Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10524 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Triatmojo Turangga Jaya Sena
Abstrak :
ABSTRAK Film merupakan salah satu media perkembangan fotografi tingkat tinggi, perkembangannya yang pesat mengubah fungsi film itu sendiri. Film kini tidak lagi menjadi produk industri untuk mendapatkan keuntungan bagi instansi tertentu, melainkan telah menjadi salah satu media untuk menyampaikan pesan atau kritik tersirat terhadap isu-isu budaya yang terjadi pada masa itu. Fungsi film tersebut kemudian digunakan oleh Joseph Goebbels sebagai alat propaganda pada saat NAZI berkuasa. Setelah berakhirnya Perang Dunia II banyak sutradara film yang ingin membuat reka ulang peristiwa holocaust dari berbagai sudut pandang. Namun Aaron Kerner (2011:2) menyatakan film-film yang bertemakan sejarah harus direpresentasikan secara akurat dengan menggunakan pendekatan retorikal yang tersedia pada pemain dan pembuat film, dengan tujuan agar tidak terjadi kritik terhadap film. Quentin Tarantino membuat film berjudul Inglourious Basterds, film dengan cerita sejarah alternatif dengan latar belakang perburuan Yahudi saat Perang Dunia II. Film ini menceritakan perlawanan sekelompok Yahudi bernama The Basterds yang memiliki misi untuk membunuh seluruh anggota Nazi dan menghentikan Perang Dunia II. Selama melakukan rencana itu, film ini memperlihatkan bagaimana cara The Basterds membunuh setiap anggota NAZI yang mereka temui dengan cara yang kejam menggunakan tongkat baseball, menguliti kulit kepalanya, hingga ditembak secara membabi buta dalam satu ruangan. Penelitian ini akan melihat bagaimana kemenangan yang diraih oleh Yahudi dalam fim Inglourious Basterds berdasarkan narasi cerita yang disampaikan dengan cara satir. Metode penelitian yang digunakan adalah analisis film sebagai teks dengan pendekatan semiotik. Berdasarkan penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa pihak minoritas berupaya menjadi pihak yang berdaya terhadap pihak mayoritas tanpa bantuan pihak eksternal untuk meraih kemenangan.
ABSTRACT Film is one of the media for the development of high-level photography, its rapid development changes the function of the film itself. Film is now no longer an industrial product to gain profits for certain agencies, but has become one of the media to convey implied messages or criticism of cultural issues that occurred at that time. The function of the film was later used by Joseph Goebbels as a propaganda tool during Nazi rule. After the end of World War II many film directors wanted to re-create the holocaust from various perspectives. But Aaron Kerner (2011: 2) states films with historical themes must be represented accurately by using rhetorical approaches available to players and filmmakers, with the aim of avoiding criticism of the film. Quentin Tarantino made a film called Inglourious Basterds, a film with alternative historical stories against the background of hunting Jews during World War II. The film tells the resistance of a group of Jews named The Basterds who have a mission to kill all Nazi members and stop World War II. During the plan, the film shows how the Basterds killed every NAZI member they met in a cruel way using a baseball bat, skinned his scalp, and shot blindly in one room. This study will look at how the victory achieved by Jews in the Inglourious Basterds program is based on story narratives delivered in a satirical way. The research method used is film analysis as a text with a semiotic approach. Based on this research, it can be concluded that the minority party seeks to be a powerful party towards the majority without the help of external parties to achieve victory.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heri Purwoko
Abstrak :
Dinamika sosial budaya yang terjadi di Papua membuat banyak pihak larut dalam dilema dan perjuangan yang berkelanjutan tanpa penyelesaian yang jernih sejak masa integrasi dengan Indonesia hingga kini. Film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja menampilkan paradoks akan makna perjuangan. Di satu sisi berjuang adalah dengan mengangkat senjata, di sisi lain dimaknai sebagai usaha untuk kehidupan yang lebih baik tanpa kekerasan. Film ini menghadirkan ambiguitas dan ketidakajegan dalam posisi ideologi yang direpresentasikan melalui karakter-karakter dalam film. Melalui film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, penulis mengelompokkan setidaknya terdapat tiga identitas yang direpresentasikan, yaitu: (a.) identitas negara atau pemerintah pusat Republik Indonesia yang ditunjukkan melalui tokoh Perempuan, serta kehadiran dan fungsi aparat militer, (b) identitas Organisasi Papua Merdeka yang diperlihatkan aktifitas mereka dalam Kongres Papua II, bendera Bintang Kejora, pengidolaan tokoh Theys Eluay, dan sebagian rakyat Papua yang mendukung atau bersimpati terhadapnya, serta (c) sebagian penduduk Papua yang berada di antara, direpresentasikan melalui tokoh Arnold dan Ibu. Untuk melihat apakah ada indikasi keberpihakan atas persoalan identitas nasional Papua dan Indonesia, maka penulis menggunakan cultural studies dengan pendekatan analisis tekstual dan teori representasi. Penulis menitikberatkan pada kode-kode visual sinematik berupa mise-en-scene, karakter, gestur, dialog, dan jalinan antar shot dalam film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja untuk mengetahui politik identitas yang direpresentasikan dalam film tersebut. ......The socio-cultural dynamics occurring in Papua have left many parties immersed in ongoing dilemmas and struggles without clear resolution since the period of integration with Indonesia until now. The film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja (I Want to Kiss You Only Once, 2002) displays the paradox of the meaning of struggle. On the one hand, fighting is by taking up arms, on the other hand interpreted as an effort to a better life without violence. This film presents ambiguity in the ideological position represented through the characters in the film. Through the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja, the writer groups at least three identities that are represented: (a) the identity of the state or central government of the Republic of Indonesia shown through women character, as well as the presence and function of the military apparatus, (b) the identity of the Free Papua Organization which were shown their activities in the Second Papuan Congress, the Morning Star flag, the idolizing of Theys Eluay, and some Papuans who supported or sympathized with him, and (c) some Papuans who were in between, represented through the figures of Arnold and Mother. To see if there are indications of alignments on the issue of Papuan and Indonesian national identity, the authors use cultural studies with textual analysis and representation theory approaches. The author focuses on cinematic visual codes in the form of mise-en-scenes, characters, gestures, dialogues, and interwoven shots in the film Aku Ingin Menciummu Sekali Saja to find out the identity politics represented in the film.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nur`aini Ahmad
Abstrak :
Tulisan ini membahas " PENDIDIKAN AKHLAQ MENURUT ALGHAZALI." Ia mengatakan Akhlaq adalah suatu kemantapan jiwa yang menghasilkan perbuatan atau pengalaman dengan mudah tanpa hams direnungkan dan disengaja. Jika kemantapan jiwa itu menghasilkan amal-amal yang baik dan terpuji menurut akal syari'ah, maka ini disebut akhlaq yang baik. Sebaliknya jika amal-amal tercela yang muncul dalam keadaan kemantapan itu, maka itu dikatakan akhlaq yang buruk. Orang yang berakhlaq mulia adalah orang yang sanggup mengatasi tiga kekuatan yang ada dalam jiwanya yaitu 1) kekuatan rasional; 2) gahdabiyah dan 3) seksual, Ketika kekuatan-keuatan ini benar-benar telah dikendalikan dengan cara yang diinginkan, dan kekuatan gahdabiyah Berta nafsu dapat ditundukan oleh kekuatan rasional (yang dibimbing wahyu) maka keadilan akan menjelma. Sumber pemikiran al-Ghazali didasarkan kepada al-Qur'an dan al-Hadist, sama seperti para pemikir-lain layaknya. Ia juga dipengaruhi pemikiran filosofis al-Farabi, Ibn Sina terutama yang berkenaan dengan manusia. Selain itu juga dipengaruhi oleh pemikiran Socrates, Plato, Aristoteles, terutama mengenai pandangannya mengenai "keutamaan" (ummahat al fadha). Pandangan al-Ghaza1i yang berasal dari filosof lain adalah Logika dan Etika A1-Ghazali telah berhasil mengalihkan Umat Islam, terutama Dunia Sunni kepada pentingnya logika. Para pengikutnya menganggap bahwa mempelajari logika sebagai fardhu kifayah (kewajiban bersifat kolektij). Usaha al-Ghazali merupakan titik balik sikap umat Islam kepada logika Aristoteles. Sebelumnya pars Ahli Fiqih menganggap logika sebagai barang hina dan haram. Logika bagi al-Ghazali sebagai prasyarat yang harus dimiliki bagi setiap ilmuan dalam bidang apa saja, tetapi logika tidak bisa menjangkau persoalan metafisika, yaitu dalam hal yang berkaitan dengan masalah ketuhannan dan 'aqidah. Disinilah letak perbedaan antara al-Gha7h'li dengan para filosof Islam lainnya seperti al-Farabi dan Ibn Sind dimana mereka percaya secara mutlak akan kebenaran logika. Bagi al-Ghazali sekalipun logika akal lebih tinggi dalam pencapaian kesimpulan dan paling sah dari persepsi inderawi, tetapi pada saat yang sama merupakan tingkatan yang paling rendah dari penyingkapan (kasyj) kesufian. Konsep manusia menurut al-Ghazali tidak berbeda dengan konsep ajaran Islam, karena ia mendasarkan pemikirannya kepada al-Qur'an dan as-Sunnah. Menurutnya manusia tersusun dari unsur jasmani dan rohani yang berfungsi sebagai abdi dan khalifah Allah di muka burni. Hakikat manusia adalah jiwanya. Jiwalah yang membedakan manusia dengan makhluk-rnakhluk Allah lainnya. Ia membagi fungsi jiwa dalam 3 bagian, yaitu 1) jiwa tumbuh-tumbuhan, 2) hewan, dan 3) manusia. Akhlaq dan sifat manusia tergantung pada jenis jiwa yang berkuasa atas dirinya. Penekanan unsur jiwa tidaklah berarti is mengabaikan unsur jasmani, kehidupan jasmani yang sehat merupakan jalan kepada kehidupan rohani yang baik. Tujuan hidup manusia adalah untuk mencapai kesempurnaan yang mungkin diperoleh dan dirindukan oleh setiap manusia. Tujuan hidup muslim tersebut yaitu mencapai kebahagiaan akhirat. Ada empat keutamaan yang berkaitan dengan upaya mencapai tujuan hidup:1) Keutamaan-keutamaan jiwa, 2) keutamaan--keutamaan badan, 3) keutamaan-keutamaan luar, dan 4) keutamaan-keutamaan taujiq. Usaha mewujudkan keutamaan-keutamaan yang lain adalah untuk mencapai keutamaan jiwa, sehingga manusia melalui jiwanya mencapai tujuan hidupnya. Etikal akhlaq menurut al-Ghazali adalah jalan menuju akhirat. Etika al Ghazali mengajarkan bahwa manusia mempunyai tujuan yang agung, yaitu kebahagiaan di akhirat, kerena itu etika nya disebut etika mistik yang bercorak teleologis. AI-Ghazali menekankan pokok-pokok keutamaan akhlaqnya kepada ` pertengahan. Pengertian ` pertengahanljalan tengah"tersebut antara lain dengan keseimbangan, moderat, harmoni, utama, mulia, atau posisi tengah antara dua ekstrem. Akan tetapi ia cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlaq secara umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrem kelebihan dan ekstrem kekurangan masing-masing jiwa manusia. Penekannan itu lebih bersifat individu. Konsep Pendidikan Akhlaq al-Ghazal" berhubungan dengan konsepnya tentang manusia. Bagaimana konsepnya tentang manusia begitulah konsep pendidikan yang diinginkannya.. Maka pendidikan akhlak adalah mengembangkan sifat-sifat ketuhanan yang ada pada diri manusia, agar manusia dapat hidup bahagia di dunia dan akhirat. Dalam hubungan guru dan murid al-Ghazali" memberikan perhatian yang penuh terhadap murid mengasihi dan menyangi murid-murid. Guru harus menjadi tauladan yang baik dan meniru sifat nabi, sederhana dalam bertindak, tidak memungut uang dari murid. Murid harus patuh kepada guru dan meminta petuah/nasehat guru. Demikian juga orang tua jangan sampai memberikan fasilitas yang berlebihan kepada anak sehingga anak terbiasa dengari bermewah-mewah dan tanpa peduli dengan kehidupan lingkungannya. Anak-anak dari kecil ditanamkan keimanan (pendidikan agama), bergaul dengan orang yang baik-baik, sehingga sifat-sifat balk itu dapat ditiru oleh anak.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T151
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alian
Abstrak :
Strategi dan taktik Belanda untuk menguasai Indonesia yang sebelum Perang Dunia [I merupakan jajahannya yang bernama Hindia Belanda, telah mendorongnya untuk membentuk negara-negara bagian di wilayah Republik Indonesia. Negara Sumatera Selatan adalah salah satu dari negara federal yang berhasil dibentuk Belanda. Proses pembentukan Negara Sumatera Selatan (NSS) dimulai sejak Belanda berhasil memukul mundur kekuatan Republik di Palembang tanggal I Januari 1947. Setelah itu daerah ini langsung di bawah kekuasaan RECOMBA (Regerings Commissarissen Voor Bestuursaangelegenheden. Komisaris Negara Urusan Pemerintahan Sipil Belanda) dipimpin oleh Mr. H.J. Wijnmalen. Permasalahan pokok yang akan dicari jawabannya tewat studi ini adalah pertama, mengapa ada dukungan di dalam masyarakat Palembang terhadap berdirinya Negara Sumatera Selatan ? Kedua, bagaimana proses pembentukan Negara Sumatera Setatan ? Ketiga, bagaimana sistem pemerintahannya dan keempat, fakrorfaktor apa yang menyebabkan bubarnya Negara tersebut ? Data yang digunakan terdiri dari data primer dan skunder. Data primer meliputi dokumen berupa arsiparsip baik arsip yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan. Penelitian ini juga memanfaatkan koran-koran atau majalah-majalah sejaman. Sedangkan data skunder terdiri dan buku-buku acuan yang relevan dengan topik permasalahan. Berdirinya Negara Sumatera Selatan tidak terlepas dan dukungan kelompok masyarakat yang melihat kesempatan dalam Negara Sumatera Selatan untuk tampil menjadi pemimpin yang di dalam Republik sulit dicapai. Para pendukung itu menurut Recomba Wijnmalen terdiri clan "kelompok Raden" anggota keluarga terkemuka dari kesultanan Palembang. Tokoh-tokohnya antara lain Raden Hanan, Raden Mohammad Akip dan Raden Sulaiman. Suatu hal yang dapat diharapkan Belanda dalam mendukung politik federal adalah mentalitas kedaerahan. Mereka tidak senang terhadap pengaruh yang sangat besar dari orang-orang yang berasal dari "luar daerah " Palembang. Para pemegang pimpinan di Palembang adalah tokoh-tokoh yang berasal dari Minangkabau yaitu Dr. A.K. Gani dan Dr.M. Isa. Penduduk Palembang yang lain mendukung Negara Sumatera Selatan adalah Abdul Malik. Ia sebenarnya bukan dari keluarga Raden tetapi orang Sekayu. Keterlibatan Abdul Malik dalam Negara Sumaatera Selatan setelah bergabung dengan badan persiapan pembentukan daerah istimewa Sumatera Selatan balm Desember 1947. Walaupun Malik bukan dari kelompok Raden, namun ia juga orang Palembang yang berhadapan dengan tokoh Republik yang menuntut Belanda didominasi oleh elemen-elemen acing. Karir Abdul Malik terns menanjak sehingga ia menempati posisi-posisi penting, menjadi ketua Dewan Penasehat sejak tanggal 6 - April 1948. Pada tanggal 17 Agustus 1948 Dewan Penasehat menyatakan keinginannya kepada pemerintah federal untuk meinbentuk Negara Sumatera Selatan, serta meminta kepada pemerintah agar Dewan Penasehat diakui. sebagai Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Negara Sumatera Selatan. Berdasarkan usul ini, maka pada tanggal 30 Agustus 1948 Negara Sumatera Selatan diresmikan dan Abdul Malik diangkat menjadi Wall Negara. Dalam menjalankan tugas, Abdul Malik dibantu oleh kepala-kepala departemen yang bertanggung jawab kepadanya. Bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat, Wall Negara memegang kekuasaan membuat undang-undang. Namun demikian campur tangan Belanda dalam pemerintahan cukup besar. Dua dari lima departemen dipimpin oleh orang Belanda yaitu Departemen Kemalcmuran dan Departemen Kehakiman masing-masing dipimpin oleh Ir. H.A. Polderman dan Mr. F.P. Stocker. Selain itu selcretarts umurn Negara Sumatera Selatan dijabat oleh G.W. van Der Swalm dan Mr. K.E. Breslau menjadi anggota kabinet. Wilayah negara hanya meliputi keresidenan Palembang, kira-kira seperempat dari wilayah Sumatera Selatan. Dalam bidang perekonomian Negara Sumatera Selatan mengandalkan hasil pertanian karet, minyak bumi dan batubara. Akan tetapi peadapatan negara tidak dapat memenuhi anggaran negara. Setelah memperhatikan berbagai tuntutan penduduk yang menghendaki pembubaran Negara Sumatera Selatan, maka pada tanggal 18 Maret 1950 Abdul Malik menyerahkan kekuasaan kepada komisaris RIS Dr.M. Isa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T200
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wawan Christiawan
Abstrak :
Teks drama karya dramawan pribumi hingga saat ini tidaklah cukup banyak tersedia sehingga para pekerja teater kita beralih mengkomsumsi teks drama terjemahan asing. Kehadiran teks drama asing yang diterjemahkan cukup diminati oleh kelompok-kelompok teater di Indonesia, membuktikan bahwa teks-teks-drama asing yang disadur turut mendukung pertunjukan-pertunjukan panting dalam panggung teater modem Indonesia. Para sutradara-penulis Indonesia tidak menerima begitu saja kehadiran teks-drama asing dengan konteks budaya sumbernya, dengan daya kreatifnya para pekerja teater kita nencoba untuk berkompromi dan berinisiatif dalam menemukan padanan tafsir budaya yang serasi antara teks drama asing dan teks saduran pribumi pada pertunjukan-pertunjukan mereka. Dalam konteks tersebut para pekerja teater di Indonesia memiliki kesadaran untuk menggali kembali sumber-sumber budaya yang telah ada. Pandangan tersebut bukanlah sebuah sikap yang negatif pada teks drama asing. Namun hal tersebut penulis pandang sebagai sebuah kepekaan Baru dari pekerja teater modern Indonesia dalam menerima pengaruh budaya sumberlasing maupun terhadap potensi budaya sasaranllokal-tradisionalnya. Meski banyak teks drama asing dipentaskan di panggung teater modern Indonesia namun secara .bentuk mereka tampil dalam bentuk wajah teater pribumi. Dengan kesadaran tetap berpijak pada tradisi milik sendiri, paling tidak mereka sadar bahwa mereka telah melestarikan budaya bangsanya. The Glass Menagerrie [1944] adalah salah satu adikerya Tennessee Wiliams yang menjadi salah satu kanon sastra drama Amerika. Karya tersebut bahkan telah menjadi adikarya sastra milk dunia, karena teks-drama tersebut bukan saja dibaca dan menjadi kajian, bahkan teks-drama tersebutpun telah dimainkan oleh berbagai kelompok teater di seluruh dunia. Di tangan ketiga sutradara-penulis Indonesia Teguh karya dari Teater Popular dan Suyatna Anirun dan Jim Urn dari Studikiub Teater Bandung, teks drama The Glass Menagerie [1944] karya Tennesee Williams disadur ke dalam budaya Indonesia. Kajian dalam thesis ini berupaya menguak fenomena di atas dengan menggunakan perdekatan kajian bandingan dan kajian interkultural.yakni memeriksa kekhasan penyaduran Berita kandungan muatan budaya dalam sastra sumber dan sastra sasaran. Salah satu ciri khas Teguh Karya bersama Teater Popular adalah banyak mengadaptasi teks drama asing dengan mengambil bentuk budaya sasaran dari berbagai sumber etnik di tanah air. Teguh Karya berorientasi pada pilihan bentuk warna lokal Indonesia. Sedangkan Studiklub Teater Bandung mengambil pilihan bentuk warna lokal Sunda dan Jawa. Mereka berkarya dalam semangat teater modern Indonesia namun mereka tetap gigih dalam mempertahankan warna lokal kebudayaan mereka.
Since the plays of indigenous dramatists have not been available on its existence, our theater-workers take over to choose foreign plays. It takes an interesting for some theatre groups in Indonesia by viewed that the adaptation plays have supported any significant performing events in the term of Indonesian Modern Theatre. Some directors-writers in Indonesia do not accept directly as well as its source culture, but with their creativity, they try to take an initiative to harmonize with the cultural interpretation between foreign plays and indigenous plays. Therefore, the theatre-workers in Indonesia have a conciscousness to re-explore the source of their own culture. This view does not pretend to be negative effect to foreign plays but it is a new sensibility of expression from the theatre-workers in accepting of new influence from foreign culture as a source to indigenous culture as a target. Most of plays have performed in the theatre events, even though as the form, they present in the face of indigenous theatre. With the conciscousness to keep their own tradition, they believe this way can maintain the national culture. The Glass Menagerrie (1944) is one of the greatest play of Tennessee Williams. It is a canon for American plays and also its influence to the world. It could be read not only in theoritical term, but has been performed by almost theatre groups all over the world. In hand of three Indonesian directors-writers, Teguh Karya from Teater Popular, Suyatna Anirun and Jim Lim from Studiklub Teater Bandung, the play of The Glass Menagerrie's Tennessee Williams (1944) adapted in Indonesian culture. The point of this thesis is to create to view its phenomena by using approachment of the comparison studies and intercultural studies, while examining the particular adaptation on source literate and target literate. One of the characteristic of Teguh Karya and Teater Populer is mostly working in plays adaptation by taking cultural forms from any ethnic source culture in Indonesia. Teguh Karya' has oriented his concern to indigenous forms and Studiklub Teater Bandung takes an inspirations from Sudanese and Javanese culture. They both create in the spirit of Indonesian Modern Theatre and also still keep the consistence in the indigenous culture.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T418
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeni Artanti
Abstrak :
Adaptasi novel ke film atau sebaliknya selalu menimbulkan perubahan sebagai akibat perubahan media dan perubahan interpretasi penulis dan sutradara. Penelitian ini bertujuan untuk (1) menemukan perubahan unsur-unsur cerita dan penceritaan yang terjadi sebagai akibat adaptasi novel Le Colonel Chabert ke dalam film, (2) dan menemukan dampak yang ditimbulkan perubahan-perubahan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan Strukturalisme, yang memfokuskan pada unsur-unsur intrinsik suatu karya. Unsur-unsur novel dan film yang dianalisis dan dibandingkan dalam penelitian ini adalah alur penyajian kedua, alur sebab-akibat, tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu, pada keduanya. Sudut pandang dalam penelitian ini hanya dianalisis sesuai dengan kebutuhan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan sekaligus perbedaan dalam alur penyajian dan alur sebab akibatnya, tokoh dan penokohan serta latar ruang dan waktu pada novel dan film. Cerita pada keduanya pada dasarnya sama tetapi detil-detil yang berlimpah dan pengulangan-pengulangan perang dalam film Le Colonel Chabert rnembuat film lebih tampak realistis dan padat daripada novelnya. Demikian juga pada ketidakterpusatan penokohan dalam film memberikan kesan bahwa film terasa lebih menyajikan suatu peristiwa yang bisa menimpa semua manusia. Pemadatan latar ruang dan waktu selain karena kebutuhan sinematografis yang bertujuan untuk mengikat penonton pada satu ruang dan waktu yang terbatas, juga mampu menimbulkan kesan yang tampak lebih realistis jika dibandingkan dengan novelnya. Semua perbedaan tersebut menunjukkan adanya perbedaan interpretasi sutradara atas cerita novel Le Colonel Chabert karya Honore de Balzac.
Narrative Changes and Presentation in The Adaptation Into Film of The Novel Le Colonel Chabert : Comparison StudyThe adaptation of any novel into film, or vice verse, always result in some changes due to the change of medium and to the interpretation of the author and the film director. This thesis aims to (1) study the changes in the elements and the presentation of the story that are results of the adaptation of the novel Le Colonel Chabert into film, (2) and study the effect of these changes. The method used in this analysis is structuralism, focusing on the intrinsic elements of the work. The elements of the story to be analyzed in this thesis are the plot, the characters, the background, and the timing. The result of this thesis shows that there are similarities and differences in plot, character, time and space and their presentation in the film and the novel. The story remains the same in the film but the discourse slightly changes. But the amount of details, and the number of repetition of the some elements, especially the war event, the abundance of details of the character and space-time in the film increased the realistic impression. The compression of the time of story in the film is pure cinematic consideration due to the limited duration. The whole differences reveal the specific interpretation of the director on the sad story, and the need of cinemato graphical language.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
T820
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Andriaty
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui dan membandingkan: istilah indeks yang dihasilkan penulis artikel, pustakawan dan rumus frekuensi kata; 2) mengetahui konsistensi antara istilah indeks yang dihasilkan penulis artikel, pustakawan dan rumus frequensi kata.

Penelitian ini dilakukan terhadap artikel "Indonesian Journal of Crop Science" (IJCS) tahu 1985 s.d. 1997, 'dengan populasi penelitian sebanyak 66 artikel, sedangkan sampel penelitian sama dengan populasi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode dokumenter, sedangkan pengolahan data menggunakan perangkat lunak Microsoft Words versi 97. Data yang terkumpul dianalisa dengan menggunakan rumus Zipf.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) jumlah seluruh kata yang muncul dalam UCS tahun 1985 s.d. 1997 adalah 141.371 kata, termasuk didalamnya kata buangan (stop words) sebanyak 42,7 %. Jumlah kata unik yang muncul adalah 34.750 kata; 2) istilah indeks yang dihasilkan penulis artikel terdiri Bari 194 (48 %) kata tunggal, dan 210 (52 %) frase, istilah indeks yang dihasilkan pustakawan terdiri dari 226 (52 %) kata tunggal dan 209 (48 %) frase, sedangkan istilah indeks yang dihasilkan rumus frekuensi kata berjumlah 603 kata tunggal; 3) Dari seluruh istilah indeks yang terbentuk, 27 % dibuat oleh penulis artikel, 32 % dibuat oleh pustakawan, dan 41 % terbentuk dari rumus frekuensi kata; 4) Dari seluruh istilah indeks berbentuk kata tunggal yang dibuat penulis artikel, 20 % sama dengan istilah indeks yang terbentuk melalui rumus frekuensi kata, sedangkan dari seluruh istilah indeks berbentuk kata tunggal yang dibuat pustakawan, 25 % sama dengan istilah indeks yang terbentuk dari rumus frekuensi kata; 5) pustakawan lebih konsisten dibandingkan penulis artikel dan rumus frekuensi kata karena menggunakan bahasa indeks terkendali.
Study of Comparison between Index Terms Produced by Authors and Librarians: the Case of Indonesian Journal of Crop Science.The objective of this research are as follows (1) to compare index terms produced by authors, librarians, and word frequency formula, and (2) to observe inter-indexer consistency.

This research used Indonesian Journal of Crop Science. (IJCS) 1985 - 1997. The samples and the population were 66 articels. Data were collected using documenter method and than processed by using Microsoft Word 97, and analysed by using Zipf's law.

The result showed that : (1) the total amount of word occurrence in the article of International Journal of Crop Science in 1985 - 1997 were 141,371 words including 42.7% stop words. The unique term occurrence were identified as much as 34,750 words; (2) the authors and the librarians produced single words and frase index terms, but all of index terms produced by word frequency formula were in single word form; (3) from all of the index terms, 27% were produced by authors, whereas 32% by librarians, and 41% by word frequency formula; (4) from all of the single word index terms produced by authors, 20% of them were similar to word frequency formula index terms, whereas from all of the single word index terms produced by librarians, 25% of them were similar to word frequency formula; 5) librarian are more consistence than authors or word frequency formula. Further research are required in this field.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T132
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susilawati Endah Peni Adji
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan - gambaran sikap dan posisi perempuan; fungsi penggambaran posisi-tinggi perempuan dalam bidang supranatural; serta sikap implied author terhadap sistem patriarki dan isu gender - dalam cerpen-cerpen Danarto. Dengan menggunakan teori kritik sastra feminis yang beperspektif kritik ideologis, tulisan ini mendekonstruksi teks cerpen cerpen Danarto yang selama cenderung dinilai mengungkapkan permasalahan religiusitas. Dengan perspektif ini dihasilkan gambaran bahwa sikap perempuan sangatlah ambivalen, dan posisi mereka juga bervariasi. Perempuan golongan tua dari kelas atas cenderung mendukung sistem patriarki. Perempuan muda dari kelas atas cenderung bersikap protes dan menggugat terhadap sistem patriarki. Sementara perempuan dari kelas bawah tidak hanya ditindas oleh kelas atas, tetapi juga oleh sistem patriarki. Penindasan ini semakin terlihat ketika ia memasuki bidang publik. Bidang yang di dalamnya perempuan dapat memiliki posisi tinggi dan kekuasaan adalah bidang supranatural. Dengan mengkombinasikan, kritik sastra feminis dan kategori gender yang dikemukakan Scott, tulisan ini menghasilkan deskripsi representasi perempuan simbolik, konsep normatif, institusi dan organisasi sosial, identitas subjektif, serta gender sebagai indikasi hubungan kekuasaan_ Perempuan simbolik yang direpresentasi dalam teks cerpen Danarto memiliki dua citra, baik positif maupun negatif. Citra positif sifat perempuan ini diwujudkan melalui representasi Maria dan Rabi'ah. Citra negatif sifat perempuan diwujudkan dalam representasi Ratu Pantai Selatan (dari pandangan orang awam dan santri). Pembentukan konsep normatif perempuan bersumber dari representasi perempuan simbolik. Pembentukan itu dilakukan oleh patriarki sehingga meletakkan perempuan dalam posisi yang inferior, tunduk, dan ditindas. Dalam pembentukan norma itu digunakan mitos yang berkesan menghargai perempuan, seperti "ratu rumah tangga" dan "surga terletak di telapak kaki ibu". Dalam institusi dan organisasi sosial perempuan kelas bawah dipandang rendah dan tidak dihargai meskipun ia bersikap profesional. Perempuan tetap dipandang sebagai pendatang baru dari bidang domestik yang tenaganya tidak dihargai. Identitas subjektif dalam teks cerpen Danarto terlihat melalui tokoh perempuan mu.da dan kelas atas yang berintelektual. Indikasi hubungan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki dalam teks cerpen Danarto adalah tradisional, sebagai warisan patriarki. Perempuan tetaplah inferior, dibatasi wilayahnya (oleh patriarki) dalam bidang domestik, sementara laki-laki tetaplah superior dan mempunyai wilayah di publik. Lebih jauh, dalam bidang domestik yang dianggap sebagai wilayah perempuan ini pun, perempuan harus tunduk dan terikat dengan aturan sistem patriarki yang mengungkung mereka. Karena dalam kehidupan faktual - .yang meliputi kehidupan dalam bidang domestik dan publik -- perempuan ditindas dan tidak mempunyai kekuasaan, maka perempuan mengkompensasikan diri. ke dalam bidang supranatural, suatu bidang yang di dalamnya perempuan dapat memiliki kekuasaan. Berdasarkan gambaran sikap dan posisi perempuan tersebut tercermin adanya sikap implied author yang bertolak dari pandangan dasar mistik untuk mengungkapkan kondisi faktual perempuan. Tercermin adanya keambivalensian sikap implied author dalam memandang patriarki dan isu gender. Di satu sisi ia menyadari adanya ketimpangan sistem patriarki dalam menempatkan perempuan.. Sehirigga, ia juga menyetujui gerakan feminis yang berusaha menggugat ketimpangan patriarki itu - sebatas gerakan itu tidak menyebabkan perempuan memiliki citra negatif: menggugurkan kandungan. Namun, di sisi lain dia juga tidak menginginkan perubahan pada kemapanan dan kekokohan sistem patriarki itu sendiri. Sehingga, keberhasilan perjuangan feminisme baru dengan isu gendernya itu juga akan sulit terwujud. ......"Gender and Patriarchy in Danarto's Short Stories". This research is objected to show - the pictures of women's attitudes and positions; the function of depiction of women's high-position in the field of supernatural; the implied author's attitudes towards the patriarchy and gender issues- in Danarto's short stories. Applying the theory of Feminist Literary Criticism that has the ideology critique perspective, this writing deconstructs the texts of Danarto's short-stories which, even now, tend to be considered to reveal the religious issues. As a result of this perspective, it is found that woman?s attitudes and their positions are so various. The old women of the upper-class tend to support the patriarchy. While the young women of the upper-class tend to criticize and protest the patriarchy. Meanwhile, the lower-class women are not only oppressed by the upper-class but also oppressed by the patriarchy as well. This oppression is more visible in the public field. The field where the women can possess high-position and power is in the supernatural. Combining the Feminist Literary Criticism and Gender Category, proposed by Scott, this writing offers the descriptions of symbolic women's representations, normative concepts, social institutions and organizations, subjective identities, and gender as a power relationship indication. Symbolic women that are represented in the texts of Danarto's short-stories have two images: both positive and negative. The positive images of the women's characters manifested through the symbolic representations of Maria and Rabi'ah. The negative images of the women's characters manifested by the symbolic representations of Ratu Pantai Selatan (from the layman and santri's point of view). The construction of women's normative concepts derives from the symbolic women's representation. The construction built by the patriarchy, so that the women situated in the inferior, submissive, and ?oppressed positions. In constructing that norms, myths are used, which have impression to highly respect women, such as "The queen of household" and "Heaven lays down on the mother's sole of foot". In the social institutions and organizations, the lower-class women are looked down on and unrespected although they have professional attitudes. That women still considered as the new corners in the domestic field, where their capacities are never taken into consideration. Subjective identities in the texts of Danarto's short stories, axe visible through the young women character of high-class and intellectual. The indication of the power relationship between women and men in the texts of Danarto's short'stories is traditionally, as the patriarchy inheritance. Women are always be the inferior, their authorities are limited (by the patriarchy) in that domestic field. On the other hand, men are always be the superior and have public authorities. Farther, in that domestic field, which is to be the women's region, the women have to submit and cling to the patriarchy rules that bound them. Since in the factual life-which covers the domestic field and public lives- the women are oppressed and they don't have any power, so that they compensate themselves into the supernatural, a spacious where that women can gain the power. Based on the pictures of the women's attitudes and positions, there is an implied author's attitudes which come from the basic view of magic in order to express the women's factual conditions. The implied author has the attitude of ambivalence in looking at the patriarchy and gender issues. On one side, he realizes that there is an unbalance of patriarchy in positioning the women so that, he, too, agrees with the feminist movement which tries to claim that patriarchy defects-as far as that movement does not bring about the women's becoming have negative images: abortion. Meanwhile, on the other side, he does not want the change on. the establishment and strict of the patriarchy itself. In that case, the product of the struggle in the new feminism and its gender issues are also hard to be achieved.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T823
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
I Wayan Badrika
Abstrak :
Penelitian ini menemukan bahwa kegiatan pariwisata di Pura Tanah Lot, Desa Beraban, Kecamatan Kederi, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali telah menimbulkan respons dari warga masyarakat atau krama desa adat Beraban dalam aspek kehidupan ekonomi, sosial dan budayanya. Keindahan Pura Tanah Lot dan alam sekitar lingkungannya dijadikan produk wisata oleh warga masyarakat desa Beraban untuk memperoleh penghasilan tambahan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga (kuren). Hasil penelitian ini sekaligus mengungkapkan suatu pola perubahan kebudayaan melalui akulturasi. Prilaku orientasi pasar dari warga masyarakat desa Beraban pada bidang jasa kepariwisataan di obyek wisata Pura Tanah Lot menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan inipun dipengaruhi oleh semakin bertambahnya kunjungan para wisatawan baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara ke Pura Tanah Lot. Pendapatan yang diperoleh oleh warga masyarakat desa Beraban diutamakan untuk dapat memenuhi kebutuhan ekonominya. Sedang pendapatan yang diperoleh oleh Pesa Adat Beraban sebagai pengelola obyek wisata melalui pemasukan dana dari kunjungan para wisatawan diutamakan untuk pelaksanaan upacara ritual atau piodalan di Pura Tanah Lot dan pura-pura lainnya yang ada di desa Beraban. Juga, pendapatan itu dapat digunakan untuk pembangunan Pura Tanah Lot maupun pura-pura yang ada di desa Beraban. Hal ini dapat mengurangi pemungutan iuran-iuran untuk kepentingan upacara ritual maupun pembangunan pura atau kebutuhan desa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T1173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arsland, A.H.
Abstrak :
Tujuan dari penelitian ini (l), Ingin melihat kebutuhan informasi anggota DPR-RI periode 1999-2004 dalam proses penerbitan suatu undang-undang atas usul inisiatif. (2). Ingin melihat bagaimana pencarian inforrnasi anggota DPR-Rl periode 1999-2004 dalam proses penerbitan suatu undang-undang atas usul inisiatif (yang meliputi strategi pencarian informasi, sumber informasi yang digunakan, jangka waktu pencarian informasi, kendala yang ditemui selama pencarian informasi, dan manfaat informasi yang diperoleh). Jumlah informan 24 orang anggota DPR-RI. Pengambilan data dilakukan melalui wawancara pada bulan Maret-April dan Agustus-September 2001 di DPR-RI. Penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Hasil penelitian dapat disimpulkan, (1). Kebutuhan informasi yang dominan saat akan mengajukan suatu draf RUU untuk UU No. 23/2000, UU No. 27/2000, UU No. 381 2000 adalah informasi tentang jumlah penduduk, luas wilayah, pendapatan asli daerah, batas propinsi,ibu kota propinsi. Untuk RUU Nanggroe Aceh Darussalam adalah tentang keuangan, syariat agama Islam dan pemerintahan. Untuk RUU Penyiaran kebutuhan informasi yang dominan adalah kelembagaan/organisasi, anggaran dasar/anggaran rumah tangga. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat pertama tidak terungkap kebutuhan informasi informan. Untuk pembicaraan tingkat kedua tidak dilakukan pembahasan (short cut) kecuali RUU Penyiaran kebutuhan informasi yang dominan adalah menyangkut kelembagaan, prosedur/mekanisme perizinan dan pelanggaran. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat ketiga, kebutuhan informasi untuk UU No. 23/ 2000, UU No. 2712000,UU No.38/ 2000 yang dominan adalah tentang anggaran, kewenangan, batas propinsi dan ibu kota propinsi. Untuk RUU Nanggroe Aceh Darussalam dan RUU Penyiaran belum sampai kepada tahap pembicaraan tingkat ketiga tersebut. Sedangkan pembicaraan tingkat keempat tidak terungkap kekebutuhan informasi informan. Untuk strategi pencarian informasi pada saat akan mengajukan suatu draf RUU umunya memakai strategi melalui sekretaris dan diri sendiri. Untuk RUU Penyiaran pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat kedua, strategi yang dipakai umumnya melalui para pakar/ahli, para ilmuwan dan para pelaku. Pada saat pembicaraan tingkat ketiga, strategi yang dipergunakan adalah melalui kolega atau teman dekat, sekretaris/staf dan diri sendiri. Untuk sumber informasi yang digunakan pada saat menyusun draf RUU umumnya memanfaatkan jenis non-bahan pustaka/dokumen yaitu aspirasi masyarakat luas dan jenis bahan pustaka/dokumen adalah laporan hasil sensus. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat kedua untuk RUU Penyiaan, sumber informasi yang dimanfaatkan adalah rekomendasi hasil rapat dengar pendapat dewan. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat ketiga, sumber informasi yang dimanfaatkan adalah rekomendasi hasi[ rapat fraksi. Jangka waktu pencarian informasi saat akan menyusun draf RUU adalah 20 hari atau selama masa reses. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat kedua untuk RUU Penyiaran, waktu pencarian informasi adalah 15 hari. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat ketiga, jangka waktu pencarian informasi adalah 5 hari. Untuk kendala yang ditemui selama pencarian informasi saat akan mengajukan suaru draf RUU adalah waktu yang tidak memadai dan tidak tersedian fasilitas teknologi informasi. Pada saat pembicaraan tingkat ketiga, kendala utama adalah jasa fasilitas teknologi informasi dan jadwal rapat yang sangat padat. Manfaat informasi saat akan menyusun draf RUU adalah untuk memecahkan masalah, termasuk akan melakukan pembicaraan tingkat kedua bagi RUU Penyiaran. Pada saat akan melakukan pembicaraan tingkat ketiga RUU, manfaat informasi adalah untuk menyampaikan gagasan atau ide. ......The objective of this research was to (1). View members of the Indonesia House of Representative's information need in tenure of 1999-2004 in law making process upon an initiative propose. (2). To view how information initiative proposal (including strategy of information searching, resources of information that is used, duration of information searching,hindrance found during information searching and the utility of the gained information). The number information was 24 people of members of the Indonesia House of Re-presentative (DPR-RI). The data collecting was carried out in Maret-April and Agustus-September 2001 at the house of representative. Data analysis was descriptive-qualitative way. The results of the research could be concluded that. (1). The dominan information need when they proposed a draft of the bill for Law No. 2312000, Law No. 2712000, Law No. 3812000 was information total population, width of region, local, originated income, boarder of province and capital of a province. For the bill of Nanggrou Aceh Darussalam, dominant information was about finacial. Islamic jurispudence and government. For bill of broadcasting,the dominant information was organizationlinstitution,basic budget/home affair budget. In the forst discisson, the information need was not disclosed. The second discussion did not conduct short cut excluding. Bill of broadcasting and the dominant in-formation need was related with institution, procedure/mechanism of breach and permission. When they were going to discussion the third meeting, the dominant information need on Law No.2312000, Law No.2712000 and Law No.3812000 were budged, authority, boarder of a province and capital of a province. In case of bill Nanggrou Aceh Darussalam and bill of Broadcasting, the discuss did not reached into the third step and in the fourth discussion, the informan information need did not disclosed. In case of information searching when they would propose a draft of a bill, commonly the used strategy through their secretary and looked for it by them selves. Particularly for bill of Broadcasting, when the were going to discussion the second step, the commonly used strategy was expert, scientist and practitioners. In the third step, the used strategy was college or close friend, secretarylstaf and looked for by them selves. The commonly utilized information resources when they write draft of bill was document/non-library that was public aspiration and library/document that was sensus report. Whem they discussed the second step of the bill of Broadcasating, the used information resources was recommendation of a hearing of the house. When they were going to discuss the third step, the utilized infor- mation resources was recommendation's of the fraction's meeting.Duration of information searching when they were going to write draft of bill was 20 days (during recess). When they were going to discuss the second step of the bill of Broadcasting, the duration of information searching was 15 days. When they were going to discuss the third step,the duration of information searching was 15 days. The found hindrance during information searchng as well as when they were going to propose a draft of a bill was in sufficient time and an absence of information technology facility. When they were going to dis- cuss the third step, the major hindrance was the stiff schedule of meeting.(6). The utility of information while composing draft of bill was to solve a problem, including when they were going to disccuss the second step of Broadcasting Bil. When they were going to discuss the third step of the Bill,the information utility was to present ide or concep.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
T127
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>