Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohan
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian menggunakan metode deskriptif tentang kinerja PT PPLI dalam pengelolaan limbah B3 di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja PT PPLI dalam pengelolaan limbah B3 di Indonesia sehubungan dengan dampak limbah B3 terhadap lingkungan. Adanya peningkatan laju pertumbuhan penduduk dan perekonomian (industrialisasi) telah banyak menggunakan surnber daya alam yang sangat berpotensi untuk merusak lingkungan di samping menimbulkan pencemaran akibat limbah dari hasil industrialisasi tersebut. Kondisi ini pada akhirnya akan menurunkan kualitas lingkungan hidup itu sendiri, sehingga pada gilirannya nanti akan dapat menjadi ancaman besar terhadap kelangsungan hidup. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 Juncto Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) menyatakan, bahwa limbah sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan bisa terdiri atas limbah B3 dan limbah non B3. Meskipun kedua-duanya bisa berdampak negatif terhadap lingkungan, namun limbah B3 mempunyai tingkat bahaya yang lebih besar daripada limbah non B3. Masih banyak perusahaan penghasil limbah B3 yang tidak peduli akan dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 tersebut, sehingga tidak sedikit yang melalaikan kewajiban pengelolaannya. Kehadiran PT PPLI Cileungsi-Bogor, sebagai satu-satunya pusat pengolahan limbah industri-B3 (PPLI-B3) di Indonesia, pada mulanya disambut dengan begitu antusias dari banyak kalangan industri multinasional yang telah lama menimbun limbah B3 di lokasi pabriknya. Namun, di saat terjadinya krisis ekonomi yang melanda Indonesia di sepanjang tahun 1997-1998 antusias tersebut mulai memudar. Hal ini terbukti dengan makin berkurangnya penerimaan limbah B3 oleh PPLI-B3 di tahim 1998-1999, hampir 45% dari tahun sebelurnnya. Secara rata-rata per tahunnya, jumlah limbah B3 yang dikirim ke PPLI-B3 masih sekitar 30% dari kapasitas terpasang sebesar 60.000 ton/tahun. Padahal produksi limbah B3 di Jawa Barat dan DKI Jakarta berdasarkan survey yang dilakukan PPLI-B3 di tahun 1994 adalah 128.000 ton/tahun. Hal ini yang merekomendasikan akan perlunya penegakan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Iimbah B3. Di samping itu, dengan semakin menyebarnya pusat-pusat industri yang banyak menghasilkan limbah B3 menumut untuk secara bertahap membangun PPLI-B3 di daerah-daerah Iain. Akhirnya, yang terpenting di dalam pengelolaan lingkungan hidup akibat limbah B3 adalah perlunya pergeseran paradigma dari end of pipe treatment menjadi cleaner production. Hal ini menurut kesadaran dari semua pihak, khususnya pihak industri, untuk melakukan kegiatan minimisasi limbah.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T16804
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan
Abstrak :
Krisis energi yang sedang melanda dunia akibat sudah semakin Iangkanya persediaan bahan bakar minyak perlu diantisipasi salah satu di antaranya dengan langkah diversifikasi energi khususnya yang ramah lingkungan. Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan sel elektrokimia yang mengkonversikan energi kimia secara langsung menjadi energi Iistrik. Alat ini dipandang sangat menguntungkan mengingat efisiensi konversinya yang cukup tinggi, menggunakan bahan bakar yang dapat diperbaharui, dan yang lebih penting cara kerja alat ini secara keseluruhan tidak menghasilkan bahan-bahan yang membahayakan Iingkungan. Salah satu jenis sel bahan bakar adalah polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) dan direct methanol fuel cells (DMFC). Selama operasinya kedua sel bahan bakar ini menggunakan polimer sebagai membran elektrolit. Membran berfungsi untuk memisahkan reaktan dan sebagai sarana transportasi ion hidrogen. Saat ini membran yang digunakan adalah Nafion. Kemampuan nafion untuk melaksanakan dua fungsi tersebut sudah terbukti sangat baik, namun untuk mengembangkan PEMFC lebih lanjut, penggunaan bahan ini secara tekno-ekonomi menjadi sangat mahal dan kurang efisien. akibat masih adanya bahan bakar yang ikut terlewatkan ke ruang katoda (khusus untuk DMFC). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan membran alternatif yang efisien dan ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bahan alternatif membran penghantar proton. Penelitian dilakukan dengan cara membuat Iembaran membran elektrolit polimer meialui proses pencangkokan radiasi gugus fungsi hidrofilik suatu monomer atau gugus fungsi hidrofobik monomer Iain pada rantai dasar suatu polimerikopolimer hidrofobik. Selanjutnya melalui proses sulfonasi diperoleh gugus sulfonat yang mengubah bahan hidrofob menjadi hidrofil sehingga dapat digunakan untuk menghantarkan ion. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polimer/ hidrokarbon seperti LLDPE, HDPE, dan PP yang mudah dijumpai serta fluoropolimer seperti PTFE, ETFE, dan cPTFE yaitu suatu PTFE yang telah dikondisikan agar berikatan silang. Sedangkan monomernya adalah asam akrilat dan stirena. Pada teknik pencangkokan iradiasi awal, mula-mula film polimer/ kopolimer diiradiasi terlebih dahulu ?untuk mendapatkan radikal polimer/ kopolimer kemudian dicangkok dengan monomer. Beberapa variabel dipelajari, di antaranya matriks film awal, dosis dan laju dosis radiasi, jenis dan konsentrasi monomer, jenis pelarut, suhu dan waktu pencangkokan, serta kondisi sulfonasi. Juga dipelajari karakterisasi membran yang dihasilkan serta kemungkinan aplikasinya yang bisa didayagunakan dari membran. Dari hasil penelitian diperoleh kondisi pembuatan membran yang optimum. Kondisi optimum pembuatan membran dengan matriks film polimer hidrokarbon adalah dosis radiasi 45 kGy, Iaju dosis 7 kGy/jam, monomer asam akrilat 40% volume, suhu dan waktu pencangkokan masing-masing 70°C dan 90 menit. Sedangkan kondisi optimum pembuatan membran 70°C dan 90 menit. Sedangkan kondisi optimum pembuatan membran dengan matriks film fluoropolimer adalah dosis radiasi 10 kGy, laju dosis 1,9 kGy/jam, monomer stirena 40% volume dengan pelarut 2-propanol, waktu pencangkokan 4 jam dan suhu pencangkokan 70°C. Kondisi sulfonasi optimum diperoleh pada konsentrasi asam klorosulfonat 1.25% volume, suhu percobaan secara bertahap mula-mula 40°C kemudian dilakukan pada suhu kamar. Persen pencangkokan membran polimer hidrokarbon cukup besar. HDPE relatif Iebih baik dibanding LLDPE dan PP. Sifat-sifat mekanik membran yang dihasilkan cukup baik sehingga bisa diaplikasikan untuk pengolahan limbah B3, namun tidak untuk pubIikasi sel bahan bakar. Penggunaan matriks film fluoropolimer cukup menjanjikan. Di samping karena sifat-sifat mekanik, polimer jenis ini mempunyai sifat-sifat elektrokimia dan ketahanan kimia yang cukup baik. Sehingga membran yang dihasilkan bisa diaplikasikan ke dalam sel bahan bakar. Film PTFE tidak bisa digunakan untuk bahan membran mengingat degradasi yang dialami bahan selama proses radiasi. Sedangkan film ETFE dan cPTFE bisa digunakan untuk aplikasi sel bahan bakar. Film ETFE digunakan untuk sel bahan bakar berjenis DMFC sedangkan film cPTFE untuk sel bahan bakar berjenis PEMFC. Karakterisasi spektrum inframerah menunjukkan bahwa pencangkokan monomer dan gugus sulfonat telah terjadi pada rantai dasar film polimer/kopolimer. Hal ini diperkuat dengan data topografi permukaan menggunakan SEM/TEM dan komposisi unsur-unsur menggunakan EDS. Sedangkan terhadap spektrum difraksi sinar-x memperlihatkan adanya pengurangan derajat kristalinitas terhadap film yang diperlakukan. Dibandingkan dengan membran Nafion maka membran ETFE-g-SS dan CPTFE-g-SS mempunyai karakteristik yang menyerupai Nafion. Bahkan beberapa sifat seperti kapasitas pertukaran ion, konduktivitas proton dan sifat-sifat mekanik relatif lebih baik. Berdasarkan variabel optimum dan hasil karakterisasi bahan dapat disimpulkan bahwa membran yang dihasilkan bisa diaplikasikan untuk pengolahan Iimbah B3 (khusus polimer hidrokarbon) dan untuk aplikasi sel bahan bakar (film ETFE dan film cPTFE).
Lately, the world faces energy crises due to the lack of fuel supply. One of the alternative solutions is diversification on energy field especially which is environment friendly. Fuel cell is electrochemical cell that converses chemical energy directly to electrical energy. There are several advantages using it, such as highly conversion efficiency, renewable fuel, and the most important thing that it is not producing materials which damages the environment. Some of the fuel cell types are polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMC) and Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). During the operation, these two fuel cells are using polymer as an electrolyte membrane. The functions of the membrane are to separate reactant and act as means of hydrogen ion transportation. These fuel cells are using Nafion for the membrane. The ability of Nafion for executing those functions mentioned-above has been well proved. But developing PEMFC in advanced is very expensive techno-economically and inefficient because the fuel still follow to cathode room (only for DMFC). So it needs advanced study to get an alternative membrane efficiently and economically. The purpose of this research is to have alternative materials on membrane. This research is actuated by preparing sheets on polymer electrolyte membrane through radiation grafting on a monomer hydrophilic function cluster or other monomer hydrophobic function cluster at a polymer base chain/hydrophobic copolymer. Then through sulfonation process it could be obtained sulfonate groups which could change hydrophobic materials to be hydrophilic and it could be used to conduct ion. The materials that were used on this research were hydrocarbon polymer such as LLDPE, HDPE, and PP (these polymers are easy to rind) and fluoropolymer such as PTFE, ETFE, and cPTFE. cPTFE is a PTFE which has been prepared to tie up crossly. Its monomers were acrylate acid and styrene. In pre-irradiation grafting technique, Polymer/copolymer film was irradiated first to have polymer/copolymer radical and then it was grafted with monomer. Several variables were observed such as pre film matrix, doses and doses rate of radiation, types and concentration of monomer, types of solvent, temperature and time of grafting, and sulfonation condition. Beside those variables, membrane characteristics and membrane applications possibility have also been observed. The result of this research, the condition of optimum membrane preparation can be obtained. The optimum condition of membrane preparation by using hydrocarbon polymer film matrix was radiation doses at 45 kGy, rate of doses at 7 kGy/hour, acrylate acid monomer at 40% volume, temperature at 70°C and time of grafting at 90 minutes. On the other hand, the optimum condition of membrane preparation by using fluoropolymer film matrix was radiation doses at 10 kGy, rate of doses at 1.9 kGy/hour, monomer styrene with 2-propanol solvent at 40% volume, temperature at 70°C and time of grafting at 4 hours. The optimum sulfonation condition was chlorosulfonat acid concentration at 1.25% volume, first temperature at 40°C progressively and then at room temperature. Degree of grafting (DOG) of hydrocarbon polymer membrane grafting was high enough. DOG of HDPE was higher than LLDPE and PP. The characteristic of membrane mechanic was high enough so it can be applied for waste treatment but it can not be applied for fuel cell. Using of fluoropolymer film matrix was quite promising. Beside of mechanical characteristic, this kind of polymer has a good electrochemical characteristic and chemical resistance. So it can be applied to fuel cell. PTFE film can not be used for membrane materials due to the degradation during radiation process. ETFE film and cPTFE can be used for fuel cell apllication. ETFE film was used for fuel cell on DMFC type and GPTFE film for fuel cell on PEMFC type. Characteristic of infrared spectrum showed that monomer grafting and sulfonate groups have been done at polymer/copolymer base chain. lt was strengthened with surface topography data using SEM/TEM and elements composition using EDS. The other hand, x-ray diffraction spectrum showed that there was crystalline degrees decline on the film. lf it is compared to Nafion membrane, characteristic of ETFE-g-SS and cPTFE-g-SS membrane were similar to the Nafion characteristic. ln fact, some characteristics such as ion exchange capacity, proton conductivity and mechanical characteristic were relatively much better. The conclusion of this research is that base on optimum variables and results of material characteristics is the membrane which was produced can be applied to hazardous waste treatment (only hydrocarbon polymer) and fuel cells (ETFE and cPTFE films).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
D675
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan
Abstrak :
Telah dilakukan pencangkokan monomer stirena pada film ETFE dengan teknik iradiasi awal. Penelitian dilakukan dengan cara meradiasi film ETFE dengan sinar-γ pada variasi dosis total radiasi dari 2,5 sampai 12,5 kGy dan variasi laju dosis dari 1,3 sampai 1,9 kGy/jam. Kemudian kopolimer teriradiasi dicangkok menggunakan monomer stirena dalam berbagai pelarut etanol, 2-propanol, dan toluena dengan variasi konsentrasi dari 20 sampai 70% volume, suhu pencangkokan dari 50 sampai 90oC, dan waktu pencangkokan dari 2 sampai 12 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persen pencangkokan meningkat dengan meningkatnya dosis total radiasi dan menurunnya laju dosis radiasi. Diperoleh kondisi optimum percobaan pada dosis total 10 kGy, laju dosis 1,9 kGy/jam, pelarut 2-propanol, stirena 40%.
Synthesis of Fuel Cell Membrane: Copolymerization of Styrene on ETFE Film by Grafted pre-Irradiation. Preirradiation Grafting styrene monomer on ETFE film has been prepared. Research has been performed by γ-ray radiation at various total dose from 2.5 ? 12.5 kGy and various dose rate from 1.3 ? 1.9 kGy/hour. Irradiated copolymer is then grafted by styrene monomer in various solvent: ethanol, 2-propanol, and toluene, various concentration from 20 ? 70% volume, various temperature from 50 ? 90oC, and various grafting time from 2 ? 12 hours. The results showed that percent of grafting is increase with increase of total dose and decrease of rate dose. The optimum experiment conditions are obtained at total dose 10 kGy, dose rate 1,9 kGy/hour, 2-propanol solvent, 40% volume styrene, 4 hours grafting time, and 70oC grafting temperature.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yohan
Abstrak :
Telah dilakukan proses sulfonasi pada politetrafluoroetilena berikatan silang yang teriradiasi sinar-γ dan tercangkok monomer stirena (film cPTFE-g-S). Penelitian bertujuan untuk membuat bahan membran hidrofil yang dapat berperan sebagai membran penukar proton pada sel bahan bakar jenis PEMFC. Sulfonasi dilakukan dengan asam klorosulfonat dalam pelarut dikloroetana pada berbagai kondisi. Pengaruh persen pencangkokan, konsentrasi asam klorosulfonat, waktu dan suhu reaksi terhadap sifat-sifat film tersulfonasi diuji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses sulfonasi yang dilakukan pada suhu kamar tidak memberikan hasil yang sempurna. Peningkatan konsentrasi ClSO3H dan suhu reaksi mempercepat terjadinya proses sulfonasi namun juga menambah jumlah reaksi samping. Akibatnya kapasitas penukaran ion, pengikatan air, dan konduktivitas proton film menjadi semakin berkurang namun ketahanan oksidasi pada larutan perhidrol menjadi semakin bertambah. Membran cPTFE-g-SS yang dihasilkan mempunyai kestabilan dalam larutan H2O2 30% volume selama 20 jam.
Sulfonation of cPTFE Film grafted Styrene for Proton Exchange Membrane Fuel Cell. Sulfonation of γ-ray iradiated and styrene-grafted crosslinked polytetrafluoroethylene film (cPTFE-g-S film) have been done. The aim of the research is to make hydropyl membrane as proton exchange membrane fuel cell. Sulfonation was prepared with chlorosulfonic acid in chloroethane under various conditions. The impact of the percent of grafting, the concentration of chlorosulfonic acid, the reaction time,and the reaction temperature on the properties of sulfonated film is examinated. The results show that sulfonation of surface-grafted films is incomplete at room temperature. The increasing of concentration of chlorosulfonic acid and reaction temperature accelerates the reaction but they also add favor side reactions. These will lead to decreasing of the ion-exchange capacity, water uptake, and proton conductivity but increasing the resistance to oxidation in a perhidrol solution. The cPTFE-g-SS membrane which is resulted has stability in a H2O2 30% solution for 20 hours.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2007
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library