Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vania Roswenda
Abstrak :
Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663).Pengaruh obesitas terhadap morbiditas dan mortalitas pasien kritis masih kontroversial. Tingginya massa lemak pada pasien obesitas menyebabkan disregulasi sistem imun, peningkatan risiko kadiovaskular, gangguan penyembuhan luka, dan perubahan farmakokinetik antimikroba. Walau demikian, banyak studi menunjukkan pasien yang dirawat di ruang rawat intensif (intensive care unit - ICU) dengan obesitas memiliki kelangsungan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5 – 24,9 kg/m2. Fenomena ini disebut paradoks obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan obesitas berdasarkan IMT dengan lama rawat dan kejadian infeksi nosokomial di ICU. Penelitian ini menggunakan desain kohort prospektif dengan subjek pasien kritis yang di rawat di ICU Dewasa RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Pasien dilakukan pemeriksaan antropometri kemudian IMT dihitung dan dikelompokan menjadi kelompok tidak obes dan obes berdasarkan kriteria IMT Asia-Pasifik. Pemantauan pasien dilakukan setiap hari untuk mengambil data lama rawat dan diagnosis infeksi nosokomial dari rekam medis. Dari 79 subjek, sebagian besar (65%) berjenis kelamin perempuan dengan median usia 46 tahun. Sebagian besar subjek masuk ICU pasca pembedahan (89%) dan skor qSOFA 1 (52%). Sebagian besar pasien (92%) keluar dari ICU untuk stepdown ke ruang rawat biasa dan sebanyak 8% pasien meninggal dunia. Sebanyak 5% dari seluruh subjek mengalami infeksi nosokomial berupa ventilator associated pneumonia (VAP). Tidak terdapat hubungan antara infeksi nosokomial dengan status gizi (OR (IK 95%): 1,03 (0,1-14,85)). Tidak ada perbedaan lama rawat di ICU antara pasien obesitas dibandingkan dengan pasien yang tidak obesitas (P = 0,663). ......There are still many controversies regarding the impact of obesity on morbidity and mortality of the critically ill patient. Immune dysregulation, increased cardiovascular risk, impaired wound healing and changes antimicrobial pharmacokinetics can all be attributed to increased fat mass in obese individuals. Even so, numerous studies show increased survival of obese critically ill patiens compared to normal BMI. This phenomenon is known as the obesity paradox. This study aims to see the relationship between obesity with ICU Length of Stay and nosocomial infection in critically ill patient of RSUPN Cipto Mangunkusumo. Subjects’ anthropometric measurements were taken and then grouped into obese or normal BMI group based on Asia-Pacific BMI classification. Length of stay and diagnosis of nosocomial infection were recorded during daily follow up while the subjects were still admitted in the ICU. There is a total of 79 subjects, mostly female (65%) with median age of 46 years. Most patients were admitted to the ICU following surgery (89%) with a qSOFA score of 1 (52%). 92% of patients stepdown from the ICU with the remaining 8% died. 5% of patients had nosocomial infection, all of them being ventilator associate pneumonia. There is no significant relationship between rate of nosocomial infection and obesity status (OR (95% CI): 1,03 (0,1-14,85)). The median length of stay for both subject groups is 2 days. There is no difference in ICU length of stay between obese patients and normal BMI (p=0,663).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Roswenda
Abstrak :
Infeksi Necator amerikanus adalah salah satu infeksi yang paling prevalen di daerah tropis seperti Indonesia. Kota Ende di Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki prevalen 20 -49.9%. infeksi cacing tambang sering di asosiasikan dengan malnutrisi dan gangguan pertumbuhan pada anak serta anemia defisiensi besi dan hipoalbuminemia. Riset mengenai status nutrisi dan hubungannya dengan infeksi N. americanus masih minimal, terlebih di Indonesia. Sebuah studi oleh Sumanto et al. membahas tentang factor resiko dari infeksi N. americanus. Tujuan dari studi ini adalah untuk menggali lebih dalam tentang korelasi infeksi N. americanus dan status nutrisi. Infeksi ditentukan dengan real-time PCR dari sampel sebesar 185 anak-anak Ende, Nusa Tenggara Timur. Status nutrisi partisipan ditentukan oleh indeks massa tubuh (IMT). Data yang didapatakan dianalisa menggunakan SPSS 22 untuh mencari korelasi usia dan seks dengan infeksi serta infekse dengan IMT. Uji statistik yang digunakan adalah regresi logistic dan chi-square. Hasil yang didapatkan menunjukan bahwa korelasi sex dan infeksi tidak signifikan, serta infeksi dan IMT juga tidak signifikan. Namun, hasil signifikan didapatkan pada korelasi usia (dibagi menjadi 2 kategori: dibawah dan diatas 10 tahun) dengan infeksi N. americanus dengan infeksi yang lebih prevalen di subjek yang berusia diatas 10 tahun. Karena riset ini merupakan cross-sectional, hubungan sebab-akibat langsung dari infeksi N. americanus dan IMT tidak dapat ditentukan dan harus dilakukan riset lebih lanjut. ...... Necator americanus infection is one of the most prevalent hookworm infection affecting tropical regions such as Indonesia. East Nusa tenggara including Ende, has a prevalence of 20 to 49.9%. Hookworm infection is closely linked to malnutrition and impaired growth as well as iron deficiency anemia and hypoalbuminemia. The aim of this study is to explore the relationship between N. americanus infection and nutritional status. Infection was determined using real-time PCR from stool samples of 185 children in Ende, Nusa Tenggara Timur. Nutritional status was determined based on body mass index of participants. The data were analyzed using SPSS 22 to find the relationship between age or sex and N.americanus infection and between infection and BMI. Logistic regressions and chi-square tests were used. The result showed there were no signnificant relationship between sex and infection, and between infection and BMI. However, children aged above 10 years old had significantly higher prevalence of N. americanus infection compared to younger children. Due to being a cross-sectional research, the direct cause and affect relationship of N.americanus infection and BMI cannot be determined and further research should be done.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vania Roswenda
Abstrak :
This review of literature discusses the fraud on Medicare and Medicaid program in the US America and the probability on National Health Insurance era in Indonesia. This work aims to understand the fraud in US America and the probability in Indonesia. This research is qualitative decriptive analytic interpretive. The result of this research has found that the fraud phenomenon in the US America has largely occured for a long time, whereas fraud phenomenon in Indonesia is likely to be occured, one of its causes is that Indonesia Case Base Groups (INA-CBG?s) has been applied as a payment mechanism for the hospitals in Indonesia nowadays. This payment mechanism will cause claim mechanism which potentially will cause fraud phenomenon.
Penulisan review kepustakaan ini membahas fraud pada program Medicare dan Medicaid di Amerika dan potensi terjadinya pada era Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui fraud di Amerika dan potensi terjadinya di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desaign deskriptif analitik. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa kejadian fraud di Amerika sudah banyak terjadi dan sudah terjadi sejak lama, sedangkan potensi terjadinya fraud di Indonesia sangat besar, salah satunya dikarenakan di Indonesia saat ini diterapkan mekanisme pembayaran bagi Rumah Sakit menjadi Indonesia Case Base Groups (INA-CBG?s) sehingga menyebabkan mekanisme klaim sangat berpotensi untuk terjadinya fraud.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2015
S60305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library