Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Renny S. Azwar
Abstrak :
ABSTRAK
Sampai sekarang ini, Jakarta telah berkembang menjadi kota metropolitan dengan penduduk yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan kebudayaan. Mereka menempati tempat-tempat pemukiman yang tersebar di seluruh wilayah kota Jakarta. Ditinjau dari segi penyebaran geografis, proses asimilasi antara kelompok-kelompok sosial telah terjadi di Jakarta, yang menjadikannya kota dengan bermacam-macam kelompok minoritas tanpa kebudayaan yang dominan, sehingga Jakarta disebut sebagai "melting pot" dari bermacam-macam suku bangsa.1

Mungkin pernyataan itu tidak sepenuhnya benar, karena di tengah-tengah penduduk kota Jakarta yang dianggap memiliki "metropolitan super culture" ini,2 terdapat suatu kelompok kecil masyarakat yang berbeda dari penduduk di sekitarnya dari segi sejarah, tradisi dan adat-istiadatnya. Masyarakat Jatinegara Kaum ini masih tetap berusaha untuk menjaga keaslian mereka.

Masyarakat Jatinegara Kaum menyatakan sebagai keturunan asli Pangeran Jayakarta, berasal dari Banten yang kemudian menetap di Jakarta. Dikelilingi oleh berbagai macam suku bangsa yang menggunakan dialek Jakarta, masyarakat ini, yang sebagian besar pemakai bahasa Sunda dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga, seakan-akan terisolasi dari dunia luar, bagaikan "suatu pulau di tengah laut". Kekhasannya inilah yang mendorong untuk mengetahui lebih jauh tentang masyarakat tersebut.

Salah satu usaha untuk mencapai tujuan ini adalah dengan mengenal sastra lisan masyarakat ini (terutama cerita-cerita rakyatnya), karena dipandang dari sudut antropologi, sastra lisan mencerminkan semacam otobiografi suatu masyarakat.3

Dikemukakan selanjutnya bahwa sastra lisan memberikan suatu Cara untuk mengenal suatu kebudayaan dari dalam ke luar, bukan dari luar ke dalam. Di samping itu, sastra lisan dapat menunjukkan bagaimana suatu masyarakat memandang dirinya sendiri. Pandangan atas diri sendiri ini penting bagi siapa pun yang ingin mengenal dan memahami suatu masyarakat.

Dalam kehidupan sastra, sastra lisan tidak dapat diabaikan sebab merupakan bagian dari keseluruhan kehidupan sastra. Sastra lisan mempunyai kemungkinan untuk berperan sebagai kekayaan budaya, khususnya kekayaan sastra, sebab sastra lisan telah membimbing anggota masyarakat ke arah apresiasi, pemahaman gagasan dan peristiwa puitis berdasarkan praktek yang telah menjadi tradisi selama berabad-abad. Selain itu juga sebagai dasar komunikasi antara pencipta dan masyarakat, dalam arti ciptaan yang berdasarkan sastra lisan akan lebih mudah diganti sebab ada unsurnya yang sudah dikenal oleh masyarakat.
Setiap masyarakat di dunia memiliki kebudayaan. Batasan tentang kebudayaan sangat beraneka ragam, tergantung dari sudut pandang yang dipengaruhi minat dari masing-masing perumus batasan. Di antara perumusan-perumusan batasan tentang kebudayaan, sebagaimana yang telah dikumpulkan oleh Kroeber dan Kluckhohn, dapat dikemukakan pendapat Tylor yang banyak mempengaruhi pandangan-pandangan ilmuwan lain tentang kebudayaan, yaitu bahwa "Kebudayaan atau peradaban adalah satu keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, seni, hukum, moral, adat istiadat, kemampuankemampuan dan kebiasaan-kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat."5 Dari sudut pandang bahasa, Voegelin dan Harris menyatakan bahwa : "Bahasa adalah bagian?
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Endahwarni
Abstrak :
ABSTRAK
Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tesis ini adalah deskripsi penggunaan bahasa humor pada kelompok kesenian lawak Srimulat. Bahasa yang digunakan dalam lawakan mereka disebut dengan bahasa humor.

Kelompok kesenian lawak Srimulat adalah salah satu jenis kesenian yang ada di Indonesia khususnya di Jawa. Kesenian tidak pernah berdiri lepas dari masyarakat. Sebagai salah satu bagian yang penting dari kebudayaan, kesenian adalah ungkapan kreativitas dari kebudayaan itu sendiri. Kesenian juga selalu mempunyai peranan tertentu di dalam masyarakat yang menjadi ajangnya. Demikian pula di Indonesia, kesenian dapat ditinjau dalam konteks kebudayaan maupun kemasyarakatannya.

Salah satu kesenian yang ada di Indonesia, khususnya di Jawa, adalah kesenian panggung yang lazim disebut dengan istilah teater. Ada dua bentuk kesenian panggung atau teater,

(1) teater tradisional dan (2) teater modern. Teater tradisional, yang disebut juga teater rakyat, antara lain, adalah wayang, ketoprak, ludruk, lenong, dagelan atau lawak.

Beberapa waktu yang lalu, sekitar tahun 1984, surat kabar banyak memberitakan mengenai kesenian teater tradisional khususnya wayang orang, yang mengalami krisis kurangnya peminat atau penonton. Karena berkurangnya penonton berarti juga berkurangnya dana yang masuk, sedangkan kehidupan para anggota wayang tersebut tergantung dari banyaknya karcis yang terjual, maka timbuilah keresahan di antara para pemain dan pengelola.

Sementara itu pads waktu yang bersamaan Srimulat sebagai kesenian teater tradisional justru meningkat jumlah peminatnya. Hal ini diketahui dari penjualan karcis dan sebagai catatan selama tahun 1984, kelompok kesenian Srimulat berhasil menyedot 160.720 orang. Adanya tawaran pementasan di luar, kemudian meluasnya kesenian Srimulat sampai ke Solo dan ke Jakarta membuktikan kejayaan kelompok ini. Akan tetapi, hal ini pun tidak berlangsung lama karena sejak 1986 peminat mulai berkurang dan tiga bulan pertama tahun 1989 penonton hanya 4.237 orang. Srimulat mengalami hal yang sama dengan wayang orang bahkan di Solo dan di Jakarta pada tahun 1989 sudah gulung tikar dengan terbelit hutang-hutang yang belum dapat dilunasi. Menurut beberapa sumber hutangnya mencapai Rp. 22.000.000,00. Saat ini yang masih tetap bertahan hanyalah Srimulat yang berada di Surabaya, yang masih diminati oleh penonton pada waktu tertentu saja.

Kurangnya peminat wayang orang karena bergesernya nilai-nilai, terutama di kota-kota besar seperti Surabaya, Semarang, dan Jakarta. Penyebab yang lain adalah banyaknya pengaruh dari kebudayaan barat dengan adanya kemajuan teknologi yang memudahkannya masuk ke Indonesia. Khususnya untuk kota Jakarta penyebabnya adalah bahasa yang digunakan dalam wayang orang adalah bahasa Jawa, sehingga hanya orang-orang Jawa saja yang memahaminya.

Berkurangnya peminat Srimulat sehingga menyebabkan kebangkrutannya, selain adanya bermacam-macam hiburan lain, karena kebosanan penonton dengan lawakan atau humor mereka yang kurang bervariasi. Masalah bahasa tidak menjadi penyebab berkurangnya penonton, karena bahasa yang mereka gunakan dalam humor mereka adalah bahasa Indonesia dan hanya sedikit bahasa Jawa.
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 1990
T1622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library