Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1628 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Mohammad Iqbal
Abstrak :
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengeluarkan kebijakan pembebasan pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) atas rumah, rusunawa dan rusunami dengan NJOP s.d. Rp. 1 Miliar dalam rangka membantu beban masyarakat golongan ekonomi lemah sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Nomor 259 Tahun 2015. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung dampak pelaksanaan kebijakan pembebasan PBB-P2 serta menghitung dan menganalisa besaran objek PBB-P2 yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau pembebanan kembali atas PBB-P2 ditahun mendatang. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pembebasan PBB-P2 berdampak pada penurunan jumlah SPPT terbit dan pokok ketetapan PBB-P2 tahun 2016 namun di sisi lain juga meningkatkan collection rate penerimaan PBB-P2. Selain itu terdapat masih banyaknya jumlah objek pajak yang diberikan fasilitas pembebasan PBB-P2 dibandingkan jumlah objek pajak yang dibebankan kembali PBB-P2 pada tahun mendatang dengan asumsi kenaikan NJOP BUMI per tahun sebesar 10% dan asumsi kenaikan NJOP BUMI per tahun berdasarkan kenaikan harga pasar rata-rata maksimum sebesar 20%.
Jakarta Provincial Government issued Land and Property Tax exemption policies for houses, rusunawa, and rusunami that valued up to IDR 1 Billion to help weak economy class society that regulated in Governor Regulation No. 259 Year 2015. The study aims to calculates the impact of Land and Property Tax exemption policies and calculates and analyze the PBB-P2 objects which have to be not imposed or to be imposed PBB-P2 in the coming years. This study using descriptive analysis method. The results showed that PBB-P2 exemption policies impact to decreased SPPT issued and the tax assessments of PBB-P2 on 2016, but the collection rate of PBB-P2 revenue has been increase. In addition there are still many objects that is granted PBB-P2 exemption compared to the objects that is charged with the PBB-P2 on the upcoming years with the assumptions NJOP rise by 10% per year and the assumptions NJOP based on average market price rise by 20% per year.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2017
T52635
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh. Yusranil Fathi
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari krisis global dan bagaimana respon firm level terhadap kebijakan pemerintah mengenai larangan ekspor bahan mentah hasil tambang. Analisis menggunakan metode kuantitatif deskriptif terhadap data panel firm level. Hasil penelitian menunjukkan bahwa krisis ekonomi berdampak pada penurunan produktivitas perusahaan sebesar 0,69 kali dari produktivitas rata-rata tahunan tanpa terjadinya krisis. Dan produktivitas perusahaan industri pengolahan hasil tambang dalam negeri meningkat sebesar 1,79 kali ketika kebijakan larangan ekspor bahan mentah hasil tambang diberlakukan dibanding produktivitas sebelumnya ketika kebijakan tersebut belum diberlakukan.
ABSTRACT

This thesis aims to analyze the impact of global crisis and how firm level response to the Indonesian government policy concerning export ban of mining`s raw material. The analysis uses descriptive quantitative methods against the panel data of firm level. The results showed that the economic crisis had an impact that resulted to the decreasing of company productivity by 0.69 times the average annual productivity without the occurrence of crisis. And the productivity of the domestic milling industry increased by 1.79 times when the export miner`s export ban policy was enacted compared to previous productivity when the policy had not been enacted.
2018
T54365
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariesto Andrew Agoes
Abstrak :
Tujuan utama penelitian ini adalah membuktikan praktek siklus anggaran politik pada pemilihan langsung kepala daerah tingkat Kabupaten dan Kota di Indonesia melalui perbedaan jumlah guru honorer pada tingkat SD, SMP, dan SMA. Dengan menggunakan data jumlah guru honorer di seluruh kabupaten/kota di Indonesia kecuali Jakarta (pemilihan tidak langsung) selang tahun 2014-2018, didapati bahwa terdapat perbedaan dalam jumlah guru honorer khususnya di tingkat SD dan SMP antara Kabupaten/Kota yang berada pada tahun politik dengan yang tidak berada pada tahun politik, dimana perbedaan ini membuktikan adanya praktek siklus anggaran politik seperti pada teori Rogoff (1990) dan hasil yang ditemukan oleh Sjahrir et al (2013) serta Coelho et al (2006).
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T53426
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sabaruddin Amrullah
Abstrak :
Lewat catatan sejarah kita dapat mengetahui bahwa industri gula di Indonesia pernah mengalami masa keemasan (Sugar boom) pada masa pemerintahan Hindia Belanda antara tahun 1920-1930 dimana produksi mencapai sekitar 3 juta ton gula dan diekspor sekitar 2,6 juta ton. Pada tahun 1929 jumlah Pabrik Gula (PG) mencapai 179. Industri gula mulai runtuh tahun 1930-an akibat resesi ekonomi dunia (world recession). Pada tahun 1937 jumlah PG menyusut menjadi 92 buah, kemudian Zaman Jepang tinggal 20 buah. Setelah Indonesia merdeka, PG meningkat menjadi 30 buah pada tahun 1950, kemudian menjadi 51 pada tahun 1956, meningkat menjadi 67 pada tahun 1989, dan 68 buah tahun 1995. Kemudian meningkat menjadi 70 buah pada tahun 1997, di Jawa 57 unit dan di luar Jawa 13 unit. Beberapa permasalahan yang mengemuka seperti: (i) sisi produsen meliputi; luas areal tebu di Jawa cenderung menurun, areal tebu di Jawa telah mencapai kondisi closing cultivation frontier, yaitu mencapai batas maksimal lahan subur yang layak untuk areal tebu akibat meningkatnya kompetisi penggunaan lahan, produktivitas leveling-off (kontribusi kenaikan produktivitas terhadap peningkatan produksi semakin kecil), subsidi pupuk telah dihapus, investasi berkurang, dana penelitian terbatas, faktor alam (kemarau, hama), (ii) sisi konsumen meliputi: kebijakan harga provenue terus meningkat yang mendorong harga naik ditingkat eceran, jumlah penduduk meningkat, pendapatan masyarakat meningkat, rupiah overvalued selama periode periode 1987-1996, hadirnya pesaing gula berupa: (a) pemanis alami, gula merah, gula kelapa, gula lontar, (b) pemanis sintetis, sakarin, sildamat, dll. PeneIitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan: produksi, konsumsi, harga gula domestik, harga impor gula Indonesia, impor gula Indonesia, serta ekspor gula dunia, impor gula dunia, dan harga gula dunia. Kemudian mengevaluasi, meramalkan posisi industri gala domestik dalam kaitannya dengan perdagangan gula dunia melalui simulasi historis dan simulasi peramalan (historical and ex-ante simulation). Dalam penelitian ini memakai data periode tahun 1969-1997 dengan model pendekatan ekonometrika, metode Two Stage Least Squares (2SLS) dipakai untuk mengestimasi model simultan yang dinamik. Model terdiri dari 11 persamaan (m), yaitu 8 persamaan strukturallperilaku dan 3 persamaan identitas; dan 52 variabel predetermined, yang terdiri dari 45 variabel eksogen dan 7 variabel lag endogen, sehingga total seluruhnya 63 variabel (K). Berdasarkan kriteria identifikasi model, maka semua persamaan overidentified, sehingga metode 2SLS dapat digunakan. Hasil pendugaan model dimana nilai koefisien detenninasi (R2) masing-masing perilaku berkisar antara 0.791 - 0.989, dengan demildan secara umum variabel penentu yang dimasukkan dalam persamaan perilaku dalam penelitian ini menjelaskan dengan baik keragaan setiap variabel endogennya. Sementara nilai F yang berkisar antara 19.876 - 675.056, yang pada umumnya tinggi , maka dapat dinterpretasikan bahwa secara bersama-sama variabel-variabel penentu berpengaruh nyata terhadap variabel endogen disetiap persamaan perilakunya. Kemudian Durbin-Watson (DW) berkisar 1.571 - 2.887, mengingat masalah korelasi serial (DW) hanya mengurangi efisiensi pendugaan dan tidak menimbulkan bias parameter regresi, maka hasil pendugaan model dalam penelitian ini dapat dinyatakan cukup representatif menggambarkan fenomena ekonomi gula di Indonesia, kaitannya dengan perdagangan gula dunia. Kemudian untuk validasi nilai aktual variabel endogen menggunakan kniteria statistika yaitu Root Mean Square Percentage Error (RMSPE), proporsi dekomposisi Mean Square Error (MSE) Bari bias peramalan Theil's Inequality Coefficient, (U-Theil's) Proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan bias distribusi (UD), R2. Selanjutnya jika didekomposisikan kedalam proporsi bias (UM), bias regresi (UR), dan proporsi distribusi kesalahan non sistematik atau bias distribusi (UD), maka tampak bahwa sebagian besar nilai-nilai UM dan UR mendekati nol (0), serta nilai UD mendekati satu (1). Hal ini berarti bahwa sebagian penyimpangan simulasi lebih bersifat non sistematik dibanding penyimpangan regresi dan sistematik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model ekonometrika komoditas gula yang telah diestimasi dalam penelitian ini cukup valid untuk simulasi altematif kebijakan dan non kebijakan melalui analisis simulasi historis maupun peramalan (historical and ex-ante simulation). Keterbatasan utama penelitian ini adalah luasnya lingkup permasalahan (aggregate) dan sifat ekonometrika yang termasuk ekonomi positif (arbitrary), sehingga tidak dapat menetapkan kebijakan terbaik secara spesifik. Keinginan untuk kembali menggapai swasembada gula di capai pada tahun 1984 dihadapkan pada situasi ekonomi gula domestik saat ini dimana laju pertumbuhan produksi sangat lambat (4,44%) dibanding laju pertumbuhan konsumsi (41,36%) dari periode tahun 1969-1997, atau terjadi defisit (produksi < konsumsi), sehingga mendorong peningkatan impor gula Indonesia. Pada tahun 1998 impor gula mencapai 1.8 juta ton atau sekitar 55% dari kebutuhan konsumsi gula domestik. Impor gula Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh Stok Gula Domestik, Harga Gula Dunia, Kekuatan Intervensi Harga oleh Pemerintah Indonesia, Produksi Gula Indonesia, Produk Domestik Bruto Indonesia, Konsumsi Gula Indonesia, dan Bedakala Impor Gula Indonesia. Kuantitas Perdagangan Gula Dunia (ekspor dan impor) dalam jangka pendek memberikan respon inelastis (variabel endogen atau Harga Gula Dunia terhadap vaniabel eksogen atau Ekspor, Impor Gula Dunia) ini berarti bahwa dalam jangka pendek Harga Gula Dunia stabil. Sementara dalam jangka panjang Perdagangan Gula Dunia memberikan respon elastis yang berarti bahwa dalam jangka panjang sulit mencapai posisi harga stabil (harga bergejolak), sebab perubahan dalam jumlah Ekspor dan Impor, Gula Dunia masing-masing atau bersama-sama akan mempengaruhi Harga Gula Dunia. Melalui Simulasi Historis, Dengan mempertahankan Swasembada Gula Absolut (tanpa impor), maka luas areal baik di Jawa maupun di luar Jawa meningkat. Kebijakan ini tepat ketika dimaksudkan untuk meningkatkan luas areal tebu. Melalui Simulasi Peramalan, dengan skenario menghapus intervensi harga oleh pemerintah Indonesia, maka luas areal tebu di Jawa dan di Luar Jawa akan menurun sebagai akibat dari ketidak mampuan berkompetisi dengan harga gula dunia, yang masuk ke Indonesia tanpa hambatan tarif (Bea Masuk=O), sehingga harga gula domestik anjlok. Berbagai kebijakan pemerintah untuk pengembangan industri gula domestik telah dilakukan antara, antara lain: subsidi pupuk, kredit usahatani tabu, price support (harga provenue), tataniaga dalam hal ini pengadaan, penyaluran, dan stok oleh Bulog. Era liberalisasi menghendaki dihapuskannya berbagai bentuk proteksi, tanpa retriksi perdagangan. Perlindungan (protection) pemerintah terhadap industri gula domestik selama ini kurang mampu mendorong peningkatan produksi, implikasinya kemudian adalah meningkatnya jumlah impor untuk memenuhi kebutuhan konsumsi yang terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, pendapatan masyarakat (income) meningkat, serta berkembangnya inndustri makanan dan minuman yang menggunakan gula sebagai salah sate inputnya. Eksistensi industri gula domestik dapat "diselamatkan" melalui intervensi pemerintah dalam hal ini menggunakan instrumen pengenaan tarif bea masuk impor gula, yang pada saat ini gula masih dalam exception list, harga provenue, kemudian pada sisi industri gula domestik diharapkan untuk mendorong peningkatan produktivitas dan efisiensi dalam proses produksinya. Tantangan bagi industri gula domestik adalah "serbuan" gula impor yang sangat murah sebagai akibat dari efisiensi, serta adanya dumping negara produsen utama gula dunia. Kendatipun demikian industri gula domestik juga memiliki peluang dan pangsa pasar yang demikian luas dalam negeri sehingga hal tersebut dapat merupakan kekuatan pendorong (driving force) untuk terus bertahan (survive) sekaligus meningkatkan produksi gula domestik. Kemudian yang sangat mendesak (urgent) adalah seberapa besar perhatian (concern) yang sungguh-sungguh dari pihak-pihak yang terkait dalam industri gula domestik, dalam haI ini para pelaku disisi produsen, serta penentu kebijakan (pemerintah) memberikan atensi terhadap upaya memacu peningkatan produksi gula domestik. Singkatnya diperlukan "political will" dan 'political action" para penentu kebijakan (decision makers) serta semangat dan kesadaran kolektif (consciousness collective) serta kemauan berbuat lebih banyak (willingness to do more) dari pihak-pihak produsen (petani dan industri gula) untuk meningkatkan efisensi dan produktivitasnya.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T543
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Agnes
Abstrak :
Paparan debu keramik yang mengandung silika bebas di lingkungan kerja pabrik keramik Inerupakan faktor resiko untuk terjadinya penyakit pare akibat kerja. Untuk mencegah timbulnya penyakit pneumokoniosis perlu dilakukan upaya pemantauan secara khusus dan berkelanjutan terhadap para pekerja melalui pemeriksaan kesehatan secara berkala dan pemantauan terhadap lingkungan kerja. Penelitian terhadap tenaga kerja pabrik kerami; di Cikarang dilakukan pada 66 pekerja laki-laki, dengan metode krosseksional., terdiri dari 31 orang dare bagian pembuatan badan keramik dan 35 orang dad bagian pengepakan. Penelitian lingkungan kerja dilakukan dengan mengukur kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas di bagian pembuatan badan keramik dan di bagian pengepakan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan fungsi paru dan pemeriksaan foto toraks. Hasil dan kesimpulan: Didapatkan prevalensi batuk kronik 4,5%, bronkitis kronik 4,5%, dahak kronik 4,5%, kelainan radiologi paru 10,6% dan restriksi 47% di pabrik tsb. Dibagian pembuatan badan keramik, kadar debu total, kadar debu respirable dan kadar silika bebas melebihi NAB yang ditetapkan. Tidak ditemukan hubungan antara kelainan fungsi pare dengan faktor-faktor umur, pendidikan, status gizi, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan memakai alat pelindung diri. Tidak ditemukan perbedaan prevalensi batuk kronik, bronkitis kronik, restriksi dan kelainan radiologi dengan tingkat paparan.
Scope and Methodology
Exposure to ceramic dust which contains free silica in a ceramic factory is a risk factor for occupational lung diseases. To prevent pneumoconiosis, specific and continuous monitoring of the workers through periodic health examinations and work environment measuring is very important. A study on 66 by ceramic factory workers consisting of 31 men from ceramic-body preparation division and 35 men from packaging division in Cikarang using cross-sectional method has been conducted. The work environment study was done by measuring total dust contamination, respirable dust, and free silica in ceramic-body preparation division and packaging division. Data collection was done by interviews, physical examination, lung function test and X-ray examination. Results : The prevalence of chronic cough were 4,5 %, chronic bronchitis 4,5 %, changes in lung radiologic 10,6 % and restriction 47 %. The total dust concentration, respirable dust and the free silica concentration was found to exceed the permissible limit in ceramic-body preparation division. No relation was found between lung function changes, age, education, nutrition condition, work period, smoking habits and mask users habits. No significant different in the prevalence of chronic cough, chronic-bronchitis, restriction and radiologic changes was found different level of dust exposure.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T572
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lukman Arifin
Abstrak :
Kesenjangan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia pada umumnya dan di Propinsi Kalimantan Timur pada khususnya merupakan salah satu permasalahan yang terjadi sampai saat ini. Kesenjangan yang terjadi tersebut disamping merupakan warisan sejarah, juga diakibatkan oleh sistim pembangunan yang dilaksanakan dewasa ini yang lebih bersifat sektoral, sentralistik dan kurang memperhatikan wilayah. Kurangnya percepatan pembangunan diwilayah tersebut diidentifikasi karena kurangnya modal atau investasi sebagai akibat adanya kegagalan pasar dan sekaligus kegagalan pemerintah. Untuk mengatasinya, Pemerintah Pusat mengupayakan percepatan pembangunan melalui pendekatan kebijakan Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET) yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat setempat melalui percepatan dan maksimalisasi perturnbuhan ekonomi. Secara garis besar ada tiga hat yang ditawarkan dalam kebijakan KAPET, yakni : (a) keterpaduan perencanaan dan program antar sektor dan antara sektor pemerintah dan sektor swasta; (b) keterpaduan dalam pelayanan perijinan; dan (c) keterpaduan dalam pemberian insentif-insentif khusus kepada wilayah yang dikembangkan. Mengingat bahwa kebijakan KAPET SASAMBA telah berjalan Iebih dari dua tahun, tetapi belum menunjukkan kinerja yang baik, maka perlu dikaji kembali kebijakan KAPET tersebut, apakah masih cukup efektif dan relevan diterapkan untuk Propinsi Kalimantan Timur. Apalagi dengan telah disyahkannya UU Otonomi Daerah yang akan berlaku efektif tahun 2001, maka kajian tersebut sangat diperlukan. Analisis yang dilakukan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua hal, yaltu analisis perencanaan regional dan analisis kebijakan publik. Dari analisis yang dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa dipandang dari sisi perencanaan, konsep KAPET cukup baik bagi pengembangan suatu wilayah, walaupun dengan catatan-catatan. Apabila dipandang dari aplikabilitas kebijakan, konsep KAPET masih perlu deregulasi, agar kebijakan tersebut cukup efektif dilaksanakan, baik dari sudut keterpaduan insentif terhadap wilayah yang di kembangkan, maupun penyelenggaraannya itu sendirii. Deregulasi juga sangat diperlukan berkaitan dengan terjadinya konflik kebijakan antara konsep KAPET dan UU Otonomi Daerah. Selanjutnya, studi ini juga mengusulkan agar konsep KAPET tetap dapat dilaksanakan dengan "kesepakatan baru" dan perbaikan-perbaikan sebagaimana yang diusulkan.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Syahran Bhakti S.
Abstrak :
Sebagai salah satu faktor produksi, keberadaan tenaga kerja sangat penting dalam menentukan besaran output yang dapat di produksi. Walaupun sejalan dengan perkembangan tehnologi yang semakin maju, namun tetap diperlukan adanya tenaga kerja dalam proses produksi untuk menghasilkan beraneka jenis barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Khususnya bila ditinjau secara mikro, komposisi penduduk yang bekerja dalam struktur kependudukan secara umum sangat penting khususnya dalam melihat distribusi output yang tercipta di tingkat nasional. Karena kurang berartilah kiranya apabila output nasional meningkat tetapi di lain pihak juga bertambah banyak jumlah penduduk non produktif yang harus menerima bagian dari total output tersebut. Indonesia termasuk dalam negara yang mempunyai populasi penduduk yang besar. Sejalan dengan hal tersebut, banyak pula penduduk yang terkategori sebagai angkatan kerja. Namur banyak dari angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan namun tidak terserap dalam lapangan kerja yang tersedia di dalam negeri. Tersedianya kelebihan tenaga kerja ini diantisipasi oleh pemerintah, yang salah satunya adalah dengan mengatur suatu bentuk ekspor jasa tenaga kerja ke luar negeri. Namun tenaga kerja yang lebih banyak berkecimpung dalam program ekspor jasa tenaga kerja ini adalah berasal dari masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah. Sehingga pada negara tujuan, mereka lebih banyak mengisi lowongan yang ada pada sektor informal. Yang mana tingkat upah pada sektor tersebut lebih rendah dari yang tersedia pada sektor formal. Padahal peluang kerja baik untuk sektor formal maupun informal keduanya banyak didapati pada pasar kerja internasional. Walaupun demikian upaya penempatan TKI terampil untuk mengisi lapangan kerja formal sesuai dengan pangsa pasar yang ada. Disamping dapat mengatasi masalah ketenagakerjaan yang dihadapi pemerintah di dalam negeri, dengan keberadaan TKI ini juga memberikan masukan devisa yang bermanfaat dalain ketersediaan mata uang asing di dalam negeri yang akan digunakan sebagai alat transaksi dalam interaksi di tingkat internasional. Penerimaan devisa negara melalui TKI ini tentunya tidak terlepas dari berapa besar jumlah TKI yang beroperasi di luar negeri. Sementara baik penerimaan devisa dari TKI maupun jumlah TKI itu sendiri diperkirakan juga dipengaruhi oleh hal-hal yang berkaitan dengan motivasi individu untuk ikut serta dalam program ekspor jasa tenaga kerja ini. Hal-hal tersebut diantaranya adalah rasio gaji antara bekerja di dalam negeri dengan menjadi TKl di luar negeri, alokasi anggaran pemerintah terhadap program ini dan besarnya biaya untuk mulai beroperasi sebagai TKI. Dengan melakukan analisis terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan metode regresi dalam ilmu statistik, maka dapat di perkirakan bagaimana kepekaan penerimaan devisa dari TKI dan jumlah TKI terhadap perubahan rasio gaji, alokasi anggaran pemerintah dan biaya akses. Disamping itu bila diperhatikan dari sembilan tahun observasi yang dilakukan, maka baik plot data penerimaan devisa dari TKI maupun plot data jumlah TKI akan membentuk suatu pola tertentu yang dapat diwakili oleh suatu persamaan matematis (juga diperoleh dengan metode regresi). Sehingga dapat diduga kemungkinan besarnya penerimaan devisa dari TKI maupun jumlah TKI pada masa yang akan datang (atau pada suatu waktu tertentu). Sehingga bagi pengambil kebijakan akan mempunyai alternatif pertimbangan yang lebih komfrehensif.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T933
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hetty Adriasih
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah menguji hipotesa dan dari basil pengujian tersebut dapat digunakan untuk memprediksi upaya-upaya spa yang harms dilakukan pemerintah DKI Jakarta bersama instansi terkait dalam menanggulangi agar jumlah penderita sakit akibat pencemaran air tersebut tidak meningkat. Melalui program dan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan terwujud masyarakat yang sehat, tinggal pada pemukirnan yang layak huni dalam lingkungan yang bersih ,serasi dan teratur. Dari hasil dan pembahasan melalui analisis cluster dan regresi diperoleh kesimpulan bahwa memang kepadatan penduduk berpengaruh terhadap rasio penderita sakit akibat pencemaran air, hal ini dapat dilihat dari basil regresi pada Model VI dimana rasio penderita sakit akibat pencemaran air yang dapat dijelaskan oleh kepadatan penduduk adalah sebesar 77,5 % dan sisanya sebesar 22,5 % dijelaskan oleh sebab lainnya. Kondisi ini terjadi pada 5 ( lima ) kecamatan yaitu kecamatan Palmerah, Taman Sari, Jatinegara, Matraman dan Tebet yang merupakan wilayah prioritas penanggulangan meningkatnya penderita sakit akibat pencemaran air. Sesuai hipotesa bahwa kepadatan penduduk yang tinggi berpotensi terdapatnya pencemaran air karena daya dukung lahan yang terbatas, sehingga jarak rumah satu dengan lainnya berdekatan. Apabila ditambah dengan prasarana air bersih dan sanitasi wilayah tersebut yang kurang baik maka perlu pula dipertimbangkan pengaruh rasio pemakai sumber air non PAM dan perilaku masyarakat terhadap kebersihan terhadap wilayah itu. Maka saran yang dapat disampaikan adalah bahwa masalah pencemaran air tidak terlepas dari penyediaan air bersih dan kondisi sanitasi yang ada di wilayah DKI Jakarta. Hal ini perlu penanganan yang lebih serius dengan melibatkan pemerintah pusat, organisasi profesi, LSM, swasta dan segenap lapisan masyarakat. Secara ideal masyarakat mengkonsumsi air yang memenuhi persyaratan kesehatan melalui sistim penyediaan air bersih dari PDAM namun sampai saat ini rata-rata cakupan pelayanannya bare 20-30% penduduk perkotaan. Melihat adanya kendala-kendala yang dihadapi PDAM dalam memperluas jaringan distribusi pelayanannya ( biaya investasi yang besar ) maka upaya lain yang dapat dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dalam menanggulangi peningkatan penderita sakit akibat pencemaran air adalah perlu terlebih dahulu mengikut-sertakan masyarakat ( pelibatan masyarakat ) mulai dari merencanakan, melaksanakan, mengawasi serta mengevaluasi program dan kegiatan-kegiatan dalam rangka menjaga kelestarian lingkungannya agar hidup bersih dan sehat sehingga pencemaran dapat dikurangi. Perencanaan kegiatan-kegiatan dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kelestarian air dan lingkungan hidup serta hidup sehat dan teratur disajikan dalam bentuk contoh Logical Framework Matrix.
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T177
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Camsudin
Abstrak :
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Kalimantan Selatan yang telah diundangkan melalui Perda No. 3 Tahun 1993 dan telah mendapat pengesahan Mendagri melalui Keputusan No. 53 Tahun 1994 menetapkan wilayah Riam Kanan sebagai wilayah prioritas pengembangan. RT/RW tersebut juga memberikan arahan pengembangannya yakni sebagai kawasan lindung yang diharapkan mampu memberikan perlindungan baik sebagai kawasan perlindungan setempat yang memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya, maupun sebagai kawasan yang melindungi bawahannya sebagai pengatur tata air (fungsi hidrologis). Upaya ril pengembangkan wilayah Riam Kanan sebagai kawasan lindung, terutama kawasan hutan lindung Riam Kanan ternyata mendapat hambatan besar karena dalam hutan lindung tersebut terdapat 12 perkampungan/permukiman penduduk yang termasuk dalam satu kecamatan definitif. Penduduk yang berada dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan selain bermukim juga melakukan aktivitas sosial seperti bertani, menggembala dan mendulang. Dengan demikian dalam kawasan hutan lindung Riam Kanan terdapat konflik pemanfaatan lahan. Bertolak dari kenyataan tersebut di atas, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan pengembangan wilayah Riam Kanan, sejauh mana tingkat keberhasilannya dan berupaya untuk dapat memecahkan tumpang tindih pemanfaatan lahan antara lindung dan budidaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan wilayah Riam Kanan ditempuh melalui kebijakan mengembalikan fungsi lindung dengan kegiatan utama rehabilitas hutan pada lahan kritis dan lahan kosong (baru). Kebijakan ini terus dipertahankan hingga saat Kemudian melalui revisi RT/RW Kabupaten Banjar tahun 1999, dimunculkan alternatif kebijakan lain yaitu mengendalikan pengolahan tanah, melestarikan hutan yang masih asli dan membuat buffer zone. Namun ketiga kebijakan ini belum diterapkan dilapangan. Kebijakan mengembalikan fungsi lindung yang selama ini ditempuh pemerintah belum menunjukkan kinerja yang optimal. Beberapa indikator dapat dikemukakan bahwa: (1) target penutupan hutan 70 persen tidak tercapai, (2) luas lahan kritis tidak menunjukkan penurunan yang berarti dan (3) tingkat erosi sangat jauh di atas batas toleransi. Dari sudut pandang sosial-ekonorni, pengembangan wilayah Riam Kanan direpresentasikan oleh wilayah Kecamatan Aranio. Beberapa indikator tingkat perkembangan Kecamatan Aranio adalalr (I) PDRB tahun 1993-1997 tumbuhdengan laju rata-rata 5,32 persen/tahun, berada di bawah Kabupaten Banjar yang tumbuh sebesar 8,11 persen/tahun, (2) Pendapatan per kapita untuk tahuri 1993 dan 1997 masing-masing Rp. 1.476.000 dan Rp. 1.821.000 atau tumbuh 5,39 persen / tahun, sementara pada tahun yang saina untuk Kabupaten Banjar adalah Rp. 1.328.000 dan Rp. 1.672.000 atau tumbuh 5,93 persen/tahun, (3) pertumbuhan penduduk tahun 1990-1998 sebesar 0,36 persenltahun dan (4) sarana dan prasarana yang terbangun terutama jalan, bangunan SD, puskesmas, pasar dan listrik masih minim dibandingkan kecamatan lain di Kabupaten Banjar. Adanya tumpang tindih pemanfaatan lahan pada kawasan hutan lindung Riam Kanan disebabkan adanya perbedaan persepsi dan penilaian manfaat antara pemerintah dengan penduduk. Walaupun keduanya memiliki tujuan sama yakni penggunaan lahan secara optimal, pernerintah menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai kawasan lindung sementara penduduk menilai optimal jika dimanfaatkan sebagai lahan budidaya yang dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini menyebabkan kesenjangan antara kebijakan yang diterapkan pemerintah dengan tindakan penduduk. Hasil analisis dengan metode AHP ternyata prioritas sasaran bagi pemerintah dalam kaitannya dengan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan lahan guna memperoleh pemanfaatan optimal adalah terjaminnya keutuhan hutan Riam Kanan (0,419), tercapainya fiingsi perlindungan bagi kawasan bawahannya (0,359), keamanan dan ketenangan penduduk terpelihara (0,222). Sementara bagi penduduk dalam kaitannya dengan kepentingan untuk meningkatkan kesejahteraan maka prioritas sasarannya adalah menjadikan lahan sebagai lapangan usaha yang berkesinambungan (0,545) dan tempat tinggal yang aman dan nyaman (0,455). Pemecahan masalah tumpang tindih pemanfaatan lahan dengan metode A1-U dan Game Theory menghasilkan keseimbangan yang ketika penduduk menempuh langkah menggarap lahan secara menetap dan intensif sementara pernerintah menanggapinya dengan strategi kebijakan melestarikan hutan yang masih asli.
2000
T1247
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taufik Daud
Abstrak :
Peranan pemerintah kota dalam menciptakan kesejahteraan dan ketertiban kehidupan kota sedang melaksanakan berbagai pembangunan sarana dan prasarana kota, termasuk mengatur ketertiban pemanfaatan ruang/lahan kota. Fungsi pelayanan dari pemerintah kota tidak lain dari fungsi alokasi sumber daya ekonomi kota. Dalam hal ini fungsi alokasi sumber daya lahan kota. Bertambahnya penduduk daerah perkotaan, pada prinsipnya bermanfaat untuk mendukung pembangunan kota. Namun, pertambahan dan perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya akan memerlukan adanya perluasan ruang kota sebagai wadah perkembangan kegiatan tersebut. Perkembangan kota Palembang yang merupakan ibu kola Propinsi Sumatera Selatan sulit untuk dapat dikendalikan tanpa adanya pengarahan untuk mengisi ruang-ruang kota yang ada. Sehingga dapat menampung sesuai arah perkembangan yang diinginkan, juga meningkatkan pemanfaatan ruang kota secara lebih fungsional dan berdaya guna. Permasalahan yang dihadapi berkenaan dengan pertumbuhan penduduk cenderung menjadikan keterbatasan daya tampung kota. Ditambah lagi dengan besarnya keikutsertaan swasta yang berintervensi kedalam kebijakan pembangunan kota. Hal ini bukan tidak akan menjadi permasalahan, karena sesuai dengan pertimbangan mekanisme pasar, motivasi penempatan kegiatan usaha swasta lebih sering tidak seiring dengan kepentingan masyarakat dan keteraturan kota secara tata ruang. Untuk itulah, sebagai upaya mengantisipasi permasalahan perkembangan kota Palembang yang semakin kompleks. Dimana adanya keterbatasan lahan kota serta perkembangan penduduk dengan berbagai kegiatannya semakin meningkat. Kebutuhan akan sarana dan prasaran kota dengan sendirinya semakin meningkat pula. Sedangkan di lain pihak untuk menyediakan berbagai kebutuhan tersebut tentu memerlukan konsekuensi dana yang cukup memadai dengan ukuran luas administrasi wilayah kota. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, penelitian ini bertujuan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota Palembang secara lebih optimal dan mengoptimalkan daya tampung fisik kota. Dengan mempelajari upaya peningkatan pemanfaatan ruang kota secara optimal, sebagai kebijakan alternatif penyelesaian masalah-masalah perkembangan dan pertumbuhan kota. Selanjutnya dapat diketahui dampaknya terhadap upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sebagai sumber penerimaan pemerintah daerah. Penelitian ini menggunakan alat analisa kuantitatif dengan mencoba memberikan suatu gambaran secara garis besarnya. Alat analisa regresi dalam upaya melihat pakembangan pajak dan retribusi daerah serta penduduk terhadap pendapatan asli daerah. Untuk alat analisa program linear, dengan cara konsep optimasi pemanfaatan ruang kota yang sesuai RTRWK Palembang 1999-2009 ataupun pemanfaatan ruang kota yang diduga sesuai dengan market process (mekanisme pasar) yang berlaku. Hal tersebut ternyata memberikan dampak terhadap peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan hasil analisa dari konsep optimasi Pendapatan Asli Daerah melalui pemanfaatan lahan kota. Hasil solusi dari konsep optimasi yang terdiri dari 3 (tiga) alternatif dengan metode Program Linear maka didapatkan nilai PAD maksimum pada tahun 2009 adalah : Altematif 1 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 55.107.473.000,-. Pada Alternatif 2 dengan nilai PAD maksimum tercapai sebesar Rp. 149.911.523.000,-. Sedanglmn untuk Altematif 3 didapatkan nilai PAD maksimum tahun 2009 yaitu sebesar Rp. 251.860.067.000, Dan berbagai komposisi pentanfaatan ruang kota, dengan konsep optimasi lahan kota ternyata perkembangan penggunaan lahan kota yang bebas sesuai dengan arah perkembangan investasi, memberikan pengaruh positif terhadap perkembangan ekonomi kota . Bilamana pengarahan ruang kota tidak kaku serta memberikan kesempatan yang luas pada perkembangan investasi di sektor komersial, dengan daerah campuran (mix used) penggunaan ruang komersial terlihat dari hasil alternatif 3. Sebagai pemasukan dan saran dari hasil penelitian optimasi pemanfaatan ruang kota ini, antara lain: - Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya keadaan optimum, diperlukan adanya pengaturan serta pengisian bagi daerah yang belum terbangun dengan mempersiapkan kawasan dan lingkungan siap bangun. Dengan demikian akan membentuk pusat-pusat pertumbuhan baru. - Sebelum tercapainya keadaan optimum kota, yang akan ditandai adanya stagnasi penerimaan PAD, alternatif upaya-upaya untuk peningkatan PAD perlu tetap digali. Hal ini diperlukan dalam rangka memperluas pelaksanaan otonomi daerah melalui upaya memperluas sumber-sumber pendapatan baru.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T1372
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>