Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwi Sarwani Sri Rejeki
Abstrak :
Kabupaten Banyumas merupakan kabupaten endemis malaria di Provinsi Jawa Tengah. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas tahun 2008 - 2013 menunjukkan angka annual paracite incidence (API) yang selalu mengalami fluktuasi. Dari 27 kecamatan, 22 di antaranya termasuk dalam kategori medium case incidence (MCI) dan low case incidence (LCI). Faktor lingkungan, perilaku, sosial ekonomi, dan iklim berdampak pada tinggi rendahnya kejadian malaria. Tujuan penelitian adalah mengetahui faktor yang berhubungan dengan API di Kabupaten Banyumas. Data dikumpulkan dari Januari 2011 - Desember 2013 menggunakan penelitian analitik dengan rancangan penelitian potong lintang dan menggunakan data sekunder dari Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banyumas. Populasi adalah seluruh kecamatan di Kabupaten Banyumas dan sampel diambil menggunakan teknik total sampling, sebanyak 27 kecamatan dengan pengamatan selama 3 tahun menjadi 81 sampel. Hasil penelitian menunjukkan 44,4% pengamatan termasuk kategori LCI dan MCI, 48,1% termasuk kategori curah hujan tinggi, 49,4% termasuk kategori wilayah yang luas, 49,4% termasuk kategori jumlah pendatang tinggi, 48,1% termasuk kategori kepadatan penduduk sedang. Sementara itu, dari 27 kecamatan, yang termasuk ketinggian rendah adalah 63,0%. Faktor yang terbukti berhubungan dengan API adalah luas wilayah, jumlah pendatang, kepadatan penduduk, sedangkan yang tidak berhubungan adalah curah hujan dan ketinggian.

Banyumas is malaria endemic district in Central Java. Banyumas Health Office data of 2008 - 2013 showed that, the Annual Parasite Incidence (API) always fluctuated. From 27 subdistricts in Banyumas, there are 22 subdistricts which fall into the category of middle case incidence (MCI) and low case incidence (LCI). Malaria is a disease that closely associated with the enviroment, behaviour, social economy, and climate. The purpose of this study was to determine factors associated with API in Banyumas. Data were collected from Januari 2011 - Desember 2011 using an analytic crosssectional design using secondary data from Banyumas Health Office, Agriculture Office and Statistic Center. The population in this study were all subdistricts in Banyumas and samples were taken using total sampling technique. The sample of this study was 27 districts. The results showed that from 81 samples we obtained 44.4% of observations included in LCI and MCI category, 48.1% with high rainfall, 49.4% with large areas, 49.4% with high number of entrants, 48.1% with medium population density. Meanwhile, from 27 districts, 63.0% included in low altitude category. Factors associated with API in Banyumas were the extensive areas, the number of entrants, and population density. The factors that are not associated to the API were the rainfall and altitude regions.
Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Kusumawati
Abstrak :
Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal. Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat (uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%). Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan.

Stunting is a nutritional problem, proved by the evidence of nutritional status monitoring at Banyumas District in 2012, the prevalence of stunting was 28.37% and the highest prevalence 41.6% at Kedungbanteng Primary Health Care. This study aimed to analyze risk factors related to child, maternal, and environmental factors toward stunting among children under three year old in 2013 in order to develop the control model. This study used case control design, the population was all children aged of six to 36 months at Kedungbanteng Primary Health Care, Banyumas District. Sample was 50 stunting children, while the control sample was 50 normal children. Sampling technique was taken from seven villages with the highest stunting number, meanwhile the control was normal children living closest to the case with similar age. Data was collected through interview and measurement. Data analysis was conducted in univariate, bivariate (chi-square test), and multivariate analyze (multiple logistic regression test). The results found that characteristics of stunting children under three years old were often suffering infectious diseases (66%), having body length record < 48 centimeter (66%), bad records of breastfeeding and comlementary feeding (66%), and record of low birth weight (8%).Stunting risk factors in this study were infectious disease, health services, immunization, maternal knowledge, family income, family food availability, and environmental sanitation. The most dominating factor was infectious disease. The stunting control model through enhancement of family empowerment related to infectious disease prevention, utilization yard as a family nutrition source and environmental sanitation repair.
Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan,Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Kusumawati
Abstrak :
Stunting merupakan masalah gizi, terbukti data pemantauan status gizi Kabupaten Banyumas 2012 prevalensi stunting sebesar 28,37% dan prevalensi tertinggi (41,6%) di Puskesmas Kedungbanteng. Tujuan penelitian untuk menganalisis faktor risiko terkait faktor anak, ibu, lingkungan terhadap stunting bawah tiga tahun (batita) agar dapat dikembangkan model pengendaliannya. Penelitian menggunakan desain kasus kontrol, populasi adalah seluruh anak usia 6 sampai 36 bulan di Puskesmas Kedungbanteng Kabupaten Banyumas selama enam bulan tahun 2013. Sampel kasus adalah 50 batita stunting, sampel kontrol adalah 50 batita status normal. Teknik pengambilan sampel kasus diambil dari tujuh desa yang terbanyak stuntingnya, sedangkan kontrol adalah batita normal tetangga terdekat kasus dengan usia yang disamakan. Pengumpulan data dengan wawancara dan pengukuran. Analisis data univariat, bivariat (uji kai kuadrat), dan multivariat (uji regresi logistik ganda). Hasil penelitian menemukan karakteristik batita stunting terkena penyakit infeksi (82%), riwayat panjang badan lahir < 48 centimeter (66%), riwayat pemberian ASI dan makanan pendamping ASI kurang baik (66%), riwayat berat badan lahir rendah (8%). Pada penelitian ini, faktor risiko stunting adalah penyakit infeksi, pelayanan kesehatan, immunisasi, pengetahuan ibu, pendapatan keluarga, ketersediaan pangan keluarga, dan sanitasi lingkungan. Faktor yang paling dominan adalah penyakit infeksi. Model pengendalian stunting melalui peningkatan pemberdayaan keluarga terkait pencegahan penyakit infeksi, memanfaatkan pekarangan sebagai sumber gizi keluarga dan perbaikan sanitasi lingkungan.

Stunting is a nutritional problem, proved by the evidence of nutritional status monitoring at Banyumas District in 2012, the prevalence of stunting was 28.37% and the highest prevalence 41.6% at Kedungbanteng Primary Health Care. This study aimed to analyze risk factors related to child, maternal, and environmental factors toward stunting among children under three year old in 2013 in order to develop the control model. This study used case control design, the population was all children aged of six to 36 months at Kedungbanteng Primary Health Care, Banyumas District. Sample was 50 stunting children, while the control sample was 50 normal children. Sampling technique was taken from seven villages with the highest stunting number, meanwhile the control was normal children living closest to the case with similar age. Data was collected through interview and measurement. Data analysis was conducted in univariate, bivariate (chi-square test), and multivariate analyze (multiple logistic regression test). The results found that characteristics of stunting children under three years old were often suffering infectious diseases (66%), having body length record < 48 centimeter (66%), bad records of breastfeeding and comlementary feeding (66%), and record of low birth weight (8%).Stunting risk factors in this study were infectious disease, health services, immunization, maternal knowledge, family income, family food availability, and environmental sanitation. The most dominating factor was infectious disease. The stunting control model through enhancement of family empowerment related to infectious disease prevention, utilization yard as a family nutrition source and environmental sanitation repair.
Universitas Jenderal Soedirman, Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan,Jurusan Kesehatan Masyarakat, 2015
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library