Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 19 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistyawati
"ABSTRAK
Penelitian ini mengarahkan perhatian pada masalah perubahan kebudayaan, terutama melihat perubahan yang terjadi pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Kita mengetahui bahwa kebudayaan suatu masyarakat senantiasa mengalami perubahan. Pengertian perubahan kebudayaan dalam kajian ini adalah suatu proses pergeseran, berupa pengurangan, atau penambahan unsur-unsur sistem budaya karena adanya penyesuaian dengan kondisi lingkungan. Ini dapat terjadi karena adanya dinamika dalam masyarakat itu sendiri, dan karena interaksi dengan pendukung kebudayaan lain. Hal ini berlaku dan terwujud pula pada Masyarakat Bali yang banyak dipengaruhi oleh lingkungan sosial yang selalu berubah, karena daerah tersebut cukup banyak dikunjungi wisatawan. Sehubungan dengan perubahan itu, penelitian ini terfokuskan pada arsitektur rumah tinggal tradisionalnya. Arsitektur merupakan salah satu wujud budaya yang memuat unsur-unsur sistem budaya. Arsitektur tradisional Bali amat terkait dengan sistem budayanya seperti unsur kepercayaan, pengetahuan, nilai, aturan, dan norma.
Beberapa pakar berpendapat bahwa kebudayaan Bali telah banyak berubah, perubahan itu telah sampai kepada hal-hal yang amat mendasar misalnya perubahan pada sistem nilainya. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa walaupun gelombang pengaruh luar yang begitu besar melanda budaya Bali, tetapi pengikisan budaya yang dikhawatirkan itu tidak terjadi. Hubungan dengan dunia luar itu malahan menyebabkan mereka semakin bergairah mencari dan mempertahankan identitasnya. Perbedaan pandangan inilah yang merupakan salah satu faktor yang mendorong penulis untuk meneliti masalah seperti berikut ini.
Masalah pokok penelitian ini telah dirumuskan dalam beberapa pertanyaan (research questions). Apakah wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali di Desa Adat Kuta telah mengalami perubahan yang cukup berarti? Apakah perubahan itu terjadi pada keseluruhan unit bangunan atau hanya pada unit tertentu saja. Kalau telah terjadi perubahan, faktor-faktor apa yang telah mempengaruhinya. Apakah perubahan arsitektur itu disebabkan oleh perubahan sistem budaya secara mendasar ?
Penelitian bertujuan untuk mengetahui pola perubahan dan faktor yang mempengaruhi wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Variabel yang dipakai adalah variabel tergantung dan variabel bebas. Variabel tergantung pada arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah penentuan pola dan orientasi, bentuk dan struktur, bahan, ukuran, fungsi, upacara, nilai sakral dan nilai profan, konsultasi dengan ahli dan sembilan pendaerahan. Variabel bebas terdiri dari pendidikan, mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan.
Untuk menunjang masalah di atas, penulis berpangkal pada hipotesis berikut ini. Perubahan pada wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali dipengaruhi oleh perubahan sistem budayanya. Namun perubahan pada arsitektur itu tidak selalu sejalan dengan perubahan sistem budaya. Perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali hanya terjadi pada unit-unit tertentu saja. Faktor pendidikan, mata pencaharian, tingkat kakayaan dan luas pekarangan berpengaruh terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali.
Lokasi penelitian adalah Desa Adat Kuta dengan melihat tiga banjar dengan ciri-ciri tersendiri yaitu dekat pantai, pusat desa dan dekat pertanian. Pengambilan sampel dengan cara sistematik sebanyak 103 responden. Data dikumpulkan dengan teknik observasi, wawancara berstruktur, wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Data dianalisis secara deskriptif, dan uji Chi-Square (X2).
Penelitian ini memperoleh beberapa temuan. Wujud arsitektur rumah tinggal tradisional Bali umumnya sudah mengalami perubahan pada tingkat sedang. Berbagai aspek arsitektur mengalami perubahan mulai dari tingkat besar sampai tingkat kecil. Urutan tingkat perubahan itu mulai dari bahan bangunan, alat ukur, bentuk dan struktur, sembilan pendaerahan (Nava sanga), konsultasi dengan ahli (Tri pramana), nilai sakral dan nilai profan (Tri loka), fungsi, pola dan orientasi dan upacara. Unit bangunan yang mengalami perubahan seperti lumbung (jineng), ruang tidur kakek nenek (bale dangin), ruang tidur bujang (bale daub), dapur (paon), ruang tidur gadis (bale data), tempat upacara dan menerima tamu (bale delod), pintu gerbang (pemesuan), tempat sembahyang (meraian). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perubahan sistem budaya pada masyarakat Desa Adat Kuta lebih lambat daripada perubahan wujud atau benda budayanya. Perubahan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan arsitektur rumah tinggal tradisional Bali. Namun jika dilihat dari aspek tertentu maka faktor pendidikan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi dengan ahli (Tri pramana) dan aspek upacara. Tingkat kekayaan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi, sedang luas pekarangan berpengaruh nyata terhadap aspek konsultasi.
Berbagai alternatif yang mungkin menunjang kelestarian wujud budaya arsitektur rumah tinggal tradisional Bali adalah pembinaan masyarakat. Dalam pelestarian arsitektur rumah tinggal tradisional Bali tidak perlu dibedakan tingkat pendidikan, jenis mata pencaharian, tingkat kekayaan dan luas pekarangan yang ditempati.
Berdasarkan temuan penelitian, kasus Bali bisa dijadikan model untuk meneliti, menyimak atau mengelola masyarakat daerah lain yang berkaitan dengan kepariwisataan.

ABSTRACT
The members of tourist coming to Bali are increasing every year. The tranquil atmosphere, the unique culture ingrained in the Balinese way of life, the white sandy beaches and of course the excellent facilities for staying, made Bali extremely attractive for travelers who either travel for pleasure or intend to combine both business and pleasure.
The relatively small size of the island is also very convenient for those who do not have much time for leisure, but are anxious to know more about other people's culture. In less than a day's sweep, with a car, one can cover almost the entire island and see that is worth seeing. It is true that tourists bring about prosperity. But with the arrival of tourist inevitably, come along ideas about life and living.
The question now arises: To what extend do these foreign ideas affect the Balinese way of life, attitudes and traditionally accepted values?
Some scholars suggested that tourism has shaken Balinese tradition to its very foundation. Changes are already there and quite obvious for every one to see. Other scholars disagreed, commenting that in spite of assaults by tourism, Bali tradition stood its ground on its solid foundation. This second group of scholars voiced the opinion the Balinese tradition and culture are almost unblemished, and is fully capable of protecting its from foreign influence.
It is in the wake of these two opposing views that this research in this thesis has been carried out. The investigation was focused on the village of Kuta, which is most frequented by foreign tourist, who are not prepared to stay in luxury hotels. They rather stay in the homes of the villagers. It is here that foreigners mixed deeply with the natives and so where exchange of ideas are expected most to occur.
The author does not pretend that she will come up with a clear-cut answer to the question of change. But if the investigation is carried out well, it is expected that it will throw some light into the problems of change in attitudes and values, which will ultimately manifest in the changes in the physical environment of the village.
The result of the investigation clearly showed that minor changes did take place, especially in the functions of the element of the Balinese home in Kuta, which is obviously due to outside influence and education.
As might have been know, a Balinese home consists of two parts. One part is the family temple and the other is the family quaters. Both parts are found on one yard surrounded by a wall. The family quater consists of six buildings, where each building is assigned a special function. One building functions as the sleeping quater of the head of the family, another building where the girls of the family spend the nights, then you have the quater for the boys; further there is the building where the family receive guests and carry out ceremonies; then there is the kitchen and finally the barn where the harvest and farming tools are stored.
With greater involvement of the villagers in Kuta with tourism more and more farmers transformed their homes into inns by altering the architectural style of the buildings to suit new demands. Separate rooms have to be constructed, complete with bath and rest rooms in order to guarantee privacy for the guests. Needless to say, that all these modifications resulted in changes in many different ways to the traditional Balinese home, because the former traditional farmer is now an innkeeper.
Changes in the style and architecture of the Balinese home come together with progress. Nobody can prevent progress from changing society. Changes that come too fast, may put society off balance, and so will cause disturbances. May the changes that take place in Balinese society do not create instabilities.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sulistyawati
"The land in Gedangsari Subdistrict area composes of limestone. Many local people consume drinking water from wells that contain high levels of calcium.
Many people suffer from urolithiasis. This study aimed to describe calcium or Ca(OH)2 distribution in the well water and explain its relation with urolithiasis incidence.
This study was conducted in Gedangsari Subdistrict, Gunung Kidul District from July to November 2013. The study was cross sectional confirmed
with titration test in laboratory. Samples were 94 wells of 3,849 well population as selected randomly. Criteria of sample selection included wells used for drinking
by the population aged older than 30 years already, with less than 15 meter of depth. Laboratory test of Ca (OH)2 level was conducted by titration. Suspect
urolithiasis was clinically diagnosed by doctor and data analysis used chi-square test. Results showed relation between water hardness and urolithiasis (RP
= 2.27), although statistically not significant. In conclusion, there was no relation between mineral water consumption, age, and length of stay with urolithiasis
incidence in Gedangsari Subdistrict, Gunungkidul District.
Tanah di wilayah Kecamatan Gedangsari mengandung batuan kapur. Masyarakat di daerah ini banyak yang mengkonsumsi air minum dari sumur gali yang
mengandung kadar kalsium tinggi, dan banyak yang menderita urolitiasis. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi kalsium atau
Ca(OH)2 pada air sumur dan menjelaskan hubungannya dengan kejadian urolitiasis. Penelitian dilakukan di Kecamatan Gedangsari, Kabupaten Gunungkidul
selama Juli sampai November 2013. Penelitian dilakukan secara potong lintang dengan konfirmasi uji titrasi di laboratorium. Sejumlah 94 sampel sumur dipilih
secara acak dari populasi 3.849 sumur. Kriteria pemilihan sampel adalah sumur gali yang telah digunakan untuk minum oleh penduduk berusia lebih dari
30 tahun, dengan kedalaman kurang dari 15 meter. Pemeriksaan laboratorium kadar kalsium dilakukan dengan titrasi. Dugaan urolitiasis didiagnosis melalui
pemeriksaan klinis oleh dokter. Data dianalisis dengan uji kai kuadrat. Hasil analisis menunjukkan hubungan antara kesadahan air dengan urolitiasis (RP=
2.27) namun tidak bermakna secara statistik. Konsumsi air putih, usia, dan lama tinggal tidak berhubungan dengan kejadian urolitiasis di Kecamatan
Gedangsari Kabupaten Gunungkidul."
Ahmad dahlan university, faculty of public health, 2016
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rr. Sulistyawati
"The Usage of Hakka Chinese-Language at Singkawang West Kalimantan : A study towards Hakka Chinese-Language and Indonesian LanguageFocus of this sociolinguistic study is the usage of Hakka language at Singkawang, pointed out to the backgorund factors that resulting the language as daily language of Chinese ethnic bilingual society. At the local area, Hakka language is well known as Khek language, and the people also named themselves as Khek people. This ethnic group is already lived in Singkawang city by century, even, according to history they're already lived there since XVI century.
Study towards the usage of language by Chinese bilingual, is being carried out by utilizing 'ranah' concept which first popularized by Fishman, covering the usage of language in family, education, working, goverment, neighbourhood, trade, and religious ranah. Things that need to be pointed out are: Do bilingual Chinese ethnic always use Hakka Chinese-language, more often talks in Chinese language, both use Chinese and Indonesia Ianguage in the same proportion, more often talks in Indonesia language or always use Indonesian language to communicate each other.
Other factors that being considered as mind-influencing factor in choosing the language are sex, age, level of education, permanent-living time and homogeneity. Sex is divided into male and female; age is divided into less than 30 and more than 30. Level education can be broke down into Elementary, High School, and University level. Permanent-living time is seen from the time they start to live in the city, which is divided into two times : before aculturation process promoted by government in 1977 and after 1977. Homogenity covered the surrounding neighbourhood of Chinese ethnic group, do they all hang out with Chinese ethnic, Chinese friends are more than Indonesian, amount of Chinese friends are in equal with Indonesian, Chinese friends are lesser than Indonesian or all their friends are Indonesian?
According to the study, the usage of Hakka Chinese-language and Indonesian language by Singkawang Chinese bilingual is generated by :
1. The level of education (higher/lower)
2. Permanent living time in the city
3. Homogenity
If the Hakka Chinese ethnic bilingual person only enjoyed elementary-level education, living in the city before year 1977 and always get together with Chinese ethnic group, so he has a tendency to speak in Chinese rather than in Indonesia language, and vice versa. Those facts are being gathered from the questionnaire, interview and undercover observation data, which the result is being calculated qualitatively by using T. Student on level of confidence 95%."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rini Sulistyawati
"Persoalan realitas media hingga kini masih menjadi perdebatan panjang. Media tidak hanya sekedar menghadirkan realitas berita ke hadapan publik pembacanya, melainkan juga menyertakan sejumlah penilaian atau evaluasi atas fakta berita yang dikonstruksikan dalam kemasan sikap (politik) tertentu. Hal ini tentunya tidak lepas dari kepentingan-kepentingan pers yang senantiasa dikaitkan dengan misi dan visi institusional, peran pers sebagai Iembaga ekonomi, medium dan pemroduk informasi.
Dalarrl peristiwa Sidang Interpelasi Iran dengan agenda utama maminta keterangan (klarifikasi) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono PBB Nomor1747 tentang pemberlan sanksi perekonomian yang lebih luas kepada Iran, karena dianggap melakukan pengayaan uranium untuk tujuan senjata pemusnah, akan terlihat sekali bagaimana Republika, Kompas dan Jurnal Nasional mengkonstruksi berita sesuai dengan cara pandang (frame)-nya masing-masing. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perbedaan frame media dalam mengkonstruksi berita seputar Sidang Interpelasi Iran, pada 10 Juli 2007. Dengan mengetahui perbedaan cara pandang (Fame) media, akan diketahui bagaimana orientasi politik media berdasarkan kepentingannya masing-masing.
Penelitian ini menggunakan metode analisis framing, yang menekankan pada penonjolan kerangka pemikiran, perspektif, konsep, dan klaim interpretatif masing-masing media dalam rangka memaknai obyek wacana. Unit observasi yang diteliti adalah laporan utama, sebab laporan utama berisi peristiwa penting yang harus sesegera mungkin diketahui pembaca.
Haail penelitian menunjukkan bahwa Republika, Kompas, dan Jurnal Nasional memiliki cara pandang (frame) yang berbeda. Republika memaknai lnterpelasi Iran tidak membuahkan hasil apapun. Langkah DPR untuk meminta keterangan Presiden SBY terkait kebijakannya mendukung Resolusi DK PBB Nomar 1747 yang sudah berlangsung selama tiga bulan lebih menjadi sia-sia. Hal itu tercermin melalui penegasan Republika bahwa Rapat lnterpelasi tidak menghasilkan keputusan Penerimaan atas penolakan dari DPR, Sebaeai koran komunitas Muslim. Republika merasa berkepentingan untuk menyuarakan aspirasi publik pembacanya yang mayoritas adalah Muslim.
Kompas memaknai Interpelasi Iran sebagai ajang perdebatan antara anggota DPR yang menerima (pro) terhadap ketidakhadiran Presiden di DPR dan anngota DPR yang menolak (kontra) dan kecewa atas ketidakhadiran Presiden. Frame yang dimunculkan di hadapan khalayak adalah kontroversi diantara anggota DPR yang pro dan anggota DPR Yang kontra dengan argumen yang sama besarnya. Pendapat yang pro dan kontra ditampilkan dengan detail yang sama. Frame semacam ini menunjukkan juga bahwa Kompas nampaknya cukup berhati-hati dalam menilai peristiwa tersebut. Pihak-pihak yang berpendapat dibiarkan tanpa pemaknaan dari media bersangkutan.
Sementara Jurnal Nasional mempunyai frame yang berbeda dengan Kompas dan Republika. Dalam frame Jurnal Nasional Sidang lnterpelasi Iran telah selesai karena DPR telah memahami dan menerima jawaban Presiden melalui para Menteri pada Paripurna DPR, 10 Juli 2007. Artinya, masalah Interpelasi tidak perlu dipersoalkan lagi.
Persoalan realitas media massa tidaklah sesederhana yang dibayangkan Kompleksitas kerja media semakin rumit di kala berbagai kepentingan berupaya mempengaruhi atau menekan media. Kiranya lebih bermanfaat bila intern dan ekstern pers memadukan asumsi dasar paradigma strukturai dan kultural, dengan harapan memungkinkan mendorong terwujudnya pers yang independen."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T17373
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliana Sulistyawati
Universitas Indonesia, 2009
T25216
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Endang Sulistyawati
"ABSTRAK
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang harus dikuasai
sebagai Iandasan pengembangan teknologi. Dalam dunia pendidikan,
matematika mempunyai peran yang penting dalam mengembangkan
kemampuan berpikir logis. Demikian pentingnya matematika, sehingga
diajarkan seoara luas melalui berbagai jenjang pendidikan dari Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Umum, salah satunya adalah SMU.
Diharapkan pelajaran matematika di SMU menjadi Iatar belakang yang
cukup untuk memuIai pendidikan akademik.
Di Indonesia matematika merupakan salah satu mata pelajaran
yang dijadikan acuan untuk memasukkan siswa pada jurusan tertentu sesuai
dengan bakat, kemampuan maupun minat siswa. Pada kurikulun tahun
1994, tidak terdapat pelajaran matematika untuk jurusan IPS. Dengan
dikurangi atau ditiadakannya peIajaran matamatika di SMU, ini berarti
mengurangi kesempatan siswa untuk memilih bidang keahliannya.
Disamping itu, pada saat ini dimana siswa jurusan IPA maupun IPS
mempunyai kesempatan yang sama dalam memilih jurusan di perguruan
tinggi. Pada seleksi ujian masuk perguman tinggi, pelajaran matamatika
dijadikan salah satu persyaratan ujian. Hal ini akan mengurangi daya saing
siswa jurusan IPS yang tidak mendapatkan pelajaran matematika
dibandingkan dengan siswa jurusan IPA.
Berdasarkan fenomena yang ada, didapat gambaran bahwa dengan tidak
adanya pelajaran matematika pada jurusan IPS, seringkali pemilihan jurusan IPS yang dilakukan oleh siswa karena menghindar dari pelajaran
matematika.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah terdapat
perbedaan persepsi kebermaknaan matematika antara siswa SMU jurusan
IPA dan jurusan IPS. Hipotesa yang diuji adalah tardapat perbedaan yang
signifikan antara persepsi kebermaknaan matematika siswa jurusan IPA dan
jurusan IPS. Alat yang digunakan adakah kuesioner yang berbentuk skala.
Teori yang digunakan adalah teori persepsi, yang menjelaskan mengenai
pengertian persepsi, serta hal-hal yang berhubungan dengan proses
terjadinya persepsi. Kemudian dijeIaskan pula mengenai teori matematika,
yaitu tentang pengertian matematika, peranan matematika dalam kehidupan
yang terdiri dari empat tujuan utama yaitu tujuan kebermanfaatan, tujuan
sosial, tujuan budaya serta tujuan pribadi. Dilanjutkan dengan teori
kebermaknaan matematika yang merupakan implementasi dari ke empat
tujuan utama matematika.
Subyek penelitian yaitu siswa jurusan IPA dan IPS. Pengambilan sampel
dilakukan secara incidental sampling, di bimbingan belajar Ganesha cabang
Rawamangun. Alat yang digunakan dalm penelitian ini yaitu kuesioner
tentang persepsi kebermaknaan matematika yang berbentuk skala.
Pengolahan data penelitian dilakukan dengan teknik statistik deskriptif.
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan
yang signifikan terhadap persepsi kebermaknaan matematika antara siswa
jurusan IPA dan jurusan IPS.
Terdapat beberapa saran yang dapat dilakukan, yaitu dilakukan
penyempurnaan alat, dilakukan kontrol terhadap variabel-variabeI yang
berpengaruh terhadap penelitian sepeti kecerdasan, sikap, minat maupun
guru matematika. Disarankan pula sampel penelitian diambil dari siswa SMU
kelas II yang belum dijuruskan pada jurusan IPA dan IPS sehingga sesuai
dengan tujuan peneIitian."
1998
S2498
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Sulistyawati
Jakarta : Salemba Medika, 2014
362.4 ARI d (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>