Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7935 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
cover
Cysca madona
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welly Nailis
"ABSTRAK
Industri penerbangan mempunyai keunikan tcrsendiri, kendati persaingan sedemikian
ketat bahkan kerap kali merugi, namun pelaku bisnis banyak yang menggandrunginya. Mereka
berbondong-bondong memasuki area bisnis tersebut. Kenapa? Jawabannya cukup klasik, daya
tark (attractiveness) industri penerbangan cukup besar dan menjanjikan. Dilihat dari market
size, industri penerbangan cukup menggiurkan, setiap tahun lebih dari 4 juta penumpang yang
terbang lewat udara suatu ukuran pasar yang cukup besar. Permintaan (demand) akan
angkutan udara masih memungkinkan meningkat di atas jumlah tersebut, tergantung pada
musimnya, apakah musim puncak (peak season) atau musim sepi (low season). Krisis
ekonomi yang melanda indonesia sejak tahun 1997 membawa pengaruh besar terhadap
industri jasa penerbangan di indonesia. Maskapai-maskapai penerbangan mengalami
penurunan performance karena tingginya production cost yang harus ditanggung. Namun
demikian, persaingan antar maskapai penerbangan yang terjadi di pasar terus marak baik
maskapai penerbangan yang telah eksis maupun maskapai-maskapai penerbangan baru.
Maskapai penerbangan yang sudah terkenal mengandalkan diferensiasi dalam teknologi yang
sudah mereka kuasai sebagai senjata untuk merebut pangsa pasar yang lebih besar. Sedangkan
pendatang-pendatang baru yang belum terkenal umumnya menerapkan strategi low cost
dengan memasang tarif murah dan diskon bagi jasanya untuk menarik konsumen.
PT Merpati Nusantara Airlines (PT MNA) sebagai salah satu maskapai penerbangan
di Indonesia tidak lepas dari persaingan yang semakin ketat tersebut. Sejak lepas dari
induknya PT Garuda Indonesia, Merpati berusaha berbenah diri dan membangun citra dunia
penerbangan di tanah air. Merpati berusaha memantapkan posisinya sebagai maskapai
penerbangan yang handal di Indonesia dengan melayani penerbangan sebanyak 111 rute
(perintis, domestik, dan internasional) dan 94 kota tujuan di seluruh nusantara. Dengan kondisi
persaingan yang sedemikian ketatnya saat ini, sangat penting bagi Merpati untuk mengetahui
dengan siapa ia berkompetisi bagaimana persepsi konsurnen terhadap produknya jika
dibandingkan dengan produk kompetitor dan strategi positioning apa yang pantas diterapkan
saat ini.
Sehubungan dengan itu, kemudian diadakan penelitian untuk melihat persepsi dan
perilaku konsunien terhadap atribut-atribut yang dimillki oleh masing-masing maskapai
penerbangan dan kinerja maskapai penerbangan tesebut dalam setiap atribut. Selanjutnya,
diharapkan akan ditemukan strategi positioning yang tepat bagi Merpati.
Mengingat banyaknya maskapai penerbangan yang ada di pasar industri jasa
penerbangan saat ini, maka penelitian hanya dibatasi pada 4 maskapai penerbangan yang
menduduku peringkat 3 besar brand equity tahun 2001, yaitu Garuda, Merpati, Bouraq, dan
Mandala.
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perilaku konsurnen pemakai jasa penerbangan di lndonesia
2. Mengetahui persepsi konsumen mengenai atribut-atribut yang penting dan keempat
maskapai penerbangan yang menjadi objek penelitian.
3. Menetapkan strategi positioning yang tepat bagi Merpati.
Riset pemasaran yang dilakukan diawali dengan exploratory research (kualitatif)
yang terdiri dari secondary data analysis dan hide vidual In-depth Interview, kemudian
dilanjutkan dengan descriptive research (kuantitatif). Mengingat adanya keterbatasan waktu
dan biaya, maka akses data primer dilakukan dengan cara self administered_drop off survey.
Sedangkan akses data sekunder dilakukan melalui Internet, perpustakaan dan kunjungan ke
Kantor Pusat Merpati Nusantara Airlines. Sampel ditetapkan sejumlah 150 orang dengan
metode purposive sampling. Hasil survey kemudian dianalisa dengan menggunakan metode
frekuensi distribusi cross lab analysis, analisis atribut, brand analysis untuk setiap atribut
dan hi-plot analysis.
Beberapa temuan yang didapat dari hasil penelitian antara lain:
+ Atribut keamanan dan kenyamanan pesawat adalah atribut terpenting di mata responden
+ Dua belas atribut yang ada dapat terwakili oieh 5 faktor/dimensi, yaitu dimeimi Inflight
Service, Flight Operational Comfortable, Pre and Post flight Servic, frequent flyer program, dan price/discount.
+ Maskapai penerbangan Garuda adalah maskapai penerbangan yang paling dominan.
Tiga metode analisa yang dilakukan, yaltu analisa kinerja merek dalam setiap atribut,
analisa model Fishbein dan analisa biplot menunjukkan bahwa Garuda memiliki kinerja
terbaik disemua atribut kecuali atribut harga.
+ Dengan melihat semua hasil analisa, maka Merpati sebaiknya memfokuskan strategi
positioningnya untuk membangun kedekatan asosiasi dengan atribut keamanan dan
kenyaman pesawat, ketepatan waktu, dan jadwal penerbangan karena merupakan atribut
terpenting di mata responden.
Beberapa saran yang dapat diberikan adalah : Tetap menjaga brand image yang telah
terbentuk dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan tetap melakukan kegiatan promosi dan
public relation Sebaiknya membentuk dan mengembangkan sebuah divisi atau unit khusus
yang bertugas melakukan berbagai kegiatan riset di pasar. Penulis juga menyarankan
positioning statement ?safe and comfort? untuk reposisi Merpati berdasarkan atribut
terpenting bagi konsurnen dan analisa yang dilakukan.
Dalam penelitian ¡ni juga terdapat beberapa kelemahan yang pada umumnya
ditimbulkan oleh adanya berbagai keterbatasan dari peneliti. Kelemahan-keIemahan tersebut
antara lain adalah metode sampling yang digunakan tidak memiliki tingkat kecakan yang
teruji, dan jumlah maskapai penerbangan yang diuji hanya sebanyak 4 maskapai penerbangan
saja, sehingga ada kemungkinan hasil yang diperoleh tidak bisa mewakili persepsi dan
perilaku semua konsumen jasa penerbangan di Indonesia.
"
2002
T5110
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrian Nursin
"ABSTRAK
Salah satu cara untuk memberdayakan masyarakat golongan ekonomi lemah (sektor usaha kecil) adalah dengan menyediakan sumber pembiayaan usaha yang terjangkau bagi mereka. Dalam hal ini, satu stiategi pembiayaan bagi masyasakat golongan ekonomi lemah banyak digunakan di berbagai negara adalah pembiayaan mikro (Syahril syubirin,2001)
Pada awalnya, konsep pembiayaan rnikro (microfinance) lahir sebagai suatu terobosan bagi penyediaan jasa keuangan kepada masyarakat berpendapatan rendah yang tidak memiliki akses ke sistem keuangan modern. Dalam perkembangannya, konsep pernbiayaan mikro telah meluas tidak sekadar sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan usaha kecil tetapi, lebih dari itu, sebagai suatu pendekatan dalam pembangunan ekonomi.
Aktivitas pembiayaan mikro meliputi antara lain: penyedian kredit kecil, biasanya utuk modal kerja; pelaksanaan uji kelayakan secara informal terhadap peminjam dan jenis usaha/investasi yang akan dibiayai; penyediaan fasilitas pengganti janiinan melalui pembentukan jaminan kelompok atau tabungan wajib; pemberian akses terhadap fasilitas kredit lanjutan dalam jumlah yang lebih besar berdasarkan kinerja pelunasan penyediaan mekanisme pencairan kredit dan momtong yang sistematis, dan penyediaan produk tabungan yang aman.
Akan tetapi akscs UKM terhadap sumber modal masìh jauh dari yang diharapkan, masih sering terdengar keluhan bahwa rakyat kecil sulit untuk menerima kredit bank. Hal ini terjadi karena berbagai sebab, kesulitan administrasi dari pihak usaha kecil, kesulitan dan pihak bank dalam melayani usaha kecil karena terbatasnya kantor cabang dan personelnya, terutama sistem perbankan yang dinilai terlalu kaku karena kultur perbankan yang tidak sama dengan budaya ekonomi rakyat kecil yang biasanya berupa syarat-syarat teknis seperti syarat agunan atau jaminan usaha, yang sering tidak dimiliki oleh pengusaha kecil (Adi Sasono (1998,p3).
Akibat hal ini lalu banyak tumbuh berbagai lembaga keuangan non bank yang mempunyai tujuan sebagai mediator untuk memperbaiki pelayanan keuangan yang tersedia bagi masyarakat miskin di pedesaan. Salah satunya adalah Lembaga Keuangan Mikro (Micro Financing institution) dalam bentuk yayasan.
Beberapa yayasan yang telah melakukan berbagai kegiatan program bantuan bagi usaha kecil dengan menyediakan kebutuhan-kebutuhan dasar, akses ke pendanaan edukasi bisnis dan pelatihan usaha, Yayasan-yayasan ini adalah Yayasan Pengembangan Wirausaha Indonesia (YPWI) dan Yayasan Dharma Bhakti Parasahabat (YDBP). Yayasan-Yayasan ini yakin bahwa upaya ini dapal membantu pengembangan diri dari masyarakat miskin di indonesia dengan solusi jangka panjang.
Tetapi hingga kini belum diketahui apakah yayasan memiliki kinerja yang baik dan efisien selama melakukan aktivitas pendanaan mlkronya (microfinancing) dan bagaimana jika yayasan sebagai sebuah LKM ingin inengetahui kinerjanya.
Salah satu model evaluasi yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja LKM adalah Model Cashpor Operational Manual (COM) Model ini adalah model dikembangkan dan dibiayai oleh Consultative Group to Assist the Poorest (CGAP) melalui kapasitas program pembuatan dengan Credit and Savings for the Hardcore Poor (Casfipor Inc.). Untuk model evaluasi ini, Cashpor telah menggunakan alat-alat (tools) yang ada dalam mengevaluasi performansi keuangan dan operasional LKM secara umum, dan juga disesuaikan terhadap prosedur operasi dan kebutuhan dari para replikator metode Grameen Bank (GBR?s). Dan sebelum model evaluasi COM diterapkan pada kedua yayasan tersebut terlebih dahulu model evaluasi ini dibandingkan dengan model evaluasi yang biasa dipakai untuk menilai kinerja lembaga keuangan perbankan pada umumnya, hal ini dimaksudkan hanya untuk melihat perbedaan dari kedua model evaluasi ini.
Dan selanjutnya berdasarkan perbandingan hasil penerapan model evaluasi ini pada YPWI dan YDBP telab menunjukkan bahwa ternyata model COM adalah model yang kurang fleksibel dalam arti model ini memerlukan sejumlah penyesuaian terhadap proses penerapannya agar tetap dapat dipergunakan oleh LKM yang memiliki karateristik yang berbeda-beda."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5225
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Titi Safitri
"Kegiatan sektor rite! di Jakta (khususnya shopping center) mengalami perkembangan yang cukup pesat selama sepuluh tahun terakhir, yang ditandai dengan peningkatan dalam jumlah pasok yang cukup tajam dari 225.000 m2 pada tahun 1980 menjadi 1,2 juta m2 pada tahun 1990?an. Dalam kurun waktu tersebut, periode 1990-1991 dan 1995?1996 merupakan periode yang paling aktif, dimana pada saat tersebut sekitar 100.000m2 dan 165.000m2 suplai ban untuk grade A dan B mulai memasuki pasar.
Pertumbuhan yang pesat ini, tak terlepas dari kedudukan kota Jakarta sebagai ibukota negara yang memiliki jumlah penduduk yang padat disertai dengan tingkat pendapatan penduduk per kapita per tahun yang tinggi. Selain itu, perkembangan tersebut juga ditunjang oleh pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, meningkatnya pendapatan masyarakat, daya tarik kenyamanan berbelanja, perubahan gaya hidup masyarakat kelas menengah atas di perkotaan yang cenderung memilih berbelanja di pusat perbelanjaan modern, serta kualitas produk yang lebih balk dengan harga yang relatif terjangkau.
Namun dengan terjadinya krisis ekononi pada awal pertengahan tahun 1997, banyak aspek keberuntungan dalam pasar properti seakan pergi, seiring dengan memburuknya kondisi perekonomian Indonesia. Banyak pengembang yang menunda proyek?proyek yang tengah berjalan ataupun baru direncanakan bahkan adapula yang menjual proyek?proyek karena tidak tersedianya dana yang cukup akibat inflasi dan melemahnya nilai tukar Rupiah. Beberapa rencana pembangunan pusat perbelanjaan yang ditunda sementara antara lain: Plaza Indonesia II, Conrad, Plaza Pasiflic, Plaza Cilandak, Caleña Jakarta, Plaza Modem, Mal Ciputra, Plaza Kasablanka, clan Mal Pondok Indah II.
Semasa pra?krisis, PT XYZ merupakan salah satu perusahaan yang menikmati kejayaan disektor properti. Berdasarkan business plan yang disiapkan pada masa itu, mereka merencanakan pembangunan sebuah pusat perbelanjaan lanjutan (mall extension) dengan sistem sewa dan salah satu pusat perbelanjaan ternama yang dikelolanya, yang terletak di daerah sekunder untuk masyarakat kelas menengah ke atas. Sebagian proyek pembangunan tersebut telah dimulai pada tahun 1997. Namun, dengan terjadinya krisis ekonomi, pembangunan proyek tersebut untuk sementra terpaksa diberhentikan.
Dengan memperhatikan perkembangan sektor ritel dan pra?krisis sampai sekarang, karya akhir ini membahas apakah proyek pembangunan pusat perbeianjaan xyz layak secara finansial untuk kembali dilanjutkan, mengingat diperlukannya suntikan dana yang cukup besar untuk membiayai proyek tersebut.
Analisa keuangan dilakukan dengan melihat proyeksi free cash flow to equity dengan atau tanpa dana pinjaman selama lima belas tahun. Proyeksi cash inflows berasai dari pendapatan sewa, service charge dan pendapatan lainnya untuk pusat perbelanjaan. Sedangkan proyeksi cash outflows terdini dan biaya pembangunan, biaya operasiona, pajak dan capital expenditure. Pembuatan proyeksi tersebut didasani oleh beberapa asumsi umum yang berkaitan dengan vaniabel makroekonomi Indonesia dan asumsi khusus yang berkaitan dengan pusat perbelanjaan. Sedangkan kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi kelayakan investasi adalah berdasarkan metode Net Present Value, Internal Rate of Return dan Payback Period.
Adanya kemungkinan asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam proyeksi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya waktu, maka diperlukan suatu analisa sensitivitas yang merupakan analisa untuk melihat dampak dari perubahan-perubahan key variable proyek terhadap proyeksi arus kas."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T5234
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffrey Nathanael
"ABSTRAK
Sebagai salah satu pendukung pada sektor konstruksi. industri semen sangat
dibutuhkan untuk pembangunan fisik seperti gedung-gedung perkantoran. perumahan
dan jalan. Tetapi pada masa krisis ekonomi saat ini, konsumsi semen dalam negeri
menurun karena tidak berjalannya kegiatan pembangunan dibidang konstruksi dan
turunnya daya beli masyarakat. Konsumsi semen nasional masih meningkat pada
tahun 1997 dan mulai menurun pada tahun 1998 hìngga 30%. Hingga tahun 1999
jurnlah perusahaan yang memproduksi semen tercatat 10 buah. dengan 5 perusahaan
diantaranya adalah BUMN (Badan Usaba Milik Negara) dan 5 perusahaan laìnnya
milik swasta. Sedikitnya jumlah perusahaan yang memproduksi semen telah
menempatkan industri semen sebagai industri yang bersifat oligopolistik, sehìngga
kondisi ¡ni sering dikaitkan dengan terjadinya ke[angkaan suplai semen dan fluktuasì
harga semen di pasaran.
Pemerintah semula menerapkan regulasi melalui penetapan harga seperti HET
(Harga Eceran Tertinggi) pada tahun 1974-1979 dan kemudian sejak bulan April
1979 diganti dengan HPS (Harga Pedoman Setempat) yang diikuti dengan
regionalisasi penjualan semen. Dengan dihapuskannya HPS oleh pemerìntah pada
bulan November 1997 berarti selanjutnya harga semen akan ditentukan okh
penawaran dan permintaan pasar.
Berkaitan dengari deregulasi tersebut, PT.Indocement Tunggal Prakarsa,
kemungkiflan akan mengbadapi persaingan yang semakin ketat dalarn industri semen
ini dan di sisi lain juga mendapatkan peluang dalam menciptakan pangsa pasar barn
diluar wilayah pemasarannya selama ini.
Sebagaimana diketahui, persaingan yang terjadi dalam industri semen yang
semakin ketat rnendorong perusahaan-perusahaan semen untuk memperoleh posisi
yang Iebih kuat dengan menggunakan berbagai cara antara lain, memberikan harga
jual yang kompetitif. menggunakan media iklan sebagai sarana informasi dan
promosi, serta memberikart layanan yang Iebih baLk pada para pelanggannya. Selain
itu, produk semen telah menjadi suatu kebutuhan utama yang tetap bagi industri
properti dan konstruksi, sehingga perusahaan semen yang telab menjadi pemimpin
(leader) dalam industri ¡ni akan dapat lebih berkembang lagi.
Produk semen yang tidak memiliki perbedaan dalam bentuk dan kualitas
menyebabkan para produsen hams berkompetisi berdasarkan barga, dimana cil
Indonesia harga semen ditentukari oleb mekanisme pasar. Strategi bersaing yang
dapat diterapkan PT indocernent Tunggal Prakarsa dalam menghadapi persaingan di
industri semen ini adalab dengan strategi cosi leadership atau biaya terendah.
Langkah yang dapat dilakukan oleh perusahaan dalam menerapkan strategi
tersebut antara lain dengan menekan biaya produksi seefi sien mungkin dad aktivitas
rainai nilai perusahaan. Dengan mengoptimalkan masing-masing aktivitas dan rantal
nilai yang dimilikinya, perusahaan dapat menekan biaya produksi dan mengambil
margin yang besar dan penjualan semennya sehingga perusahaan dapat membangun
citra dan semen ?Tiga Roda? pada masyarakat melalul prornosi dan media ikian,
menetapkan harga jual yang kompetitií menjalin hubungan pernasaran dengan para
konsumen, ineningkatkan pelayanan perusahaan, sefla melakukan perluasan proyek
guna menambab kebuluhan kapaskas produksi Keunggulan strategik lain yang
dimiliki perusahaan yaitu sebagai market leader dapat rnemungkinkan perusahaan
untuk menetapkan acuan hargajual semen bagi para pesaingnya
Masuknya Heidelberger sebagai investor strategis yang menanamkan dana
di PT Indocement Tunggal Prakarsa alcan dapat membantu perusahaan dalam
mengembangkan jangkauan pemasarannya, balk di pasar dornestik maupun pasar
global. dengan menggunakan jalur perdagangari strategis Heidelberger
Meskipun industri semen kini termasuk pada tipe standard cycles dan
halangan untuk masuk ke dalam industri ¡ni cukup besar, pemain-pemain baru
mutai terlihat dan tuait meramaikan industri ¡ni. Hal ini menunjukkan bahwa
prospek industri semen sebenarnya rnasìh cukup menjanjikan di tengah kondisi
ekonomi dan politik yang hingga saat ini masih belum stabil.
"
2002
T5328
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdi Adrian Diapari
"ABSTRAK
Sistem pengukuran dengan menggunakan tolak ukur finansial saat ini dirasakan
tidaklah cukup karena hanya dapat mengukur kinerja masa lampau saja. Yang dibutuhkan oleh
manajemen adalah suatu alat ukur yang dapat menuntun dan mengevaluasi strategi untuk
mencapai vlsi dan misi perusahaan. Selain itu tolak ukur finansial juga tidak dapat mengukur
asset-asset perusahaan yang intangible yang diperlukan untuk pencapaian visi dan misi
perusahaan.
Konsep Balanced Scorecard menggabungkan penggunaan tolak ukur finansial dan non
finansial, baik sebagai outcome measures, maupun sebagai performance drivers dari inisiatif
strategik yang digunakan perusahaan. Konsep Balanced Scorecard juga menggambarkan
hubungan sebab akibat dari keempat perspektif, yaitu flnansial, pelanggan, proses bisnis
internal serta pertumbuhan dan pembelajaran.
Kembalinya pola konsumsi masyarakat Indonesia dan semakin meningkatnya volume
ekspor merupakan salah satu peluang bagi PT.Yupi Indo Jelly Gum sebagal salah satu pemain
di industri confectionaty indonesia untuk mencapai tujuan utamanya yaitu peningkatan nilai
Return on Investment (ROI).
Studi dalam karya akhir ini membahas penerapan konsep Balanced Scorecard sebagai
sistem penilaian kinerja perusahaan di PT.Yupi Indo Jelly Gum dalam mencapai visi dan misi
perusahaan yaitu melayani pasar-pasar besar didunia. Dalam studi ini akan dibahas inisiatif
inisiatif strategik perusahaan dalam mencapai tujuan utamanya yang dipisahkan dalam empat
perspektif Balanced Scorecard. Studi ini juga menjelaskan hubungan antara inisiatif-inisiatif
strategik tersebut serta tolak-tolak ukur yang digunakan untuk mengukur keberhasilannya,
baik yang berupa outcome measures maupun yang berupa performance drivers.
Metodologi penelitian yang digunakan dalam karya akhir ini meliputi urutan proses
yang dimulai dari penelitian pendahuluan dan kemudian diikuti oleh identifikasi masalah,
perumusan tujuan, penelitian kepustakaan dan lapangan, serta tahap-tahap pembuatan
Balanced Scorecard yang meliputi penentuan tujuan tiap perspektif, pemilihan inisiatif
strategik, penentuan tolak ukur, penentuan target dan pembuatan peta strategi. Kemudian path
tahap terakhir diambil kesimpulan dan keseluruhan penelitian yang dilakukan.
Peningkatan nilai ROT merupakan tujuan akhir dari keseluruhan inisiatif strategik yang
terdapat dalam Balanced Scorecard PT.Yupi Indo Jelly Gum. Dalam perspektif finansialnya,
peningkatan nilai ROT dilakukan melalui pertumbuhan pendapatan perusahaan, penurunan
biaya operasi dan peningkatan produktivitas karyawan.
OIeh karena pelanggan merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan, maka
perspektif pelanggan pada Balanced Scorecard menekankan pada retensi pelanggan dengan
meningkatkan tingkat kepuasan pelanggan serta melakukan proses akuisisi pelanggan baru
Hal ini dicapai dengan pengembangan produk, peningkatan kualitas, menjaniin ketersediaan
barang dipasar dan peningkatan brand awareness dan produk PT.Yupi Indo Jelly Gum.
Untuk mendukung inisiatif strategi dalam perspektif pelanggan, perspektif bisnis
internal pada Balanced Scorecard PT.Yupi Indo Jelly Gum memuat inisiatif strategik yang
mendukung peningkatan tingkat kepuasan pelanggan. Menjamin kualitas sebelum dan sesudah
proses produksi, peningkatan kemampuan riset dan pengembangan, peningkatan kinerja
distributor serta peningkatan efisiensi proses produksi yang mengarah ke penurunan per unit
Cost dari produk merupakan inisiatif strategik yang ada dalam perspektif proses bisnis internal.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan merupakan dasar dan merupakan
infrastruktur untuk mencapai tujuan pada ketiga perspektif lainnya dalam Balanced Scorecard.
PT.Yupi Indo Jelly Gum rnenempatkan karyawan sebagai dasar utama. Peningkatan
kemampUan karyawan serta peningkatan tingkat kepuasan karyawan merupakan inisiatif
strategik yang ada dalam perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dan diharapkan dapat
menjadi infrastruktur dalam mencapai tujuan pada ketiga perspektif lainnya yang terdapat
pada Balanced Scorecard PT.Yupi Indo Jelly Gum.
Kesemua inìsiatif strategik itu diukur dengan beberapa tolak ukur, tidak hanya
menggunakan tolak ukur finansial namun juga non finansial, Sebagian tolak-tolak ukur yang
digunakan berfungsi tidak hanya sebagai outcome measures saja, tetapi juga sebagai
performance drivers.
Untuk lebih jelas menvisualisasikan hubungan antar inisiatif-inisiatif strategik yang
terdapat pada keempat perspektif Balanced Scorecard PT.Yupi Indo Jelly Gum, maka dibuat
sebuah peta strategi. Peta strategi tersebut memberikan gambaran yang jelas kepada seluruh
karyawan di perusahaan bagaimana keseluruhan inisiatif-insiatif strategik yang digunakan
mengarah kepada tujuan utama perusahaan yaitu peningkatan nilai ROI. Peta strategi juga
memberilcan gambaran bagaman intangible assets yang dimiliki perusahaan seperti
kemampuan karyawan serta tingkat kepuasan karyawan akan menghasilkan sesuatu yang
tangible yaitu peningkatan nilai ROI.
Namun salah satu hal yang perlu diperhatikan dan penggunaan konsep Balanced
Scorecard oleh PT.Yupi Indo Jelly Gum adalah meskipun keseluruhan inisiatif strategik dalam
keempat perspektifnya akan mendorong peningkatan ROI, namun masih ada faktor-faktor
ekstemal perusahaan yang akan peningkatan ROI seperti krisis ekonomi yang
pernah terjadi.
"
2002
T1569
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Novita
"ABSTRAK
Menjelang era 2000-an adalah era euphoria bisnis dengan basis internet
atau popular dengan bisnis dotcom. Bisnis ini diyakini memiliki tingkat
pengembalian modal yang tinggi karena mampu menghasilkan laba dengan
modal yang lebih kecil karena tidak memerlukan investasi peralatan atau aktiva
tetap yang tinggi sebagaimana perusahaan lainnya. Keunggulan lain yang
diproyeksikan saat itu adalah kemajuan teknologi yang memicu akselerasi
permintaan produk dengan lebih cepat dan mudah. Hal ini memicu kenaikan
harga saham perusahaan yang bergerak di bisnis dotcom dengan angka yang
fantastis kala itu dan mendorong meningkatnya baik pembelian saham dan
masuknya pelaku-pelaku baru di bisnis ini. Fenomena ini berlaku juga di
Indonesia.
Tetapi dalam waktu singkat menjelang awal tahun 2001, prediksi
gemerlapnya bisnis dotcom ini dipertanyakan kembali seiring dengan runtuhnya
beberapa perusahaan dotcom karena ternyata baik pertumbuhan permintaaan
produk, pemasukan iklan dan tingkat profitabilitas yang dihasilkan tidaklah
sebesar yang dibayangkan semula. Akibatnya harga saham bisnis dotcom pun
menurun menyusul pula penutupan beberapa perusahaan di bisnis ini dan PHK
massal para profesionalnya. Di Indonesia pun tak luput dari gejala buruk ini.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana sebenarnya menilai
masa depan bisnís tipe ini dengan penilaian yang seakurat mungkin mengingat
data historisnya nyaris tidak ada. Dan beberapa metode penilaian (valuation)
yang diperkenalkan, metode Economic Value Added yang dipopulerkan Stern
Stewart agaknya dapat mencoba menjawab permasalahan valuasi ini. Salah satu
tokohnya adalah Aswath Damodaran yang mencoba menghitung EVA
perusahaan dotcom atau perusahaan berbasis teknologi tinggi dengan analisa
perhitungan spreadsheet EVA sebagaimana dirnunculkan dalam bukunya Dark
Side of Valuation. Damodaran mencoba melakukan penilaian dengan sample
perusahaan seperti Amazon.com, Ariba, dan lain-lain.
Di Indonesia, penulis mencoba mengaplikasikan metoda yang dipakai
oleh Damodaran ini pada perusahaan dotcom pertama yang go public yakni PT
Myohdotcom Indonesia dalam bahasan karya akhir kali ini untuk melihat
prediksi fluai perusahaan dotcom semacam ini.
"
2002
T4907
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>