Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Universitas Indonesia, 1976
R 340.02 UNI b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Girindro Pringgodigdo
"

Alasan pemilihan judul tersebut di atas tidak lain disebabkan, pertama, adanya dua kata atau istilah yakni kebijaksanaan (policy/beleid) dan kebijakan (wisdom/wijsheid) yang secara implisit memuat arti dan istilah diskresi (discretion/fales Ermessen), yang diartikan dengan kebebasan untuk memilih dan/atau memutuskan/ menentukan menurut pendapat sendiri, yang selalu menggelitik di dalam benak pikiran saya selama ini mengingat mudahnya terjadi semacam kebingungan, kekacauan atau kekeliruan (confusion) mengenai persepsi tentang kedua kata atau istilah tersebut; terutama, bila ditautkan dengan kekuasaan negara/publik (public power) dan penguasa/pejabat Negara/pejabat pemerintah (public authorities/ officials) yang memiliki kewenangan/wewenang atau yang memperoleh delegasi.

Alasan yang kedua adalah : sejauh mana kepatuhan/disiplin dan/atau kepedulian dari pemeran (actor) atau para pemeran (actors), baik perorangan maupun lembaga/badan yang terlibat dalam pembuatan rancangan perundang-undangan dan pemeran (actor) yang memutuskan/menetapkan peraturan perundang-undangan dan/atau keputusan pelaksanaannya, menyadari dan mematuhi hirarkhi perundang-undangan atau penjenjangan dari atas ke bawah mengenai hukum posilif tertulis yang telah ditetapkan.

Kedua alasan tersebut di atas akan saya coba untuk menelaah dalam konteks Hukum Administrasi Negara (HAN) dan pengembangannya dewasa ini di Indonesia. Namun, sebelum menelaah dalam konteks HAN tersebut, secara garis besar perlu disinggung mengenai beberapa pengertian tentang Negara misalnya negara hukum (rechrssraar), negara nasional (national stare), negara teritorial modern (modern territorial state) dan mengenai Kekuasaan Negara (Public Power) dalam arti pembagian dan pendelegasian serta Kebijaksanaan Negara (Public Policy) yang mempengaruhi pengembangan HAN.

Negara, kekuasaan, kewibawaan dan kedaulatan (The.State, power, authority and sovereignty).

Negara menurut "konstruksi hukum" pada dasarnya merupakan badan hukum publik utama (prime public law body/entity) yang memiliki hak, kewajiban dan tanggung jawab yang diatur menurut (kebiasaan) Hukum Tata Negara, seperti subyek hukum lainnya yakni orang (person) dan badan yang dipersonifikasikan sebagai manusia. Namun, selain sebagai pembawa hak, kewajiban dan tanggung jawab, negara memiliki kekuasaan (power), kewibawaan (gezag, authority) dan kedaulatan (souvereiniteir; sovereignty) yang tidak dimiliki oleh badan hukum manapun.

"
Depok: UI-Press, 1994
PGB 0083
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Harun Alrasyid
"Dengan kalimat tahmid dan salawat saya awali pidato pengukuhan saya pada pagi hari yang berbahagia ini. Saya tidak lupa mengucapkan terima kasih- kepada Allah Yang Maha Kuasa karena dengan rakhmat dan ridho-Nya upacara pengukuhan ini dapat terlaksana. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada hadirin yang telah meluangkan waku untuk menghadiri peristiwa yang besar artinya bagi saya serta keluarga saya. Semoga Allah Yang Maha Pemurah akan memberikan balasan yang berlipat ganda. Amin!
Topik yang saya pilih untuk pidato pengukuhan ini ialah tentang dua peristiwa penting dalam tata negara Indonesia, i.e. pemilihan Presiden dan pergantian Presiden. Hadirin tentu sudah mengetahui bahwa, sejak masa peralihan berakhir, pemilihan Presiden diadakan secara berkala lima tahun sekali. Tetapi mungkin tidak semua hadirin mengetahui bahwa sewaktuwaktu dapat juga diadakan pemilihan Presiden.

Mengapakah soal pemilihan Presiden mendapat perhatian yang besar? Jawabnya ialah karena Presiden memegang peranan penting dalam pengambilan keputusan politik. Betapa pentingnya tokoh yang memangku jabatan Presiden diungkapkan oleh Bernard. Schwartz, seorang pakar hukum tata negara Inggris, yang menganggap kedudukan Presiden sebagai "the most powerful elective position in' the world".

Ungkapan Schwartz itu, yang. menilai kedudukan Presiden di Amerika Serikat yang memakai sistem "checks and balances"? lebih-lebih berlaku terhadap negara Indonesia yang tidak memakai sistem tersebut. Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, kekuasaan dan tanggungjawab terpusat pada Presiden (concentration of powers and responsibilities upon. the President). Bahkan Supomo mengatakan: "buat (pelaksanaan pemerintahan, pen.) sehari-hari Presidenlah yang merupakan'penjelmaan kedaulatan rakyat." Beliau menegaskan lagi: "Yang merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat ialah Presiden; bukan Dewan Perwakilan Rakyat. Jadi, Supomo menghendaki "a very strong position of the President".
Perlu juga diketahui bahwa Majelis Permusyawaratan Rakyat pernah memperbesar wewenang Presiden yang dapat dibaca terakhir dalam Pasal 2 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1988 tentang Pelimpahan Tugas dan Wewenang Kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam rangka Penyuksesan dan Pengamanan Pembangunan Nasional, yang bunyinya:
"Melimpahkan wewenang kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk mengambil .langkah-langkah yang perlu demi penyelamatan dan terpeliharanya persatuan dan kesatuan Bangsa serta tercegah dan tertanggulanginya gejolak-gejolak sosial dan bahaya terulangnya . G-30-S/PKI dan bahaya subversi lainnya, yang pada hakekatnya adalah penyelamatan Pembangunan Nasional sebagai Pengalaman Pancasila dan kehidupan Demokrasi Pancasila serta menyelamatkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Saya katakan "terakhir", karena pasal yang, serupa juga terdapat di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) sebelumnya, i.e. TAP MPR No. VII/MPR/1983, 'TAP MPR No. VI /MPR/1978, dan TAP MPR No. X/MPR/1973, namun tidak lagi. dikeluarkan pada Sidang Umum.MPR 1993. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya dan saya mencoba untuk menjawabnya.
Memang keempat TAP MPR tersebut, yang pada hakekatnya adalah mengenai wewenang untuk menyelamatkan negara, dalam ilmu hukum tata negara sudah dikenal dengan istilah hak darurat negara (staatsnoodrecht), yaitu kewenangan kepala negara (Raja, Presiden) untuk mengambil tindakan apa saja, kalau perlu dengan melanggar peraturan yang berlaku, bahkan undang-undang dasar sekalipun, demi untuk menyelamatkan negara.
Jadi, kalau selama ini sudah merupakan wewenang Presiden, dan berpegang pada definisi istilah "pelimpahan" (delegatie) dalam ilmu hukum tata negara' adalah janggal kalau MPR menyerahkan wewenangnya."
Jakarta: UI-Press, 1995
PGB 0082
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Universitas Indonesia, 1984
R 378.598 Uni b
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2001
344.01 UNI h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2000
340.072 UNI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 1993
341.52 UNI m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 1993
341.52 UNI a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: FH UI, 1993
341.52 UNI n
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Universitas Indonesia, 2001
364 UNI k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>