Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 16 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulistyaningsih
Abstrak :
Dalam Praktek dunia perekonomian dan perdagangan, yang menyangkut perjanjian utang piutang, permodalan, maupun perbankan, dikenal suatu lembaga jaminan yang di dasarkan kepada kepercayaan yaitu Fiduciaire Eigendoms Overdracht (FEO) yang dikenal dengan nama "fiducia". Lembaga jaminan Fiducia ini hidup dalam masyarakat karena masyarakat menginginkan adanya semacam jaminan dimana benda/barang bergerak yang di jaminkan tetap dipegang oleh pemiliknya yang menjaminkan benda itu (debitur) untuk dipergunakan dalam menjalankan usahanya di bidang perekonomian dan perdagangan. Namun, konstruksi hukum seperti ini mengakibatkan masyarakat umum tidak mengetahui secara pasti status/posisi benda yang dijaminkan tersebut, karena seolah - olah barang tersebut adalah milik debitur sesuai dengan asas yang terkandung dalam pasal 1977 KUH Perdata yang mengatakan bahwa penguasaan (bezit) adalah alas hak yang sempurna. Perlindungan hukum yang memadai sangat diperlukan bagi pemberi modal (kreditur) dalam penjaminan fiducia, di mana oleh Undang- Undang Tentang Jaminan Fiducia Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 diakomodir sehingga diharapkan dapat meningkatkan kepastian dan kepercayaan kreditur terhadap lembaga jaminan fiducia. Adapun perlindungan hukum itu berupa adanya institusi pendaftaran untuk mendaftararan benda yang dibebani sebagai jaminan fiducia, pemberian titel eksekutorial dalam proses eksekusi, dan ketentuan pidana bagi pelanggaran atau cidera janji. Lahirnya Undang-Undang ini sendiri juga merupakan perkembangan hukum yang menggembirakan bagi eksistensi hukum lembaga jaminan fiducia karena selama ini lembaga fiducia diakui berdasarkan yurisprudensi dan hanya diatur secara sporadis sebagaimana diatur dalam Undang-Undang no 16 Tahun 1985 dan Undang-Undang No. 4 Tahun 1992. Diharapkan dengan lahirnya Undang-Undang Tentang Jaminan Fiducia ini dapat memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi para pihak dan pihak yang berkepentingan dalam lembaga penjaminan fiducia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2000
S20615
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwita Sulistyaningsih
Abstrak :
Sehubungan latar belakang dan kondisi Indonesia saat ini, diversifikasi energi sudah saatnya dilakukan dengan lebih intensif. Indonesia merupakan negara dengan sejumlah besar gunung api yang memiliki sumber daya energi panas bumi dalam jumlah melimpah. Pengembangan sumberdaya panas bumi memerlukan investasi yang cukup besar, sehingga pengembangannya relatif sangat lambat, namun demikian ia memiliki keunggulan yaitu emisi CO2 yang sangat rendah. Protokol Kyoto disusun untuk menentukan target dan cara-cara penurunan konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) dunia. Di dalam Protokol tersebut telah disepakati bahwa sebagai langkah awal stabilisasi konsentrasi GRK negara-negara maju akan menurunkan emisi GRK sedikitnya sebesar 5% dari tingkat emisi tahun 1990. Penurunan tersebut ditargetkan akan tercapai sekitar tahun 2008-2010. Target penurunan emisi tersebut bersifat mengikat (Legally Binding) bagi negara-negara maju. Negara-negara berkembang tidak memiliki obligasi untuk menurunkan emisinya. Mekanisme Pembangunan Bersih atau Clean Development Mechanism (CDM) adalah mekanisme dalam Kyoto Protokol berupa kerangka multilateral yang memungkinkan negara maju melakukan investasi di negara berkembang untuk mencapai target penurunan emisinya. Negara berkembang berkepentingan dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Kerangka tersebut dirancang untuk memberikan aturan dasar bagi kegiatan proyek yang dapat menghasilkan pengurangan emisi yang disertifikasi (Certified Emission Reduction CER). Mekanisme ini merupakan partisipasi negara-negara berkembang untuk terlibat aktif dalam protokol ini. Dari segi bisnis, pengesahan Protokol Kyoto akan menarik investasi baru melalui Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism/ CDM} dimana kegiatan investasi itu akan memberikan dana tambahan atau insentif sebagai kompensasi atas pembatalan emisi GRK karena proyek tersebut dilaksanakan pada sektor-sektor yang mampu menekan emisi atau meningkatkan penyerapan karbon. Oleh karena itu, bagaimana energi panas bumi dapat berkembang dalam kondisi lingkungan global ini. Penelitian aplikasi mekanisme CDM pada PLTP Panasbumi ini melihat berapa besar insentif CDM tersebut dalam mendukung pengembangan proyek PLTP Panasbumi dari segi ekonomi serta tatanan kelembagaan yang ada pada sektor energi. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran ekonomi proyek PLTP panasbumi dari insentif CDM yang didapatkan, yaitu dengan cara mendapatkan besar reduksi emisi CO2 PLTP Panasbumi terhadap baselinenya dan mendapatkan perhitungan ekonomi proyek PLTP tersebut, serta tatanan kelembagaannya saat ini.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kontribusi insentif CDM pada PLTP Panasbumi untuk mendukung diversifikasi energi serta pembangunan berkelanjutan sebagai pertimbangan meratifikasi Protokol Kyoto. Hipotesis dari penelitian ini adalah bahwa kontribusi insentif CDM mampu meningkatkan faktor ekonomi PLTP Panasbumi untuk mendukung perkembangan energi panas bumi sebagai salah satu mekanisme pengelolaan global perubahan iklim, namun tidak cukup besar untuk mempercepat pergembangan PLTP Panasbumi. Kelembagaan pemerintah, masyarakat dan swasta berperan dalam mekanisme CDM. Penelitian ini merupakan penelitian non-eksperimental atau penelitian deskriptif-analitik dengan menggunakan metode survey dan ekspos fakto. Penelitian deskriptif merupakan penelitian untuk mengumpulkan informasi mengenai status gejala yang ada, pada saat penelitian dilakukan. Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu, tetapi hanya menggambarkan apa adanya tetang variabel-variabel, gejala atau keadaaan. Variabel yang satu tidak dihubungkan dengan variabel yang lain, tetapi ingin mengetahui keadaan masing-masing variabel secara lepas, pengumpulan data kualitatif (survey dan wawancara mendalam) dengan dilengkapi data kuantitatif sejumlah sampel dari populasi dalam suatu penelitian, akan saling melengkapi, memperluas ruang lingkup dan kedalaman studi atau kajian. Berdasarkan hasil dari pembahasan data yang diperoleh dari penelitian ini, maka kesimpulan yang diperoleh adalah:
  1. Besar emisi gas CO2 PLTP Panasbumi diperhitungkan dari jumlah kandungan gas yang tidak terkondensasi (non-condensable gas) dalam sejumlah uap yang dikonsumsi untuk membangkitkan listrik 100 MW. Pada tahun 2003 sebanyak sekitar 23.894 ton gas CO2 setiap tahun diemisikan dari menara pendingin PLTP Panasbumi. Dibandingkan dengan pembangkit listrik untuk menghasilkan listrik yang sama, sistem Jawa-Bali mengemisikan gas CO2 sebanyak 722.365 ton. Dengan demikian PLTP Panasbumi mampu mereduksi sebanyak 698.471 gas CO2 setiap tahun untuk kapasitas 100 MW.
  2. Dengan berkembangnya pasar untuk perdagangan karbon yang telah dilakukan di Eropa saat ini, setiap ton CO2 dihargai antara 5 hingga 10 dollar Amerika. Dengan reduksi emisi CO2 setiap tahunnya, maka PLTP Panasbumi berpotensi untuk mendapatkan insentif CDM sebesar hampir sekitar 3,5 hingga 7,0 juta dollar Amerika setiap tahunnya, atau 100 hingga 200 juta dollar Amerika selama masa kontrak produksinya (30 tahun). Hal ini yang disebut sebagai Certified Emission Reduction (CER) dalam mekanisme Clean Development Mechanism (CDM) pada Kyoto Protokol. Insentif CDM ini mampu meningkatkan IRR 1,5% yaitu dari 15,3% menjadi 16,8% bila dibandingkan dengan tidak adanya CDM, serta meningkatkan NPV sebesar 15,9 juta dollar Amerika yaitu dari 56,8 juta dollar Amerika menjadi 72,7 juta dollar Amerika dengan asumsi pajak CDM sebesar 10%. Mengingat kondisi perpajakan yang berbeda dengan kontrak PLTP Panasbumi, maka pajak CDM tidak dimasukkan dalam perhitungan earning perusahaan, sehingga insentif CDM ini tidak cukup besar untuk dapat mempercepat perkembangan PLTP Panasbumi. Selain itu, jumlah insentif CDM tidak cukup signifikan dibandingkan dengan besar investasi yang harus ditanamkan, namun demikian CER tersebut cukup mampu untuk merangsang perkembangan panas bumi di Indonesia. CDM bila dilihat dari segi energi, mampu meningkatkan tingkat pengembalian bunga investasi proyek atau IRR sebesar 1.5%. Kontribusi ini relatif kecil ketika kepentingan komitmen atas penurunan GRK untuk menekan dampak perubahan iklim dunia terhadap mahluk hidup mulai dirasakan. Sehingga jenis energi yang rendah emisi, terbarukan serta memiliki efisiensi tinggi menjadi pilihan perkembangan diversifikasi energi dimasa mendatang.
  3. Kementerian Lingkungan Hidup yang merupakan focal point dari mekanisme CDM Kyoto Protokol sangat mendukung dan aktif mendorong terciptanya kelembagaan dan perangkat kesiapan implementasi CDM serta ratifikasi Kyoto Protokol. Tatanan kelembagaan CDM di sektor energi telah berkembang relatif lebih cepat.

Considering the current background and conditions of Indonesia it is already high time that diversification of energy should be applied more intensive. With it chain of several volcanic mountains Indonesia has enormous resources of geothermal energy. The development of these resources requires quite high investment, causing its relative slow development, although its superior very low CO2 emission. The Kyoto protocol was formulated to stipulate the target and means of reducing the concentration of Greenhouse Gasses (GHG). The protocol stated the agreement that as a preliminary step developed countries should reduce their GHG concentration up to 5.2% of the emission level in 1990. This is targeted to be achieved at around 2008-2010. This emission reduction is legally binding for developed countries. Developing countries are not obligated to reduce their emission. The Clean Development Mechanism (CDM) is a mechanism in the Kyoto Protocol, a multilateral framework providing the opportunity for developed countries to invest in developing countries to achieve their emission reduction. Developing countries have an interest in achieving their sustainable development. The framework was designed to provide the legal basic for project activities, which could result in a Certified Emission Reduction, CER. A mechanism for developing countries to be actively involved in this protocol. From the business point of view, the ratification of the Kyoto Protocol should attract new investment through the Clean Development Mechanism, CDM, where the investment activity shall give additional funds or incentive as compensation for the reduction of GHG emission for such project is implemented in sectors reducing emission or improve carbon absorption. This is the reason why geothermal energy will be able to develop in the present global environmental condition. The research of the CDM mechanism application in this Geothermal Power Station considers the amount of the CDM incentive in supporting the development of such project from its economic aspects and the existing institutional structures in the energy sector. The objective of this research is to obtain an economic overview of the geothermal power station from the CDM incentive to be obtained that is by the amount of CO2 emission reduction of the geothermal PowerStation against its baseline and obtain the economic calculation of such project, also the institutional structure in the present energy sector. This study is hoped to provide the CDM intensive contribution on the geothermal Power Station to support energy diversification and sustainable development as consideration to ratify the Kyoto Protocol. The research hypothesis is that the CDM incentive is able to enhance the economy of the geothermal power station to support the development of geothermal energy as one of the global management mechanism of climatic change, but not powerful enough to accelerate the development of geothermal Power station. The government, community and private institutions also play a role in the CDM. This research is a non-experimental research or an analytical-descriptive research by using survey methods and facts exposure. A descriptive research is a research to collect information on the status of existing symptoms, at the time of the research. Descriptive research is not intended to test any given hypothesis, only present the facts about variables, symptoms or situations. One variable is not connected to another, just to understand the respective variables independently, collecting qualitative data (in-depth survey and interview) completed by a number of quantitative data of the population, in a research it will supplement one another, extend the scope and depth of the study or research. Based on the results of the data description obtained from this study, the following conclusion may be drawn:
  1. The amount of emission of the geothermal power station to raise 100 MW is calculated from the amount of vapor consumed and the non-condensed gas containing CO2 gas. 23,894 ton of CO2 gas is annually emitted from the cooling tower of the Geothermal Power Station. Compared to power stations to produce the same amount of electricity, the Java Bali network emits 722,365 ton of CO2 gas. Which mean that the geothermal power station will be able to reduce 698,471 ton of CO2 gas annually to raise 100 MW electricity. This is valued or called Certified Emission Reduction (CER) in the Clean Development Mechanism (CDM) of the Kyoto Protocol mechanism.
  2. With the development of markets for carbon trading presently carried out in Europe, the price of each unit ton of CO2 varies between 5 to 10 US dollars. With a reduction of 698,471 ton CO2 annually, the geothermal power station is potential to receive a CDM intensive of about 3.5 to 7.0 million US dollars annually, or 100 to 200 million US dollar during its production contract (30 years). The CDM incentive is able to increase IRR to 1.5 % which is from 15.3% to 16.8% compared to non-existence of CDM also increases NPV to 15.8 million from 56.8 to 72.7 Million. The insinuative is calculated in the company cash liquidity but not included in the company's earning, due to the difference in the tax condition with the geothermal power station. Besides, the CER provides enough incentive to the development of geothermal sources but will not be able to accelerate its development investment due to its riot significant amount compared to the huge amount of investment. CDM from energy sector overview, it is potential to increase 1.5 Internal Rate Ratio. This contribution relatively low when we compared with Greenhouse Gas reduction commitment to mitigate climate change impact in the world. Therefore, low emission energy technology, renewable energy which is have high efficiency become good choose alternatives in the future to support diversification energy development.
  3. The CDM institutional structure in the energy sector has developed relatively more rapid due to the fact that the CDM project is related to renewable energy, which is very low in emission such as geothermal and efficient energy (cogeneration etc.) The Ministry of Living Environment as the focal point of the CDM mechanism of the Kyoto Protocol support and actively boost the creation of institutions and means of implementing the CDM and ratification of the Kyoto Protocol.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11981
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Titut Sulistyaningsih
Abstrak :
Penelitian ini berfokus pada pembebasan bersyarat yang merupakan salah satu hak narapidana dalam program pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan, yang bertujuan agar narapidana yang telah memenuhi syarat dapat berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat di luar lembaga pemasyarakatan. Prosedur untuk memperoleh pembebasan bersyarat dilakukan dengan beberapa tahap melalui program pembinaan dengan terlebih dahulu memenuhi syarat administratif maupun substantif. Proses pelaksanaannya kadangkala dalam memenuhi syaratnya mengalami beberapa kendala baik terhadap sumber daya manusia pada petugas maupun narapidana sendiri. Selain itu kendala yang lain adalah disebabkan oleh faktor organisasi, administrasi serta kondisi sosial masyarakat dalam mendukung proses pelaksanaanya. Oleh karena itu keberhasilan dalam memenuhi syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat dapat dipengaruhi oleh pemahaman dan peningkatan sumber daya manusia sebagai faktor pendukung. Disamping itu pemberian pembebasan bersyarat, diperlukan juga pemahaman prosedur yang ada, pengorganisasian, koordinasi baik dalam internal lembaga pemasyarakatan sendiri maupun oleh organisasi lain yang terkait seperti Kejaksaan dan pengadilan. Dari hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan, walaupun dalam memenuhi syarat dalam mengajukan pembebasan bersyarat telah berjalan sesuai dengan prosedur namun demikian dalam pelaksanaannya masih adanya kendala-kendala dalam memenuhi syarat-syarat di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Tangerang. Beberapa kendala tersebut diantaranya adalah, masih kurangnya sumber Jaya manusia baik tentang teknis pada petugas maupun pemahaman pada diri narapidana, juga dalam hal kurangnya pemahaman dalam hal organisasi dan koordinasi dengan pihak lain. Selain itu kendala lainnya adalah dalam pemenuhan berkas administrasi serta kondisi Iingkungan masyarakat dalam mendukung pemenuhan syarat-syarat untuk mengajukan pembebasan bersyarat. Agar program pembinaan narapidana dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh pembebasan bersyarat lebih efektif dan efisien diperlukan peran dan kerjasama beberapa pihak. Oleh karena itu diperlukan sosialisasi secara berkala dan berkesinambungan serta adanya peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan tentang proses pengajuan pembebasan bersyarat baik pada petugas maupun narapidana. Disamping itu adanya perhatian yang lebih oleh pimpinan lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana terutama pada proses administrasi yang tidak dibebankan seluruhnya pada narapidana sehingga hak narapidana untuk mengajukan pembebasan bersyarat dapat dirasakan bagi yang telah memenuhi syarat.
A conditional release is one of rights any prisoner had in prison corrective program for those prisoners parole any of requirement to interact and socialize with the community outside the prison. Procedures for getting a Parole were through several stages of corrective program by firstly parole any administrative and substantive requirements. Prisoners faced some constraints sometimes, both from the staff of the prison and the prisoners themselves. In addition, other constraints were organizational and administrative in nature and social condition of the community in favor of its realization as well. Therefore, a successful requirement parole with respect to a parole could be influenced by an understanding and improvement of human recourses as the supporting factors. In addition to the possible right, it was necessary to understand the existing procedure. organization, coordination among internal prisoner itself and any other related organizations such as attorney offices and courts. The results of research indicated that, factually there were still constraints at Tangerang Women Prison; though prisoners were parole any of requirements procedurally. Some of those contains were the lack of human resources, namely, the prison staff's technical ability, the prisoners understanding, and the organization's understanding and coordination with other paties. Moreover, other constraints were problems with parole administrative documents and social environment of community that would support the fulfillment of any requirements for conditional release. For the program to be more effective and efficient, the role and coordination of other parties were needed. Thus, periodical and sustainable socialization and improvement in human resources were necessary also through training in the application of parole both for staff and prisoners. Besides, it was suggested for the top management of the prisoner to pay more attention, especially regarding the administration process the have been burden of prisoners as a whole so far, so that the right to the conditional release might be realized for any of prisoners parole the requirements.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T 20493
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Sulistyaningsih
Abstrak :
Analisis praktik residensi keperawatan ini menguraikan pengalaman penulis dalam mendalami kemampuan klinik keperawatan kekhususan sistem perkemihan selama satu tahun. Fokus kegiatan meliputi penerapan teori Self Care pada 35 asuhan keperawatan pasien dengan gangguan sistem perkemihan, pelaksanaan intervensi keperawatan berbasis bukti ilmiah yaitu penerapan training efikasi diri dalam meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan proyek inovasi berupa deteksi dini dan edukasi pada pasien yang beresiko tinggi terkena penyakit ginjal kronik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa training efikasi diri dapat meningkatkan kepatuhan terhadap intake cairan dan responden yang terlibat dalam kegiatan deteksi dini dan edukasi meningkat pengetahuan dan sikap tentang pencegahan penyakit ginjal kronik. ......Analysis of nursing practice residency outlines explore the ability of the author's experience in clinical nursing specialty urinal system for one year. The focus of activities include the application of the theory of Self Care in 35 nursing care of patients with urinary system disorders, the implementation of nursing interventions based on scientific evidence that the application of training efficacy in improving adherence to fluid intake in patients with chronic kidney disease and innovation projects in the form of early detection and education to patients at high risk of chronic kidney disease. The results obtained indicate that self-efficacy training may improve adherence to fluid intake and respondents involved in early detection and education activities to increase knowledge and attitudes about the prevention of chronic kidney disease.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dyah Sulistyaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Kecamatan Entikong adalah salah satu wilayah yang telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Strategis Nasional (PKSN) yang akan menjalankan fungsi sebagai pusat pertumbuhan di kawasan perbatasan selain fungsi penjagaan pertahanan dan keamanan karena posisinya yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, Malaysia. Sebagai pusat pertumbuhan, Entikong diharapkan dapat dijadikan pilot project pembangunan kawasan perbatasan yang kemudian menjadi rujukan bagi wilayah PKSN yang lain. Namun sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan di kawasan perbatasan, wilayah yang memiliki Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) resmi pertama di Indonesia ini masih jauh tertinggal dari Malaysia. Artinya pembangunan yang dilakukan belum mampu mewujudkan semangat pertumbuhan dan pemerataan, bahkan patut disayangkan bahwa masih ada desa-desa yang terisolir di wilayah Entikong.

Untuk menemukenali permasalahan yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan di Entikong dan kawasan sekitarnya, penelitian dengan pendekatan kualitatif dan sarana wawancara, dilakukan dengan mengidentifikasi variabel yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan yang digagas oleh Mazmanian dan Sabatier. Melalui analisa kondisi faktual variabel-variabel tersebut, diharapkan dapat dianalisa permasalahan mendasar yang menjadi kendala dalam implementasi kebijakan pembangunan di Entikong,.

Hasil studi menunjukkan bahwa proses implementasi kebijakan terganjal pada kebijakan yang saling berbenturan, ketiadaan pedoman baku untuk penataan program-program pembangunan di lapangan, pelaksanaan program pembangunan yang parsial, kurang terpadu dan belum berkesinambungan akibat alokasi anggaran yang tersebar dan keragaman kebijakan antar instansi. Maka perlu ada pembenahan di banyak lini, mulai dari penetapan peraturan yang menjadi landasan hukum yang mengikat seluruh stakeholder di kawasan perbatasan, hingga pembenahan pola interaksi antar instansi dan teknis penganggaran.
ABSTRACT
Sub district of Entikong is a region which had been decided as Center for National Strategic Activity (PKSN) has functions as growth center of border area and security and defense keeping because, directly, it is bordered with Malaysia, neighboring country. Then, as growth center, Entikong is wished to be development pilot projec of area, subsequently, it may become reference for other PKSN. Unfortunately, as benchmarks of successful development at border area, in which there is first and formal Cross Border Inspection Post (PPLB) in Indonesia, so far it is still leaven from Malaysia. It means that development having been implemented there it had not be able to manifest growth and equality spirit, and even there are some isolated villages.

To find out problem resulting in the delay growth at Entikong and surrounding, it had been conducted research with qualitative and interview approach by identifying variable influencing policy implementation process by both Mazmanian and Sabatier. By analyzing condition of those factual variables, wishfully, it may be able to analyze basic problems as barriers of development policy implementation at Entikong, as well as solution of them.

Study results had indicated that process of policy implementation is hampered with cross collision policy, no standard guidance for arranging developmental program in site, partial developmental program implementation, less integration and inconsistency as result of spread budged allocation and varied-inter institution policy. However, it is necessary to manage numerous lines, from regulations passage as basic and law and binding all stakeholders at border area through both inter institution interaction model and budgeting technique.
2013
T32774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sulistyaningsih
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang Evaluasi proses pelaksanaan program Rumah Antara, yang meliputi tahapan seleksi; Orientasi, Observasi, dan Penelusuran file; Asesmen; bimbingan, konseling dan terapi; Adaptasi dan Pemantapan Minat; dan Case conference. Metode penelitian yang dipergunakan adalah penelitian kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat beberapa tahapan yang berjalan tidak efektif dalam proses pelaksanaan Rumah Antara, seperti pada tahapan seleksi, observasi, penelusuran file, asesmen, bimbingan fisik, konseling dan terapi sehingga perlu perbaikan di beberapa bagian tahapannya. Berdasarkan temuan tersebut, penelitian ini menyarankan perlunya peningkatan peran dan kompetensi SDM Rumah Antara meliputi tenaga perawat, petugas piket dan pekerja sosial; kemudian menyarankan untuk menyediakan ruangan hiburan dan konseling sebagai sarana bimbingan psikososial. ......This thesis discusses the evaluation of the implementation process of Inter House programs, which includes the selection process; orientation, observation, and file tracking; assessment; guiding, counseling and therapy; adaptation and consolidation of interests; and case conference. Using qualitative research method, this study found that some programs of Inter House implementation has been not run effectively, such as in the phase of selection, observation, file tracking, assessment, physical guiding, counseling, and therapy, so it needs to be improved in some parts of the stage. Then, the study suggested to increase the role and competence of human resources of Inter House including nurses, the officer on duty and social worker; and to provide a room for entertainment and counseling as a means guiding psychosocial
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lusi Sulistyaningsih
Abstrak :
Studi ini menganalisis dampak investasi asing langsung dan spillover effect yang ditimbulkan terhadap tingkat entry dan exit pada industri manufaktur Indonesia tahun 2010-2015. Studi ini menggunakan data Input Output tahun 2010 dan data Industri Besar Sedang tahun 2010-2015 yang keduanya berasal dari Badan Pusat Statistik Indonesia. Random Effect Model keluar sebagai model terbaik untuk mengestimasi data panel dengan observasi sebanyak 2.592 industri. Studi ini menyimpulkan bahwa investasi asing langsung dan forward spillover memberikan kontribusi yang positif signifikan terhadap entry rate, namun backward spillover berkontribusi negatif terhadap entry rate. Backward spillover dan forward spillover juga berkontribusi terhadap exit rate, namun efeknya tidak dominan. Masuknya investasi asing langsung ke dalam industri yang memiliki tingkat konsentrasi dan tingkat impor yang tinggi masing-masing berdampak pada entry rate yang negatif dan exit rate yang positif. Selain itu, masuknya investasi asing langsung ke dalam industri yang memiliki rata-rata ukuran perusahaan yang besar dan tingkat ekspor yang tinggi masing-masing berdampak pada entry rate yang positif dan entry rate yang negatif. ......This study analyzes the impact of FDI and the spillover effect on entry and exit levels in the Indonesian manufacturing industry in 2010-2015. This study uses data for Input Output in 2010 and data for Large and Medium Industries in 2010-2015, both of which are from the Indonesian Central Statistics Agency. Random Effect Model came out as the best model for estimating panel data by observing 2,592 industries. This study concludes that FDI and forward spillover make a significant positive contribution to the entry rate, but backward spillover contributes negatively to the entry rate. Backward spillover and forward spillover also contribute to the exit rate, but the effect is not dominant. The entry of FDI into industries that have a high level of concentration and a high level of imports each have an impact on a negative entry rate and a positive exit rate. In addition, the entry of FDI into industries that have a large average company size and high export rates have an impact on positive entry rates and negative entry rates, respectively.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Sulistyaningsih
Abstrak :
Pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis sering mengalami kelemahan otot yang disebabkan adanya pengurangan aktivitas, atrofi otot, miopati otot atau gabungan diantaranya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan otot sebelum dan sesudah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan juga untuk mengetahui perbedaan kekuatan otot pasien yang dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol. Desain penelitian menggunakan quasi experiment dengan rancangan pretest-posttest with control group dan metode pengambilan sampel dengan purposive sampling. Perbedaan kekuatan otot kaki sesudah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diuji dengan uji t independent, sedangkan perbedaan kekuatan otot tangan setelah dilakukan latihan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol diuji dengan Man-Withney. Hasil uji t independent menunjukkan ada perbedaan kekuatan otot kaki setelah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (nilai p = 0,027). Hasil uji Man Withney menunjukkan ada perbedaan kekuatan tangan setelah dilakukan latihan fisik pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol (nilai p = 0,030). Dengan demikian institusi pelayanan perlu mengembangkan latihan fisik ini sebagai bagian dari program terapi dan rehabilitasi pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis serta perawat menjadikannya sebagai bagian integral dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis. ......Chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis often experience muscle weakness which resulted from activity reduction, muscle atrophy, muscle myopathy or a combination of them. This study aims to determine muscle strength before and after physical exercise in the treatment group and also to know the differences of muscle strength of patients who performed physical exercise in the treatment group and control group. This study used a quasi experiment research design with pretestposttest design with control group and the sampling method with a purposive sampling. Differences leg muscle strength after physical exercise performed in the treatment group and control group were tested with independent t test, whereas differences in hand muscle strength after exercise in treatment group and control groups were tested with Man-Withney. The results showed that there was differences on leg muscle strength after physical exercise in the treatment and control group (p = 0.027). There was differences on hand strength after physical exercise in the treatment and control group (p = 0.030). Therefore, healthcare institutions need to develop the physical exercise as part of treatment programs and rehabilitation for chronic kidney disease patients undergoing hemodialysis and nurses should make it as an integral part in carrying out nursing care in such patients.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2011
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Lulut Dwi Sulistyaningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Sebanyak sepuluh jenis Smilacaceae ditemukan di Jawa termasuk didalamnya satu jenis baru dan tiga tipifikasi telah dibuat. Batasan setiap jenis termasuk status konservasi dan kunci identifikasi jenis telah diformulasikan. Jawa Barat merupakan pusat persebaran Smilacaceae di Jawa dan Smilax macrocarpa merupakan jenis yang paling banyak dimanfaatkan. Pohon filogenetik dari data morfologi yang dianalisis dengan MP menunjukkan bahwa Smilacaceae bersifat monofiletik. Tingkat keberhasilan amplifikasi dan sekuensing dengan menggunakan penanda molekuler rbcL sebanyak 93.75% diikuti matK (87.5%) dan ITS (81.25%). Semua pohon filogenetik menunjukkan Smilacaceae bersifat monofiletik dan Heterosmilax mengelompok dengan Smilax. Sehingga disarankan Heterosmilax menjadi seksi dari Smilax. Pohon filogenetik berdasarkan data ITS yang dianalisis dengan MP menghasilkan topologi pohon terbaik.  Smilax kotzschii, S. nageliana dan S. zeylanica mengelompok bersama-sama. Smilax micrantha mengelompok bersama dengan jenis Heterosmilax. Jenis baru, Smilax seminamagnifica mengelompok bersama S. macrocarpa. Smilax modesta mengelompok bersama S. odoratissima. Smilax blumei mengelompok bersama S. leucophylla. Topologi pohon ini mirip dengan topologi pohon yang dihasilkan data morfologi dan mendukung konsep dasar kunci identifikasi yang telah dibuat.
ABSTARCT
A total of ten species of Smilacaceae are known housed in Java with one newly described species and three typifications have been designated. The circumscriptions for each species were delineated including its conservation status and key to the species was formulated. West Java is the centre distribution of Smilacaceae in Java and Smilax macrocarpa is the most widely used species. A strict consensus tree revealed from morphological characters using MP analysis showed that Smilacaceae is a monophyletic. The rbcL region successly amplified and sequenced 93.75% from the samples followed by matK (87.5%) and ITS (81.25%). The all trees showed that Smilacaceae is a monophyletic and Heterosmilax embedded in Smilax. It was suggested that Heterosmilax was placed as a section under Smilax. Phylogenetic tree based on ITS region using MP is the most resolved tree than the others. Smilax kotzschii, S. nageliana and S. zeylanica clustered together. The prickle-less species, Smilax micrantha clustered together with Heterosmilax species. The newly described species, Smilax seminamagnifica clustered with S. macrocarpa. Smilax modesta clustered with S. odoratissima. Smilax blumei clustered with S. leucophylla. It is more or less similar with phylogenetic tree produced by morphology data and supported the basic concept of identification key.  

2020
D2712
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Retno Sulistyaningsih
Abstrak :
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti ginjal yang efektif dan paling banyak digunakan. Pasien harus patuh terhadap regimen terapi karena dapat mempengaruhi sukses hemodialisis, menurunkan mortalitas dan morbiditas. Belum ada instrumen baku untuk mengukur kepatuhan ini. Penelitian bertujuan menghasilkan instrumen kepatuhan regimen terapi yang valid dan reliabel di Indonesia. Penelitian dilakukan dua tahap. Tahap pertama yaitu diperolehnya susunan butir - butir instrumen dan tahap kedua diperolehnya instrumen valid dan reliabel. Untuk mencapai tujuan pertama dilakukan telaah literatur, studi kualitatif dan konsultasi pakar. Untuk tahap kedua dilakukan uji instrumen kepada 120 pasien hemodialisis menggunakan total sampel. Hasil penelitian tahap pertama diperoleh 60 butir instrumen (nilai koefisien validitas isi berkisar 0,78 sampai dengan 1). Hasil uji confirmatory analysis factor (CFA) diperoleh 35 butir instrumen valid dan reliabel terdiri dari 5 komponen yaitu kepatuhan melaksanakan HD sesuai program, pengobatan, pembatasan cairan, diet dan aktivitas fisik. Hasil analisis bivariat menunjukkan hasil terdapat hubungan signifikan kepatuhan dengan outcome pasien hemodialisis meliputi kepatuhan dengan IDWG (p < 0,001), frekuensi dirawat di rumah sakit (p 0,020), komplikasi intradialitik (p 0,009), namun tidak ada hubungan antara kepatuhan dengan adekuasi dialisis (p 1,000). Hasil analisis multivariat nilai odds ratio (OR) paling besar adalah variabel jarak yaitu 3,4 (95% CI: 1,16-13,23). Instrumen KeReTa HD direkomendasikan digunakan untuk meningkatkan pengelolaan pasien hemodialisis melalui asuhan keperawatan. Perawat dapat mengkaji kepatuhan pasien menggunakan instrumen ini dan menjadi dasar pengembangan intervensi keperawatan untuk pasien hemodialisis di Indonesia. ......Hemodialysis is the most widely used and effective renal replacement therapies. Patient must adhere to the therapeutic regimen that can affect the success of hemodialysis, reducing mortality and morbidity. There is no standard instrument to measure this adherence. This study aims to results a valid and reliable instrument of adherence to hemodialysis therapeutic regimen in Indonesia. The research was conducted in two stages. The first is obtaining the arrangement of the items of the instrument and the second is the instrument obtained is valid and reliable. To achieve the first, literature reviews, qualitative studies and experts consultations were carried out. The second, the instrument was tested on 120 hemodialysis patients, with total sample. The first results obtained an instrument of 60 items (content validity coefficient values range 0.78 to 1). The results of the CFA analysis obtained a valid and reliable 35 items consisting adherence to HD program, medication, fluids, diet and physical activity. The results of the bivariate analysis showed the significant relationship between adherence to outcome hemodialysis patient that is IDWG (p < 0.001), frequency of hospitalization (p 0.020), intradialytic complications (p 0.009), but there was no relationship with dialysis adequacy (p 1,000). The results of multivariate analysis showed that the greatest odds ratio (OR) is the distance variable, which is 3.4 (95% CI: 1.16-13.23). The KeReTa HD instrument is recommended to be used to improve the management of hemodialysis patients through nursing care. Nurses can assess patient adherence using this instrument and become the basic for developing nursing interventions in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>