Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kindangen, Simon Albert
Abstrak :
Taman Nasional Dumoga Bone dengan luas wilayah 325.000 hektar meliputi Cagar Alam Bulawa 75.200 hektar, Suaka Margasatwa Bone 110.000 hektar, dan Hutan Lindung 46.300 hektar. Sesuai dengan masalah yang dihadapi, maka obyek penelitian hanya dibatasi pada Suaka Margasatwa Dumoga, yang pada tahun 1983 telah mengalami kerusakan hutan seluas kira-kira 20.000 hektar. Kegiatan-kegiatan sebagian petani di Desa-desa Kecamatan Dumoga yang berada di sekitar Taman Nasional dalam bentuk peladangan liar, pemukiman liar, pengambilan berbagai hasil hutan serta penangkapan binatang-binatang langka yang dilindungi, telah menyebabkan kerusakan sebagian hutan di wilayah Suaka Margasatwa Dumoga, dalam kawasan Taman Nasional-Dumoga Bone. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor sosial dan ekonomi apa dari penduduk di sekitar wilayah yang menghambat pengelolaan Taman Nasional. Tujuan dan kegunaan penelitian ini yaitu mengidentifikasi data dan informasi mengenai faktor-faktor sosial dan ekonomi penduduk di sekitar wilayah yang menghambat pengelolaan Taman Nasional, menguji hipotesis, sebagai masukan kepada Pemerintah Daerah Tingkat I Sulawesi Utara dan pengelola Taman Nasional, dan diharapkan juga dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu lingkungan, serta bagi penelitian lebih lanjut. Penelitian ini telah dilaksanakan melalui pengamatan dan survai dengan menggunakan kuesioner, wawancara dengan para petani respondent pemerintah daerah, serta instansi-instansi yang bersangkutan di Tingkat Kecamatan, Kabupaten, Propinsi dan tingkat Pusat. Sesuai dengan hipotesis pertama, ternyata bahwa rendahnya pendidikan petani memberi pengaruh negatif (menghambat) terhadap pengelolaan Taman Nasional. Dalam kenyataannya, tingkat pendidikan yang lebih rendah menyebabkan kerusakan hutan yang lebih besar, dan sebaliknya, tingkat pendidikan yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan hutan dengan intensitas yang lebih kecil (tabel 15, halaman 99). Selanjutnya dibuktikan pula bahwa hasil analisis mendukung hipotesis yang kedua yaitu rendahnya pendapatan petani, memberi pengaruh negatif (menghambat) terhadap pengelolaan Taman Nasional. Sebagaimana halnya dengan variabel pendidikan terhadap variabel kerusakan hutan, ternyata tingkat pendapatan berbanding terbalik dengan tingkat kerusakan hutan, yaitu pendapatan yang lebih rendah menyebabkan kerusakan hutan dengan intensitas yang lebih besar, dan sebaliknya, pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan hutan yang lebih kecil. Dalam penelitian juga dijumpai bahwa selain faktor pendidikan dan pendapatan petani yang rendah sebagai faktor dominan, ternyata faktor-faktor pertambahan penduduk, peraturan perundangan, pemilikan tanah dan lapangan kerja juga telah turut menyebabkan hambatan bagi usaha perlindungan hutan di wilayah Suaka Margasatwa Dumoga, sebagai salah satu aspek pengelolaan Taman Nasional Dumoga Bone. Sebagai kelengkapan laporan ini maka melalui pengamatan di Desa Huluduotamo, Kecamatan Suwawa, Kabupaten Gorontalo, ternyata di Suaka Margasatwa Bone juga dihadapi masalah kerusakan hutan seluas kira-kira 2000 hektar dari luas keseluruhan yaitu 110.000 hektar. Untuk mengatasi masalah kerusakan hutan di Taman Nasional ini perlu diusahakan peningkatan pengertian petani mengenai bidang lingkungan hidup, antara lain yang meliputi pengenalan tentang arti, tujuan dan manfaat dari Suaka Margasatwa dan Taman Nasional secara keseluruhan melalui kegiatan-kegiatan penyuluhan, serta usaha peningkatan kesejahteraan petani di sekitar Taman Nasional Dumoga Bone.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1985
T3440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ronni Rens Mankin
Abstrak :
RINGKASAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pengetahuan dan informasi tentang hubungan dan pengaruh dari faktor-faktor pendidikan, pendapatan kotor petani dan rasio jumlah tanggungan petani dengan luas tanah garapannya terhadap terjadi dan meluasnya tanah kritis yang dalam hal ini diidentifikasi berupa padang alang-alang. Padang alang-alang diduga sebagai hasil pembukaan hutan yang merupakan salah satu hasil kegiatan yakni perladangan berpindah yang sampai sekarang masih banyak dilakukan didaerah pedesaan di luar pulau Jawa.

Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan para petani peladang dan pengamatan di lapangan pada sampel bekas tanah ladang yang pernah dikerjakan terakhir kalinya. Pengambilan sampel dilakukan terhadap semua bekas tanah ladang didaerah desa Tumbang Tahai dan daerah desa Marang Kecamatan Bukit Batu, Kotamadya Palangka Raya, Propinsi Kalimantan Tengah.

Dengan bertitik tolak pada pandangan bahwa padang alang-alang dapat dikategorikan sebagai tanah kritis yang ditinjau dari segi pertanian secara potensial tidak dapat menjalankan salah satu atau beberapa fungsinya yakni unsur produksi pertanian, media pengaturan tata air dan media perlindungan alam lingkungan, maka ditarik hipotesis pertama bahwa di kedua daerah desa itu terdapat hubungan dan pengaruh faktor pendidikan, pendapatan kotor petani, dan rasio jumlah tanggungan petani dengan luas tanah garapannya terhadap terjadinya dan meluasnya tanah kritis, dan hipotesis kedua adalah bahwa pengaruh faktor pendidikan yang rendah dari para petani merupakan faktor yang terbesar pengaruhnya.

Hasil analisis data penelitian ini menunjukkan bahwa ketiga faktor yang diduga tersebut secara bersama-sama berpengaruh, tetapi secara sendiri-sendiri justru faktor pendidikan tidak cukup kuat menunjukkan adanya pengaruh yang berarti. Ternyata pengaruh yang paling besar adalah dari faktor pendapatan kotor petani. Kemudian dari hasil perbandingan terhadap kedua daerah desa tersebut,ternyata pengaruh letak geografis daerahnya, adanya kesempatan kerja di luar sektor pertanian,dan banyaknya jumlah tanggungan petani serta luas tanah garapannya, mempengaruhi pula terhadap besarnya pengaruh faktor faktor tersebut.

Langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya tanah kritis antara lain adalah (1) memberikan bimbingan dan penyuluhan lebih intensif bagi para petani peladang, khususnya di daerah terpencil dan terisolasi, (2) memberikan perhatian khusus terhadap daerah-daerah yang memiliki tanah kritis dan potensial menjadi lebih luas dengan cara melakukan perbaikan dan perluasan prasarana dan sarana kehidupan, dan (3) mengusahakan terciptanya lapangan kerja di luar sektor pertanian lebih luas.

Penelitian lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah meneliti lagi faktor-faktor yang diduga berpengaruh dengan memasukkan pula faktor lain dan menerapkannya pada daerah yang lebih luas dan berbeda.

1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azwar Manaf
Abstrak :
Dilakukan proses pemanasan pada lembaran besi yang telah dilapisi Zn di sekitar titik lebur Zn dengan tujuan untuk membentuk lapisan alloy Fe-Zn pada permukaan subtrat (Fe). Bila lapisan ini terbentuk, alloying tersebut diharapkan berperan sebagai pelindung kedua setelah lapisan Zn terhadap serangan dari lingkungan lingkungan yang korosif yang merusak material melalui proses korosi. Pada penelitian ini digunakan Diffraksi Sinar-X dan Spektroskopi Effek Mossbauer untuk mengidentifikasi terbentuk atau tidaknya alloy Fe-Zn. Identifikasi diperkuat dengan analisa melalui hukum Hume Rothery(19) dan diagram fase Fe-Zn. Sebagai hasil dan kesimpulan adalah: proses pemanasan tersebut menghasilkan alloying Fe-Zn dengan ketebalan 30-40 μm dengan rumus struktur γ- Fe3Zn10. Struktur γ-Fe3Zn10 mengikuti struktur γ Cu3Zn8 berbentuk kubus komplek dengan 52 buah atom total di dalam 1 unit cell. Alloy bersifat non magnetik. Di atas lapisan alloy Fe-Zn ini terdapat lapisan lain yaitu lapisan Zincite (Zn0) dengan ketebalan 50-55 μm. Dari hasil pengukuran ketebalan kemudian dibuat model lapisan.
Depok: Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mariati S. Muchlis
Abstrak :
ABSTRAK
Sayatan pada operasi katarak biasanya menyebabkan beberapa tingkat pendataran meridian kornea pada "right angle" ke arah sayatan tersebut. Dengan sayatan di bagian superior berarti adanya pendataran pada meridian vertikal.
Perjalanan yang lambat dan progresif dari penyembuhan luka operasi menyebabkan regangan jaringan parut sehingga terjadi pendataran dari bagian atas kornea yang menghasilkan astigmatisme "Againts the rule".
Dikatakan bahwa astigmatisme yang terjadi segera setelah operasi disebabkan oleh karena jahitan yang terlalu kencang dan akan berkurang selama periode pasca bedah ( 9 ).
Sing (7) berpendapat bahwa astigmatisme yang terjadi segera setelah operasi lebih tinggi dibandingkan pasca pembedahan setelah 6 minggu di mana akan menurun hampir separuhnya.
Yaffe (10) menganjurkan pemberian kaca mata afakia segera setelah hasil keratometer dan refraksi stabil, biasanya pada minggu ke-6 sampai minggu ke-8 pasca bedah.
Dia malah memberikan kaca mata afakia setelah 4 minggu dan kadang-kadang setelah 8 minggu, hal ini tergantung dari tehnik pembedahan.
Menetapnya hasil keratometer atau refraksi selain tergantung dari teknik pembedahan, juga dipengaruhi oleh proses penyembuhan luka yang bervariasi secara individual, di samping itu berbagai faktor lain seperti operator, benang yang dipakai, pengobatan pasca bedah dan lain-lain mempunyai peranan penting, sehingga pemberian kaca mata afakia sebaiknya ditinjau kasus perkasus.
Selama ini di RS Cipto Mangunkusumo pemberian kaca mata afakia setelah 2 bulan pasca bedah di mana dianggap luka operasi sudah tenang dan hasil refraksi objektif dan subjektif sudah optimal.
Timbul masaalah pada penderita-penderita yang masih aktif bekerja agar dapat menjalankan fungsinya sedini mungkin sehingga mereka sangat mengharapkan kaca mata afakia secepatnya.
Kapan sebaiknya kaca mata afakia dapat diberikan merupakan hal yang perlu dikemukakan mengingat faktor-faktor tersebut diatas. Dalam hal ini penulis ingin mencoba untuk menentukan suatu kriteria, kapan sebaiknya diberikan kaca mata afakia pada penderita pasca bedah katarak yang tentu saja disesuaikan dengan kondisi dan situasi yang tersedia.
Pada penelitian ini penulis membatasi diri dengan hanya melakukan penelitian pada penderita yang dilakukan operasi katarak intrakapsuler dengan tehnik operasi yang sesuai protokol yang telah dianjurkan pada resider tingkat terakhir di Bagian Ilmu Penyakit mata RSCM.
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumiyanto
Abstrak :
LATAR BELAKANG
Dalam pembangunan nasional yang pada hakekatnya di titikberatkan pada sektor pertanian, guna mempertinggi produksi pangan, Pemerintah melaksanakan program Panca Usaha Pertanian yang meliputl:

1. penggunaan bibit unggul;

2. pemupukan yang tepat menurut dosis dan waktunya;

3. pemberantasan hama;

4. penyempurnaan cara bercocok tanam;

5. pengairan yang teratur.

Mengingat keadaan petani yang sebagian besar masih dalam keadaan tidak mampu, baik dalam bidang pengetahuan tentang pertanian maupun dalam bidang menejemen ekonomi pertanian, maka program Panca Usaha Pertanian akan berjalan dengan lancar apabila diikuti dengan penyuluhan dan ditunjang,dengan pembiayaan. Pembiayaan di sini antara lain dapat diperoleh melalui kredit Bimas.

Realisasi kredit Bimas dilaksanakan melalui BRI Unit Desa. BRI Unit Desa ini merupakan unit kerja cabang BRI untuk memberikan pelayanan perbankan bagi rakyat pedesaan dilingkungan Wilayah Unit Desa. Wilayah BRI Unit Desa ditetapkan ninimal 600 hektar atau sebanyak-banyaknya meliputi enam desa, dan sedapat mungkin ditempatkan dalam suatu kompleks yang mudah dijangkau oleh para petani.

Jangka waktu pembayaran kembali kredit Bimas ditetapkan satu bulan sesudah panen atau selambat-lambatnya tujuh bulan sesudah kredit direalisasi. Dalam memberikan pelayanan kredit kepada para petani, BRI tidak luput dari hambatan- hambatan dan kesulitan-kesulitan, baik yang disebabkan oleh para petani maupun oleh petugas BRI Unit Desa. Pada dasarnya inti persoalan kredit Bimas terletak pada proses pengembalian kredit kepada Bank. Hal ini terbukti dari besarnya tunggakan kredit Bimas yang belum terbayar dan kasus-kasus penyelewengan kredit Bimas yang dilakukan oleh petugas-petugas Bimas yang kebanyakan terdiri dari mantri-mantri BRI Unit Desa, Pengurus BUUD & KUD, Penyalur pupuk dan para Pamong Desa.

1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sunarso Brotosoetarno
Abstrak :
ABSTRAK
Demam tifoid dan paratifoid adalah suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh kuman golongan Salmonella. Penyakit ini disebut pula demam enterik, tifus, dan paratifus abdomen. Paratifoid biasanya lebih ringan perjalanannya dan menunjukkan gambaran klinis yang sama seperti tifoid atau menyebabkan enteritis akut. Kedua jenis penyakit ini merupakan masalah kesehatan yang penting, terutama di negara-negara yang sedang berkembang baik ditinjau dart segi epidemiologi, segi diagnosis laboratoriumnya serta kelengkapan dart laboratorium kliniknya. Hal ini berhubungan erat pula dengan keadaan sanitasi dan kebiasaan higiene yang kurang memuaskan.

Diagnosis demam tifoid ditegakkan atas dasar klinis dan ditopang oleh diagnosis laboratorium. Pemeriksaan jumlah leukosit pada penderita demam tifoid kurang dapat menyokong diagnosis kliniknya. Walaupun menurut literatur pada demam tifoid terdapat leukopenia dan limfositosis relatif, tetapi kenyataannya leukopenia tidak sering dijumpai. Pada sebagian besar kasus demam tifoid, jumlah leukosit pada darah tepi masih dalam batas-batas normal, malahan kadang-kadang terdapat leukositosis walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu, pemeriksaan jumlah leukosit kurang dapat menyokong diagnosis klinis demam tifoid.

Sejak ditemukannya uji serologi Widal lebih kurang 80 tahun yang lalu, uji ini mempunyai nilai diagnostik yang tinggi dan masih luas dipergunakan di negara-negara yang sedang berkembang. Uji serologi ini didasarkan atas pemeriksaan adanya antibody dalam serum penderita akibat infeksi oleh kuman Salmonella. Tetapi akhir-akhir ini kegunaan uji serologi Widal masih banyak diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini disebabkan adanya berbagai faktor yang dapat mempengaruhi hasil uji Widal, antara lain : keadaan gizi penderita, nengobatan dengan antibiotika, pernah mendapat vaksinasi Typhus Paratyphus A-Paratyphus B ( TAB ) atau infeksi sebelumnya, saat pengambilan darah, dan sebagainya.

Dalam upaya untuk meningkatken perawatan penderita tersangka demam tifoid diperlukan suatu hasil pemeriksaan laboratorium sedini mungkin, untuk menyokong penegakkan diagno sis klinisnya. Adapun jenis pemeriksaan laboratorium yang dapat lebih menyokong diagnosis klinis demam tifoid adalah menemukan kuman Salmonella dengan cara mengisolasikannya dari darah, urin, tinja atau cairan badan lainnya. Frekuensi dapat ditemukannya kuman dari darah, urin, tinja ataupun cairan badan lainnya berhubungan dengan patogenesis penyakit. Pada permulaan penyakit lebih mudah ditemukan kuman dalam darah, baru pada stadium selanjutnya dalam tinja, kemudian dalam urin?
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iksan Mardji Ekoputro
Abstrak :
ABSTRAK
Mengapa orang tidak bersalah dapat ditangkap dan ditahan? Bahkan diajukan ke depan pengadilan? Begitu pertanyaan yang sederhana sekali kedengarannya, tetapi mengandung makna yang memberikan pemahaman tersendiri untuk dapat memberikan jawaban yang pasti terhadap apa yang dimaksudkannya. Berangkat dari masalah inilah, kami merasa tertarik untuk menulis persoalan tersebut yang kami tuangkan dalam bentuk tesis ini.

Sebenarnya pertanyaan tersebut jika tidak mengandung makna lain, sangat mudah untuk diberikan jawabannya. Seseorang yang sudah jelas tidak bersalah, sudah tentu tidak dapat ditangkap, ditahan dan diadili. Karena seseorang hanya bisa ditangkap apabila ada dugaan keras bahwa orang tersebut telah melakukan suatu tindak pidana dan di samping itu ada dasar bukti permulaan yang cukup.

Mengandung makna lain yang dimaksudkan di sini ialah kalimat pertanyaan itu ditujukan kepada suatu asas yang berlaku di dalam hukum acara pidana kita yaitu asas praduga tidak bersalah. Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum yang tetap (UU No. 14/1970 ps. 8).

Sebelum berlakunya UU No. 14/1970 tersebut, asas praduga tidak bersalah ini telah pula dimuat di dalam UUD RIS 1949 pasal 14, UUDS 1950 pasal 14 dan kemudian UU No. 19/1964 (Undang-Undang Pokok Kehakiman) pasal 5. Dari semua ketentuan tersebut di atas, kalimat yang dipakai untuk menyatakan asas tersebut boleh dikatakan serupa walaupun tidak sama benar. Begitu juga kalimat yang dipakai dalam penjelasan umum KUHAP angka 3c.

Timbulnya pertanyaan di awal tulisan ini, karena adanya perbedaan ataupun kekurang telitian pemahaman asas tersebut dalam hubungannya dengan proses peradilan pidana. Antara asas praduga tidak bersalah dengan proses peradilan pidana ada hubungan yang erat sekali yang bahkan tidak dapat dipisankan. Proses peradilan pidana merupakan suatu proses di mana sejak seseorang menjadi tersangka dengan dikenakannya penangkapan sampai dengan adanya putusan hakim yang menyatakan kesalahannya. Dalam proses itulah asas praduga tidak bersalah diterapkan. Dengan demikian dapat ditegaskan bahwa yang harus "dianggap tidak bersalah" adalah orang yang sejak saat ditangkap, ditahan, dst. sampai dengan adanya putusan hakim yang menyatakan kesalahan orang tersebut, Bahkan suatu putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Namun demikian, perbedaan pemahaman masih dimungkinkan bisa terjadi di antara para pembaca yang selalu dihadapkan kepada dua nisi kepentingan yang tidak sama antara kepentingan tersangka/terdakwa dan kepentingan aparat penegak hukum. Kepentingan tersangka / terdakwa karena "dianggap tidak bersalah" maka hak-haknya harus dihormati dan dihargai sebagaimana orang yang tidak bersalah.Dengan demikian tersangka/terdakwa harus diperlakukan sebagaimana orang yang tidak bersalah. Sedangkan kepentingan aparat penegak hukum menjadi terlupakan dengan adanya titik berat pemahaman kepada kepentingan tersangka atau terdakwa saja. Hal ini terbukti dengan timbulnya pertanyaan seperti di depan, mengapa orang tidak bersalah dapat ditangkap dan ditahan.
1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pattiasina, Chusnul Chotimah
Abstrak :
PENDAHULUAN


Penelitian atau studi Tentang Impaksi Mahasiswa Fakultes Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun 1985 telah mengambil mahasiswa sebagai subyek penelitian sebanyak 100 orang dari populasi sebanyak 500 orang. Sampel diambil secara random baik laki-laki maupun perempuan dengan proporsi seimbang dengan jumlah populasi. Objek pengamatan hanya dibatasi pada molar tiga bawah, di periksa secara intra oral dan pengamatan rontgent foto.

Tujuan penelitian adalah untuk melihat gambaran seberapa jauh penyebaran impaksi pada mahasiswa FKGUI dan melihat karakteristik molar tiga bawah impaksi menurut gambaran kelas, posisi, hubungan sumbu dan simetris kiri dan kanan.

Hasil yang diperoleh menunjukkan berapa luasnya impaksi yang terjadi pada subyek penelitian, yaitu mencapai setengah dari jumlah sampel yang diambil. Karakteristik impaksi pada mahasiswa FKGUI memperlihatkan gambaran adanya ketidakseimbangan pertumbuhan antara rahang kiri dan kanan pada mahasiswa perempuan sehingga impaksi yang terjadi lebih berat pada rahang sebelah kanan. Namun dalam penelitian pendahuluan ini belum dilakukan penelitian sebab-sebab mengapa terjadi ketidakseimbangan pertumbuhan molar tiga bawah tersebut.

Gigi molar tiga bawah baik kiri maupun kanan adalah gigi yang paling sering mengalami kesulitan erupsi yang memungkinkan terjadinya komplikasi seperti infeksi, rasa sakit atau fraktur rahang.

Gigi molartiga bawah yang erupsi sebagian, akan membentuk ruangan antara jaringan lunak dan mahkota gigi. Ruangan ini akan menyebabkan retensi sisa-sisa makanan yang sulit dibersihkan, dan merupakan .tempat yang baik bagi berkembang biaknya kuman-kuman karena suasananya yang lembab dan gelap. Bila terkena trauma, sekalipun kecil seperti pada waktu menyikat gigi, dapat menimbulkan infeksi. infeksi ini dapat berupa pericoronitis, bila keadaannya melanjut dapat menjadi osteomyelitis

Rasa sakit yang terjadi akibat gigi molar tiga yang tidak erupsi dapat menjalar sampai teling. Sedangkan fraktur rahang dapat terjadi karena gigi yang impaksi itu menempati sebagian besar tulang rahang. Pada kenyataannya, impaksi molar tiga bawah ini menyebabkan keluhan-keluhan subyektif pada penderita terutama rasa sakit yang ditimbulkan. Pada pengamatan kllnis penderita yang datang baik di poliklinik FKGUI maupun RSCM, diperoleh gambaran bahwa adanya berbagai macam impaksi baik posisi, klasifikasi, hubungan sumbu panjang molar tiga bawah dengan molar dua bawah serta keadaan simetrisitasnya.

1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titi Pratiwi
Abstrak :
Pemerintah Indonesia, khususnya para dokter, dewasa ini giat menganjurkan kepada kaum ibu agar mengutamakan pemberian Air Susu Ibu sebagai makanan bayi, sekurang-kurangnya sampai bayi berusia dua tahun. Tujuan dari anjuran tersebut, selain untuk meningkatkan kesehatan anak, juga untuk meningkatkan kesehatan kaum ibu itu sendiri. Dalam usaha peningkatan kesehatan anak pemberian ASI sebagai makanan bayi jauh Iebih menguntungkan dari pada menggunakan jenis makanan lain Pengganti Air Susu Ibu (PASI), ASI lebih bersih, lebih mudah didapat, lebih murah, lebih bergizi, dan menjamin daya tahan tubuh bayi yang lebih balk. Anjuran untuk kembali kejenis makanan alamiah diatas, didukung oleh bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Akan tetapi akhir-akhir ini beberapa ahli ilmu kesehatan gigi anak berhasil membuktikan bahwa karies gigi yang polanya identik dengan "Nursing Bottle Caries" juga terjadi pada anak-anak yang hanya menyusu pada. Padahai karies gigi semacam itu , lebih-lebih yang tidak dirawat ; pada gilirannya akan sangat merugikan kesehatan anak. Nursing Bottle Caries, Nursing bottle syndrome, Night Bottle syndrome, Bottle Mouth, Baby Bottle Caries, Nursing Mouth, dan Labial Caries, adalah suatu keadaan yang terdapat pada anak-anak berusia sangat muda (12 - 36 bulan), yang mempunyai kebiasaan mengedot botol berisi susu atau cairan lain yang mengandung karbohidrat, semenjak berbaring sampai tertidur. Karies gigi jenis ini, yang keadaannya mirip "Rampant Caries", mempunyai pola yang khas. Proses terbentuknya pola tersebut erat hubungannya dengan kebiasaan pemberian makanan, yaitu diperbolehkannya anak-anak mengedot botol sampai tertidur, Menurut Para ahli, dalam tingkat keparahan yang bagaimanapun, pola Nursing Bottle Caries adalah sebagai berikut. Gigi pertama yang terkena adalah gigi insitif lateral, lingual, mesial, dan distal, setelah itu, gigi insitif lateral atas; permukaan labial, lingual, mesial, dan distal. Kemudian , permukaan oklusal gigi molar satu atas dan satu bawah, serta gigi kanan bawah. Bila kebiasaan pemberian makanan sampai anak tertidur berlangsung dalam jangka waktu yang lama, maka akan terjadi keadaan iebih lanjut, yaitu karies akan tampak pada permukaan oklusal molar dua atas serta bawah, dan yang terakhir adalah gigi insitif bawah. Akhir-akhir ini, seperti telah diutarakan sebelumnya, beberapa ahli ilmu kesehatan gigi anak berhasil membuktikan bahwa karies gigi yang polanya identik dengan Nursing Bottle Caries juga terjadi pada anak-anak yang hanya menyusu ibunya. Menurut Lawrence A. Kotlow, hal itu dimungkinkan karena sebagian besar penderita menyusu ibunya sampai berusia lebih dari dua dan tiga tahun. Dalam periode tersebut, setiap harinya mereka diperbolehkan menyusu sampai beberapa jam, dan bahkan sering tertidur dalam keadaan dimana puting susu ibu masih berada di rongga mulutnya. Peristiwa yang tersebut terakhir dapat terjadi dua sampai tiga kali perhari, dan kadang-kadang malah berlangsung sepanjang malam. Bila penjelasan Kotlow diperhatikan dengan seksama, maka yang sesungguhnya telah terjadi adalah : pertama , bahwa ASI juga merupakan penyebab terjadinya kaies gigi. Kedua, bahwa kebiasaan pemberian makanan, dalam hal ini diperbolehkannya anak-anak menyusu ibu sampai tertidur, adalah faktor yang berperan tergadap pola khas dari jenis karies tersebut diatas. Dan Ketiga, diperbolehkannya anak-anak mengedot botol berisi susu atau cairan lain yang mengandung karbohydrat sampai tertidur, bukanlah satusatunya penyebab terjadinya karies gigi dengan pola khas pada anak-anak berusia sangat muda.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusuf Santoso
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1985
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>