Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widowati Siswonihardjo
Abstrak :
Nowadays. in the deveropment of materials and medicaments one must not only consider the strength or functional aspect, but also its biocompatibility. The bio-compatibility of materials and medicaments is one of the main requirements to be considered in treating a patient. The non-toxic effect of a material or medicament is a strict condition as being biocompatible. Almost all dental treatment involve the use of materials and medicament, of which the basic substances are composed from chemical compounds. The use of chemical substances in the human body can give benefits or cause harm. Toxicity is one of the adverse effects of chemical compounds on living organism. It is then becoming a problem that there are materials and medicaments which chemically are harmful but still used in dentistry, as there are no other alternatives. In this situation, the best way for dentists to give a save treatment is to get a deeper insight into the biocompatibility of materials and medicaments in dentistry.;Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 144-147;Indonesian Journal of Dentistry 2006; Edisi Khusus KPPIKG XIV: 144-147
Universitas Gadjah Mada, Faculty of Dentistry, 2006
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Agustina
Abstrak :
This study was carried out to investigate the effect of 4NQO oral induction in oesophagus of male rat. Sixteen male Sprague Dawley rats were divided into three experimental groups and one untreated group as control. The experimental groups were applied with 0.5% 4-nitroquinoline 1-oxide on the dorsal mucosa of tongue thrice weekly for 8, 16 or 24 weeks, one brush stroke per application. At the end of the 36th week, all rats were sacrificed and the tongue and oesophagus were excised and fixed in 10% buffed formalin for 24 hours. The H&E sections were prepared for histological examination. The microscopial assessment showed that all rat tongues whether applied with 4NQO for 8, 16 or 24 weeks were identified having Squamous Cell Carcinoma (SCC). Microscopial examination of oesophagus indicated that 75% or the rats applied with 4NQO for 16 weeks showed hyperkeratosis, and 80% and 20% of the rats applied with 4NQO for 24 weeks showed malignancy changes and hyperkeratosis, respectively. No histological changes were detected either in the tongue or the oesophagus of the control rats. It was concluded that the effect of carcinogenic induction in oral mucosa caused malignant changes in oesophagus.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Faculty of Dentistry, 2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Laju alir saliva tanpa stimulasi terkait dengan tingkat keparahan xerostomia: evaluasi dengan Kuesioner Xerostomia dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire. Radioterapi kanker kepala dan leher dapat mengakibatkan xerostomia; sel-sel asinar kelenjar saliva rusak sehingga kualitas dan kuantitas saliva menurun. Penilaian keparahan xerostomia menggunakan pemeriksaan obyektif dan subyektif. Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan pengukuran sekresi saliva tanpa stimulasi. Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan pengisian kuesioner tentang mulut kering diantaranya Xerostomia Questionnaire (XQ) dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire (GRIX). Tujuan: Mengetahui hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dan penilaian keparahan xerostomia menggunakan dua kuesioner. Metode: Penelitian ini melibatkan 30 pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari-April 2013. Keparahan xerostomia dinilai menggunakan kuesioner xerostomia (XQ dan GRIX). Sekresi saliva tanpa stimulasi diukur selama 15 menit. Data dianalisis menggunakan uji Spearman Rank Correlation. Hasil: Ada hubungan negatif yang signifikan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX dengan nilai koefisien korelasi -0,452 (p<0,05) dan -0,511 (p<0,05). Simpulan: Ada hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX pada pasien radioterapi kepala dan leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin rendah sekresi saliva tanpa stimulasi maka semakin parah xerostomia yang dirasakan pasien.
Unstimulated Salivary Flow Rate Corresponds with Severity of Xerostomia: Evaluation using Xerostomia Questionnaire and Groningen RadiotherapyInduced Xerostomia Questionnaire.;Laju alir saliva tanpa stimulasi terkait dengan tingkat keparahan xerostomia: evaluasi dengan Kuesioner Xerostomia dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire. Radioterapi kanker kepala dan leher dapat mengakibatkan xerostomia; sel-sel asinar kelenjar saliva rusak sehingga kualitas dan kuantitas saliva menurun. Penilaian keparahan xerostomia menggunakan pemeriksaan obyektif dan subyektif. Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan pengukuran sekresi saliva tanpa stimulasi. Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan pengisian kuesioner tentang mulut kering diantaranya Xerostomia Questionnaire (XQ) dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire (GRIX). Tujuan: Mengetahui hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dan penilaian keparahan xerostomia menggunakan dua kuesioner. Metode: Penelitian ini melibatkan 30 pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari-April 2013. Keparahan xerostomia dinilai menggunakan kuesioner xerostomia (XQ dan GRIX). Sekresi saliva tanpa stimulasi diukur selama 15 menit. Data dianalisis menggunakan uji Spearman Rank Correlation. Hasil: Ada hubungan negatif yang signifikan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX dengan nilai koefisien korelasi -0,452 (p<0,05) dan -0,511 (p<0,05). Simpulan: Ada hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX pada pasien radioterapi kepala dan leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin rendah sekresi saliva tanpa stimulasi maka semakin parah xerostomia yang dirasakan pasien.;Laju alir saliva tanpa stimulasi terkait dengan tingkat keparahan xerostomia: evaluasi dengan Kuesioner Xerostomia dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire. Radioterapi kanker kepala dan leher dapat mengakibatkan xerostomia; sel-sel asinar kelenjar saliva rusak sehingga kualitas dan kuantitas saliva menurun. Penilaian keparahan xerostomia menggunakan pemeriksaan obyektif dan subyektif. Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan pengukuran sekresi saliva tanpa stimulasi. Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan pengisian kuesioner tentang mulut kering diantaranya Xerostomia Questionnaire (XQ) dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire (GRIX). Tujuan: Mengetahui hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dan penilaian keparahan xerostomia menggunakan dua kuesioner. Metode: Penelitian ini melibatkan 30 pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari-April 2013. Keparahan xerostomia dinilai menggunakan kuesioner xerostomia (XQ dan GRIX). Sekresi saliva tanpa stimulasi diukur selama 15 menit. Data dianalisis menggunakan uji Spearman Rank Correlation. Hasil: Ada hubungan negatif yang signifikan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX dengan nilai koefisien korelasi -0,452 (p<0,05) dan -0,511 (p<0,05). Simpulan: Ada hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX pada pasien radioterapi kepala dan leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin rendah sekresi saliva tanpa stimulasi maka semakin parah xerostomia yang dirasakan pasien.;Laju alir saliva tanpa stimulasi terkait dengan tingkat keparahan xerostomia: evaluasi dengan Kuesioner Xerostomia dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire. Radioterapi kanker kepala dan leher dapat mengakibatkan xerostomia; sel-sel asinar kelenjar saliva rusak sehingga kualitas dan kuantitas saliva menurun. Penilaian keparahan xerostomia menggunakan pemeriksaan obyektif dan subyektif. Pemeriksaan obyektif dilakukan dengan pengukuran sekresi saliva tanpa stimulasi. Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan pengisian kuesioner tentang mulut kering diantaranya Xerostomia Questionnaire (XQ) dan Groningen Radiotherapy-Induced Xerostomia Questionnaire (GRIX). Tujuan: Mengetahui hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dan penilaian keparahan xerostomia menggunakan dua kuesioner. Metode: Penelitian ini melibatkan 30 pasien kanker kepala dan leher yang menjalani radioterapi di Instalasi Radiologi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta pada bulan Januari-April 2013. Keparahan xerostomia dinilai menggunakan kuesioner xerostomia (XQ dan GRIX). Sekresi saliva tanpa stimulasi diukur selama 15 menit. Data dianalisis menggunakan uji Spearman Rank Correlation. Hasil: Ada hubungan negatif yang signifikan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX dengan nilai koefisien korelasi -0,452 (p<0,05) dan -0,511 (p<0,05). Simpulan: Ada hubungan antara sekresi saliva tanpa stimulasi dengan penilaian keparahan xerostomia menggunakan XQ dan GRIX pada pasien radioterapi kepala dan leher di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Semakin rendah sekresi saliva tanpa stimulasi maka semakin parah xerostomia yang dirasakan pasien.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, Faculty of Dentistry, Undergraduate Program;Journal of Dentistry Indonesia;Journal of Dentistry Indonesia, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library