Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 36 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanuar
Abstrak :
Kuantitas dan kualitas konsumsi pangan merupakan masalah penting yang harus diperhatikan, terhadap timbulnya masalah gizi. Kelebihan atau kekurangan terhadap satu atau beberapa jenis pangan akan mengakibatkan kekurangan terhadap zat zat gizi tertentu terutama zat gizi mikro, sedangkan konsumsi pangan yang seimbang, baik secara kuantitas dan kualitas dapat mencegah keadaan salah gizi, baik kekurangan maupun kelebihan gizi serta penyakit yang menyertainya kemudian. Secara umum, kuantitas konsumsi pangan penduduk pada 6 Kotamadya di Propinsi Sumatera Barat telah cukup baik (diatas 90% dari Tingkat Konsumsi Energi), baik pada daerah perkotaan maupun pedesaan. Kualitas konsumsi pangan yang dilihat menurut tingkat keragamannya, terutama yang berasal dari beras belum menunjukkan penurunan, bahkan meningkat sedikit dari tahun sebelumnya (63.4%), yaitu 64% dan 66.2% pada daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Konsumsi protein yang berasal dari hewani relatif sangat tinggi, sedangkan konsumsi protein nabati, terutama yang berasal dari kacang kacangan cukup rendah. Skor PPH secara umum telah melampaui target skor PPH nasional tahun 1997 (72.26), yaitu 82.74 dan 78.66 untuk daerah perkotaan dan daerah pedesaan. Jenis penelitian ini adalah survey potong lintang, dengan jumlah sampel 1021 keluarga yang bertujuan untuk mengetahui gambaran dan perbedaan konsumsi pangan keluarga yang dilihat dari kuantitas, yaitu rata rata konsumsi energi dan kualitas yang dilihat dari keragaman konsumsi pangan dan skor PPH pada daerah perkotaan dan pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan antara konsumsi energi keluarga diperkotaan dan keluarga pedesaan. Besar keluarga merupakan varibel yang berhubungan dengan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan keluarga. Sedangkan secara kualitas dapat dikatakan terdapat perbedaan skor PPH keluarga diperkotaan dan skor PPH keluarga dipedesaan (p< 0.05), dimana skor PPH daerah perkotaan lebih tinggi dari pada skor PPH daerah pedesaan. Selain variabel daerah tempat tinggal, variabel jumlah keluarga merupakan variabel yang berperan dominan berhubungan dengan konsumsi energi dan skor PPH nasional diantara variabel independen lainnya. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa walaupun dengan skor mutu konsumsi pangan yang telah baik, belum dapat dikatakan keragaman konsumsi pangan juga baik. Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam peningkatan program gizi, khususnya program penganekaragaman pangan, sesuai dengan anjuran PUGS.
The Analysis of Quantity and Quality of Family Food Consumption using Desirable Dietary Pattern or Pola Pangan Harapan (PPH) approach in Urban and Rural Area in every district of West Sumatera Province in 1997The quantity- and quality food consumption are important matter to pay attention, in relation with nutrition problem. Over and less in one or more kinds of food will cause lack of certain nutrition substances, especially micro nutrition, while balance food consumption, either in quantity or in quality can prevent the condition of malnutrition, either under nutrition or over nutrition and their following disease. Generally, the quantity of population food consumption in 6 districts in west Sumatra province is quite good (above 90% of energy consumption level), both in rural and urban areas. The quality of food consumption seen according to its diversity level, especially that is made of rice has not decreased, but it even has increased composed to the previous year (63.4%), that is 64% and 66.2% in rural and urban areas. Protein consumption originating from animals is relatively very high, while protein consumption originating from vegetables, especially from peas is relatively low, The PPH score , generally, exceeds the 1.997 national PPH score target (72.26), that is 82.74 and 78.66 for urban and rural areas. The kind of this research is cross sectional survey, using 1021 samples of family aimed to find out the description and difference of family food consumption seen from the quantity point of view, that is energy consumption diversity and PPH score in rural and urban areas. The result of this research shows that there's no difference between urban and rural family food consumption. In quantity point of view it can be said that there is PPH score difference between urban and rural families (p < 0.05), where PPH score in urban area is higher than in rural area. Beside domicile variable, family size variable plays a role dominantly in relation with energy consumption and national PPH score among other variables. In this research it can be conclude that, even though the score of food consumption quality is good, it cannot yet be said that food consumption diversity will be automatically good. It is hoped that this research can be used as a consideration in increasing nutrition program, especially food diversification program, in accordance with guideline nutrition balance proposition.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar
Abstrak :
Lembaga Pengangkatan Anak (adopsi) dalam suatu masyarakat merupakan kebutuhan tersendiri, dengan adanya lembaga pengangkatan anak bagi suatu keluarga atau seseorang yang tidak mempunyai anak atau ingin menambah anaknya dapat melakukan pengangkatan anak sebagai salah satu jalan keluarnya. Peraturan mengenai Pengangkatan Anak di Indonesia antara lain: Surat Edaran Ketua Mahkamah Agung (SEMA). Keputusan Menteri Sosial, dan peraturan di yayasan sosial yang diizinkan menjalankan kegiatan pengangkatan anak oleh Menteri Sosial. SEMA No. 4 Tahun 1989 hanya memuat beberapa penyempurnaan terhadap SEMA No . 6 Tahun 1983. Dalam SEMA No. 4 Tahun 1989 hanya memuat tentang teknis pengiriman salinan putusan terhadap permohonan pengangkatan anak antar negara dan antar WNI kepada Mahkamah Agung dan instansi-instansi yang terkait. Penyempurnaan lainnya adalah adalah tentang laporan sosial yang sebelumnya dibuat oleh pekerja sosial dari instansi/lembaga sosial yang berwenang dari negara asal calon orang tua angkat WNA, maka dengan keluarnya SEMA ini laporan sosial dibuat oleh petugas/pejabat sosiai setempat dengan catatan harus didaftarkan dan disetujui kebenaran isinya oleh perwakilan negara calon orang tua angkat WNA di Indonesia melalui Departemen Luar Negeri RI. Salah satu yayasan sosial yang melaksanakan kegiatan pengangkatan anak adalah Yayasan Sayap Ibu. Dalam pelaksanaan Pengangkatan Anak tli Yayasan Sayap Ibu rnengacu kepada peraturan mengenai Pengangkatan Anak yang berlaku. Tetapi, dengan pertimbangan kemanusiaan maka pelaksanaan Pengangkatan Anak pada Yayasan Sayap Ibu menyimpang dari peraturan mengenai Pengangkatan Anak yang ada. Hal ini dimungkinkan karena peraturan yang ada masih memberikan keleluasaan bagi praktisi hukum untuk tidak mematuhinya. Maka, penulis berusaha untuk menjelaskan proses pengangkatan anak di Yayasan Sayap Ibu serta menganalisa perkara-perkara pengangkatan anak yang terjadi di Yayasan Sayap Ibu dan telah memperoleh putusan pengadilan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20729
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar
Jakarta: UI-Press, 2009
PGB 0327
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar
Abstrak :
Setelah pioner schimiah dkk (1930) memunculkan hasil penelitiannya mengenai kondensasi tetes,mulailah tema tsb dikembangkan oleh para peneliti lainnya. Kondensasi tetes menhhasilkan nilai koefesien perpindahan panas lebih baik dibandingkan kondensasi film. Tujuan dr studi ini adalah mempelajari karakteritik dr proses kondensasi yg terjadi pd permukaan kondenser yg dilapisioleh lapisan tipis teflon. Kondensor yg dilapisi oleh lapisan emas ,teflon, & campuran tembaga dengan bron diukur kemampuan perpindahan panasnya.Uap air mengalir melalui pipa-pipa kondenser yg didinginkan oleh air menghasilkan kondensasi film & atau tetes. Kondenser yg dilapisi oleh teflon menghasilkan koefesien perpindahan kalor yg lebih tinggi dibanding yg lainnya & membuktikan kondensasi tetes lebih baik.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
JUTE-XV-1-Mar2001-43
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar
Abstrak :
Silica sand slurry is a multiphase flow that consists of liquid and particle solids. Slurry flow characteristics are affected by particle size, particle distribution, particle concentrate, pipe geometry, flow regime, and viscosity factors. Spiral pipe is one of the solutions to increase drag reduction at a certain velocity and Reynolds number (Re). The aim of this experiment is to figure out the influence of using spiral pipe in increasing drag reduction of silica sand slurry flow. The pipeline used is spiral pipe with a helicial tape with two ratios of pitch per diameter (p/D), i.e. = 4 and 7. The test loop is set up as 3,500 mm (3.5 meters) in length. The size of the particle is 1 mm in diameter. The mean density of the silica sand particles is 2,300 kg/m3. The velocities are set between 1m/second and 5m/second. The percentage of volumetric concentration of solids in slurry (Cw) varies between 20%, 30%, and 50% in weight. Particle concentration, the Reynolds number and ratio of pitch and diameter give significant impact to the drag reduction. At a ratio of pitch/diameter (p/Di) = 7, at a Reynolds number (Re) of 30,000 and at Cw 50% can increase drag reduction to about 33%.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2015
UI-IJTECH 6:6 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar
Abstrak :
CaCO3 is friendly to both the environment and humans. For this reason, it is suitable to be applied in fluid transportation to enable more efficient flow. The objective of this study was to investigate the effect of CaCO3 on the flow in a pentagon spiral pipe. The working fluid was circulated into the test pipe with constant pressure by the compressor. The working fluid was produced by mixing pure water with CaCO3 nanoparticles, which have average diameter of 100 nm, in the concentration ratios of 100 ppm, 300 ppm and 500 ppm. The test pipe was a pentagon spiral pipe with the ratio P/Do 7.1, and a circular pipe with a 4 mm inner diameter was used for comparison. The highest drag reduction (DR) that occurred in the spiral pipe was 35% around Re' 4×104 with nanofluids concentration of 500 ppm, while the highest DR in the circular pipe was of 26% around Re’ 4×104. The results show that increasing the percentage of solid particles affects the properties of the working fluid, such as viscosity, density, pressure drop and DR. The effects of the change in fluid properties were also taken into account. These affect the damping phenomena in the near wall region, which gives friction factor reduction. Another benefit of the spiral pipe is that it prevents the sedimentation of nanoparticles.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2017
UI-IJTECH 8:7 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ferri Yanuar
Abstrak :
Di daerah Propinsi Bangka Belitung. malaria merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang klasik dan sudah berlangsung sejak lama yang sampai saat ini masih belum dapat teratasi. Kabupaten Bangka sebagai salah satu kabupaten di Propinsi Bangka Belitung mempunyai angka kejadian malaria yang cukup tinggi. Angka AMI (Annual Malaria Incidence). yaitu sebesar 45%0 pada tahun 2002, dengan jumlah penderita malaria klinis mencapai 25.937 pada tahun yang sama. Tingginya kasus malaria di Kabupaten Bangka tidak hanya memberikan dampak terhadap sektor kesehatan saja, tetapi juga akan berpengaruh terhadap sektor ekonomi masyarakat. Tahap awal untuk menilai kerugian ekonomi akibat malaria adalah dengan studi Cost of illness. Tingginya kasus tersebut akan menyebabkan banyaknya waktu produktif yang hilang karena sakit dan tingginya biaya yang dikeluarkan untuk mencari pengobatan. Biaya yang lebih besar dapat terjadi bila penderita malaria tersebut sampai dirawat di rumah sakit. Berdasarkan data dari RSUD Sungailiat terlihat bahwa jumlah kasus malaria yang dirawat di rumah sakit cukup tinggi, yaitu sebanyak 234 kasus pada tahun 2001 dan 689 kasus pada tahun 2002; menempati urutan pertama dari total kasus rawat inap. Penelitian ini ditujukan untuk melihat berapa besar biaya-biaya yang ditimbulkan karena sakit malaria pada pasien yang sedang dirawat di rumah sakit. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran biaya - biaya yang ditimbulkan oleh penyakit malaria pada penderita yang dirawat di RSUD Sungailiat, baik biaya langsung (direct cost) maupun biaya tidak langsung (indirect cost). Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik pasien malaria, berapa besar biaya langsung dan biaya tidak langsung yang dikeluarkan oleh pasien malaria untuk mencari pengobatan sebelum dan seiama dirawat di rumah sakit dan diketahuinya rata-rata larva hari sakit -clan hari rawat -di rumah sakit, serta beberapa faktor yang berhubungan dengan total biaya yang -dikeluarkan karena sakit. Lingkup penelitian ini hanya mencakup cost of illness dari sudut pasien malaria saja tanpa melihat biaya institusi rumah sakit, sehingga yang dihitung adalah tarif pelayanan yang dibayarkan oleh pasien bukan biaya satuan untuk pelayanan tersebut. Desain .penelitian adalah survei, yang dilaksanakan di bagian rawat inap RSUD Sungailiat Kabupaten Bangka. Waktu penelitian ini berlangsung selama bulan Maret - Juni 2003, dengan jumlah sampel penelitian sebanyak 94 responden. Data primer dikumpulkan langsung dan pasien malaria yang dirawat dan dokter rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mereka yang terbanyak dirawat di rumah sakit adalah laki-laki, pendidikan rata-rata SLTA, umur rata-rata 30 tahun dan sebagian besar responden (67,1%) adalah penduduk asli Bangka. Sebelum dirawat di rumah sakit, sebanyak 77,7% responden mencari pengobatan terlebih dahulu ke fasilitas kesehatan. Biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh responden untuk pengobatan ini sebesar Rp. 28.310,00 yang terdiri dari biaya untuk transportasi, jasa dokter dan obat serta pemeriksaan laboratorium. Selain mencari pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan, sebanyak 54,3% responden membeli obat sendiri dan umumnya mereka membeli obat di warung. Jenis obat yang dibeli adalah obat untuk demam karena gejala malaria yang mirip dengan demam biasa dan ketidaktahuan responden tentang penyakit malaria. Rata-rata biaya yang dikeluarkan untuk membeli obat Rp. 2.350,00. Rata-rata hari rawat responden di rumah sakit responden adalah selama 3 hari dengan variasi antara 1 - 7 hari dengan kelas perawatan terbanyak di Kelas III (78,7%). Responden dibawa ke rumah sakit rata-rata setelah 1,5 hari setelah menderita sakit. Biaya yang dikeluarkan oleh responden selama dirawat di rumah sakit rata-rata sebesar Rp. 351.985.00 yang terdiri dari biaya untuk kamar perawatan, obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium. emergensi dan tindakan lainnya. Responden masih mengeluarkan biaya untuk orang yang menunggui selama dirawat di rumah sakit dengan rata-rata biaya sebesar Rp_ 49.545,00 yang dikeluarkan untuk makan dan transportasi. Total hari sakit responden antara 2 - 9 hari dengan rata-rata selama 5 hari. Rata-rata pendapatan responden yang hilang karena sakit adalah Rp. 133.450,00, sementara rata-rata pendapatan yang hilang dari orang yang menunggui responden selama dirawat Rp. 53.215,00. Biaya yang harus dikeluarkan oleh responden selama sakit malaria rata-rata Rp. 669.175,00. Kelompok biaya yang terbesar dikeluarkan oleh responden adalah untuk biaya langsung, yaitu 56,9% atau Rp. 381.155,00 digunakan untuk membeli obat dan bahan medis, jasa/visit dokter, pemeriksaan laboratorium, emergensi dan tindakan lainnya serta biaya kamar perawatan di rumah sakit. Biaya tidak langsung yang dikeluarkan adalah sebesar Rp. 288.020,00 digunakan untuk biaya transportasi ke fasilitas kesehatan, biaya makan dan minum, biaya keluarga yang menunggui pasien dan opportunity cost/kesempatan yang hilang karena sakit malaria yang berupa hilangnya pendapatan pasien dan orang yang menungguinya selama sakit malaria. Hasil analisis bivariat menunjukkan, ada dua variabel yang berhubungan dengan total biaya selama sakit, yaitu tingkat penghasilan pasien dan jenis Plasmodium. Sementara untuk variabel lama hari rawat di rumah sakit, total hari sakit, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan Jenis pekerjaan tidak menunjukkan adanya hubungan dengan total biaya yang dikeluarkan. Saran yang disampaikan adalah perlu penelitian yang lebih lengkap tentang COI malaria karena Bangka adalah daerah endemis malaria, Dinas Kesehatan perlu melibatkan sektor lain di dalam program pemberantasan malaria di Bangka, rumah sakit perlu melakukan analisis biaya satuan pelayanan di rumah sakit, khususnya untuk malaria dan bagi pemerintah daerah Bangka perlu memberikan perhatian khusus terutama bagi pendatang yang beresiko untuk terkena malaria. ...... Cost of Illness Malaria: A Case Study in Sungailiat Public Hospital Bangka Distric, 2003In Bangka Belitung Province, malaria is one of the classical health problem has been found since long time ago, and yet until to day still not been successfully solved. Bangka as one of district in Province of Bangka Belitung has high number of malaria cases. The AMI (Annual Malaria Incidence) was 45%o in 2002, and clinical malaria patients reached 25.937 in the same year. Malaria problem in Bangka District will not only impact the health sectors, but also affect the economic and social sectors. The Cost of Illness study is the first step to estimate the economic loss due to the malaria. As well one potential impact is the loss of the productive time of the people, including the expenses for the treatment and pain released to seek for medication as well as loss opportunity to earn money. This loss is even higher if they have to be hospitalized. The data from RSUD Sungailiat shows that number of malaria patient admitted to the hospital is quite high, 234 cases in year 2001 and 689 cases in year 2002; and has been the first top cases in Sungailiat Public Hospital. This research aimed to obtaining information on how much costs generated due to malaria of the patient being hospitalized. This research aim is to obtain the cost of illness of malaria of the patient hospitalized in RSUD Sungailiat, both direct and indirect costs. The objectives of this research are to describe characteristics of the malaria patients, the direct and indirect costs to seek for medication, average length of stay (ALOS) patients at hospital, as well as some factors related with total cost of illness. This research only covers cost of illness from the aspect of the patient of malaria regardless the cost from the provider side. This research is a survey, conducted in Sungailiat Public Hospital, Bangka District. Data has been collected during March - June 2003. The sample size was 94 respondent. Primary Data collected directly from the patient. The study revealed that those who have been hospitalized due to the malaria are mostly male, senior high school graduated, 30 years old on average and mostly (67,1%) are originally from Bangka island. Before being hospitalized, 77,7% of the respondent seek care to the health facilities. Average cost spent by respondent was Rp. 28.310,00, consisted of transportation expense, drugs and physician charge and also the laboratory examination. Self medication was chosen by 54,3% of the respondent, by buying the drugs from "warung" (small shop). Mostly they bought the drugs for fever treatment because of they ignorance of malaria treatment. Average drugs expense was Rp. 2.350,00. Average length of stay (AIDS) respondent was 3 days, varied 1 - 7 days mostly in Class III (78,7%). Respondent admitted to hospital after 1,5 day suffering. Patient expenses during hospitalized was equal to Rp. 351.985,00, consisted of expenses for the hotel room, medical consumables and drugs, medical services, laboratory examination/diagnosys, and other emergency services. The average expenses for the care taker during hospitalized was Rp. 49.545,00 for meals and the transportation. In total number of sick day of respondent between 2 - 9 days (5 days on average). Income loss (opportunity cost) due to malaria illness is Rp. 133.450,00, while for the care taker is 53.215,00. Total cost of illness is Rp. 669.175,00, comprised both of direct and indirect costs. The direct cost is 56,9% from the total cost or equal to Rp. 381.155,00, mostly spent for medical consumables and drugs, medical services, hotel room, laboratory examination/diagnosis, and other emergency services as well as hospital. The indirect cost was amounted to Rp. 288.020,00 for the transportation to the health facilities, expenses for meals, care taker during hospitalized and income loss of the patient and the care taker as well as. Result of the bivariate analysis showed that are two variables related with total cost during pain; income of the patients and type of Plasmodium. Length of stay, number of sick days, sex/gender, occupation and education of the respondent did not show any significant relationship with the cost of illness. The study suggested that a more comprehensive cost of illness study would be needed, as well as intersectoral approach to combat malaria in Bangka and special attention for the immigrants with high risk for malaria from other places.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thoria K. Yanuar
Abstrak :
Tenaga berkualitas tinggi ditandai oleh perilaku produktif. Dengan perilaku produktif dilingkungan kerja, seseorang dapat menciptakan atau mengubah sesuatu menjadi lebih produktif. Untuk mencapai perilaku produktif tersebut perlu pembinaan tenaga secara terus menerus dengan berbagai cara yaitu meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan lain-lain. Untuk mengukur produktivitas tenaga kerja salah satunya adalah mengukur waktu yang digunakan untuk menghasilkan jasa yaitu dengan pengukuran kerja, salah satu metode yang dipakai ialah work sampling. Dengan demikian dapat dihitung persentase waktu yang dipergunakan untuk melakukan suatu pekerjaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan waktu kerja produktif di beberapa sarana kesehatan gigi dan mulut TNl AU yaitu LAKESGILUT, RUSPAU, LAKESPRA, dan MABES AU. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional yang mengamati faktor-faktor seperti jenis kelamin, jenis tenaga (dokter gigi spesialis, dokter gigi, pengatur rawat gigi, dan pengatur teknik gigi), status tenaga (militer dan sipil), umur, lama kerja, pendidikan tambahan yang didapat, dan motivasi, yang diperkirakan mempunyai hubungan dengan waktu kerja produktif. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa rata-rata waktu kerja produktif untuk tenaga kesehatan gigi dan mulut adalah 51,76%, di mana 17,50% untuk kegiatan langsung terhadap penderita, 30,14% untuk kegiatan tak langsung [penunjang] misalnya administratif, dan 4,13% untuk kegiatan pribadi, dengan demikian waktu kerja non produktif adalah sebesar 48,24%. Dengan menggunakan uji t, uji F, analisis regresi, dapat dibuktikan bahwa faktor-faktor jenis tenaga, lama kerja, pendidikan tambahan yang didapat, dan motivasi berbeda bermakna dalam menggunakan waktu kerja produktif. Sedangkan status tenaga, umur, jenis kelamin tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Selanjutnya disarankan agar setiap petugas tenaga kesehatan gigi dan mulut dapat diberikan pembinaan seperti pendidikan tambahan, pelatihan, motivasi, penempatan yang sesuai (fungsi yang relevan) sehingga penggunaan waktu kerja lebih produktif.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puka Yanuar
Abstrak :
ABSTRAK
Jalan tol tanpa berbagai kebijakan yang mendukung tidak dapat mengubah kecenderungan perluasan kota, meskipun demikian jalan tol membuka peluang untuk membangun kota yang lebih mandiri. Potensi jalan tol dalam mengarahkan kegiatan nampaknya makin disdari, dan harapannya muncul generasi kebijaksanaan tata ruang yang baru yang bertumpu pada jalan tol.Peran yang strategis ini akan dibuktikan pada tesis ini, dimana aksesisbilitas, serta perkembangan struktur ruang, harga lahan dan dampak fiskal di kawasan TB simatupang ( pasar minggu – cilandak ) menjadi ruang lingkup penelitiannya. Aksesibilitas merupakan hal yang paling berpengaruh dalam ketersediaan ruang dan sistem transportasi. Lokasi dengan aksesibilitas yang baik merupakan suatu keunggulan komparatif yang menjadi penentu permintaan terbaik bagi suatu lahan
ABSTRACT
The toll road without policies that support can not change the trend of urban sprawl, though the toll road opened up opportunities to build a better city mandiri.potensi highway in directing the activities seem increasingly recognized, and hopefully emerging generation of new spatial planning policy, which is based on the toll.This strategic role will be demonstrated in this thesis, where aksesisbilitas, as well as the development of the spatial structure of the city, land prices and the fiscal impact on the TB Simatupang (pasar minggu- cilandak) the scope of the research. Accessibility is the most influential in the availability of space and transportation system. While the smallest and the best comfort Location with good accessibility is a comparative advantage that determines the best demand for a land.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Yanuar
Abstrak :
Gula merupakan salah satu bahan pangan pokok yang strategis di setiap negara tidak terkecuali di Indonesia. Gula dimanfaatkan dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri makanan dan minuman, farmasi serta dapat juga dikonsumsi secara langsung. Dengan beragam fungsi dari gula tentunya menjadikan ketersediaan dan stabilitas harga gula menjadi faktor penting dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Untuk itu pemerintah mulai melakukan perbaikan tata niaga gula dengan melakukan kerjasama sinergi BUMN antara Perum Bulog dan PTPN/PT.RNI. Sebagai BUMN, Perum Bulog harus memanfaatkan kerjasama ini untuk meningkatkan kegiatan komersial dengan memanfaatkan kapabilitas berbasis pasar yaitu pengembangan produk baru, manajemen konsumen dan manajemen rantai pasok. ......Sugar is one of the strategic food in every country including in Indonesia. Sugar can be used as a raw material in the food and beverage industry, pharmaceutical and may also consumed directly. With various function of sugar makes the availability and stability of sugar price are very important in maintaining national food security. Therefore, government started to make improvement the sugar trade system through agreement between Perum Bulog and PTPN/PT.RNI. As state-owned enterprise, Perum Bulog should take advantage of this cooperation to enhance commercial activity by utilizing market-based capabilities.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2013
T34753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>