijakan pembangunan yang berasumsi pembangunan ekonomi dengan pengorbanan aspek politik, disisi lain aspek kultural masyarakat yang bersikap menerima.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Charles Ferdinand
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada analisis kebijakan luar negeri dan keamanan bersama Uni Eropa (Common Foreign and security Policy ) pada tahun 1997-1999. Secara lebih spesifik membahas respons entitas Uni Eropa (UE) terhadap dinamika perubahan lingkungan eksternal maupun internalnya, dengan menggunakan pendekatan sistem kebijakan luar negeri dan model constraints and opportunities. Variabel independen dalam penelitian ini berasal dari lingkungan eksternal UE, yaitu_ kebijakan burden sharing AS ke UE, dan dari lingkungan internal UE adalah politik identitas Eropa. Keterhubungan logis antarvariabel diperlihatkan melalui pengaruh pemunculan serangkaian peluang dan hambatan yang berasal dari kedua variabel independen, terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, kebijakan burden sharing AS-UE dan politik identitas Eropa diduga mempengaruhi pemunculan serangkaian peluang dan hambatan terhadap peningkatan peran internasional LTE pada tahun 1997-1999. Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa peluang bagi peningkatan peran internasional UE muncul dari adanya interaksi antara kebijakan burden sharing AS-UE yang berjalan selaras dengan fenomena politik identitas UE, dan sama-sama dilandasi oleh pengembangan nilai-nilai peradaban Barat. Kedekatan secara kultural antara kedua entitas tersebut dalam peradaban Barat memungkinkan keduanya melakukan kerjasama yang cukup dalam, hingga hal ini merupakan peluang bagi UE untuk meningkatkan peran internasionalnya. Di sisi lainnya, hambatan bagi peningkatan peran internasional UE disebabkan karena dari lingkungan eksternal UE terjadi kompetisi antara AS dan LIE, yang mana hal ini juga inheren dalam suatu kerjasama. Dari sisi internal UE, politik identitas UE dapat menjelaskan bagaimana UE sebagai bagian dari peradaban Barat harus berbenturan dengan persoalan identitas kultural. Peluang dan hambatan di atas kemudian menyebabkan UE pada tahun 1997 harus melakukan reformasi institusional agar CFSP dapat diterapkan secara lebih efektif, dan dengan demikian akan dapat meningkatkan pula peran internasional UE. Perjanjian Amsterdam, menyepakati ditingkatkannya sarana untuk mencapai tujuan berupa peningkatan peran intemasional UE sebagai kolaborator kawasan, kepemimpinan, sekutu, dan promoter of security, mediator, dan independen.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vedi Kurnia Buana
Abstrak :
Sampai dengan awal tahun 1990, tidak pernah terbayangkan bahwa sebuah negara yang masih menganut ideologi sosialis-komunis seperti Vietnam dapat menjadi anggota ASEAN. Diterimanya Vietnam sebagai anggota ke-7 ASEAN tentunya tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses yang panjang. Proses ini melibatkan kedua belah pihak, yaitu Vietnam sendiri dan organisasi regional ASEAN. Tesis ini akan berusaha menjawab permasalahan utama yang menjadi dasar penulisan ini, yaitu seberapa jauh perubahan kebijakan luar negeri Vietnam yang ditujukan ke ASEAN dan bagaimana ASEAN sendiri merespon perubahan tersebut sehingga akhirnya Vietnam diterima sebagai anggota ASEAN ke-7. Sebagai alat bantu dalam analisa, digunakan beberapa teori yang pada pokoknya adalah melihat bagaimana melihat perubahan politik luar negeri Vietnam dapat terjadi. Perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal maupun internal ternyata membawa pengaruh yang besar terhadap kebijakan politik luar negeri suatu negara,, atau dengan kata lain, perubahan yang terjadi tersebut akan mempengaruhi setiap perumusan politik luar negeri. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut membawa implikasi pada strategi/gaya suatu negara terhadap negara lainnya. Fenomena politik luar negeri juga dapat dilihat sebagai suatu tingkah laku yang adaptif. Politik Luar Negeri suatu negara dikatakan adaptif, apabila politik luar negeri itu mampu menghadapi/menstimulasi perubahan-perubahan pada lingkungan eksternal dari suatu mayarakat yang memberi kontribusi terhadap upaya-upaya untuk mempertahankan struktur esensial dari suatu society di dalam batas-batas yang dapat diterima. Dari analisa berbagai fakta yang ada, dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa perubahan struktur sistem internasional seiring meredanya Perang Dingin membawa beberapa konsekuensi bagi para pemimpin Vietnam untuk mengkaji ulang kebijakan politik luar negerinya. Secara umum perubahan perilaku Vietnam ini memberikan konsekuensi pada lebih adaptifnya pola hubungan luar negeri Vietnam, terutama dengan negara-negara tetangga terdekat yang tergabung dalam ASEAN. Runtuhnya Uni Soviet di tahun 1991 semakin memacu Vietnam untuk membuka diri dan adaptif di lingkungan konsentrisnya yang selama ini selalu bercirikan konfrontasi. Format baru kebijakan luar negeri Vietnam yang adaptif terhadap lingkungan terdekatnya ditandai dengan serangkaian tindakan dan kebijakan yang mendorong negara-negara tetangga yang tergabung dalam ASEAN tidak lagi memandang Vietnam sebagai ancaman. Rangkaian tindakan dan kebijakan tersebut didorong oleh hasrat Vietnam untuk menjadi anggota ASEAN, guna mendapatkan keuntungan di bidang ekonomi dan politik. Vietnam menyadari bahwa ASEAN yang baru adalah mengejar tujuan-tujuan ekonomi, dan pencapaian tujuan tersebut secara tradisional dirujukkan oleh ASEAN dengan terlebih dahulu menciptakan stabilitas, bukan tuntutan semacam demokratisasi atau turut campur dalam aspek-aspek kehidupan negara lainnya. Pertimbangan ASEAN yang utama dalam menerima Vietnam sebagai anggota adalah untuk menghindarkan konflik baru, mengadakan kerjasama ekonomi yang sating menguntungkan, dan mengajak untuk mengembangkan stabilitas kawasan yang selama ini sulit diwujudkan karena penentangan Hanoi. Selain itu, keanggotaan Vietnam di ASEAN juga diacukan sebagai strategi dalam mewujudkan cita-cita ASEAN selama ini untuk membentuk ASEAN-10, yaitu ASEAN yang beranggotakan seluruh negara anggota kawasan Asia Tenggara.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T926
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Edi Dikdaya
Abstrak :
Dunia perbankan di Indonesia mulai semarak setelah pemerintah melancarkan serangkaian kebijaksanaan deregulasi diantaranya yang sangat berpengaruh adalah paket kebijaksanaan 27 Oktober 1988 (pakto 88). Hal ini sejalan dengan harapan oleh pemerintah yang bertujuan mengerahkan dana masyarakat dengan jalan membuka kesempatan untuk didirikannya bank-bank baru. Nampaknya usaha pemerintah ini berhasil terbukti dengan makin menjamurnya jumlah kantor bank maupun bank-bank baru. Inilah perkembangan yang diharapkan, tetapi perkembangan baru ini juga dinikmati oleh orang-orang yang berniat jahat dengan jalan memanfaatkan kelemahan-kelemahan yang ada. Hal ini bisa dilihat pada angka kejahatan di bidang perbankan yang dicatat dan ditangani polisi. Baik secara kuantitas dan kualitas meningkat. Meningkatnya kejahatan di bidang perbankan merupakan tantangan baru baik bagi aparat penegak hukum, lebih-lebih lagi para pengusaha bank. Betapa tidak karena bank sebagai perusahaan jasa yang mengandalkan serta menggantungkan kepercayaan masyarakat (nasabah), maka jaminan terhadap keamanannya sangat penting. Dari seluruh kasus yang pernah terjadi kejahatan yang dilakukan oleh oknum pejabat atau pimpinan pada umumnya menimbulkan kerugian yang tinggi, coritohnya adalah kasus Bank Perkembangan Asia (BPA), Bank Duta dan Bank Umum Majapahit Jaya (BUMJ). Kasus PT. BAR bermula pada perbuatan yang dilakukan oleh komisaris, Direktur Kredit, Direktur Operasional yang menyebabkan PT. BAR dilikuidasi oleh Menteri keuangan Tanggal 1 Nopember 1997 sehingga esoknya bank inidinyatakan ditutup. Berdasarkan penelitian yang dilakukan ada berbagai tindak kejahatan yang dilakukan oleh- pimpinan PT. BAR dan dibantu teman-temannya. Modus operandi kejahatan yang dilakukan adalah memberikan kredit memberikan batas yang telah ditentukan. Oleh Undang-undang Perbankan yaitu 10% dari modal bank kepada debitur terkait dan 24% dari modal bank untuk debitur tidak terkait. Tindak kejahatan yang dilakukan oleh HENRY LIEM dkk. ini tergolong white collar crime yaitu kejahatan yang dilakukan oleh orang berstatus sosial tinggi dalam lingkup jabatannya. White collar crime merupakan kejahatan berdimensi baru dalam arti berbeda dengan kejahatan tradisional. Perbedaan tersebut misalnya dalam hal modus operandi, pelaku, tiadanya penggunaan kekerasan, aspek kerugian dan lainnya yang pada intinya lebih merugikan dan canggih dari pada kejahatan tradisional (perampokan, pencurian, penodongan dan sebaginya). White Collar Crime dalam perbankan seringkali sulit dibuktikan dan kalu terbukti membutuhkan waktu relatif lama, karena dilakukan dalam tugas operasional sehari-hari. Di dalam kasus PT BAR kerugian yang ditimbulkan adalah sebesar Rp 110.660.000.000,- Dilihat dari modus operandinya kasus ini dengan melebihi Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang telah melebihi modal disetor pemilik bank tersebut. Penelitian ini bersifat deskriminatif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif yaitu suatu pendekatan yang berusaha merinci suatu fenomena secara mendalam melalui wawancara dengan nara sumber dan meneliti Berita Acara Pemeriksaan. Penelitian ini ditandai oleh suatu usaha menggambarkan kenyataan atau kasus empiric, informasi-informasi yang didapat baik melalui studi kepustakaan, studi lapangan dan wawancara terhadap nara sumber yang kemudian data-data tersebut diolah sehingga dapat menjawab permasalahan.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T1425
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>