Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Surahman
"Pembangunan kesehatan di negara sedang berkembang pada umumnya menghadapi masalah rendahnya alokasi anggaran untuk sektor kesehatan. Hal ini diperberat dengan tingginya laju inflasi di bidang kesehatan. Faktor lain yang mengakibatkan meningkatnya biaya kesehatan adalah transisi epidemiologi, semakin tingginya proporsi usia lanjut, meningkatnya teknologi kedokteran, serta sistem pembiayaan dan pembayaran yang tidak efisien.
Ketika pasien tidak menanggung biaya karena dibayar oleh perusahaan tempat bekerja atau oleh perusahaan asuransi komersial dan pembayaran dilakukan secara fee .for service maka dengan mudah provider menciptakan permintaan baru. Situasi ini mendorong permintaan yang lebih tinggi oleh konsumen dan memberi insentif kepada provider untuk memberikan pelayanan kesehatan secara berlebihan.
Untuk memotret perbedaan biaya dari ke tiga jenis pembayar dalam penanganan pasien penyakit demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta tahun 2001. Dilakukan studi perbandingan penanganan pasien antara ke tiga jenis pembayar tersebut.
Desain penelitian ini menggunakan desain non eksperimental dengan pendekatan deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan terhadap pasien demam tifoid yang dirawat inap di kelas satu rumah sakit MMC Jakarta pada tahun 2001. Jumlah pasien 65 orang karena adanya kriteria inklusi penelitian maka jumlah populasinya tinggal 56 orang. Oleh karena populasinya yang relatif kecil maka dilakukan pengambilan sampel secara total sampling.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: Tidak ada perbedaan pemberian pemeriksaan penunjang medis dan biaya pemeriksaan penunjang medis antara ke tiga jenis pembayar, di antara subvariabel pengobatan dan jenis pembayar ditemukan satu perbedaan bermakna dalam pemberiaan obat antitusive dan ekspektoran namun secara keseluruhan tidak ada perbedaan dalam pemberiaan obat dan biaya obat antara ke tiga jenis pembayar tersebut, tidak ada perbedaan rata-rata lama hari rawat dan biaya sewa kamar antara ke tiga jenis pembayar. Tidak ada perbedaan total biaya perawatan pada ketiga jenis pembayar.
Saran yang diberikan adalah bagi rumah sakit sebaiknya perlu kehati-hatian dalam menulis resume kelas perawatan dan kode ICD pasien yang di rawat, bagi pihak asuransi perlu melakukan kesepakatan dengan rumah sakit dalam hal penentuan biaya administrasi dan penetapan jenis obat yang diberikan pada pasien, sedangkan bagi rumah sakit perlu mengadakan resume medis bila rata-rata biaya perawatan demam tifoid melebihi rata-rata total biaya perawatan demam tifoid di kelas satu.

Treatment Cost Analyses for Typhoid Fever Patient at Inpatient Hospitalized at MMC Jakarta Based on type of Payment Determined for Year 2001Health development in developing country in general is facing the problem of low budget allocation for health sector. It also burdened by the high rate of inflation on the field of health. Which also affect the risk of epidemiological transition, the proportion of elderly, and medical technology, also inefficiency on the fee and payment system.
When the patient is not paying for the fee since it is paid by the company where they work or the health insurance company and the payment is conducted by fee of service, so the provider easily create new request. This situation in encourages to the high of request by consumer and gives the provider incentive in providing unnecessary health services.
To describe the different cost form three kinds of payment in handling the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001, it has been conducted comparison study in handling the patient among the three kinds.
The study design used non-experimental with quantitative approach. This study is conducted on the patient of typhoid fever that hospitalized at I-class of MMC Hospital in 2001. The number of patient is 65 people, since there were criteria in inclusion study, so the population is only 56 peoples. Because the sample is relatively small, so the study is conducted on the sample total sampling.
Based on this study, it can be concluded that there is not many different in giving medical support examination and the fee of medical supporting examination among the three kinds of payment system. Between sub-variable of treatment and the kind of payment, it was found one significant different in giving antitusive medicine and expectorant, however in the entire perspective there is no different in giving medicine and medicine fee among the three kinds of payment system. There is no different on the average between the day of hospitalized and fee of room rental among the three payment system. So it can be concluded that there are no significant different in on the total fees of treatment on the three kinds of payment system.
It is recommended to the Hospital that it code ICD patient must be written with care. For insurance party should conduct agreement with the hospital in stating the administration fee and kind of medicine that should be given to the patient. While for hospital, should conduct medical summary if the average cost of treatment of typhoid fever went over the average total cost of treatment of typhoid fever at I-class.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T11481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surahman
"Skripsi ini merupakan penelitian tentang penerapan dan penyimpangan Prinsip Kerja Sama Gripe, penyimpangan dan tidak relevannya. Prinsip Sopan Santun Leech, dan jenis tindak ilokusi Searle.
BAB I merupakan pendahuluan, yang di dalamnya disajikan penjelasan latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan, ruang lingkup penelitian, metode penelitian, korpus data, prosedur kerja, dan sistematika penyajian.
Dalam BAB II ditampilkan landasan teori yang digunakan untuk menganalisis data. Teori tersebut adalah wawancara yang dikemukakan Schumacher, Prinsip Kerja Sama Once, Prinsip Sopan Santun Leech, dan teori tindak tutur Searle.
Dalam BAB III dianalisis 38 data, yang berasal dari majalah Profit No.. 46. 9 November 1998, tahun ke-29.
Kesimpulan skripsi ini dijabarkan dalam BAB IV dan dalam bagian ini, dapat diketahui pertanyaan yang diajukan pewawancara dan pengaruhnya terhadap proses komunikasi. Selain itu, dalam bab ini terlihat penerapan dan penyimpangan Prinsip Kerja Sama, penyimpangan dan tidak relevannya Prinsip Sopan Santun, dan jenis tindak ilokusi, yang sering ditemukan dalam wawancara."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
S14792
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nanang Surahman
"Masalah Dasar Negara hampir menjadi isu yang "tidak pernah selesai" dalam sejarah politik Indonesia. Mekanisme politik yang diambil oleh Soekarno maupun oleh Soeharto, membuktikan bahwa soal ini tidak pernah tuntas begitu saja. Pada kenyataannya, selalu saja ada pihak yang merasa tidak puas dan berupaya memunculkannya dalam banyak kesempatan. Wacana dan gerakan yang mendominasi masalah ini sepanjang sejarahnya adalah konfrontasi antara kelompok Sekuler atau Agama (Islam). Dua kecenderungan inilah yang bergulir di BPUPKI 1945 dan kemudian memuncak di Majelis Konstituante 1956-59. Bahkan sampai saat ini.
Peneiitian ini bersifat deskriptif analitis, menjelaskan dan menganalisa gejala politik dengan menjelaskan kecenderungan apa yang mengkondisikan hubungan konfliktual antara partai politik yang mewakili dua tendensi tersebut yaitu PKI (sekuler) dengan Masyumi (Islam) di Majelis Konstituante. Untuk keperluan itu data dikumpulkan melalui analisis dokumen dan sejumlah bahan kepustakaan lainnya, serta melalui wawancara dengan beberapa nara sumber terpilih.
Kerangka pemikiran yang melandasi penelitian ini antara lain teori konflik Ralf Dahrendorf, tipologi konflik Maurice Duverger, klasifikasi ideologi partai politik Herbert Faith dan Lance Castles, sistem kepartaian dari Maurice Duverger, dan interaksi antar unit partai dalam sistem kepartaian dari Daniel Dhakidae.
Wacana yang meliputi masalah ini misalnya soal tentang "tujuh kata" di Piagam Djakarta Juni 1945, negara Islam, negara sekuler, dan lain sebagainya. Baik organisasi massa maupun partai politik yang memperjuangkannya mengambil pilihan karakter gerakan antara yang moderat dan radikal. Solusi dari masalah ini adalah pentingnya membuat konsensus untuk menyelesaikannya melalui mekanisme konstitusional.
Karena, radikalisasi atau pemaksaan kehendak secara sepihak diluar mekanisme tadi, justru hanya akan menimbulkan kerawanan-kerawanan sosial-politik yang tajam dan spesifik.
Temuan penelitian ini antara lain adanya dua arus kuat yang mendorong partai politik untuk mengambil sikap dan posisi, atau terlibat dalam sebuah keadaan tertentu, yaitu ideologi dan pragmatisme. Pertarungan mengenai Dasar Negara di Majelis Konstituante 1956-59 mencerminkan keberlakuan dua hal tersebut. Terjadi faksionalisasi partai-partai politik di majelis kedalam tiga faksi : Pancasila, Islam, dan Sosial-Ekonomi. Hal pertama yang melandasi faksionalisasi itu adalah kecenderungan ideologi. Partai-partai berideologi sekuler (nasionalis, sosialis, komunis) memilih Faksi Pancasila atau Faksi Sosial-Ekonomi. Kedua, partai-partai itu juga mempertimbangkan aspek-aspek pragmatis. Terlebih lagi ketika Pemilu 1955 tidak berhasil memunculkan parpol yang dominan di majelis. Walhasil, beberapa partai politik yang dalam keadaan normal berjauhan jarak politiknya, seperti antara PNI-PSI-PKI atau antara NU-Masyumi tampak berhasil saling mendekatkan jarak politiknya untuk kemudian bergandengan dalam satu barisan untuk memperjuangkan kepentingan yang sama dan fundamental, Dasar Negara.
Namun, mekanisme demikian ternyata tidak cukup memadai ke arah tercapainya kesepakatan mengenai masalah itu. Jebakan konstitusional yaitu dua pertiga suara di majelis, justru menggiring mereka ke arah jalan buntu. Baik PKI maupun Masyumi menyadari benar adanya kemungkinan seperti itu. Namun, dalam kalkulasi politik pragmatis mereka hasil akhir demikian mungkin jauh lebih baik daripada ada satu pihak yang berhasil memenangkan pertarungan itu. Karena itu, persoalan ini mungkin saja masih akan tersisa di masa mendatang. Sehingga, perhatian dan kearifan kita bersama untuk mensikapinya selalu diperlukan. Semoga."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T7066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maman Surahman
"Penelitian ini membahas mengenai aspek akuntansi dan aspek perpajakan atas penghasilan jasa konstruksi PT Brantas Abipraya (Persero). Pembahasan pembahasan aspek akuntansi didasarkan pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 34 tentang Akuntansi Kontrak Kontruksi, dan PSAK Nomor 12 tentang Pelaporan Keuangan Mengenai Bagian Partisipasi Dalam Pengendalian Bersama Operasi dan Aset.Sedangkan Aspek perpajakan yang dibahas meliputi aspek Pajak Penghasilan (terutama PPh Badan) dan Pajak Pertambahan Nilai. Keseluruhan aspek perpajakan dibahas dengan memperhatikan ketentuan Undang-undang KUP, Undang-undang PPh, Undang-undang PPN, Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi serta Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah yang Dibiayai dengan Hibah atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001 serta peraturan pelaksanaan di bawahnya. Penelitian dilaksanakan pada Kantor pusat PT. Brantas Abipraya (Persero) yang berlokasi di Jalan D.I. Panjaitan Kavling 34 Cawang Jakarta Timur. Penelitian dimaksudkan untuk mengetahui bagimana kebijakan akuntansi atas jasa konstruksi, khususnya jasa konstruksi dalam rangka pelaksanaan proyek Pemerintah yang dibiayai dengan bantuan atau pinjaman luar negeri, pada PT Brantas Abipraya (Persero) serta untuk mengetahui kebijakan Perusahaaan terhadap Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilainya. Penulisan karya akhir dilakukan dengan menggunakan penelitian studi kasus kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan, digunakan data primer dan data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh simpulan bahwa kebijakan akuntansi mengenai pengakuan pendapatan kontrak dan beban kontrak PT Brantas Abipraya pada umumnya telah dilaksanakan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 34 mengenai Akuntansi Kontrak Konstruksi, namun demikian ditarik beberapa sub simpulan antara lain, yaitu: (1) perusahaan menganut asas konservatif dalam hal pengakuan eskalasi (penyimpangan dalam kontrak) dan klaim; (2) dalam melakukan joint venture, bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan adalah Pengendaliaan Bersama Operasi (Jointly Controlled Operations) baik secara integrated maupun secara job allocations (separated).Kebijakan Pajak Penghasilan Perusahaan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Prosedur Pelaksanaan Pajak Penghasilan PT Brantas Abipraya (Persero) pada umumnya telah dilaksanakan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku, namun terdapat beberapa aspek yang belum diatur dan dimuat di dalam prosedur tersebut; penerapan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 239/KMK.01/1996 pada prakteknya di lapangan masih sering menimbulkan kebingungan pada Perusahaan Konstruksi. Aktivitas joint operation (dalam akuntansi dikenal dengan joint venture) bukan merupakan subjek Pajak Penghasilan Badan. Kebijakan Pajak Pertambahan Nilai Perusahaan dapat disimpulkan sebagai berikut: Prosedur Pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai PT Brantas Abipraya (Persero) pada umumnya telah dilaksanakan sesuai peraturan perpajakan yang berlaku, namun terdapat beberapa aspek yang belum diatur dan dimuat di dalam prosedur tersebut. Simpulan lainnya menyebutkan bahwa faktor utama PT Brantas Abipraya cenderung selalu mengalami kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai adalah karena sebagian besar penyerahan jasa konstruksi PT Brantas Abipraya dilakukan kepada Pemungut PPN atas proyek pemerintah dan belum memadainya peraturan pajak yang mengatur aspek Pajak Pertambahan Nilai joint venture. Hasil penelitian menyarankan kepada Praktisi dalam hal ini perusahan yang bergerak di bidang konstruksi agar melaksanakan kebijakan akuntansi pengakuan pendapatan eskalasi dan klaim sesuai dengan PSAK Nomor 34 mengenai Akuntansi Kontrak Konstruksi; memperbaiki prosedur pelaksanaan Pajak Penghasilan dan prosedur pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai. Saran yang penting untuk perusahaan konstruksi adalah agar melakukan rekonsiliasi dan ekualisasi antara omset menurut laporan keuangan dengan penyerahan kena pajak yang dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai setiap tiga bulan sekali. Saran kepada Pemerintah adalah agar menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai mekanisme pengkreditan Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah dan mekanisme pengembalian kelebihan pembayaran PPh badan atas perusahaan yang melaksanakan proyek pemerintah yang dananya dibiayai oleh bantuan atau pinjaman luar negeri. Karena pengaturan mengenai aktivitas joint venture (khususnya jointly controlled operations) yang ada hanya berupa surat Direktur Jenderal Pajak, maka disarankan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk: menerbitkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak mengenai Pelaksanaan Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas aktivitas joint venture, khususnya aktivitas jointly controlled operations . Hasil penelitian juga menyarankan kepada akademisi dan peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang lebih terfokus kepada faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan antara pendapatan yang diakui di dalam laporan keuangan denga penyerahan kena pajak yang dilaporkan di dalan SPT Pajak Pertambahan Nilai."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T24537
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Surahman
"Insentif pajak mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan kegiatan dunia usaha dan dalam rangka menarik datangnya investasi ke Indonesia, tetapi disadari bahwa insentif pajak bukanlah faktor penentu masuknya investasi, akan tetapi insentif pajak merupakan salah satu daya tarik bagi investasi. Jadi pemberian insentif pajak untuk mendorong peningkatan investasi tersebut harus menarik dan dapat bersaing dengan pemberian insentif negara lain khususnya di Asia Tenggara, disertai dengan perbaikan dan peningkatan semua faktor yang dapat menghambat datangnya investasi, dan mengurani semua faktor yang dapat menghambat datangnya investasi. Pemberian insentif pajak juga harus berdasarkan undang-undanng dan tidak boleh bertentangan secara vertikal maupun horizontal, serta mudah diterapkan dalam pelaksanaannya.

Tax incentives has very important role for the continuation of business world activities and in the framework of attracting the coming of investments in Indonesia, but it is realized that tax incentives is one of the attracting factors for investment entry, nevertheless tax incentives is one of the attracting factors for investment. Therefore providing tax incentives to encourage that investment improvement mus be attractive and competitive through the giving of other country incentives particularly in Southeast Asia, accompanied by fixation and improvement on all supportive factors for investment entries, and reducing all factors capabel to hamper the investment entries. Giving tax incentives also must be based on the laws adn must not be contravening vertically as well as horizontally, as well as easy to be applied in its implementation.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25209
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irhas Surahman
"Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai institusi pemerintah sangat menyadari pentingnya peningkatan kualitas sumber daya manusia dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan. Salah satu langkah BPKP untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah dengan mencanangkan sebuah program pengembangakan budaya kerja. Pengembangan budaya kerja ini ditempuh melalui pelatihan mind shifting. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran bagaimana pelatihan mind shifting berperan dalam pengembangan budaya kerja di lingkungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan pusat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Penulis menemukan bahwa peran pelatihan mind shifting tersebut digunakan untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai program pengembangan budaya kerja yang sedang dijalankan di lingkungan BPKP. Prosesnya melalui internalisasi nilai-nilai PIONIR (profesional, independen, orientasi pada pengguna, nurani dan akal sehat, integritas, responsibel ? akuntabel) yang menjadi nilai-nilai bersama BPKP dalam upaya mengembangkan budaya kerjanya.

The Financial and Development Supervisory Board as governmental institution realize increasing the quality of its resource in running fundamental duty and function in auditing and development is important. Therefore, one of the way that The Financial and Development Supervisory Board mentioned is with a cultural development program of work. Directly, culture work has hand in glove bearing with environment and values influencing a view of life. The development of culture work also concerning mind set. Culture work development is executed through mind shifting training. This research?s purpose is to give description about how mind shifting training share in culture work development in The Financial and Development Supervisory Board. The author found that that mind shifting training used to give furthermore understanding of culture work development program which is running in The Financial and Development Supervisory Board. Its Process came through by injecting some kind of values. Those values such as professional, independent, orient at] consumer, common sense, integrity, responsible ? accountable becoming values of The Financial and Development Supervisory Board in developing its culture work."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Surahman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S29665
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedi Surahman
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T40185
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hedi Surahman
"Program iodisasi garam dengan cara fortifikasi iodium ke dalam garam merupakan cara yang paling tepat guna dan ekonomis untuk menanggulangi masalah gangguan akibat kekurangan iodium. Tetapi dalam perkembangannya ada beberapa isu yang menyatakan bahwa penggunaan garam ber-iodium tidak efektif karena kadar iodiumnya akan berkurang bahkan hilang bila dicampur dengan bumbu dapur.
Untuk mengetahui lebih jauh keberadaan iodium dalam bumbu dapur perlu diadakan penelitian dengan menggunakan beberapa metode analisis yang lebih sensitif dibanding metode yang pernah dilakukan (lodometri) karena banyaknya senyawa kimia dalam bumbu dapur yang berinteraksi dengan iodat. Metode X-ray Fluorescence digunakan untuk menganalisis secara total kandungan iodium dalam suatu sampel. Metode ini dapat digunakan dalam menganalisis iodium dalam berbagai spesies baik itu dalam bentuk iodida, iodat, iodium dan bentuk kompleks. Metode X-ray Fluorescence sangat sensitif dalam menganalisis suatu unsur yaitu sampai kisaran ppm. Dalam penelitian ini selain metode X-ray Fluorescence juga dilakukan pengujian menggunakan metode iodometri dengan maksud untuk mengetahui sejauh mana hasil yang diperoleh dengan metode ini.
Metode X-ray Fluorescence dilakukan dengan cara mencampurkan sekitar 25 gram garam NaCl yang mengandung sekitar 480 ppm kalium iodat dengan masing-masing 25 gram bumbu dapur (cabe, ketumbar dan merica). Campuran ini kemudian dilarutkan dengan aquades menjadi 100 ml dan dianalisis dengan alat X-ray Fluorescence. Intensitas yang dihasilkan dari unsur iodium dalam campuran bumbu dapur dan garam iodat dibandingkan dengan intensitas unsur iodium larutan standar iodat yang diketahui konsentrasinya menggunakan perhitungan regresi linier. Hasil yang diperoleh dari pengujian ini adalah untuk bumbu cabe terjadi penurunan iodat sekitar 12,84 %, bumbu ketumbar sekitar 6,42 % dan merica sekitar 1,14 %.
Metode iodometri dilakukan dengan cara melarutkan 62,5 gram masing-masing bumbu dapur (cabe, ketumbar dan merica) ke dalam 500 ml aquades. Larutan ini disaring dan hasil saringan diambil 10 ml kemudian ditambahkan 1 gram NaCl dengan variasi konsentrasi iodat. Campuran ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Hasil yang diperoleh dibandingkan dengan sampel garam tanpa penambahan bumbu dapur. Dari hasil perbandingan ternyata pada konsentrasi iodat sekitar 470 ppm terjadi penurunan untuk masing-masing bumbu dapur yaitu cabe sekitar 75,5%, ketumbar 51,43% dan merica 20,99%.
Perbedaan penurunan iodat dalam bumbu dapur dari kedua metode ini disebabkan karena perbedaan prinsip dan fungsi dari metode. lodometri hanya dapat menganalisis iodium dalam bentuk iodat saja sedangkan dalam matrik bumbu dapur yang mengandung senyawa-senyawa kimia kemungkinan iodat berada dalam beberapa bentuk senyawa . X-ray Fluorescence dapat menganalisis iodat dalam beberapa bentuk senyawa iodium sehingga matrik bumbu dapur yang begitu kompleks tidak menjadi masalah."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49250
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mochamad Anwar Surahman
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2614
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>