Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wutun, Rufus Patty
Abstrak :
Keprihatinan para ahli bahwa masyarakat industri kini dipimpin para manajer tanpa kepemimpinan menjadi topik menarik untuk diperlajari para teoritisi dan praktisi perusahaan (Bennis & Nanus, 1985). Dari sudut pandang teoritik sudah tentu mereka akan berurusan dengan upaya menjelaskan secara ilmiah mengenai gejala-gejala seperti pemogokan, tingginya tingkat absensi, turn over, ketiadaan gagasan yang inovatif dan kreatif dan lainnya. Sedangkan dari sudut praktisi perusahaan tentu mereka pun berurusan dengan upaya-upaya praktis untuk memecahkan masalah-masalah akibat perubahan yang bersifat global. Manusia, yang pada dasarnya berada dalam dunia nyata dan abstrak, tidak bisa tidak dan hanya dapat memecahkan masalahnya dengan memadukan kedua wilayah pandang di atas. Maka salah satu usaha adalah mencari ciri manajer yang pemimpin. Ia adalah manajer yang bervisi dan mampu mengkomunikasikannya, tahu membaca perubahan, berani melakukan perubahan dan melembagakannya. Ia pun mampu menginspirasi dan memimpin organisasi mewujudkan visinya menuju arah baru. Pribadi pemimpin yang demikian tepatnya berfigur transformational leader. Kajian ini menggambarkan kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" menurut persepsi karyawan bank pemerintah (BUMN) dan bank swasta nasional. Proses penelitiannya melibatkan 570 responden berasal dari 4 bank pemerintah dan 6 bank swasta nasional. Kesepuluh bank tersebut meliputi tiga kategori; peringkat atas, menengah, dan bawah. Data diperoleh dengan menggunakan multifactor leadership questionnaire (MLQ) 5 X- R karya Bass dan Avalio (1991). Hasil kajian menunjukkan hirarki kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" sebagai trans-formational, transactional, dan laissez-faire. Sedangkan profil kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" umumnya dipersepsi karyawan sebagai extra effort, attributed charisma, inspirational motivation, dan management by exception passive. Menarik untuk disimak khusus profil contingent reward dan management by exception passive. Mean score contingent reward untuk "seharusnya" lebih rendah dari yang "sekarang", walaupun keduanya berada pada kategori sedang. Sedangkan kepemimpinan management by exception passive berada pada kategori tinggi untuk "seharusnya" dan sedang untuk "sekarang". Lagipula mean score untuk profit tersebut tinggi dibanding profit tipe transactional lainnya. Demilaan pula dengan tipe laissez-faire. Analisis interkorelasi antar subfaktor transformational menunjukkan indeks koretasi amat kecil, akibatnya perbedaan antar subfaktor tersebut sangat tipis. hipotesis mengenai kepemimpinan atasan "sekarang" dan "seharusnya" antara karyawan manajerial dan operasional, antara karyawan bank pemerintah dan bank swasta nasional menemukan hasil tidak berbeda secara signifikan. Hal ini menggambarkan perilaku bisnis perbankan tidak dipengaruhi oleh status kepemilikan. Juga mengindikasikan perhatian dan pertakuan pemerintah relatif tidak membedakan antar keduanya. Berkaitan dengan perbedaan hirarkhis, menggambarkan kondisi kepemimpinan dipengaruhi budaya paternalistik yang berorientasi vertikal. Akibatnya, kepemimpinan atasan menjadi model yang dipolakan. Dalam kaitan dengan kepemimpinan contingent reward, menggambarkan perilaku bertransaksi kurang diberi prioritas. Banyak transaksi terjadi secara konvensional. Dasarnya saling percaya diantara mereka. Ini menunjukkan pertimbangan relasi sosial lebih penting daripada relasi bisnis. Hubungan insani lebih penting daripada hubungan tugas. Kondisi ini juga menjelaskan bahwa produk politik menempatkan atas hak kerja dan pemerataan kesempatan bekerja bagi warga negara menjadi pertimbangan penting dalam seleksi. Karenanya pengambilan keputusan dalam seleksi cenderung mendahulukan pertimbangan dimensi ekonomi, politik, stabilitas, dan kemudian baru diikuti pertimbangan kualitas calon karyawan. Hasil lain, juga mengisyaratkan perbaikan kualitas alat pengukuran agar lebih mampu membedakan domain setiap subfaktor kepemimpinan transformational. Selain itu, perlu ada studi lanjutan mengenai pengaruh misi politik terhadap perilaku kepemimpinan organisasi baik perusahaan pemerintah maupun swasta nasional.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wutun, Rufus Patty
Abstrak :
ABSTRAK
Studi ini dilakukan untuk menelaah hubungan antara kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan struktur keorganisasian, tata nilai keorganisasian, dan praktik-praktik keorganisasian pada sejumlah organisasi di Jakarta dan Surabaya. Sampel berasal dari 22 organisasi yang terdiri dari 7 organisasi di Jakarta dan 15 di Surabaya. Responden berjumlah 557 orang manajer madia. Mereka diminta untuk menilai kepemimpinan bermodalitas ganda tersebut.

Penilaian mereka terhadap kapemimpinan yang bermodalitas ganda tersebut didasarkan pada struktur keorganisasian, tata nilai keorganisasian, dan praktik-praktik keorganisasian. Penilaian para responden terhadap kepemimpinan yang berkualitas ganda merujuk pada MLQ 5X-R dari Bass dan Avolio (1994). Penilaian terhadap struktur keorganisasian merujuk pada KSO dan Paramita (1985). Sedangkan terhadap tata nilai keorganisasian dan praktik-praktik keorganisasian, penilaian mereka merujuk pada VSM?94 dan WIWQ dari Hofstede (1994;1998).

Data dikumpulkan dengan kuesioner. Setelah terkumpul, data tersebut dianalisis secara statistika dengan teknik analisis persamaan struktural dengan menggunakan program LISREL versi 8.50 dari Joreskog dan Sorbom (2001).

Hasil yang diperoleh dari analisispersamaan struktural sebagai berikut: Nllai chi-square (X2) sebesar 175.34; db 147; p. 0.055. Hasil tersebut memperlihatkan bahwa besaran nilai X2 =175.34 dan harga p yang diperoleh (p = 0.055) lebih besar dari batas penerimaan (p = 0.05). Hasil tersebut mengndikasikan bahwa ada perbedaan yang signitikan antara matriks kovarian yang diharapkan oleh model teoretik dengan matriks kovarian data. Dengan demikian, modalnya ftt dengan data.

Ada kontribusi yang signifikan dari struktur keorganisasian terhadap kualitas kepemimpinan transaksional (Y11= 0.42, t= 3.9O,) dan transformasional (y21 = -0.39, t = -2.90). Nlial tldak berkontrtbusl sacara signifikan terhadap kepemimpinan transformasional (y22 = 0.14, t = 1.87) dan transaksional (Y12 = -0.15, t = -1.89. ' Ada kontribusi yang tidak signitikan dari praktik-praktik keorganisasian terhadap kepemimpinan transformasional (Y23 =-0.02, t= -0.29). Besaran nilai sumbangan praktik-praktik keorganisasian terhadap _kualitas kepemimpinan transformasional = -0.02, t= -0.29 kecil dan negatif. Dan signifikan untuk transaksional (Y13 = 0.45, t = 8.12). Korelasi antara struktur keorganisasian dan tara nilai sebesar 0.43, t= 2.28. Hasil ini menunjukkan bahwa struktur keorganisasian berkorelasi secara signifkan dengan tata nilai. Korelasi antara struktur keorganisasian dan praktik-praktik keorganisasian sebesar 0.28, t = 6.04. dan korelasl antara tata nilai dengan praktik-praktik keorganisasian sebesar 0.27, t = 2.13. Hasil ini menyatakan bahwa struktur keorganisasian berkorelasl secara signifikan dengan tata nilai dan demikian pula antara tata nilai dengan praktik-praktik keorganisasian.

Kontribusi kepemimpinan transaksional terhadap kualitas kepemimpinan transfonnasional sebesar1.15; t= 8.32. Hasil ini mengindikasikan signifikansi kontribusi kualitas transaksional terhadap kepemimpinan berkualitas transformasional. Hasil studi tersebut menjelaskan bahwa kualitas transaksional dapat menjadi dasar untuk mengembangkan kepamimpinan berkualiias transformasional.

Signifikansi hasil pangujian dampak tidak langsung terhadap kepemimpinan transformasional yang telah dihipotesiskan berhasil didukung. Hal ini menunjukkan bahwa kepemimpinan transformasional secara tidak Iangsung dapat dijelaskan oleh struktur keorganisasian, tala nilai, praktik-praktik keorganisasian melalui kualitas kepemimpinan transaksional. Dengan demikian, kepemimpinan transformasional bisa Iebih berhasil diterapkan jika pemimpin mempraktikkan juga kepemimpinan berkualitas transaksional. Muatan faktor untuk dimensi formalisasi (1.05) dan kompleksitas (0.83) tinggi. Besaran muatan faktor tersebut mengindikasikan organisasi yang mekanistik. Hal itu mencerminkan hierarkhi dalam organisasi dan tugas-tugas yang rutin dan terinci dalam batas tanggung jawab yang ketat (Mead, 1994). Konfigurasi ini disebut autoritas hierarkhi 'mekanistik" atau orientasi vertikal (Koentjaraningrat, 2000; Munandar, 2001).

Muatan faktor ntuk dimensi orientasi proses (0.81), tugas (078), parokial (0.72), dan sistem tertutup (0.71) dari variabel praktik-praktik keorganisasian, tinggi. Keempat dimensi tersebut menyatakan struktur aktivitas keorganisasian bersifat rutin, selanjutnya dilabel sebagai konsentrasi tugas.

Autoritas hierarkhi dan konsentrasi tugas dapat membangun satu konfigurasi karena keduanya mencerminkan organisasi mekanistik. Autoritas hierarkhi dan tugas dapat diasosiasikan dengan kebutuhan individu akan security. Kebutuhan individu akan security didasari oleh nilai uncertainly avoidance (Hofstede, 1997).

Dimensi LTO, IDV, MAS, mencerminkan mental orang-orang di dalam organisasi (Hofstede, 2002). Hasll pengujian menunjukkan bahwa muatan faktor untuk LTO (0.69), IDV (0.61), dan MAS (059), tinggi. Dimonsi nilai-nilai tersebut mengindikasikan collective mental programming of the mind dan anggota organisasi. Konfigurasi dimensi-dimensi nilai tersebut dilabel sebagai mentalitas egosentris. Mentalitas orang-orang yang dikuasai pemikiran akan imbalan masa depan, individu listik, dan maskulin. Mentalitas mereka dikuasai oleh kebutuhan akan ?kepemilikkan? untuk diri sendiri dalam menghadapi situasi masa depan yang sarat dengan ketidakpastian.

Kontigurasi mentalitas egosentris, autoritas hierarkhi, dan autoritas tugas mempengaruhi persepsi mereka terhadap kepemimplnan yang lebih berkualitas transaksional daripada transformasional. Untuk itu perlu dilakukan perubahan pengelolaan organisasi dari mekanistik ke arah organik, dari aktivitas yang berorientasitugas ke arah pemberdayaan (manusia) untuk mencapai tujuan dan hasil bersama. Perubahan kondisi tersebut akan berpengaruh terhadap persepsi mereka dan mentalitas egosentris ke arah mentalitas altruistik yakni ?orientasi ke-kita-an'. Dengan demikian persepsi subyektivitas mereka terhadap kualitas kepemimpinan yang transaksional akan bergeser ke arah yang Iebih transformasional. Dengan cara demikian, mereka akan mempersepsi pola pengelolaan dan kepemimpinan organisasi yang Iebih transformasional daripada pola transaksional.
2004
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library