Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mantik, Maria Josephine
"Sampai dengan dekade terakhir ini konsep perempuan masih sering dipersempit maknanya pada hal-hal yang berkaitan dengan reproduksi dan pengasuhan anak. Seolah-olah keberadaan perempuan hanya untuk melahirkan dan mengasuh anak belaka. Itulah sebabnya konsep perempuan tidak terpisahkan dengan konsep ibu. Begitu seorang perempuan dilahirkan maka orang tuanya akan mempersiapkannya untuk menjadi ibu kelak. Ini semua membaku menjadi mitos, dipercaya dan amat merugikan perempuan.
Mitos tersebut di samping tersimpan pada benak pendukung kebudayaan juga terbaca secara tersurat dan tersirat di dalam tulisan-tulisan, baik tulisan fiksi maupun non fiksi yang bernilai sastra maupun bukan. Baberapa penelitian menunjukkan betapa mitos tersebut di atas terpendam di dalam sejumlah karya sastra Indonesia.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat mitos-mitos tersebut di dalam karya sastra yang berbentuk naskah drama. Naskah drama yang dipilih adalah karya Arifin C. Noer yang berjudul Mega-mega. Pertanyaan yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah: "Seperti apakah sosok ibu dalam drama Mega-mega karya Arifin C. Doer?".
Untuk menjawab masalah tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan kualitatif den menjadikan naskah drama Mega-mega sebagai korpus data. Semua kata, kalimat, dialog, monolog, situasi, den lingkungan dianalisis sebagai data penelitian.
Dalam drama Mega-mega terdapat enam tokoh yang digambarkan dan selalu memiliki hubungan satu dengan yang lain. Dua di antara tokoh tersebut adalah perempuan yaitu Mae dan Retno. Mae digambarkan sebagai perempuan tua, pernah menikah tetapi tidak pernah melahirkan. Ia berasal dari pedesaan di Tegal. Retno dilukiskan sebagai perempuan yang masih muda, pernah menikah, den pernah melahirkan anak. Ia mencari makan dengan menjadi pelacur. Tokoh laki-laki dapat dibagi dua dari segi umurnya yaitu tokoh yang muda diwakili Panut dan Royal, sedangkan tokoh yang dewasa adalah Tukijan dan Hamung.
Mae di dalam kelompok ini berfungsi sebagai ibu sosial bagi Tukijan, Hamung, Retno, Royal, dan Panut. Sebagai ibu, Mae berusaha memberikan perlindungan kepada anak-anaknya. Ia senantiasa menyimpan tikar-tikar yang akan digunakan untuk tidur anak-anaknya. Ia juga dengan senang hati memasakkan bahan-bahan yang dikumpulkan oleh anak-anaknya. Dengan segala daya upaya ia juga mencoba menanamkan nilai-nilai yang dipandangnya tepat untuk anak-anaknya.
Sebagai perempuan tua yang banyak mengalami kepahitan hidup, ia berpandangan bahwa perempuan adalah makhluk yang diberikan paras cantik untuk memikat laki-laki. Laki-laki yang terpikat den menjadikan perempuan sebagai istrinya seharusnya bertanggungjawab dan melindungi istrinya. Oleh karena itu si istri haruslah berbakti, patuh, dan pasrah kepada suaminya. Jika telah menjadi ibu, seorang perempuan harus dapat hidup prihatin demi keselamatan anak-anaknya. Jika anaknya tersebut sampai menderita maka yang bersalah adalah ibunya."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Maria Josephine
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006
808.83 MAR c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Maria Josephine
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006
899.220 9 MAR g
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Maria Josephine
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006
899.22 MAR c
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Maria Josephine
"Majalah Pujangga Baru didirikan pada tahun 1933 oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan Armijn Pane. Pujangga Baru seblum perang terdiri dari 91 nomor pe_nerbitan selama 9 tahun. Pujangga Baru merupakan majalah bulanan yang terbit satu bulan sekali. Pada penerbitan tahun pertama sampai tahun ketiga secara teratur majalah ini terbit sebulan sekali. Tetapi pada tahun keempat dan seterusnya tidak terbit sebulan sekali. Dalam penerbitan tersebut dicantumkan nomor dan bulan terbitnya majalah itu. Selain itu ada juga nomor peringatan 5 (lima) tahun Pujangga Baru, dan nomor-nomor khusus majalah Pujangga Baru sesudah perang terdiri dari 47 nomor penerbitan selama 6 tahun. Majalah Pujangga Baru sesudah perang juga mengalami penerbitan yang tidak teratur pada setiap bulannya dan ada nomor-nomor yang hanya di..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1981
S11191
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mantik, Maria Josephine
"Pembedaan gender antara laki-laki dan perempuan telah lama menjadi pembicaraan yang menarik perhatian para pejuang perempuan di dunia. Masyarakat membedakan laki-laki dan perempuan sejak awal kehidupan manusia. Keberadaan masyarakat dalam budaya patriarkat di tengah kehidupan manusia ikut memberi andil dalam menempatkan laki-laki dan perempuan pada peran mereka masing-masing. Dalam kehidupan masyarakat patriarkat, pandangan hidup yang berlaku bersifat seksis. Artinya, harkat dan keberadaan diri manusia dibedakan atas jenis kelaminnya. Akibat pembedaan ini, masih banyak perempuan yang tidak mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai kharisma dan kemampuan mereka. Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, hingga saat ini perempuan masih mengalami diskriminasi dan berbagai bentuk ketidakadilan akibat bias gender. Walaupun kenyataan menunjukkan telah banyak perempuan memperoleh pendidikan yang sama dengan laki-laki dan peran perempuan yang semakin besar dalam berbagai sektor, namun diskriminasi dalam berbagai bentuk masih dirasakan. Diskriminasi dan ketidakadilan tersebut antara lain muncul dalam bentuk: marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe. Berbagai isu marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe ini juga terjadi di lingkup Gereja. Dalam Gereja, masih terdapat perbedaan peran kepem mpinan antara laki-laki pendeta dan perempuan pendeta, walaupun sebenarnya misi Gereja adalah memberitakan Injil serta melayani sesama menurut pola hidup Tuhan Yesus. Untuk itu, perlu dipertanyakan makna kepemimpinan yang sebenarnya. Apakah perempuan tidak dapat menjadi pemimpin? Apakah perempuan hanya boleh memimpin organisasi atau Gereja dalam kegiatan tertentu yang ada kaitannya dengan perempuan? Memang secara angka telah terjadi peningkatan jumlah perempuan pendeta yang mengambil bagian dalam pelayanan Gereja dan masyarakat. Namun demikian, pemahaman dan pemikiran yang dikembangkan perempuan pendeta belum sepenuhnya dipahami dan diterima oleh sebagian pimpinan Gereja (yang adalah laki-laki) sebagai sumbangan perempuan yang berprofesi pendeta dalam kebersamaan Masalah bias gender juga terjadi di Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB). Perempuan pendeta mengalami berbagai kendala untuk menempati jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal di GPIB. Peluang perempuan pendeta untuk menduduki jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal di GPIB sangat kecil karena dimarginalisasikan dalam bias gender. Karena tersubordinasi dalam bias gender, maka perempuan pendeta masih banyak yang enggan berkompetisi dengan laki-laki pendeta untuk menduduki jabatan tertinggi di tingkat Mupel dan Sinodal. Selain itu, perempuan pendeta masih banyak yang berpikiran stereotipe (domestik) dalam bias gender, artinya is hanya ingin melayani sebagai pendeta dengan kapasitas sebagai isteri dan ibu. Adanya permasalahan marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe dalam bias gender yang mempengaruhi kepemimpinan perempuan pendeta seperti diuraikan di atas melatarbelakangi penulis untuk melakukan penelitian. Oleh sebab itu, penulis melakukan pembatasan masalah penelitian pada pengaruh marginalisasi, subordinasi, dan stereotipe dalam bias gender terhadap kepemimpinan perempuan pendeta GPIB di Musyawarah Pelayanan (Mupel) DKI Jakarta.Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat pengaruh marginalisasi, subordinasi, dan ..."
Jakarta: Sekolah Tinggi Theologia Baptis Indonesia, 2008
D1664
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library