Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 45 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widyaningsih
"Jaminan Perorangan yang diberikan oleh pihak ketiga yang bertindak sebagai penanggung/penjamin debitur dalam pelunasan utang debitur merupakan salah satu alternatif penyelesaian kredit macet pada Bank Badan Usaha Milik Negara, manakala debitur ingkar janji (wanprestasi). Perjanjian perorangan/penanggungan tersebut bersifat asesor, dalam arti senantiasa dikaitkan dengan perjanjian pokok, sehingga dapat diartikan bahwa tak akan ada penanggungan tanpa adanya perutangan pokok yang sah. Pada Bank Badan Usaha Milik Negara sebelum dikeluarkannya PP Nomor 14 tahun 2005 tentang Cara Pengapusan Piutang Negara / Daerah, yang kemudian diubah dengan PP Nomor 33 tahun 2006 tentang Perubahan atas PP Nomor 14 tahun 2005, yang berwenang untuk menyelesaikan kredit macet adalah Panitia Urusan Piutang Negara berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Undang-undang PUPN). Tindakan eksekusi terhadap jaminan perorangan oleh PUPN merupakan upaya terakhir untuk dilakukan, setelah dilakukan terlebih dahulu upaya penyitaan terhadap barang jaminan dan harta kekayaan debitur yang kemudian dilanjutkan dengan tindakan pelelangan. Apabila dalam pelaksanaan eksekusi jaminan perorangan, ternyata penanggung utang tidak beritikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya secara sukarela atau menyerahkan harta kekayaannya, maka PUPN akan melakukan hal-hal sebagai berikut : a. Pencarian dan pemeriksaan (investigasi) terhadap kekayaan penanggung utang yang dapat digunakan untuk membayar utang, baik berupa barang tetap seperti tanah dan bangunan dan atau barang bergerak seperti kendaraan bermotor, tagihan/tabungan dan lain-lai; b. Pencarian data/dokumen (bukti kepemilikan) atas harta kekayaan penanggung utang melalui instansi/lembaga yang terkait, untuk digunakan sebagai pendukung dalam pelaksanaan eksekusi.

An individual guarantee provided by a third party acting as a debt guarantor/avalist in settling debtor?s debt constitute an alternative settlement for bad debts with State Owned Corporations, in case of defalt by debtor. Said individual guarantee is of the assessor type, meaning it is continually linked to a principal agreement, with the consequence that it can be defined as having no guarantee without an existing legal principal debt. The previously issued Government Regulation Number 14 years 2005 at the State Owned Corporation regarding the Writing Off Process of State/Regional Claims, which was further amended by Government Regulation Number 33 year 2006 regarding the Amendment of Government Regulation Number 14 year 2005, appointing the State Claims Affairs Committee (PUPN) as the authorized party to settle bad credits based on Law Number 49 Prp year 1960 regarding State Claims Affairs Committee (PUPN Law). Execution measure against individual guarantee by the PUPN will be effected as the last resort by the PUPN, after prior confiscation of the debtor?s collateral and assets which is further followed by its auctioning off. If during the execution of the individual guarantee, there is an indication that guarantor has no intention of a voluntary settlement of the liability or to surrender his/her assets, the PUPN shall resort to the following actions : a. investigation and examination of the guarantor?s assets that can be employed as debt payment, either consisting of fixed goods such as land and buildings or movable goods such as motorized vehicles, collections/savings and others; b. Finding data/documents (proof of ownership of guarantor/s assets through related instances/institutions to support the execution."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02301
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widyaningsih
"Angka tertinggi kejadian IMS pada LSL adalah di Jakarta, 32,2 % LSL, sementara perilaku pencegahan serta pengobatan IMS pada LSL masih tergolong rendah. Ini menunjukkan bahwa buruknya perilaku pencegahan IMS pada LSL. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku pcnccgahan IMS pada LSL baik yang didampingi maupun belum didampingi oleh Yayasan “X” di Jakarta Pusat, tahun 2009. Penelitizm ini mcnggunakan pendekatan kualitatif dan pcngumpulan datan dengan wawancara mendalam dan observasi. Hasilnya ditemukan adanya perbedaan bahwa pengetahuan IMSnya baik, tapi pcrilaku penccgahan IMS masih rendah. LSL dampingan Iebih mudah untuk mengakses informasi dan pelayanan kesehatan. Dari penelitian ini disarankzm perlunya peningkatan penjangkauan LSL yang masih tertutup.

The highest rate of STI on MSM found in Jakarta, namely, 32.2% of MSM, while preventive and treatment behavior for STI on MSM is still at low rate. This research aims to discover the STI preventing action on MSM, both of those have been assisted or not assist yet "X" Foundation in Central Jakarta, 2009. This research utilizes qualitative approach while data collecting conducted through in-depth interview and observation. The result indicates that there is a difference between one's good awareness/knowledge on STI but the preventive behaviour still low. Assisted in MSM are found that easier to access information and health service. Based upon the finding, this research suggested to enhance the efforts to outreach other introvext MSM."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2009
T34232
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
N.L.P. Widyaningsih
"Perekonomian Indonesia masih berada pada kondisi yang sangat sulit akibat krisis ekonomi (1997) dan politik yang belum terselesaikan. Ini ditandai dengan merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, besarnya utang luar negeri, inflasi dan menurunnya pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini mempengaruhi secara langsung sektor industri, dimana terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK), yang menyebabkan daya beli masyarakat menurun dan pada akhirnya menambah jumlah penduduk miskin dan meningkatnya jumlah pengangguran.
Propinsi Bali sendiri terkena dampak krisis ekonomi ini dimana pertumbuhan ekonominya menurun dari sebesar 8,10% pada tahun 1996 menjadi sebesar -3,73% pada tahun 1998. Hal ini juga terlihat pada meningkatnya angka pengangguran terbuka (open unemployment), dari sebesar 2,57% pada tahun 1997 menjadi 3,09% pada tahun 1998.
Mengingat banyaknya persoalan yang timbul akibat pengangguran ini, baik secara ekonomi dan sosial, maka kita perlu menekankan pada bidang perencanaan ketenagakerjaan. Apalagi negara-negara sedang berkembang (NSB) seperti Indonesia memiliki ciri Labor Surplus Economy, dimana menghadapi masalah utama yaitu terbatasnya lapangan kerja padahal pertambahan jumlah angkatan kerjanya cukup besar. Propinsi Bali sendiri adalah propinsi yang memiliki struktur perekonomian yang berbeda dibandingkan daerah-daerah lain. Sektor Pariwisata sebagai leading sector di daerah ini mendukung dua (2) sektor ekonomi lainnya yaitu sektor Pertanian dan sektor Industri sebagai prioritas pembangunan.
Untuk melihat sejauh mana kesempatan kerja yang bisa diciptakan oleh ketiga sektor ekonomi di atas dalam setiap pertumbuhan ekonomi sektoral, maka dalam penelitian ini digunakan alat ukur elastisitas kesempatan kerja dan laju pertumbuhan produktivitas pekerja, dengan asumsi ceteris paribus. Selain itu pula, kita dapat melihat pola pembangunan di propinsi Bali, dengan menganalisa transformasi struktur ekonomi dan pergeseran yang terjadi pada sektor ketenagakerjaan. Sebelum menganalisa variabel-variabel tersebut, kita seharusnya mengetahui terlebih dahulu bagaimana karateristik ketenagakerjaan di propinsi Bali.
Komposisi ketenagakerjaan digolongkan menurut jenis kelamin (laki-laki atau perempuan), tempat tinggal (daerah perdesaan atau perkotaan), golongan umur (usia produktif atau usia muda), jenis pekerjaan, lapangan pekerjaan, serta menurut status pekerjaan. Setelah diperoleh hasil penelitian, selanjutnya secara sektoral dan regional dibandingkan dengan Program Pembangunan Daerah (Propeda) Propinsi Bali untuk periode tahun 2001-2004.
Dari hasil analisis diperoleh elastisitas kesempatan kerja jangka panjang untuk sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran dimana sektor ini sangat menunjang Pariwisata di propinsi Bali, yaitu sebesar 0,33 sedangkan hasil Propeda menunjukkan sebesar 0,16. Hal ini perlu dikoreksi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) setempat, karena sektor ini masih dapat menampung tambahan tenaga kerja yang ada dengan laju produktivitas pekerja sektor yang relatif cukup tinggi yaitu sebesar 5,88. Untuk sektor Pertanian diperoleh hasil elastisitasnya yaitu sebesar minus 2,88, dalam arti dengan pertambahan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor Pertanian sebesar 1 % akan menurunkan perluasan kesempatan kerja sektor Pertanian sebesar -2,88%, dengan laju pertumbuhan produktivitas pekerja sektor Pertanian sebesar 4,50%. Tetapi Pemerintah Daerah (Pemda) setempat menggunakan elastisitas yang jauh berbeda, yaitu sebesar 0,22. Sehingga sektor ini sudah tidak dapat lagi diandalkan dalam penyerapan tenaga kerja di masa-masa yang akan datang.
Dengan demikian, dari hasil analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa karakteristik ketenagakerjaan di propinsi Bali unik, dimana kualitas pekerjanya tidak harus dilihat hanya melalui tingkat pendidikan yang ditamatkan saja karena keahlian dan keterampilan yang mereka miliki di bidang kebudayaan memiliki nilai jual dan nilai seni yang tinggi. Hal ini dilihat dalam pergeseran pekerja dari informal ke sektor formal yang tidak mengalami perubahan yang berarti selama kurun waktu penelitian. Pihak Pemda sendiri perlu memperhatikan fenomena yang terjadi didalam masyarakat dan juga harus melihat data-data masa lalu dalam menetapkan target perluasan kesempatan kerja sektor, dan usaha di luar sektor Pertanian perlu untuk dikembangkan, seperti sektor Angkutan dan Komunikasi, sektor Jasa-jasa dan sektor lndustri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2001
T9753
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sri Widyaningsih
"ABSTRAK
Profil kesehatan kabupaten/kotamadya merupakan salah satu bentuk produk informasi kesehatan yang memuat gambaran kesehatan di setiap kabupaten/kotamadya. Profil kesehatan kabupaten/kotamadya mulai disusun sejak tahun 1990 setelah disepakati hasil rapat kerja kesehatan nasional tahun 1990.
Pada perkembangannya profil tersebut masih diragukan akurasi datanya, sehingga dengan surat edaran menteri kesehatan RI Nomor IR.01 SJ.X.0306 tanggal 17 April 1997 disampaikan bahwa :
- Profil dipakai sebagai acuan resmi di dalam penyelenggaraan manajemen kesehatan
- Semua pihak diharapkan ikut berperan serta dan membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan profit kesehatan ini.
Kabupaten DT. II Purwakarta salah satu kabupaten di Jawa Barat yang data profilnya agak meragukan, untuk itu perlu dilihat bagaimana pengelolaan profit di Kabupaten tersebut.

ABSTRACT
District Health Profile is one of health information product which was contain health figures in district level. Since 1990, District Health Profile was compiled and published under recommendation of Annually National Health Meeting (Rakerkesnas) 1990. Moreover, the quality and accuracy of health data in the health profile is still in doubt, so that through Ministry of Health regulation No.IR.O1.SJ.X.0306 dated 17 April 1997 quoted that:
- Health profile should be used as a formal reference in the health management
- All of them were expected directly or indirectly to participate and support in compiling of the health profile.
Purwakarta District is one of district in West Java Province which the data in the health profile believed unreliable, therefore it is needed to have more information how the Purwakarta District Health Profile was managed.
This study is aimed to get a description of Purwakarta District Health Profile in planning, implementing, controlling, monitoring and evaluating.
"
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Supriyati Widyaningsih
"Penelitian ini didasari pada suatu anggapan bahwa setiap individu yang terlibat dalam suatu kegiatan organisasi (karyawan) secara otomatis akan membuat perjanjian psikologis sebagai pelengkap perjanjian ekonomis. Artinya jika mereka mencurahkan tenaga dan loyalitasnya dalam kadar tertentu akan menuntut lebih dari hanya sekedar imbalan ekonomi atau gaji. Hal inilah yang merupakan indikasi dan adanya kepuasan kerja bagi karyawan di sebuah perusahaan.
Berangkat dari anggapan diatas, permasalahan pokok yang akan dikaji dalam penelitian ini menyangkut seberapa jauh faktor komunikasi, yang tercakup dalam iklim komunikasi, turut mempengaruhi kepuasan kerja karyawan di kalangan ?public relations officer? (PRO) di Jakarta. Dipilihnya kalangan PRO yaitu dengan asumsi bahwa PRO mempunyai posisi strategis dalam melaksanakan komunikasi internal dan eksternal sehubungan dengan menciptakan citra positif dari suatu organisasi.
Untuk kebutuhan itu penulis mewawancarai 128 responden sebagai sampel yang ditarik dengan cara kuota. Dan responden dipilih dengan cara accidental, yakni mewawancarai PRO baik dan perusahaan semi pemerintah atau swasta yang ditemui di Jakarta. Sedangkan tipe penelitian ini adalah eksplanatif, yakni untuk melihat secara lebih jauh keterkaitan variabel-variabel komunikasi dan juga non komunikasi dengan variabeI kepuasan kerja. Dan analisis data dilakukan dengan 2 tahap, yakni analisis deskriptif dan analisis diskriminan (inferensial). Analisis deskriptif dimaksudkan untuk melihat tingkat signifikansi perbedaan melalui penghitungan "chi square" (X2) dengan level p< 0.05. Dan analisis diskriminan dimaksudkan untuk melihat perbedaan 2 kelompok (kepuasan dan ketidak puasan) dikaitkan dengan beberapa variabel secara bersamaan.
Dari hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa yang mempunyai signifikansi perbedaan kuat terhadap kepuasan kerja secara keseluruhan berasal dari faktor komunikasi. Namun jika dilihat secara parsial, faktor-faktor tersebut tidak selalu memberikan signifikansi yang cukup kuat terhadap masing-masing indikator kepuasan, kecuali untuk kepuasan akan tugas dan kepuasan akan kecocokkan pekerjaan.
Berdasarkan hasil klasiflkasi analisis diskriminan, ke 16 variabel diskriminan tetah membedakan secara benar antara kelompok yang puas dan tidak puas dari kepuasan kerja secara keseluruhan. Berdasarkan F rasio, terdapat 8 variabel yang dengan nyata membedakan tingkat kepuasan responden. Dari 8 variabel tadi hanya 2 variabel komunikasi (kejelasan tujuan dan daya dukungan) yang memberikan kontribusi paling nyata.
Kecenderungan di atas terjadi pula jika dilihat dari setiap indikator kepuasan kerja. Namun demikian tidak semua dari 16 variabel diskriminan memberikan kontribusi pada masing-masing indikator kepuasan. Untuk kepuasan tugas, dari 7 variabel yang signifikan, hanya 2 variabel (tujuan organisasi dan kepercayaan) yang mempunyai kontribusi yang paling nyata. Untuk kepuasan disiplin, dari 5 variabel yang membedakan kepuasan, hanya 2 variabel yang secara nyata memberikan kontribusi. Pada kepuasan kecocokkan kerja, dari 7 yang signifikan, 5 diantaranya memberikan kontribusi yang kuat. Dan untuk kepuasan pemecahan masalah, hanya 1 variabel (promosi jabatan) yang membedakan dan memberikan kontribusi yang kuat.
Dan temuan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor komunikasi, antara lain mencakup variabel kepercayaan, daya dukungan, kejelasan tujuan dan penghargaan, dapat menjadi prediktor terhadap kepuasan kerja para PRO. Disamping itu ada pula faktor non komunikasi yang turut serta mempengaruhi kepuasan kerja para PRO tersebut, antara lain adalah gaji, promosi jabatan, kesesuaian peran dan budaya organisasi. Hal ini sejalan dengan model yang dikemukakan oleh Herzberg bahwa kepuasan kerja ditentukan oleh 2 faktor, yaitu faktor satisfiers dan dissatisfiers. Jadi dapat dikatakan bahwa kepuasan kerja ini banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor komunikasi. Sementara faktor-faktor non komunikasi tetap memberi dukungan dan merupakan faktor pemelihara terhadap kepuasan kerja karyawan."
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kusumastuti Widyaningsih
"ABSTRACT
scope and methods of research: An effective contraception is now being searched to improve family plan naming, Concerning with this, levamisole is one alternate as contraception. Levamisole is an anathematic, which can male spermatozoa immotile in vitro within 2 minutes, by damaging the seminal diamine oxidase. Levamisole is quickly absorbed from digestive system when administered orally, its muscular and subcutan injection and is quickly distributed widely to all body tissues and the liquid in the body levamisole is possibly discovered in plasma semen since there is a similarity of troop bundle with nitro imidazole. TO discover the influence, it has been observed in a research of a male mouse strain AJ with the dose 03 mg, 1.0 mg, 15 mg, 2.0 mg, 2.5 mg given orally daily for 46 days. The males are then crossed with fertile females, the males than to be sacrificed for research: such as testicular histological, percentage of motile spermatozoa and the percentage of abnormal spermatozoa.
Result and conclusion: Administering levamisole in daily doses 03 mg, 1.0 mg, 1.5 mg, 2.0 mg, 25 mg produces no significant changes (p > 0.05) in the spermatogonium A, primary pakhitene spermatocyt cell and number born per litters. It also doesn't indicate the decrease of motile spermatozoa percentage, the weight of testis, diameter of seminiferous tubules and the body weight. Percentage of abnormal spermatozoa however shows significant increases at daily doses 1.0 mg compared with control groups (p r 0.05). It can be concluded that doses of levamisole given orally for 46 days has no effect on the mouse's fertility.

ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara penelitian: Kontrasepsi yang efektif bagi pria saat ini sedang dicari dalam meningkatkan keluarga Berencana. Sehubungan dengan hal tersebut, levamisol merupakan alternatif sebagai alat kontrasepsi. Levamisol merupakan antelmintik yang dapat membuat spermatozoa imotil secara in vitro dalam jangka waktu 2 menit, karena menggangu diamine oksidase seminal. Levamisol segera diabsorpsi dari saluran cerna pada pemberian per oral, pemberian intramuskular dan injeksi subkutan serta segera didistribusi luas pada semua jaringan dan cairan tubuh. Adanya kesamaan gugus levamisol dengan nitroimidazol, besar kemungkinan ditemukan levamisol dalam plasma semen. Untuk mengetahui pengaruh tersebut telah dilakukan penelitian pada mencit jantan strain AJ dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan. 2,5 mg/hari selama 46 hari. Selanjutnya mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina fertil, kemudian mencit jantan dikorbankan guna pemeriksaan: gambaran histologi testis, persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa abnormal.
Hasil dan Kesimpulan: Pemberian levamisol dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan 2,5 mg/hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p > 0,05 pada: jumlah spermatogonium A, jumlah sel spermatosit primer pakiten, persentase spermatozoa motif, jumlah anak, berat testis, diameter tubulus seminiferous dan berat badan. Persentase spermatozoa abnormal menunjukkan hasil signifikan p < 0,05 pada dosis 1,0 mg/hari. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian levamisol oral selama 46 hari tidak berpengaruh terhadap kesuburan mencit jantan.;Ruang Lingkup dan Cara penelitian: Kontrasepsi yang efektif bagi pria saat ini sedang dicari dalam meningkatkan keluarga Berencana. Sehubungan dengan hal tersebut, levamisol merupakan alternatif sebagai alat kontrasepsi. Levamisol merupakan antelmintik yang dapat membuat spermatozoa imotil secara in vitro dalam jangka waktu 2 menit, karena menggangu diamine oksidase seminal. Levamisol segera diabsorpsi dari saluran cerna pada pemberian per oral, pemberian intramuskular dan injeksi subkutan serta segera didistribusi luas pada semua jaringan dan cairan tubuh. Adanya kesamaan gugus levamisol dengan nitroimidazol, besar kemungkinan ditemukan levamisol dalam plasma semen. Untuk mengetahui pengaruh tersebut telah dilakukan penelitian pada mencit jantan strain AJ dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan. 2,5 mg/hari selama 46 hari. Selanjutnya mencit jantan dikawinkan dengan mencit betina fertil, kemudian mencit jantan dikorbankan guna pemeriksaan: gambaran histologi testis, persentase spermatozoa motil dan persentase spermatozoa abnormal.
Hasil dan Kesimpulan: Pemberian levamisol dengan dosis: 0,5 mg, 1,0 mg, 1,5 mg, 2,0 mg dan 2,5 mg/hari tidak menunjukkan perbedaan yang nyata p > 0,05 pada: jumlah spermatogonium A, jumlah sel spermatosit primer pakiten, persentase spermatozoa motif, jumlah anak, berat testis, diameter tubulus seminiferous dan berat badan. Persentase spermatozoa abnormal menunjukkan hasil signifikan p < 0,05 pada dosis 1,0 mg/hari. Dari penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian levamisol oral selama 46 hari tidak berpengaruh terhadap kesuburan mencit jantan."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Widyaningsih
"Gerakan reformasi pada pertengahan tahun 1998 telah membawa dampak dan perubahan yang sangat krusial dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, menyusul adanya penyesuaian struktur-struktur berbangsa dan bernegara seiring dengan perkembangan jaman dan tuntutan-tuntutan yang berkembang dalam masyarakat. Majelis Permusyawaratan Rakyat, ketika pertama kali didirikan pada tahun 1945, struktur parlemen Indonesia diidealkan berkamar tunggal (unikameral) dan dianggap sebagai penjelmaan seluruh rakyat dan pemegang kedaulatan tertinggi sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan"Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.Seiring dengan adanya perubahan Undang-undang Dasar 1945, yaitu mengenai Pasal 1 (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 yang menyatakan bahwa "Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang Dasar telah membawa konsekuensi perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara melainkan sebagai lembaga negara seperti biasa.Perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut juga diikuti dengan perubahan komposisi keanggotaan Majelis permusyawaratan Rakyat yang terdiri dari DPR dan DPD yang keduanya dipilih melalui Pemilihan Umum, lahirnya Dewan Perwakilan Daerah tersebut merupakan format baru parlemen Indonesia sehingga terjadi perubahan struktur keparlemenan di Indonesia. Disamping itu perubahan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat tersebut juga berakibat pada perubahan Tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat, dimana MPR tidak lagi memilih Presiden dan Wakil Presiden karena telah dipilih secara langsung .oleh rakyat. Tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat yang hanya bersifat insidentil tersebut akhirnya memunculkan perdebatan mengenai eksistensi kelembagaan Majelis Permusyawaratan Rakyat apakah akan terus dipertahankan atau ditiadakan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia atau ditiadakan. Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode penelitian hukum normatif dan metode penelitian hukum empiris secara bersamaan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16640
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Widyaningsih
"Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah berkaitan dengan adanya fakta hukum mengenai Tap MPR yang saat ini masih berlaku sebagai produk hukum dari MPR sebagai Lembaga Tertinggi Negara, sedangkan tata urutan peraturan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun tidak memasukkan Tap MPR sebagai peraturan perundang-undangan. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Kewenangan apa saja yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45?
2. Bagaimana eksistensi Tap MPR Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang dikemukakan sebelumnya, ada dua tujuan penelitian ini yang dimaksudkan untuk lebih menjelaskan dan mengemukakan tinjauan dari segi hukum administrasi negara, adalah:
1. meneliti dan menganalisis kewenangan yang dimiliki MPR Pasca Perubahan UUD'45.
2. meneliti dan menganalisis eksistensi Tap MPR pasca perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dalam hierarki perundang-undangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18233
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Widyaningsih
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T23995
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Widyaningsih
"Slow city atau kota perlahan merupakan satu dari fenomena yang baru-baru ini muncul di negara eropa sejak tahun 1999. Kemunculannya menjawab dari sebagian masyarakat yang lelah dengan kondisi kota yang umumnya terlihat hiruk pikuk dan sibuk tiada henti. Gerakan slow city menginginkan kondisi kota yang lebih nyaman untuk didiami. Agenda yang dijalankan kota slow city menitikberatkan pada menjaga dan mempertahankan kondisi budaya lokal dan memajukan kekhasan di dalam kotanya. Budaya slow menjadi tolok ukur dalam terbentuknya slow city. Pada kasus ini waktu bukan dianggap lagi sebagai sesuatu yang sekedar bernilai kuantitas melainkan kualitas, sehingga tujuan akhir dari gerakan ini adalah mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Kualitas hidup yang ingin dicapai dari perkumpulan ini diturunkan ke dalam konsep 3E yakni economy, environment, equity. Konsep tersebut dijalankan melalui program yang berlandaskan pada good food, good environment dan good community.
Slow city berkembang di negara eropa meskipun budaya slow juga dimiliki oleh beberapa negara timur, salah satunya adalah kota di Indonesia, yaitu kota Yogyakarta. Skripsi ini akan menganalisis pendekatan kota Yogya sebagai salah satu kota di negara timur yang memiliki akar budaya sama dengan gerakan slow city, dengan semboyan kota Yogya ?alon-alon asal kelakon?. Seperti apakah persamaan maupun perbedaan dari keadaan kota-kota tersebut? Studi kasus pada kota Yogya selanjutnya menjawab apakah kota Yogya memiliki potensi serta karakteristik untuk bisa menjadi kota slow city.

Recently, Slow city rise in some Europe countries. It comes to face some people that tired with the condition of the world. The condition of the world that signed with many things technologies. It makes people easy to done everything. Everything become fast. Slow city is a city based on slow philosophy. It develops the culture and the unique of the city. Slow city movement want the condition which are pleasant to life. In other word slow city will give the citizen good quality of life. The agenda which are done are maintain and preserve the locality of the region. The concept of its quality included 3E: economy, environment, equity. The concept is done through the program good food, good environment and good community.
Slow city growth in many Europe countries, but some east countries actually has the slow culture like slow city movement. One of that?s country is Indonesia, especially for Yogyakarta. Yogyakarta with its slow culture: ? slowly but safety?. I will explore the same and the difference between slow city and Yogyakarta. The Analysis of Yogyakarta will be answer that the Yogyakarta has the potency to become a slow city?
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48426
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>