Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Suswanti
Abstrak :
Diare akut sarnpai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare ini masih sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan penderita yang banyak dalam waktu yang singkat. Dalam periode tahun 2005-2006, jumlah kasus penyakit diare di Kabupaten Landak mengalami kenaikan yang cukup tajam. Tahun 2005 sebanyak 4.474 kasus (1 meninggal) dan tahun 2006 naik menjadi 6.210 kasus (2 meninggal). Diare menempati urutan ketiga setelah ISPA dan Malaria dalam proporsi sepuluh penyakit terbesar di Kabupaten Landak. Tingginya kejadian penyakit diare ini menimbulkan kerugian sosial ekonomi dan berdampak pada pembiayaan pemerintah dan masyarakat. Penelitian terhadap kerugian yang dialarni oleh diare pemah dilakukan hanya pada satu sisi saja yaitu pada sisi pasien. Sementara sisi provider belum pemah dilakukan. Biaya yang timbul pada sisi provider maupun pasien masing-masing diklasifikasikan sebagai biaya langsung (drect cost) dan biaya tak langsung (indirect cost). Untuk itu penelitian ini bertujuan secara umum rnemperoleh gambaran tentang besaran biaya yang ditimbulkan akibat sakit (cost of illness) rawat jalan diare. Sedangkan Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang karakteristik pasien rawat jalan diare, besaran biaya langsung (direct cost) dan biaya tak langsung (indirect cost) pada sisi provider dan pasien yang melakukan kunjungan ke puskesmas dalam satu periode sakit. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah responden sebanyak 96 orang yang dilaksanakan di wilayah kerja Puskesrnas Ngabang Kalimantan Barat pada buian Maret s/d Mei 2007. Data yang digunakan dalarn penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lokasi penelitian serta data primer yang diperoleh dari basil interview kepada pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebanyakan pasien ada/ah kelompok umur dewasa 44%, berjenis kelamin laki-laki 54%, tidakibelum bekerja 49%, tidakibelum sekolah 50%, tidak berpenghasilan 56%, jalan kaki ke puskesmas 40%, penanggung biaya puskesrnas berasal dad kantong sendiri 76%, jurnlah hari sembuh 2 hari 54%. Hasil penelitian menunjukkan besar biaya langsung pada provider adalah Rp. 2.292.440,- dengan rata-rata biaya langsung sebesar Rp. 23.879,-. Biaya tidak langsung pada provider sebesar Rp. 75.492,- dengan rata-rata sebesar Rp. 786,-. Total biaya pada provider sebesar Rp. 2.367.933,- dengan rata-rata sebesar Rp. 24.665,-. Biaya langsung pada pasien sebesar Rp. 478.000,- dengan rata-rata sebesar Rp. 4.979,- per pasien. Biaya tidak langsung pada pasien sebesar Rp. 1.090.250,- dengan rata-rata sebesar Rp. 11.356,-. Total biaya pada pasien diare sebesar Rp. 1.568.250,- dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 16335,-. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata biaya akibat sakit (cost of illness) yang dikeluarkan baik pada sisi provider maupun sisi pasien untuk pelayanan rawat jalan diare per pasien sebesar Rp. 41.001,-(tidak termasuk opportunity cost). Apabila dilakukan simulasi perhitungan kerugian ekonomi yang menjadi beban pemerintah dan masyarakat akibat sakit diare maka diperoleh angka sebesar Rp. 1,6 IniIyar per tahun, atau 0,3% dari APED (Rp. 435.887.753.163,-), 7% dari anggaran kesehatan plus gaji (Rp. 26.126.133.800,-), 9% dari anggaran kesehatan tanpa gaji (Rp. 18.245.385.200,-). Dikaitkan dengan UMR Landak, maka didapatkan angka kerugian sebesar Rp. 2,5 Myst per tahun. Saran yang dapat disampaikan adalah angka kenigian yang dialarni dapat dijadikan aeuan perencanaan, penyusunan anggaran dan intervensi program penanggulangan diare dengan berorientasi path upaya preventif dan promosi, perlunya dilakukan penghematan biaya pada sisi provider dengan menekan penggunaan obat diare yang tidak rasionil, perlu dilakukan perhitungan biaya secara menyeluruh berdasarkan kegiatan, perlu penyuluhan dan perbatian kepada masyarakat tentang penyakit diare, dan terakhir bagi peneliti selanjutnya dapat melihat seeara bersarnaan pada layanan rawat jalan dan map di rurnah sakit dan puskesmas dengan menghitung opportunity cost. ......Acute diarrhea at present still becomes health problem, not only in developing countries but also in developed countries. Diarrhea still leads to endemic (KLB) with very huge sufferer in short time. Between 2004-2005, number of diarrhea case in Landak Regency increase quite sharply. There are 4,474 cases (one died) in 2005 and the cases increase to 6,210 (2 died) in 2006. Diarrhea places the third rank after Upper Respiratory Infection (1SPA) and malaria among ten diseases in Landak Regency. The high of diarrhea incident has caused social economic loss and affected the cost for government and people. Research on loss caused by diarrhea was ever conducted but limited on patient side. Meanwhile, research on provider has never been done. Cost resulted from patient as well as provider was respectively classified as direct cost and indirect cost. Generally, the purpose of this research is to obtain description on the cost of illness for diarrhea outpatients. Meanwhile. particularly, the purpose is to obtain description on characteristics of diarrhea outpatients, direct cost and indirect cost at provider and patient visiting health center in one period of illness. The research conducted in Puskesmas Ngabang West Kalimantan from March to May 2007 uses cross sectional design with 96 respondents. Secondary data employed in this research come from research location, while the primary data come from interviewing the patient. The results show that mostly patients are adult (44%). male (54%). unemployment (49%). uneducated (50%), having no income (56%). going to health center on foot (40%). self-utiarant or (76%), and having two-days recovery day (54%). Direct cost for provider is IDR 2,292,440 with direct cost IDR 23,879 on average. Indirect cost for provider is 1DR 75,492 with [DR. 786 on average. Total cost for provider is IDR 2.367,933 with /DR 24,665 on average. Direct cost on patient is [DR 478,000 with DR 4,979 on average per patient. Indirect cost for patient is [DR 1,090,250 with IDR 11,356 on average. Total cost for diarrhea patienzs is [DR 1.568.250 with 1DR 16,335 on average. The results indicate that thc average cost of illness incurred by both provider and patients for outpatient service of diarrhea per patient is [DR. 41,001 (excluded opportunity cost). If economic loss due to diarrhea borne by government and people was caiculated, the rate is DR 1.6 billion per year or 0.3% of APBD (1DR 435,887,753,163), 7% of health budget phis salary (IDR 26,126,133.800), 9% of health budget without salary (IDR 18,245,385,200) Related to UN1R of Landak. the loss is 1DR 2.5 billion per year. It is recommended that loss can be used as reference in planning, developing budget. and intervening program diarrhea control orienting to prevention and promotion. It is in need to retrench provider cost by reducing irrational use of diarrhea medicines, calculate cost comprehensively based on activities, educate people and keep them focused on diarrhea. Furthermore,, researcher could instantaneously see the service for outpatient and inpatient in hospital and health center by calculating opportunity cost.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T34307
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lolo Suswanti
Abstrak :
Latar Belakang : Acalypha indica Linn. merupaksn tanaman yang mudah didapat tumbuh .Sepanjang tahun dan bisa ditemukan di kebun, halaman rumah maupun tempat-tempat pembuangan sampah. Semua bagian dari tanaman ini bisa digunakan dalam pengobatan trndisiooal untllk menangani berbagai masalah kesehatan. Pada penelitian sebelumnya didapatkan data bahwa ekstrak Acalypha indica Linn. terhukti memiliki efek. Sebagai neuroproteksi dan neuroterapi pada neuromuscular junction jaringan kstak dan mampu menghambat efek neurotoksik pada jaringan kalak. Oleh karena itu, ekstrak air akar Acalypha indica Linn. bisa mempengaruhi perbaikan neuron hipokampus pascahipoksia serebri. Tujuan : untllk menganalisa kerusakan sel neuron hipokampus pascahipoksia setelah pemberian ekstrak air akar Acalypha indica Linn. Metode penelitian : 30 ekor tikss Sprague Dawley tetbagi secara acak dalarn enam kelompok. Kelompok hlpoksia, tikss dimasukkan ke dalam sungkup hipoksia yang mengandung gas campuran (02 10% dan nitrogen 90 %) selama tujuh hari, untuk kelompok reoksigenasi tikss dibiarken mengbirup udara bebas. Setelah perlakuan hipoksia. Tiga kelompok terapi lainnya, setelab perlakuan hipoksia tikss kemndian dilanjutkan dengan pemberian ekstrak air akar Acalypha indica Linn pada dosis 300, 400 dan 500 mglkg BB selama tujuh hari. Kriteria penilaian yang digunakan dalam studi ini adalah jumlah sel rusak neuron hipokampus den gao mengamati : bentuk sel, ada tidaknya kodensasi kromatin, piksotik dan rasio sitoplasma dengan inti setelah pewaraan hemaktosilin eosin. Hasil : ekstrak air akar Acalypha indica Linn. pada dosis 400 dan 500 mg/kg BB secara signitikan mampu memperbaiki kerusakan sel neuron ( efek neuroterapi) hipokampus pascabipoksia serebral (p = 0,0 I). Kesimpulan : ekstrak air akar Acalypha indica Linn memiliki efek neuroterapi pada dosis 400 dan 500 mglkg BB. ......Background : Acalypha indica Linn is a common herb which can easily be found elsewhere in Indonesia, All the parts of plants are used in various traditional therapy for some diseases. Previous studies showed that Acalypha indica Linn extracts have neuro-protective and neuro-therapy effects on neuromuscular junction and inhibit neurotoxin on isolated frog tissues. Thus, administration of aqueous extracts of Acalyjpha. indica Linn root was assumed to improve hippocampus neuron injury after cerebral hypoxia. Objective : To investigate the effects of aqueous extracts of Acalypha indica Linn root on hippocampus neuron injury after cerebral hypoxia in the rat. Methods : Thirty male Sprague Dawley with 200-250 gr Body weight of rats were divided into six groups randomly. The rats were housed in hypoxic chamber containing gas mixture of I0 % O2 and 90 % N2 for seven days, followed by administration of 300, 400 and 500 mg/kg BW aqueous extracts of A. indica Linn root for seven days.. The other group was exposed to room air after hypoxia. The parameters measured were hippocampal cell damage ie : the quantity and type of hippocampal cell, chromatin condensation, pycnotic and cytoplasm nucleus ratio using hematoxyline eosin staining. Result : The aqueous extracts of A. indica Linn root of 400 and 500 mg/kg BW improve hippocampus neuron injury (neurothcrapy effect) alter cerebral hypoxia significantly (p = 0,0l). Conclusion : The aqueous extracts of A. indica Linn roots have neurotherapy effects on hippocampal neuron after cerebral hypoxia of 400 and 500 mg/kg BB.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T21146
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Suswanti
Abstrak :
Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang menentukan sifat polimer emusi. Untuk aplikasi coating, polimer dengan ukuran partikel 200-300 nm dan monodisperse merupakan material yang menjanjikan untuk kreasi efek warna opal. Pada penelitian ini dilakukan polimerisasi emulsi core shell metil metakrilat-butil akrilat yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh variasi pengikat silang glisidil metakrilat (GMA) dan variasi teknik polimerisasi terhadap ukuran partikel dan indeks polidispersitas. Variasi teknik polimerisasi yang dilakukan adalah variasi teknik penambahan insiator kedua yaitu secara shot dan kontinu dan suhu aging akhir yaitu 800C dan 1000C. Variasi GMA yang dilakukan yaitu tanpa GMA, GMA 6% bersama preemusi shell, dan GMA 3% sebelum pre-emulsi shell. Polimer yang dihasilkan kemudian ditentukan solid content, indeks viskositas, ukuran dan distribusi ukuran partikel, suhu transisi gelas (Tg), dan spektrum infra merah. Kondisi optimum yang diperoleh adalah polimerisasi MMA-BA tanpa penambahan GMA, dengan teknik penambahan inisiator kedua secara kontinu, dan suhu aging akhir 800C. Teknik ini menghasilkan ukuran partikel 149 nm, persen konversi 97,06% dan bersifat monodispers.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
S30369
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library