Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vyan Tashwirul Afkar
Abstrak :
NU adalah religious nongovernmental organization (RNGO) yang terlibat dalam peacebuilding Afghanistan sejak tahun 2011 hingga 2021. Dalam implementasinya, NU berperan sebagai aktor transnasional yang mengupayakan perdamaian lewat pengenalan nilai-nilai Islam Moderat kepada aktor-aktor konflik dengan harapan hal tersebut mampu mengubah karakter keagamaan mereka menjadi lebih moderat (tawasuth), seimbang (tawazun), toleran (tasamuh), adil (i’tidal), dan saling terikat dalam persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyyah). Usaha tersebut diklaim berhasil dalam studi-studi terdahulu, seperti Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), dan Mahfudin & Sundrijo (2021). Bahkan, berbagai literatur menyebut NU sebagai aktor yang signifikan dan lebih efektif menyelesaikan konflik daripada aktor negara dan lembaga internasional. Sayangnya, reeskalasi konflik dan perebutan kekuasaan di Afghanistan oleh Taliban pada Agustus 2021 menunjukkan bahwa peacebuilding selama satu dekade tersebut tidak berhasil. Oleh karena itu, penelitian ini mempertanyakan “Mengapa upaya peacebuilding NU di Afghanistan melalui promosi Islam Moderat tidak berhasil?”. Dengan pendekatan kualitatif dan metode analisis process tracing, penelitian ini menemukan bahwa ketidakberhasilan tersebut disebabkan oleh empat faktor, yaitu: ketidakselarasan ideasional, keterbatasan pengaruh, strategi yang tidak lengkap, dan ancaman keamanan. Keempat hambatan tersebut berada di empat dimensi yang berbeda namun saling mempengaruhi dan saling berkelindan: ideational, relational, instrumental, dan situational. ......NU, a religious non-governmental organization (RNGO), has been actively involved in peacebuilding initiatives as a transnational actor in Afghanistan from 2011 to 2021. Its approach focuses on promoting the values of Moderate Islam to conflicting parties in the hopes of fostering a more moderate, balanced, tolerant, just, and nationally unified religious outlook. Previous studies by Faizin (2020), Pratama & Ferdiyan (2021), Mahfudin (2021), and Mahfudin & Sundrijo (2021) have highlighted NU's significant role in conflict resolution, surpassing that of state actors and international organizations. However, the unfortunate resurgence of conflict and power struggles initiated by the Taliban in August 2021 has revealed the limited success of NU's decade-long peacebuilding efforts. This research seeks to understand the reasons behind the failure of NU's peacebuilding endeavors in Afghanistan, specifically focusing on the promotion of Moderate Islam. Employing a qualitative approach and process tracing analysis, the study identifies four contributing factors: a lack of ideational coherence, limited influence, incomplete strategies, and security threats. These barriers, situated within distinct dimensions—ideational, relational, instrumental, and situational—interact and mutually reinforce each other, hindering NU's peacebuilding objectives
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vyan Tashwirul Afkar
Abstrak :
Dalam disiplin Ilmu Geografi Politik, Cox (2002) memperkenalkan konsep teritorial dan teritorialitas. Teritorial adalah ruang fisik yang dibela atau diperebutkan, sedangkan teritorialitas adalah kesadaran akan adanya ruang kekuasaan tersebut. Kedua hal ini mendorong aktor politik melakukan klaim teritorial. Dalam konteks dakwah Islam di Indonesia, klaim teritorial berupa perebutan masjid sebagai upaya masing-masing kelompok Islam dalam memperluas pengaruhnya. Bentuk klaim ini beragam, misalnya pemasangan penanda, perombakan pengurus, pelaksanaan tata laksana ibadah menurut aliran tertentu, dan pemanfaatan masjid untuk kepentingan kelompoknya. Penelitian ini membahas klaim teritorial yang terjadi di Masjid Al Bahri Jatinegara. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menganalisis makna fenomena perebutan masjid dalam perspektif spasial, dengan metode pengumpulan data yaitu wawancara mendalam, observasi, dokumentasi, dan tinjauan pustaka. Wawancara dilakukan kepada Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (NU), Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dewan Masjid Indonesia, dan beberapa informan kunci yang relevan. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perubahan identitas spasial secara temporal di Masjid Al Bahri Jatinegara, dimana pada aktivitas sehari-hari masjid ini memiliki identitas NU tetapi pada peristiwa politik tertentu masjid ini memiliki identitas yang bertolak belakang dengan NU, bahkan cenderung sejalan dengan PKS. Kasus yang terjadi di Masjid Al Bahri Jatinegara memicu tindakan saling tuding dan saling bantah tentang adanya penguasaan masjid antar kelompok Islam.I
In the discipline of Political Geography, Cox (2002) introduces territorial and territorial concepts. Territorial is physical space that is defended or contested, while territoriality is the awareness of the existence of the power space. Both of these encourage political actors to make territorial claims. In the context of Islamic da'wah in Indonesia, the territorial claim in the form of the seizure of mosques is an effort of each Islamic group to expand its influence. The form of this claim varies, for example, markers, reshuffle of administrators, implementation of religious practices according to a particular flow, and the use of mosques for the benefit of their groups. This study discusses territorial claims at Al Bahri Mosque in Jatinegara. This research is qualitative by analyzing the meaning of the phenomenon of the seizure of the mosque in a spatial perspective, with data collection methods namely in-depth interviews, observation, documentation, and literature reviews. Interviews were conducted with Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Dewan Masjid Indonesia (DMI), and several key informants. The results of this study indicate a change in spatial identity temporally in Al Bahri Mosque Jatinegara, where in daily activities this mosque has an NU identity but at certain political events this mosque has an identity that is contrary to NU, and even tends to be in line with PKS. The case that occurred at Al Bahri Mosque in Jatinegara triggered mutual accusations and mutual arguments about the possession of mosques between Islamic groups.>
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library