Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Daniel Hadimartana
"Tesis ini disusun untuk mengetahui efektifitas alat ukur Modified Mobility Interaction Fall Chart (Modified MIF Chart), sebagai alat ukur untuk menapis risiko jatuh, khususnya pada populasi lansia di panti wreda. Desain penelitian adalah cohort prospective dengan menilai komponen performa fisik menggunakan Stop walking when talking (SWWT) dan Difference Time Up and Go (DiffTUG), komponen fungsi visual yang menilai ketajaman penglihatan dengan Snellen chart, dan komponen kognisi yang dinilai menggunakan Montreal Cognitive Assesment versi Bahasa Indonesia (MoCA-INA) pada awal studi dan ditentukan tingkat risiko jatuh. Didapatkan subjek penelitian (n=111) yang menyelesaikan Modified MIF Chart kemudian dilakukan observasi kejadian jatuh selama tiga bulan. Terdapat 12 (10,8%) kejadian jatuh dari seluruh subjek. Terdapat perbedaan bermakna (p=0,038) antara kelompok risiko jatuh tinggi yang mengalami kejadian jatuh sebanyak 8 (18,6%) dibandingkan 4 kejadian jatuh (5,9%) pada kelompok risiko jatuh rendah dengan AUC 0,657 (95% CI: 0,49-0,82). Didapatkan sensitifitas dan spesifisitas Modified MIF chart secara berurutan adalah 64,6% dan 66,7%. Kesimpulan penelitian ini adalah Modified MIF Chart dapat digunakan sebagai alat penapis risiko jatuh pada lansia di panti wreda, tetapi tetap perlu memperhatikan faktor-faktor risiko jatuh internal dan eksternal lain yang belum dinilai oleh Modified MIF Chart.

This thesis is designed to determine the effectiveness of the Modified Mobility Interaction Fall Chart (Modified MIF Chart) as a tool to screen the risk of falls, especially in the elderly population in nursing homes. The research design was a prospective cohort by assessing the physical performance components using Stop walking when talking (SWWT) and Difference Time Up and Go (DiffTUG), a visual function component that assessed visual acuity using a Snellen chart, and a cognitive component assessed using the Montreal Cognitive Assessment. Indonesian language version (MoCA-INA) at the start of the study and the level of risk of falling was determined. Obtained research subjects (n = 111) who completed the Modified MIF Chart then observed the fall for three months. There were 12 (10.8%) incidence of falls for all subjects. There was a significant difference (p = 0.038) between the high risk group who experienced falls as much as 8 (18.6%) compared to 4 falls (5.9%) in the low risk group with AUC 0.657 (95% CI: 0, 49- 0.82). The sensitivity and specificity of the Modified MIF chart are 64.6% and 66.7%, respectively. The conclusion of this study is that the Modified MIF Chart can be used as a means of screening for the risk of falls in the elderly in nursing homes, but still needs to consider other internal and external risk factors that have not been assessed by the Modified MIF Chart."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Andwi Setiawan Kokok
"Tesis ini disusun untuk menilai perbedaan skor nyeri (VAS), fleksibilitas (LGS), kemampuan fungsional (WOMAC) dan ketebalan ligamen kolateral medial pada pasien osteoarthritis lutut sebelum dan sesudah mendapatkan Shock Wave Therapy. Penelitian ini menggunakan desain pre-post. Subjek penelitian adalah pasien OA lutut berusia 50 hingga 70 tahun dengan derajat Kellgren-Lawrence 2-3 dan cedera MCL derajat 1 (ketebalan MCL lebih dari 5,6 mm), skor nyeri sedang (31 – 69 mm), dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan telah menandatangani lembar persetujuan penelitian setelah mendapat penjelasan. Semua subjek penelitian (n=14) dievaluasi terkait nilai dasar skor nyeri, lingkup gerak sendi, kemampuan fungsional, dan ketebalan MCL. Selama penelitian didapatkan dropout sebanyak 2 subjek (n=12). Terapi SWT diberikan sebanyak 3 kali dengan interval 1 minggu, masing-masing sesi mendapatkan 4000 shock dengan intensitas 1,5 – 4 Bar yang dinaikkan secara bertahap. Terapi SWT dilakukan dengan subjek berada pada posisi berbaring terlentang, lutut ditekuk 90o, tanpa pemberian analgesik topikal. Penilaian Kembali dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8 dan didapatkan perbedaan skor nyeri yang bermakna dari 51,09+13,81 menjadi 29,33+19,95 (p < 0,001), perbedaan skor WOMAC yang bermakna dari 37,5+16,61 menjadi 29,17+16,58 (p = 0,007), perbedaan ketebalan MCL yang bermakna dari 7,73+1,59 mm menjadi 6,8+1,75 (p = 0,01), dan perbedaan yang tidak bermakna pada fleksibilitas (p = 0,317). Kesimpulan penelitian ini adalah karakteristik umum pasien OA lutut di RSUPNCM memiliki rerata usia 59 tahun, berjenis kelamin perempuan, dengan derajat KL 3, terdapat perbedaan bermakna pada skor nyeri, kemampuan fungsional, dan ketebalan MCL yang bermakna sesudah mendapatkan terapi ESWT, tidak terdapat perbedaan bermakna pada fleksibilitas sesudah mendapatkan terapi ESWT.

This thesis was aimed to measure changes in pain score (VAS), flexibility (ROM), functional score (WOMAC), and medial collateral ligament size in knee osteoarthritis patient before and after getting Shock Wave Therapy. The design is pre-post design. The subjects were knee OA patient, ages range from 50 – 70 years old, with Kellgren-Lawrence grade 2-3 and grade 1 MCL sprain (MCL size is more than 5,6 mm), moderate pain score (31 – 69 mm), willing to participate in this study and has signed the informed consent after getting thorough explanation about the study. All subjects (n=14) were evaluated regarding baseline pain score, ROM, functional score, and MCL size. During this research 2 subjects dropped out (n- =12). Shock Wave Therapy was given 3 times with 1-week interval. All subjects were given 4000 shocks with intensity 1,5 – 4 Bar (raised gradually) each session. The therapy were given in supine position, knee flexed 90o, without topical anesthetic. Re-evaluation were done in week 4 and week 8, and were found significant difference in pain score from 51,09+13,81 to 29,33+19,95 (p < 0.001), significant difference in WOMAC score from 37,5+16,61 to 29,17+16,58 (p = 0.007), significant difference in MCL size from 7,73+1,59 mm to 6,8+1,75 (p = 0.01). No significant difference was found in knee ROM (p = 0.317). The conclusions of this study are typical characteristic of knee OA in RSUPNCM has average age 59 years old, female, and KL grade 3, and significant difference in pain score, functional score, and MCL size after getting SWT treatment, no significant difference in knee ROM after getting SWT treatment."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Miranda
"Tesis ini disusun untuk mengetahui data profile MEP dan APB serta efek latihan penguatan otot ekspirasi dengan perangkat PEP terhadap MEP dan APB pada lansia sedentary. Penelitian menggunakan desain uji acak terkontrol (randomized control trial) dengan latihan PLB sebagai kontrol. Subjek penelitian adalah lansia berusia lebih dari 60 hingga 75 tahun, sedentary, MocaINA ≥ 26, tidak merokok dalam 5 tahun terakhir, memiliki care giver, dapat berbahasa Indonesia, nilai spirometri normal atau abnormal, dapat memahami dan mempraktekkan dengan benar penggunaan alat PEP dan latihan PLB, bersedia mengisi log book dengan benar dan teratur dan bersedia mengikuti penelitian secara sukarela serta menandatangani lembar persetujuan. Semua subjek penelitian (n=72) yaitu 35 orang dari kelompok PEP dan 37 orang dari kelompok PLB dilakukan penilaian MEP dan APB pada awal minggu pertama serta penentuan intensitas latihan yaitu 50% 1 RM pada kelompok PEP. Latihan dilanjutkan sebagai home program selama 4 minggu dengan kelompok PEP melakukan kunjungan setiap minggu untuk menentukan intensitas latihan yaitu 50% dari 1 RM yang baru sedangkan kelompok latihan PLB melakukan kunjungan pada minggu ketiga untuk evaluasi. Selama penelitian terdapat 6 subjek penelitian yang drop out, 2 dari kelompok PEP dan 4 dari kelompok PLB. Pada awal minggu kelima dilakukan kembali penilaian MEP dan APB pada kedua kelompok didapatkan kenaikan MEP dan APB yang secara klinis dan statistik signifikan ( p < 0,001) dengan kenaikan yang lebih besar pada kelompok PEP dan secara statistik kenaikan pada kelompok PEP jika dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada kelompok PLB adalah signifikan (p < 0,001). Kesimpulan penelitian ini adalah data profile MEP lansia sedentary adalah rata-rata 48,73 ± 19,14 cmH2O pada kelompok PEP dan 40,61 ± 14,49 cmH2O pada kelompok PLB sedangkan data profile APB pada kelompok PEP rata-rata 268,64 ± 97,28 l/m dan 274,15 ± 79,25 l/m pada kelompok PLB. Latihan pernafasan dengan menggunakan perangkat PEP dapat meningkatkan nilai MEP dan APB pada lansia sedentary dimana didapatkan nilai median ∆ MEP adalah 23 (10 – 38) cmH2O dan nilai median ∆ APB adalah 40 (15 – 135) l/m dan secara statistik bermakna dengan nilai p < 0,001.

This Thesis was aimed to determine the profile data of MEP and PCF as well as the effect of expiratory muscle strength training with PEP to MEP and PCF in sedentary elderly. The design was randomized control trial with PLB exercise as control. The subjects were eldery, ages more than 60 to 75 years old who were sedentary with MocaINA ≥ 26, no active history of cigarette smoking in the last 5 years, had assistance of care giver, actively speaking in Bahasa Indonesia, had normal or abnormal spirometry value, understood and were able to practice PEP or PLB exercise correctly, filling out log book regularly and correctly and voluntarily willing to join the research and signed signed inform consent form. All subjects (n=72) consisted of 35 subjects in PEP group and 37 subjects in control group (assigned to do PLB exercise). In the beginning of the first week the subject’MEP and PCF values were obtained and the intensity of exercise using PEP was determined at 50% of 1 RM. Exercise was continued as a home program for 4 weeks with the PEP group asked to come weekly to cardiorespiratory outpatient clinic in rehabilitation department to determine a new exercise intensity of 50% of the new 1 RM. While subjects in the PLB group came to cardiorespiratory outpatient clinic at the beginning of the third week to be evaluated. During this research 6 subjects dropped out, 2 subjects from PEP group and 4 subjects from PLB group. At the beginning of fifth week, MEP and PCF values were reassessed and the result demonstrated an increase in both MEP and PCF values (clinically and statistically) in both groups with a greater increase in PEP group. The increase in MEP and PCF values in PEP group was significant in comparison to the PLB group (p < 0,001. The study concluded that average profile data of MEP in sedentary elderly were 48,73 ± 19,14 cmH2O in PEP group and 40,61 ± 14,49 cmH2O in PLB group whereas average profile data of PCF in sedentary elderly were 268,64 ± 97,28 l/m and 274,15 ± 79,25 l/m in PLB group. Expiratory muscle strength training with PEP could increase MEP and PCF values in sedentary elderly with median ∆ MEP was 23 (10 – 38) cmH2O and median ∆ PCF was 40 (15 – 135) l/m and the increase was statistically significant with p < 0,001."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Gustian Halim
"Tesis ini disusun untuk menilai hubungan tingkat disabilitas pasien stroke dengan tingkat kualitas hidup pelaku rawat informal. Desain penelitian adalah studi potong lintang dengan menilai tingkat disabilitas pasien stroke menggunakan Indeks Barthel Modifikasi Shah dan tingkat kualitas hidup pelaku rawat informal dengan SF-36. Subjek penelitian adalah 50 orang pasien stroke kronis dan 50 orang pelaku rawat informal. Wawancara dilakukan melalui tatap muka langsung (23 orang pasien stroke dan 23 orang pelaku rawat informal) dan melalui tatap muka video call (27 orang pasien stroke dan 27 orang pelaku rawat informal). Penelitian ini mendapatkan bahwa nilai tengah tingkat disabilitas pasien stroke adalah 82,5 (16 – 100) dan nilai rerata tingkat kualitas hidup pelaku rawat informal adalah 69,69 + 20,32. Nilai subskala kualitas hidup pelaku rawat informal untuk komponen fisik adalah 73,7 (20,63 – 97,5) dan komponen mental adalah 69,8 + 21,93. Dilakukan uji korelasi Spearman antara Indeks Barthel Modifikasi Shah dan SF-36 dengan hasil yang didapatkan adalah korelasi positif sedang yang signifikan (r=0,6, p<0,001). Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan korelasi positif sedang yang bermakna antara tingkat disabilitas pasien stroke dengan tingkat kualitas hidup pelaku rawat informal.

This thesis is designed to determine the correlation between disability level of stroke patient and quality of life of informal caregiver. The research design is a cross sectional study using Shah Modified Barthel Index to assess the disability level of stroke patient and SF-36 to assess quality of life of informal caregiver. Subjects of this study is 50 stroke patients and 50 informal caregivers. The interview was done by direct face to face setting (for 23 stroke patients and 23 informal caregivers) and indirect face to face setting using video call (for 27 stroke patients and 27 informal caregivers). The median score of disability level of stroke patient in this study is 82,5 (16 – 100) and mean score of quality of life of informal caregiver is 69,69 + 20,32. The score for the subscales of quality of life are 73,7 (20,63 – 97,5) for physical components and 69,8 + 21,93 for mental components. Spearman correlation test was done for disability level of stroke patient and quality of life of informal caregiver which resulted moderate positive correlation (r=0,6, p<0,001). This study concluded that there is moderate positive correlation between disability level of stroke patient and quality of life of informal caregiver."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Teffy Aulia Merry Dame
"Latar belakang: GPK adalah gangguan neurodevelopmental yang dikarakteristikkan dengan gangguan performa motorik dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang tidak konsisten dengan usia dan intelegensi anak. Penyandang GPK juga memiliki gangguan keseimbangan selain gangguan motorik kasar dan halus yang memiliki ciri khas berupa kesulitan dalam proses pembelajaran motorik, sehingga akan membutuhkan waktu yang lebih lama dalam prosesnya. Akibat gangguan yang dimilikinya, anak dengan GPK cenderung melakukan isolasi dan restriksi dari beragam aktivitas fisik yang apabila tidak dikoreksi dapat memberikan defisit di bidang lainnya seperti akademis, perawatan diri bahkan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kualitas hidup anak. Gangguan ini dapat menetap hingga dewasa namun apabila diberikan intervensi dapat memberikan keluaran yang lebih baik dalam performa motorik anak, sehingga sebuah intervensi penting untuk diberikan. Penyandang GPK memiliki defisit mulai dari gerakan yang diinisiasi diri, gangguan motorik prefungsional, Kemampuan kontrol motoric dan performa motorik serta keterampilan motorik yang akhirnya mempengaruhi fungsi motoric adaptifnya, dalam hal ini bermain. Sementara engklek sendiri berperan dalam fungsi motorik adaptif yaitu bermain bersama dalam komunitas, yang aktivitasnya meliputi lompat,lempar dan berbalik, yang dengan pelatihan dapat meningkatkan fungsi koordinasi serta keseimbangan dan tidak lupa peningkatan motivasi bergerak serta memenuhi unsur praktek berulang.
Metode: Penelitian ini merupakan studi intervensi dengan consecutive sampling pada 18 orang anak sekolah dasar berusia 6-12 tahun dengan GPK yang memiliki skor motorik pada zona merah berdasarkan penilaian dengan Movement Assessment Battery for Children-2. Intervensi yang diberikan berupa latihan engklek sebanyak 2x/minggu sebanyak 10 kali putaran selama 6 minggu.
Hasil: Dari hasil penilaian skor pada awal, minggu ketiga dan akhir penelitian didapatkan peningkatan fungsi keseimbangan, namun hasilnya tidak signifikan secara statistik. Tidak signifikannya perbaikan ini dapat didasari oleh dasar mekanisme pada GPK yaitu kesulitan dalam proses pembelajaran motorik itu sendiri. Dalam penelitian ini, tiap anak hanya mendapatkan 120x momen permainan engklek total yang setara dengan 520 kali pengulangan lompat dengan satu kaki. Sehingga,penyandang GPK perlu lebih banyak latihan untuk menyesuaikan dengan kondisinya
Kesimpulan: permainan tradisional engklek memberikan perbaikan skor keseimbangan pada anak dengan GPK yang tidak signifikan secara statistik.

DCD is a neurodevelopmental disorder characterized by motor performance problems in
daily activities that are inconsistent with the age and intelegency. Children with DCD also has a balance problem in addition to fine and gross motor problems with a characteristic of difficulty in the motor learning process, which can take a longer time in motor learning process. Due to his or her problems, child with DCD tends to make a self isolation and restriction to various physical activities. Uncorrected problems in DCD children leads to other areas deficits such as academic, self-care even mental problems that can eventually affect children quality of life. These disorders can remain to adulthood but when given the intervention can provide better output in children motor performance, so that an intervention is important to this condition. DCD children have a deficit ranging from self-initiated movements, prefunctional Motor disorders, motoric control capabilities and motor performance as well as motor skills that ultimately affect its adaptive motoric function like plays. While the Engklek itself plays a role in adaptive motor function like play together in the community, whose activities include jumping, throwing and turning, which with training can improve the function of coordination as well as balance and also increased motivation to moves and fulfill elements of repetitive practice.
Methods: This research is an intervention study with consecutive sampling in 18 elementary school children aged 6-12 years with DCD that has a motor score in the red zone based on the assessment with the Movement Assessment Battery for Children-2. The intervention given is 2x/week of Engklek training as much as 10 rounds for 6 weeks.
Results: Assessment was taken at baseline, third and final week of study which shows improved balance function, but the results were not statistically significant. This finding might because of the based on the basic mechanism of DCD i.e difficulty in the motor learning process itself. In this study, each child only gained 120x a total game moment
equivalent to 520 times the jump loop with one foot. Thus, DCD child needs more exercise to adjust to its condition.
Conclusion: Engklek traditional game usually provide balance function score improvement in children with DCD but not statistically significant.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library