Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Milka Setyani Wijanarti
Abstrak :
Tesis ini menjabarkan mengenai alasan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Penelitian ini menggunakan faktor pengkondisian suatu negara oleh Richard Barnet dan Ronald Muller dalam menganalisis pengambilan strategi politik luar negeri Korea Selatan. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif dan kualitatif. Terdapat tiga alasan utama yang menjadi pertimbangan Korea Selatan dalam memberikan sanksi ekonomi terhadap Iran pada tahun 2010. Pertama adalah untuk menjaga konsistensi sikap non-proliferasi Korea Selatan. Kedua adalah untuk menjaga aliansi Korea Selatan dengan Amerika Serikat. Ketiga adalah pertimbangan ekonomi yaitu adanya ketakutan akan terjadi balasan dari Amerika Serikat jika Korea Selatan tidak memberlakukan sanksi.
This thesis explains South Korea rsquo s reason on giving economic sanctions against Iran in 2010. This thesis uses state rsquo s conditioning factors by Richard Barnet and Ronald Muller to analyze South Korea foreign policy strategy. This research is descriptive and qualitative research. There are three main reasons which become South Korea rsquo s consideration on giving economic sanctions against Iran in 2010. First is to maintain South Korea rsquo s consistency with its non proliferation ideology. Second is to maintain the alliance between South Korea and United States. Third is the economic consideration, there is fear that United States will retaliate if South Korea did not give sanctions against Iran.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isma Athriya Safitri
Abstrak :
Tesis ini menjelaskan tentang strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik yang secara formal dinyatakan oleh pemerintahan presiden Obama pada tahun 2011. Amerika Serikat memilih Asia Pasifik sebagai pivot area kebijakan luar negerinya karena Asia Pasifik memiliki sejumlah makna strategis baik bagi Amerika Serikat maupun bagi dunia internasional. Asia Pasifik dikatakan sebagai key driven of global politics, sebab Asia Pasifik sangat strategis di bidang demografi, geografi, dan ekonomi. Melalui strategi rebalancingnya, Amerika Serikat berusaha untuk meningkatkan dominasi di sistem internasional dengan kawasan Asia Pasifik sebagai batu pijakannya. Hal ini merupakan bagian dari dinamika hegemoni Amerika Serikat yang selalu dipengaruhi oleh sistem internasional. Setiap kekuatan hegemoni Amerika Serikat mengalami penurunan, maka pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan suatu strategi untuk memperkuat kembali kekuatan hegemoni Amerika Serikat. Pada fase penurunan hegemoni saat ini, pemerintah Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka harus cerdas dan strategis dalam memanifestasikan kebijakan luar negeri. Oleh sebab itu Amerika Serikat menggunakan strategi rebalancing di kawasan Asia Pasifik. Strategi rebalancing Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik, dijalankan dalam 3 agenda, yaitu 1 penguatan hubungan kemitraan strategis dengan negara-negara aliansi dan new emerging power baik secara bilateral ataupun multilateral, 2 asistensi dalam penyelesaian masalah-masalah kawasan dan pemberian jaminan bagi keamanan dan kestabilan di kawasan Asia Pasifik, dan terakhir 3 penanaman nilai-nilai universal Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik dalam setiap kerjasama dan kegiatan Amerika Serikat, seperti nilai-nilai demokrasi, liberalisasi, dan pembelaan terhadap hak asasi manusia. ......This thesis describes the US rebalancing strategy in the Asia Pacific region that formally declared by the government of President Obama in 2011. The United States chose Asia Pacific as a pivot area of foreign policy because the Asia Pacific region has a number of strategic importance for both the United States and for the international system. Asia Pacific is said to be key driven of global politics, because the Asia Pacific region is very strategic in the field of demography, geography, and economics. Through their rebalancing strategy, the United States sought to increase dominance in the international system with the Asia Pacific region as a stepping stone. This is part of the dynamics of US hegemony that always influenced by the international system. When hegemonic power of US has decreased, then the US government released a strategy to reinforce the strength of US hegemony. In the current phase of the decline of hegemony, the United States government stating that they have to be smart and strategic in manifesting foreign policy. Therefore, the United States uses rebalancing strategy in the Asia Pacific region. Strategy of rebalancing the United States in the Asia Pacific region, run in 3 agenda, namely 1 the strengthening of strategic partnership relations with the countries of the alliance and the new emerging power either bilateral or multilateral, 2 assistance in solving the problems of the region and the provision of guarantees for security and stability in the Asia Pacific region, and last 3 the investment of universal values of the United States in the Asia Pacific region in each of the cooperation and activities of the United States, such as the values of democracy, liberalization, and the defense of human rights.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tide Aji Pratama
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai Iran Sebagai salah satu negara yang menandatangani dan meratifikasi NPT (Non Proliferation Treaty). Melalui program nuklir damainya, Iran berencana untuk menjadi mandiri (self sufficient) dalam hal pengembangan teknologi dan melepaskan ketergantungan terhadap sumber energi konservatif (minyak dan gas). Iran memiliki hak yang sah dibawah NPT untuk mengembangkan teknologi nuklir sipil. Namun demikian, upaya Pemerintah Iran ini mengalami hambatan. Negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan UE3 (Inggris, Perancis dan Jerman) memiliki kecurigaan bahwa Iran berencana untuk mengembangkan senjata nuklir. Terlepas berbagai kecaman dan tekanan dari Amerika Serikat dan sekutunya, Iran tetap melanjutkan program nuklirnya sebagai bagian dari kepentingan nasionalnya. Dalam penelitian dengan topik Kebijakan Nuklir Iran khususnya dalam menghadapi respon Barat ini, tujuan dari penelitian adalah Menelaah signifikansi program nuklir Iran sebagai kepentingan nasional yang dijalankan secara konsisten dan berkelanjutan oleh Pemerintah Iran. Menganalisa program nuklir Iran sesuai kerangka NPT dan program pengawasan IAEA, serta bagaimana Iran menjalankan diplomasinya ditengah kecaman Amerika Serikat dan sekutunya yang berargumen bahwa program nuklir tersebut memiliki tujuan militer. Serta menelaah bagaimana negara-negara Barat khususnya Amerika Serikat merespon program nuklir Iran dan upaya-upaya diplomasi yang dilakukan Iran.
This thesis explains about Iran?s peaceful nuclear program intentions to support self sufficiency in terms of technology improvement and to be less dependence in conservative source of energy such as oil and gas. This intention was made clear as Iran became one of the first countries to sign and ratified the Non Proliferation Treaty (NPT). The Treaty provides legal and legitimate basis for Iran to develop such nuclear program. Western Countries, mainly United States and major European Countries like Britain, France and Germany, has long been suspecting Iran for developing nuclear weapons, and continues to press on Iran to stop the program. This condition does not prevent Iran to continue the development of its nuclear program as national interests. In this research entitled Iran?s Nuclear Policy in Regards to West Response, the objectives are to studies significances of Iran?s nuclear program as a national interest that have been carried out consistently by the government of the Islamic Republic. To analyze Iran?s nuclear program within NPT framework and surveillance control mechanism of the IAEA. How Iran conducts its diplomacy, under United States and its European Allies pressure and perception that Iran nuclear purpose was to make a weapons of mass destruction. Further, to see how west particularly the United States responds to Iran?s diplomatic efforts in carrying its nuclear program.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25107
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Ashry Sallatu
Abstrak :
Negara-negara Amerika Latin adalah negara berkembang yang sekarang ini dipimpin oleh orang-orang yang memiliki garis pemikiran yang kontra terhadap pasar bebas dan anti terhadap dominasi Amerika Serikat. Hugo Chavez adalah seorang yang anti terhadap pasar bebas dan dominasi Amerika Serikat dan berhasil terpilih sebagai presiden Venezuela melalui pemilu yang demokratis. Venezuela adalah satah satu negara pengekspor minyak terbesar dunia. Minyak yang dieskpor oleh venezuela disesuaikan dengan harga di pasar dunia. Pada tahun 2007, presiden Venezuela, Hugo Chavez menyatakan dalam pertemuan negara-negara Amerika Latin bahwa Venezuela akan menjual minyaknya ke negara-negara Amerika Latin dengan harga 50% dibawah harga pasar internasional. ini adalah satu kebijakan luar negeri yang bercirikan anti neoliberal karena intervensi negara terhadap ekonomi sangat dalam yaitu dengan menentukan harga juai secara langsung (tidak menyerahkan pada mekanisme pasar internasional). Agenda neotiberal mendominasi aturan-aturan yaitu menekan negara-negara Amerika Latin untuk melakukan privatisasi, liberalisasi dan deregulasi. Privatisasi ini disebut dengan terminologi an "opening" to international capital, di Venezuela pada tahun 1998 perusahaan multinasional membeli perusahaan nasional telephone, perusahaan iistrik nasional dan termasuk perusahaan minyak Venezuela yaitu PDVSA. Perusahaan minyak Venezuela ini memproduksi minyak 3.3 barrellhari, dan mendapatkan keuntungan US$ 66 triliun per tahun. Perusahaan ini juga memiliki stasiun rninyak Amerika Serikat dan beberapa refinery di AS dan Eropa yang menjadikan perusahaan ini sebagai perusahaan kedua terbesar di Amerika Latin. Setelah terpilih sebagai presiden Venezuela, Hugo Chavez mempromosikan Bolivarian Alternative for the Americas atau ALBA kepada negara-negara Amerika Latin sebagai satu konsep integrasi yang ingin melawan hegemony neoliberal yang didorong oleh Amerika Serikat di Amerika Latin. Jika ALBA yang dipromosikan oleh Venezuela melalui presidennya untuk melawan hegemony neoliberal maka penting untuk melakukan penelitian mengenai bagaimana peranan Hugo Chavez dalam kerangka perlawanan terhadap neoliberal di Amerika Latin, apa landasan pemikiran dibalik konsep ALBA? Asumsi yang digunakan dalam penutisan tesis ini adalah bahwa Hugo Chavez adalah seorang tokoh dari gerakan anti Neoliberaf yang memberikan pengaruh pada gerakan-gerakan perlawanan terhadap hegemoni neoliberal di Amerika Latin. Terpilihnya Hugo Chavez sebagai Presiden Venezuela berpengaruh pada terpilihnya tokoh-tokoh yang anti terhadap neoliberal sebagai Presiden di beberapa negara-negara Amerika Latin lainnya. Kebijakan neoliberal telah lama mendominasi di Amerika Latin melalui FTAA dan lembaga internasional lainnya seperti IMF dan World Bank. Hugo Chavez sebagai Presiden Venezuela ingin mendorong satu kerjasama regional yaitu ALBA yang diiandasi oleh pemikiran Marxis-Strukturalis. Metode penetitian yang akan digunakan adalah penelilian deskriptif-analisis. Yaitu dengan mencoba untuk menggambarkan bagaimana peranan Hugo Chavez di Amerika Latin dan memetakan landasan pemikiran di balik gagasan ALBA. Data yang digunakan merupakan data primer dan data sekunder. Data primer berupa jurnallbuku yang secara khusus membahas tentang Hugo Chavez dan upayanya menerapkan ALBA di Amerika Latin. Data sekunder berasal dari buku serta tuiisan artikel dari berbagai sumber dan dokumen-dokumen analisis tentang Venezuela dan Amerika Latin yang dapat diakses melalui internat. Hasil penelilian menunjukkan bahwa Hugo Chavez dalam kerangka perlawanan terhadap hegemoni neoliberal memberikan peran yang sangat besar. Hal ini terutama karena keberhasilan program-program dari kebijakannya yang dijalankan diluar dari kerangka kebijakan neoliberal. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa Hugo Chavez sebagal motor pendorong penerapan ALBA lebih dekat dengan pemikiran Marxisme. Beberapa asumsi dasar oleh Marxisme, terutama penolakannya terhadap kapitalisme global, memiliki kesamaan dengan pikiran-pikiran Hugo Chavez. Chavez berulang kali mengatakan bahwa dirinya adalah representasi dari upaya untuk mewujudkan Jalan Sosialisme Baru Abad 21 di Amerika Latin. Meskipun demikian terdapat juga beberapa perbedaan pada beberapa titik dimana Hugo Chavez menjadi lebih reformis (strukturalis) dibandingkan menerima deterrnenisme revolusioner Marxis. Oleh sebab itu, pada gagasan ALBA perspektif Marxis-Strukturalis berkombinasi baik dalam asumsi dasar maupun pada rekomendasi kebijakannya.
Countries in Latin America are majority lead by leaders with anti market-mechanism and Unite States domination in the region. Hugo Chavez elected as Venezuela President, through a democratic election, is one of the leaders. As one of the biggest oil exporter, Venezuela under Chavez decided to export its oil to countries in Latin America with price 50% below the oil price in global market. This is an economic policy with state intervention rather than policy based on market mechanism or so called Neoliberalism. Neoliberal agendas have long dominated the political-economy policy of Latin Americas countries. This domination powered mainly by the existence of international and regional organization that promotes privatization, liberalization and deregulation. This privatization known as an opening to international capital, for example in Venezuela in 1998, Multinational Corporation bought the national enterprise on telephone, electricity and even national oil industry (PDVSA). This oil industry produces 3.3 barrel/day and its profit is USS 66 billion every year. Soon after elected as President, Hugo Chavez promoted a concept of regional integration named Bolivarian Alternative for the Americas or ALBA. According to Chavez the purpose of this regional integration is to eliminate the domination of Neoliberal that supported by United States in the region, Based on above description, it is important to study about how is the role of Hugo Chavez in movement against Neoliberal in Latin America and what is the perspective behind the concept of ALBA? Assumption on this thesis is Hugo Chavez has given significant influences in the anti-Neoliberal movements. A presidential election that elect Chavez as President through a democratic election in Venezuela has influences the people of other Latin America countries to vote for president who has the same vision with Hugo Chavez. The Neoliberal policies have long dominated Latin America through FTAA or Free Trade Area of the Americas and other international organization such as IMF and World Bank. The concept of ALBA is based on Marxist-Structuralism perspective. Research method on this thesis is descriptive-analysis which trying to describe the role of Hugo Chavez in Latin America and to identify the perspective behind the concept of ALBA that promoted by Hugo Chavez. Data's used on this thesis is primary and secondary data. Primary data's are taken from books/journals which specifically focus on the role of Hugo Chavez in Latin America and his effort of implementing ALBA the region. Secondary data's are taken from books, articles from sources that provide analysis on Venezuela and Latin America that can be accessed from internet. This research found that Hugo Chavez has given an important role in influencing anti-Neoliberal movements in Latin America. This influenced mostly because the success of Chavez political-economy policies in Venezuela that based on socialist perspective other than Neoliberal perspective. Accordingly, ALBA that promoted by Hugo Chavez is based on Marxist-Structuralist perspective, Some basic assumptions of Marxism, especially anti global capitalism, are the same with ALBA assumptions. Even though there are similarities, there are differences with Marxism and Chavez is more likely the same with Structuralist (reformist). The thesis can be concluded that perspective behind ALBA is the combination of Marxist and Structuralist both in their basic assumptions and their policy recommendation.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24410
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library