Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yani Suryani
"Prevalensi karies gigi di DKI Jakarta pada tahun 1988 adalah 86,7 % dengan DMF-T (Decayed, Missing Filling 'Teeth) 2,98. Survei UKS pada tahun 1990 menemukan bahwa 69 % siswa menderita karies gigi. Pada tahun 1996 prevalensi karies sebesar 93,7 % dengan DMF-T 2,66 pada kelompok umur 12 tahun. Jakarta Barat mempunyai data DMF-T pada anak sekolah sebesar 3,039 dan PTI hanya 6 %. Hasil screening mendapatkan bahwa kelainan gigi dan mulut menempati urutan tertinggi dari urutan 10 besar penyakit pada 2 tahun terakhir. Jakarta Barat belum mempunyai data tentang jumlah penduduk yang mempunyai kelainan gigi dan mulut. Pelaksanaan program UKGS belum dilakukan secara merata pada seluruh SD/MI di Kodya Jakarta Barat dan belum pernah dilakukan evaluasi dari manajemen program UKGS.
Berdasarkan hal diatas maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang manajemen program Usaha Kesehatan Gigi Sekolah di Puskesmas Kodya Jakarta Barat pada tahun 2002.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui wawancara mendalam terhadap 7 Kepala Puskesmas, 1 PLH Koordinator Kesehatan gigi dan mulut Kodya dan diskusi kelompok terarah terhadap 8 Koordinator Kesehatan gigi dan mulut Kecamatan, 9 pelaksana UKGS dan 6 guru UKS.
Hasil penelitian menunjukan bahwa input sebetulnya sudah terpenuhi. Jumlah tenaga bila dibandingkan dengan indikator yang ada sudah mencukupi, namun penempatan tenaga dokter gigi belum sesuai dengan bidangnya sehingga program belum berja1an sebagai mana mestinya.
Diberlakukannya unit swadana Puskesmas, menyebabkan biaya bukan merupakan masalah bagi pelaksanaan UKGS. Pembuatan perencanaan yang tidak mengacu kepada pedoman dan belum dipahaminya program UKGS secara menyeluruh, menyebabkan kecukupan biaya yang ada tidak dapat memperlancar kegiatan program. Penggerakan pelaksanaan melalui lokakarya mini Puskesmas sudah dilakukan oleh Puskesmas namun hasil yang didapat belum optimal. Koordinasi lintas program sudah muncul yaitu dengan program UKS, namun koordinasi dengan lintas sektor belum sepenuhnya dilakukan oleh Puskesmas. Pengawasan dan pengendalian program UKGS belum mempunyai indikator yang jelas. Supervisi baru dilakukan oleh sebagian kecil Puskesmas. Cakupan yang didapat dari program UKGS pada tahun 2002 belum semuanya memenuhi target yang sudah ditentukan. Kurangnya pembinaan dan pengawasan dari tingkat Kodya serta belum jelasnya struktur UKGS di tingkat propinsi memperberat kondisi yang ada.
Dari hasil penelitian ini disarankan kepada Puskesmas agar penempatan dokter gigi sesuai dengan bidangnya, pemberdayaan tenaga non gigi, pembuatan perencanaan yang lebih matang dan peningkatan koordinasi terutama dengan lintas sektor. Peningkatan fungsi pembinaan, pengawasan dan pengendalian dari tingkat Kodya dirasa sangat diperlukan.
Daftar bacaan : 30 ( 1992 - 2002 )"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2003
T12767
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yani Suryani
"Perjanjian perkawinan pisah harta merupakan suatu bentuk penyimpangan dari terjadinya percampuran harta perkawinan yang oleh undang-undang dimungkinkan diadakan oleh calon suami isteri dan perjanjian tersebut berlaku sejak perkawinan dilangsungkan dengan ketentuan bahwa selama perkawinan berlangsung perjanjian perkawinan itu tidak dapat diubah, kecuali bila ada persetujuan suami isteri yang membuatnya untuk dirubah, yang didasari juga pasal 1338 KUHPerdata, namun dengan tidak merugikan pihak ketiga termasuk kreditor, dan tidak bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan.
Sebagai pokok permasalahan, agar pihak ketiga tidak dirugikan, atas suatu perubahan harus ada upaya perlindungan terhadap pihak ketiga, karena apabila dirugikan, maka perubahan dapat tidak diberlakukan terhadap pihak ketiga terbatas hanya atas kepentingannya yang dirugikan saja, sedangkan untuk selebihnya perubahan perjanjian perkawinan tersebut berlaku penuh. Metode penelitian hukum normatif yang bersifat eksplanatoris kiranya cocok dalam mencermati dan meneliti masalah-masalah yang berkaitan dengan perubahan perjanjian perkawinan tersebut.
Pentingnya perlindungan bagi pihak ketiga atas perubahan perjanjian perkawinan menuntut peran dan tanggung jawab notaris dalam membuat setiap akta yang berhubungan dengan perubahan akta perjanjian perkawinan yang sebaiknya mempelajari isi perjanjian perkawinan dengan teliti, serta memasukkan pasal maupun klausula-klausula yang memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi para pihak termasuk pihak ketiga/kreditor ke dalam perubahan aktanya, dan meminta perubahan dilaporkan dan didaftarkan pada instansi yang berwenang.
Dapatlah diambil kesimpulan bahwa perubahan atas perjanjian perkawinan dimungkinkan untuk dibuat oleh suami isteri atas dasar kesepakatan diantara mereka, dan perubahan tersebut disamping tidak boleh bertentangan dengan hukum, agama dan kesusilaan, juga tidak boleh merugikan pihak ketiga/kreditor. Untuk itu, notaris memegang peranan yang penting dalam menciptakan perlindungan dan kepastian hukum bagi semua pihak termasuk pihak ketiga/kreditor atas setiap akta yang dibuatnya, termasuk akta perubahan perjanjian perkawinan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16437
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library