Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tambunan, Taralan
"Untuk memahami profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik ada baiknya ditelusuri lebih jauh tentang profesionalisme kedokteran secara umum. Kita sudah lama mengenal istilah medicine is a science and art. Sadar akan perkembangan ilmu pengetahuan, para pakar kedokteran kemudian memahami bahwa medicine is an ever-changing science. Dalam buku teks Cecil Textbook of Medicine edisi ke 21 karangan Goldman (2000) pada bagian I pasal 1 dengan judul: Medicine as a learned and humane profession tertulis batasan ilmu kedokteran sebagai berikut: Medicine is not a science, but a profession that encompasses medical sciences as well as personal, humanistic, and professional attributes. Lebih jauh ditekankan bahwa profesionalisme dalam bidang kedokteran mencakup:
  • Komitmen atau tanggung jawab dalam praktik kedokteran dengan standar tertinggi dan dalam pengembangan dan peningkatan pengetahuan kedokteran
  • Komitmen dalam sikap dan perilaku yang dapat menopang kepentingan dan kesejahteraan pasien
  • Komitmen dalam aspek kebutuhan kesehatan di dalam masyarakat.
Profesionalisme kedokteran menginginkan altruisme, akuntabilitas, keunggulan, tugas, pelayanan, kehormatan, integritas serta rasa saling menghargai. Dalam pengertian profesionalisme seperti di atas inilah kita memaknai arti profesionalisme dalam bidang pediatri terapeutik.
Pengembangan kemampuan profesional yang sekarang dikenal sebagai continuing professional development (CPD) mempunyai cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan continuing medical education (CME) karena selain pengembangan ilmu kedokteran, juga aspek profesional lainnya yakni kompetensi (termasuk penalaran klinis dan keterampilan klinis), akuntabilitas, altruisme, kolegalitas serta etika turut ditingkatkan dan dikembangkan. Semua komponen profesialisme tersebut di atas terkait pula dengan aspek penanganan dan pengobatan penyakit. Peningkatan profesionalisme, khususnya peningkatan dalam penanganan dan pengobatan pasien sekaligus bertujuan agar seorang dokter, terutama klinikus, mempersiapkan diri terhadap rencana Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) yang mengusulkan dimasukkannya audit medik dalam hukum kedokteran. Audit medik perlu dilakukan sebagai upaya mengejawantahkan etika kedokteran dan melindungi pasien. Audit medik merupakan jalan menuju pelayanan kedokteran yang lebih rasional, dengan kata lain agar dokter lebih arif dan rasional dalam menuliskan resep bagi pasiennya.
Dalam elemen utama penataan klinis (clinical governance), audit klinis dan efektivitas klinis merupakan dua unsur utama yang terkait erat dengan pengobatan. Oleh sebab itu dalam pelaksanaan penataan klinis di suatu rumah sakit, unsur terapi perlu dikuasai dan dijalani dalam kaitannya dengan audit klinis dan efektivitas pengobatan."
Jakarta: UI-Press, 2004
PGB 0221
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Taralan
"ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai efektivitas penggunaan sefuroksim aksetil pada anak dengan ISK, baik dengan dosis konvensional maupun dengan dosis tunggal. Kelompok A (konvensional) diberi dosis 15 mg./kg. Bb./hari secara oral selama tujuh hari berturut-turut. Kelompok B (dosis tunggal) diberi pengobatan 15 mg./kg./bb./ hari juga secara oral, diberikan sekaligus, hanya satu kali pemberian.
Dari 54 kasus yang dapat dievaluasi, secara keseluruhan kesembuhan klinis terjadi pada 26 dari 39 kasus ISK simtomatik (66,6%); piuria menghilang pada 23 dari 30 penderita (76%),sedang eradikasi kuman hanya didapatkan pada 43% kasus (23 dari 54 kasus). Dari 27 penderita yang termasuk kelompok pengobatan konvensional, kesembuhan klinis didapatkan pada 59,2% kasus, piuria menghilang pada 55,5% kasus sedang eradikasi kuman hanya mencapai 40,7%. Pada kelompok terapi dosis tunggal (27 kasus) kesembuhan klinis didapatkan sebesar 59% dari kasus yang semula termasuk ISK simtomatik. Piuria menghilang pada 13 dari 22 {59%) kasus, sedang eradikasi kuman hanya mencapai 44,5%.
Pada sub kelompok ISK simpleks (38 kasus), diperoleh hasil sebagai berikut: Kesembuhan klinis, piuria yang menghilang dan eradikasi kuman secara berturut-turut sebesar 64,7%, 58,8% dan 64,7% dengan terapi konvensional, sedangkan dengan pengobatan dosis tunggal diperoleh angka sebesar 52,4% baik kesembuhan klinis, hilangnya piuria maupun eradikasi kuman. Terapi konvensional sedikit lebih baik dibandingkan dengan terapi dosis tunggal, meskipun secara statistik perbedaan tersebut tidak bermakna.
Pada sub kelompok ISK kompleks (16 kasus), belum dapat diambil kesimpulan yang berarti karena jumlah kasusnya terlalu kecil. Dengan pengobatan konvensional diperoleh kesembuhan klinis, piuria menghilang dan eradikasi kuman secara berturut-turut didapatkan pada 5, 3 dan 4 kasus dari 10 penderita, sedangkan dengan terapi dosis tunggal kesembuhan klinis, piuria menghilang serta eradikasi kuman didapatkan masing- masing pada 2 dari 6 kasus.
Sebagai kesimpulan, pada subkelompok ISK simpleks hasil pengobatan dengan terapi konvensional sedikit lebih baik dibandingkan dengan pengobatan dosis tunggal, sedangkan pada subkelompok ISK kompleks efektifitas pengobatan tampaknya lebih rendah bila dibandingkan dengan kelompok ISK simpleks meskipun belum dapat ditarik kesimpulan yang pasti karena jumlah kasus yang belum mencukupi.

ABSTRACT
Treatment Of Urinary Tract Infection In Children With Cefuroxime AxetilThe aim of this study is to evaluate the efficacy of oral cefuroxime axetil 15 mg./kg. bw. either given conventionally for seven days or as a single -one - shot dose. Fifty-four cases were feasible for evaluation. Clinical recovery was achieved in 26 out of 39 symptomatic patient (66,6%%), pyuria disappeared in 23 out of 30 cases (76%). Bacterial eradication was found in 23 out of 54 cases {43%).
Twenty-seven cases were treated conventionally. Clinical recovery was achieved in 59,2% of the cases, pyuria disappeared in 55,5% , but eradication rate was only 40,7% of the cases. Similar result was also obtained from the group of single-dose treatment. Clinical recovery was achieved in 59% of the cases, pyuria disappeared in 59% and eradication rate was only 44,5%.
From this report we conclude that clinical recovery was fair but this drug was not so effective in eradicating urinary tract infection, either in conventional or in single dose treatment.
Conventional treatment in simplex UTI revealed that clinical cure rate was 64,7%, pyuria disappeared in 58,8% and the eradication of pathogens were found in 64,7%, while in those patient who treated with single dose regimen, the clinical cure rate, disappearance rate of pyuria and pathogen eradication activity were 52,4% consecutively.
Conventional treatment in complex UTI showed that the clinical cure, disappearance of pyuria and the eradication of pathogens were found in five, three and four cases respectively, while in the group of single dose therapy the clinical cure, disappearance of pyuria and the eradication on microorganism were only found in two out of six cases (30%) respectively.
In simple UTI, there was a tendency of better result obtained in the group of conventional treatment in compare with the group of single dose regimen.
In complicated UTI, cure rate was lower than in simple UTI, especially in those cases who treated with single dose regimen although the final conclusion cannot be drawn yet due to the inadequacy of the sample size.
"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library