Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tiara Ayu Pramesty
"ABSTRAK
Bronkopneumonia atau bisa disebut sebagai bronchial pneumonia adalah suatu peradangan atau inflamasi paru yang biasanya menyerang bronkus, bronkiolus dan sekitar alveolus. Seorang anak yang menderita penyakit ini akan menunjukan manifestasi klinik seperti demam tinggi (>38℃), batuk, takipneu, adanya retraksi dada, pernafasan cuping hidung, dan ditemukan suara paru yang abnormal. Karya ilmiah ini bertujuan untuk memberikan gambaran asuhan keperawatan pada anak Bronkopenumonia yang mengalami demam. Demam adalah suatu kondisi di mana terjadi peningkatan suhu tubuh di atas rentang normal yang disertai peningkatan set point di hipotalamus. Anak yang mengalami demam membutuhkan intervensi yang efektif untuk menurunkan suhu tubuhnya. Aplikasi Tepid Water Sponge yang dikombinasikan dengan pemberian antipiretik merupakan salah satu intervensi yang efektif untuk menurunkan demam. Tepid Water Sponge bekerja dengan menstimulus hipotalamus untuk menurunkan set point dan merangsang vasodilatasi pembuluh darah perifer dengan cara konduksi dan evaporasi. Penulis menggunakan thermometer digital, air hangat dengan suhu 37-40 ̊C dalam aplikasi Tepid Water Sponge pada pasien berusia 3 tahun 8 bulan. Masalah keperawatan hipertermia dapat teratasi yang dibuktikan dengan adanya penurunan suhu tubuh 38,5 ̊C menjadi berada pada rentang normal. Rekomendasi hasil praktik keperawatan ini adalah bahwa intervensi Tepid Water Sponge dikombinasikan dengan antipiretik lebih efektif dalam menurunkan demam pada anak jika dibandingkan dengan intervensi kompres hangat di dahi yang dikombinasikan dengan antipiretik.

ABSTRACT
Bronchopneumonia or can be referred to as bronchial pneumonia is an inflammation of the lungs which usually attacks the bronchi, bronchioles and around the alveoli. A child suffering from this disease will show clinical manifestations such as high fever (> 38 ℃), cough, tachypnea, chest retraction, nasal flaring, and abnormal lung sounds. This paper aims to describe nursing care in children who have Bronkopneumonia with fever experience. Fever is an increase body temperature above in normal range, which are caused by several etiologies that can increase temperature setting point in hypothalamus. Children with fever need an effective nursing intervention to decrease body temperature. The application of tepid water sponge combined with antipyretic is effective intervention to decrease fever. This intervenstion stimulates the hyppotlamus to decrease setting point and stimulates vasodilation peripheral blood vessel through conduction and evaporation. The author used digital thermometer, warm water with temperature 37-40 ̊C in the application of tepid water sponge for a 3,8 years old child. The problem of hyperthermia can be slved through this intervention, which was proved by body temperature decrease from 38,5 ̊C to normal temperature. The recommendation of this nursing practice is that, the intervention tepid water sponge combined with antypiretic is more effective than warm compress on the forehead with antypiretic to decrease fever in children.
"
2020
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Tiara Ayu Pramesty
"Masa remaja disebut masa terberat bagi anak karena pada masa ini seorang anak mengalami banyak perubahan yang mengakibatkan gejolak emosi, menjauhkan diri dari keluarga, dan mengalami banyak masalah baik di rumah, sekolah, maupun di masyarakat, yang tidak jarang terjadi di masyarakat menyebut remaja sebagai individu yang pintar dan pemberontak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dan pengendalian diri dengan kenakalan pada remaja SMA di wilayah Jakarta Selatan. Metode penelitian yang digunakan adalah desain penelitian analitik komparatif dengan pendekatan cross sectional pada 108 remaja SMA di Jakarta Selatan. Instrumen dalam penelitian ini adalah angket Emotional Maturity yang diadaptasi oleh Rizqi (2011), Brief Self Control Scale (BSCS) yang dikembangkan oleh Tangney, Baumeister and Boone (2004), dan The Self-Report Delinquency Scale (SRD) yang dikembangkan oleh Elliot dan Ageton (1980). Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji komparasi Mann Whitney. Hasil uji analisis menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara variabel kematangan emosi rendah dan tinggi kelompok dengan skor kenakalan remaja (p value = 0,000) dan antara kelompok variabel kontrol diri rendah dan tinggi dengan skor kenakalan remaja (p value = 0,000). Oleh karena itu diperlukan upaya untuk mencegah faktor-faktor penyebab kenakalan remaja, salah satunya dengan memenuhi perkembangan sosial emosional remaja.

Adolescence is called the toughest period for children because at this time a child undergoes many changes that cause emotional turmoil, distance himself from family, and experiences many problems both at home, school, and in society, which are not uncommon in society. . call teenagers as smart and rebellious individuals. This study aims to determine the relationship between emotional maturity and self-control with delinquency in high school adolescents in the South Jakarta area. The research method used was a comparative analytical research design with a cross sectional approach to 108 high school adolescents in South Jakarta. The instruments in this study were the Emotional Maturity questionnaire adapted by Rizqi (2011), the Brief Self Control Scale (BSCS) developed by Tangney, Baumeister and Boone (2004), and The Self-Report Delinquency Scale (SRD) developed by Elliot and Ageton (1980). The data analysis used was univariate analysis and bivariate analysis with the Mann Whitney comparison test. The results of the analysis test found that there was a significant difference between the variable low and high emotional maturity of the group with juvenile delinquency scores (p value = 0,000) and between the low and high self-control variable groups and the juvenile delinquency score (p value = 0,000). Therefore, efforts are needed to prevent the factors that cause juvenile delinquency, one of which is by fulfilling adolescent social emotional development."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library