Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulkifli Amin
Abstrak :
Kebiasaan merokok memberikan dampak yang buruk, terutama pada hal kesehatan dan ekonomi. Di Indonesia sendiri, masih banyak penduduk yang memiliki kebiasan merokok. Berhenti merokok memberikan keuntungan yang banyak. Dokter memiliki peranan penting dalam membantu pasien mengehentikan kebiasaan merokoknya.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
616 UI-IJCHEST 3:4 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
Muhadi
Abstrak :
ABSTRAK
Major adverse cardiac event (MACE) adalah komplikasi akut utama yang terjadi pada pasien infark miokard, meliputi gagal jantung akut, syok kardiogenik, dan aritmia fatal. Diperlukan biomarker yang akurat, mudah dilakukan, dan cost-effective untuk memprediksi MACE dan kematian. Cedera hati hipoksik atau HLI (hypoxic liver injury) adalah salah satu biomarker potensial menggunakan kadar enzim hati transaminase (serum glutamic-oxaloacetic transaminase/SGOT) sebagai parameter. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran HLI sebagai prediktor MACE pada pasien infark miokard tanpa gambaran EKG elevasi segmen ST (NSTEMI). Metode. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan luaran berupa MACE dan kohort retrospektif dengan keluaran kematian selama masa perawatan. Populasi penelitian adalah semua pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sampel penelitian adalah pasien NSTEMI yang menjalani perawatan di ICCU RSCM pada tahun 2006-2016 dan memenuhi kriteria penelitian. Penentuan titik potong HLI berdasarkan kadar SGOT yang dapat memprediksi MACE dan kematian dihitung dengan kurva ROC. Analisis multivariat dilakukan menggunakan regresi logistik untuk mendapatkan nilai prevalence odds ratio (POR) terhadap MACE dengan memasukkan kovariat. Analisis bivariat mengenai sintasan pasien terhadap kematian dilakukan dengan menggunakan kurva Kaplan-Meier dan diuji dengan log-rank. Hasil. Sebanyak 277 subjek diikutsertakan pada penelitian ini. Proporsi subjek dengan MACE pada penelitian ini adalah 51,3% (gagal jantung akut 48,4%, aritmia fatal 6,5%, syok kardiogenik 7,2%) dan angka kematian sebesar 6,13%. Median nilai SGOT adalah 35 U/L pada seluruh subjek, 40 (rentang 8-2062) U/L pada subjek dengan MACE dan 31 (rentang 6-1642) U/L pada subjek tanpa MACE (p = 0,003). Nilai titik potong yang diambil untuk memprediksi MACE adalah 101,0 U/L (sensitivitas 21,8%; spesifisitas 89,6%; POR 2,727 (IK 95%: 1,306-5,696), p = 0,006). Pada analisis multivariat tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara HLI dengan MACE. Nilai titik potong untuk memprediksi kesintasan terhadap kematian adalah 99,0 U/L (sensitivitas 23,5%; spesifisitas 83,8%; likelihood ratio +1,46). Tidak didapatkan perbedaan kesintasan yang bermakna antara subjek dengan nilai HLI di bawah dan di atas titik potong kadar SGOT. Simpulan. Cedera hati hipoksik (HLI) tidak dapat digunakan untuk memprediksi MACE pada pasien NSTEMI kecuali dikombinasikan dengan variabel lain. Tidak terdapat perbedaan kesintasan yang bermakna antara subjek dengan atau tanpa HLI.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suhendro Suwarto
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan. Salah satu petanda demam berdarah dengue adalah kebocoran plasma dan aktivasi sistem koagulasi yang menyebabkan peningkatan konsentrasi D dimer akibat degradasi bekuan fibrin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan D dimer dengan parameter laboratorium kebocoran plasma yaitu: trombositopenia, hipoalbuminemia, hemokonsentrasi, dan peningkatan serum glutamic oxaloacetic transaminase (SGOT). Metode. Penelitian retrospektif dilakukan di rumah sakit swasta di Jakarta pada bulan Desember 2016 sampai dengan Maret 2018. Penderita berusia >14 tahun dengan infeksi dengue dan NS 1 positif diikutsertakan ke dalam penelitian ini dan dibagi menjadi kelompok demam dengue (DD) atau demam berdarah dengue (DBD). Uji Mann Whitney digunakan untuk variabel non parametrik, sedangkan uji Spearman digunakan untuk korelasi antara variabel numerik yang tidak terdistribusi normal. Hasil. Tujuh puluh tiga penderita infeksi dengue yang terdiri atas 29 (39,7%) wanita dan 44 (60,3%) pria ikut dalam penelitian ini. Sebanyak 43 (58,9%) merupakan kelompok penderita DD, sedangkan 30 (41,1%) kelompok penderita DBD. Konsentrasi D dimer fase demam kelompok DBD lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok DD (p = 0,004). Didapatkan korelasi lemah antara konsentrasi D dimer fase demam dengan derajat penurunan trombosit (r = 0,35; p = 0,003) dan korelasi terbalik lemah antara konsentrasi D dimer fase demam dengan konsentrasi albumin (r = -0,34; p = 0,049). Didapatkan korelasi lemah antara konsentrasi D dimer fase kritis dengan derajat penurunan trombosit (r = 0,39; p = 0,034) dan korelasi terbalik sedang antara konsentrasi D dimer fase kritis dengan konsentrasi albumin (r = -0,43; p = 0,032). Simpulan. Konsentrasi D dimer pada penderita DBD pada fase demam lebih tinggi dibandingkan penderita DD. Konsentrasi D dimer berkorelasi dengan derajat penurunan trombosit dan hipoalbuminemia.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:3 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Shirly Elisa Tedjasaputra
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Kalsifikasi vaskular yang ditandai dengan penebalan tunika intima-media (TIM) karotis pada pasien diabetes melitus (DM) tipe 2 merupakan faktor prediktor terhadap kejadian serebro-kardiovaskular. Osteoprotegerin (OPG) merupakan penanda disfungsi endotel yang dapat digunakan sebagai prediktor terhadap penebalan TIM karotis. Penggunaan ultrasonografi (USG) karotis untuk menilai ketebalan TIM karotis masih terbatas di Indonesia sehingga diperlukan metode diagnostik lain yang lebih cost effective. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan faktor-faktor determinan yang bermakna dan nilai tambah diagnostik pemeriksaan OPG dalam mendeteksi penebalan TIM karotis pada pasien DM tipe 2. Metode: Studi potong lintang dilakukan di poliklinik Metabolik Endokrin dan poliklinik spesialis Ilmu Penyakit Dalam RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada bulan April-Juni 2012 pada pasien DM tipe 2 tanpa komplikasi serebro-kardiovaskular, tanpa komplikasi penyakit ginjal kronik (PGK) stadium III-V dan tidak merokok. Pada penelitian ini dilakukan analisis bivariat dan multivariat pada variabel lama menderita DM, hipertensi, dislipidemia, HbA1c, dan OPG. Selanjutnya, ditentukan nilai tambah pemeriksaan OPG dalam mendeteksi penebalan TIM karotis pada pasien DM tipe 2. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Hasil: Dari 70 subjek penelitian, didapatkan jumlah subjek dengan peningkatan OPG dan penebalan TIM karotis adalah sebesar 45,7% dan 70%. Dari 49 subjek dengan penebalan TIM karotis, didapatkan 61,2% subjek dengan peningkatan OPG. Lama menderita DM (OR 26,9; IK 95% 2-365,6), hipertensi (OR 22; IK 95% 2,3-207,9), dislipidemia (OR 85,2; IK 95% 3,6-203,6) dan OPG (OR 12,9; IK 95% 1,4-117,3) berhubungan secara bermakna dengan penebalan TIM karotis. Pemeriksaan OPG mempunyai spesifisitas dan nilai duga positif tinggi (90,5% dan 84%). Nilai tambah diagnostik OPG hanya sebesar 2,3% dalam mendeteksi penebalan TIM karotis. Simpulan: Faktor-faktor determinan yang bermakna untuk mendeteksi penebalan TIM karotis pada pasien DM tipe 2 adalah lama menderita DM, hipertensi, dislipidemia dan OPG. Nilai tambah diagnostik dari pemeriksaan OPG adalah sebesar 2,3% dalam mendeteksi penebalan TIM karotis pada pasien DM tipe 2.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andra Aswar
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Modifikasi dari kriteria klinis infeksi menurut International Disease Society of America dan International Working Group on Diabetic Foot (IDSA-IWGDF) diperlukan untuk mengevaluasi infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan. Prokalsitonin (PCT), penanda infeksi yang spesifik untuk infeksi bakteri diketahui bermanfaat dalam menegakkan diagnosis infeksi pada ulkus kaki diabetik. Namun, peranannya dalam menentukan ada tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan belum diketahui, begitu juga nilai tambahnya terhadap penanda klinis infeksi. Penelitian ini dilakukan untuk menentukan kemampuan penanda klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi dan PCT dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan. Metode: Dilakukan studi potong lintang berbasis riset diagnostik pada penyandang diabetes dengan ulkus kaki terinfeksi yang sedang mendapatkan pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta pada kurun waktu Oktober 2011-April 2012. Pasien yang sudah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian dilakukan penilaian infeksi pada ulkus menggunakan kriteria klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi (eritema, edema, nyeri, dan panas) dan pemeriksaan PCT. Kemudian dinilai kemampuannya dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan dengan membuat kurva ROC dan menghitung AUC. Lalu ditentukan titik potong dengan sensitivitas dan spesifisitas terbaik pada penelitian ini yang dibandingkan dengan baku emas berupa pemeriksaan bakteri secara kuantitatif dari kultur jaringan ulkus. Hasil: Dari 47 subjek yang diteliti, terdapat 41 subjek dengan ulkus kaki diabetik yang masih terinfeksi berdasarkan pemeriksaan bakteri secara kuantitatif dari kultur jaringan ulkus. Penanda klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi memilki kemampuan prediksi yang baik dalam menentukan masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan dengan AUC: 0,744 (IK 95% 0,576-0,912) dengan titik potong bila ditemukan ≥2 tanda klinis infeksi (Sn: 41,46%; Sp: 100%; NPP: 100%, NPN: 20%). Sedangkan, untuk prokalsitonin didapatkan AUC: 0,642 (IK 95% 0,404-0,880). Simpulan: Kriteria klinis infeksi menurut IDSA-IWGDF yang dimodifikasi memiliki kemampuan yang baik untuk menentukan masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan. Belum didapatkan manfaat prokalsitonin dalam mengevaluasi masih ada atau tidaknya infeksi pada ulkus kaki diabetik setelah pengobatan.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Khomeini Takdir
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Interferon gamma (IFN-γ) merupakan sitokin penting dalam upaya mengeliminasi M. tuberculosis. Kadar IFN-γ pada pasien tuberkulosis (TB) ditemukan meningkat dan akan mengalami penurunan setelah menjalani terapi. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kadar IFN-γ serum dan derajat kepositifan sputum basil tahan asam (BTA). Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode rancangan potong lintang (cross sectional study). Penelitian dilakukan di RS. Wahidin Sudirohusodo dan RS. Labuang Baji Makassar mulai Juni 2013 sampai Maret 2014. Sampel dipilih dengan metode convenience accidental sampling. Sampel yang dianalisis berupa plasma penderita TB paru dan orang sehat di masyarakat yang diukur dengan teknik analisis Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). Data yang diperoleh dianalisis dengan uji Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis menggunakan SPSS for windows versi 17.0. Hasil: Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 88 subjek dengan 50 subjek TB paru dan 38 subjek kontrol. Berdasarkan pemeriksaan sputum BTA, ditemukan 4 (8%) subjek dengan BTA negatif, 7 (14%) subjek dengan 1 sampel BTA positif, 17 (34%) subjek dengan 2 sampel BTA positif, dan 22 (44%) subjek dengan 3 sampel BTA positif. Didapatkan kecenderungan peningkatan kadar IFN-γ seiring meningkatnya derajat kepositifan sputum BTA. Terdapat perbedaan bermakna kadar serum IFN-γ dengan derajat kepositifan sputum BTA pada pasien TB paru kasus baru. Simpulan: Kadar IFN-γ serum cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya derajat kepositifan sputum BTA.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muflihatunnaimah
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Terapi Antiretroviral (ARV) terbukti bermanfaat untuk mengurangi kemunduran sistem imunitas penderita HIV/AIDS. Jenis terapi ARV yang diberikan adalah Efavirenz (EFV) dan Nevirapine (NVP) yang memiliki efek samping neuropsikiatri seperti stres, cemas, dan depresi. Studi ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat stres, cemas dan depresi antara terapi Duviral (Zidovudin dan Lamivudin) dan EFV dengan Duviral (Zidovudin dan Lamivudin) dan NVP pada penderita HIV/AIDS. Metode: Jenis penelitian yang digunakan berupa penelitian observasional dengan desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling. Data penelitian didapatkan dari kuesioner data demografi dan DASS. Sampel yang digunakan adalah 130 pasien rawat jalan HIV/AIDS di poliklinik VCT-CST RSUP Dr. Kariadi Semarang. Hasil: Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui hasil uji beda rerata tingkat stres antara terapi EFV dengan terapi NVP dengan nilai p=0,048 (p<0,05). Tidak ada perbedaan tingkat cemas dan depresi antara terapi EFV dengan terapi NVP dengan nilai p=0,166 (p>0,05) dan nilai p=0,104 (p>0,05). Simpulan: Terdapat perbedaan bermakna tingkat stres antara terapi EFV dengan NVP, dan tidak ada perbedaan bermakna tingkat cemas dan depresi antara terapi EFV dengan terapi NVP pada penderita HIV/AIDS di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Yogaswara
Abstrak :
Pendahuluan: Komplikasi kardiovaskular yang disebabkan oleh disfungsi endotel menjadi salah satu penyebab mortalitas yang cukup tinggi pada pasien Artritis Reumatoid (AR). Faktor Reumatoid (RF) merupakan autoantibodi yang sering dijumpai pada AR dan diduga dapat meningkatkan respon inflamasi dan disfungsi endotel. Sindroma metabolik dapat pula meningkatkan disfungsi endotel. Belum ada studi yang menilai korelasi RF dan disfungsi endotel pada pasien AR tanpa sindroma metabolik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 pada pasien AR tanpa sindroma metabolik. Metode: Penelitian desain potong lintang terhadap pasien AR dewasa yang berobat di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo tanpa sindroma metabolik. Pengumpulan data dilakukan sejak Februari hingga Maret 2018 dari data penelitian sebelumnya yang diambil periode Februari 2016 hingga September 2017. Kadar RF dan VCAM-1 dinilai melalui pemeriksaan serum darah dengan metode ELISA. Korelasi antarkedua variabel dibuat dengan analisis korelasi Spearman menggunakan SPSS versi 20.0. Hasil: Sebanyak 46 subjek diikutsertakan dalam penelitian ini. Sebagian besar (95,7%) subjek adalah perempuan dengan rerata usia 44,43 tahun, median lama sakit 36 bulan, dan sebagian besar memiliki derajat aktivitas sedang (52,2%). sebagian besar pasien memiliki RF positif (63%). Korelasi antara kadar RF dengan kadar VCAM-1 memiliki kekuatan korelasi yang lemah tetapi tidak bermakna secara statistik (r=0,264; p=0,076). Subjek dengan RF positif memiliki kadar VCAM-1 yang lebih tinggi (626,89 vs. 540,96 ng/mL). Simpulan: Belum didapatkan korelasi antara RF dengan VCAM-1 pada pasien Artritis Reumatoid tanpa sindroma metabolik.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Salwani
Abstrak :
ABSTRAK
Pendahuluan: Gejala klinis tuberkulosis (TB) pada HIV seringkali tidak khas sehingga diagnosis menjadi sulit. Hal ini mengakibatkan underdiagnosis atau overdiagnosis dengan konsekuensi meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Hingga saat ini, gejala dan tanda yang berhubungan dengan diagnosis TB paru belum banyak diteliti. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai diagnostik dari gabungan gejala (batuk, penurunan berat badan, demam, dan rontgen toraks) dalam diagnosis TB paru pada pasien HIV dan nilai tambah biakan MGIT 960 dalam meningkatkan kemampuan diagnosis TB paru pada pasien HIV. Metode: Penelitian potong lintang terhadap pasien HIV dengan kecurigaan TB yang datang ke Poli HIV atau pasien ruang rawat Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dari Oktober 2011 hingga April 2012. Hubungan gejala klinis dan radiologis dengan diagnosis TB (biakan Lowenstein Jensen) dianalisis dengan regresi logistik. Kemudian ditentukan kontribusi masing masing determinan diagnosis terhadap diagnosis TB. Kemampuan biakan MGIT 960 dalam menegakkan diagnosis TB dinilai dengan membuat kurva ROC dan menghitung AUC. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS versi 16.0. Hasil: Subjek penelitian umumnya laki-laki (63%) dengan median usia 32 (rentang 18-52) tahun, status gizi baik (43%), CD4 <50 μl sebanyak 48%. Risiko transmisi terbanyak adalah pengguna narkoba suntik (penasun) (51%). Dari analisis multivariat, demam dan penurunan berat badan mancapai kemaknaan secara statistik. Nilai area under curve (AUC) manifestasi klinis adalah 71,9%. Penambahan biakan BTA MGIT 960 akan meningkatkan AUC 24,9% menjadi 95,7%. Simpulan: Gabungan gejala demam dan penurunan berat badan mampu memprediksi diagnosis TB paru pada pasien HIV. Penambahan biakan BTA MGIT 960 bermanfaat meningkatkan kemampuan gabungan gejala klinis dalam diagnosis TB paru pada pasien HIV.
Jakarta: Bidang Penelitian dan Pengembangan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
610 JPDI 5:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>