Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Subakir
Abstrak :
Keberhasilan kegiatan kesehatan lingkungan ditentukan oleh banyak faktor, baik dari pemerintah, lembaga non pemerintah, maupun masyarakat itu sendiri. Sanitarian Puskesmas sebagai pelaksana terdepan dari kegiatan kesehatan lingkungan, kinerjanya tentu mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan keberhasilan kegiatan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja sanitarian, tingkat kinerja sanitarian, hasil kegiatan kesehatan lingkungan, dan hubungan kinerja sanitarian dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Penelitian dilaksanakan dengan metode survei dan responden adalah sanitarian penanggung jawab kegiatan kesehatan lingkungan di Puskesmas, yang telah bertugas di Puskesmas tempat tugasnya sekarang minimal 2 tahun, seluruhnya berjumlah 86 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner dan analisa data dilakukan dengan analisa univariat, analisa bivariat dengan uji chi square, dan analisa multivariat dengan uji regresi logistik model prediksi. Hasil penelitian diperoleh : tingkat pendidikan responden sebagian besar (74,4%) adalah SPPH, 57% responden belum banyak mengikuti pelatihan, 51,2% Puskesmas kurang tersedia peralatan kesehatan lingkungan, 72,1% responden kurang mendapat perhatian dari atasannya, 80,2% responden menerima insentif, 75,6% responden kurang mendapat bimbingan teknis, 50% Puskesmas tersedia pedoman/juklak kesehatan lingkungan, dan 88,4% responden mempunyai tugas rangkap. Kinerja sanitarian Puskesmas 68,6% termasuk kategori rendah dan hasil kegiatan kesehatan lingkungan 55,8% termasuk kategori rendah. Terdapat hubungan yang bermakna antara kinerja sanitarian Puskesmas dengan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. Variabel yang ada hubungan bermakna dengan kinerja sanitarian Puskesmas, yaitu : peralatan, perhatian, bimbingan teknis, dan pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Variabel yang paling dominan berhubungan adalah pedoman/ petunjuk pelaksanaan. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa rendahnya hasil kegiatan kesehatan lingkungan ada hubungannya dengan rendahnya kinerja sanitarian, dan rendahnya kinerja sanitarian ada hubungannya dengan ketersediaan pedoman, ketersedian peralatan, bimbingan teknis dan perhatian dari atasan. Disarankan kepada pimpinan instansi kesehatan di semua jenjang, untuk mengambil langkah-langkah dalam upaya memperbaiki/meningkatkan kinerja sanitarian Puskesmas, yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan hasil kegiatan kesehatan lingkungan. ...... The success of the environmental health activities are determined by several factors, either by the government, non-governmental institution, or the people themselves. The sanitarians of public health centers as the front implementer of the environmental health, the quality of their work should have a great role in determining the success of those activities. This research aims to find out factors which deal with the job quality of sanitarians, level of the job quality of sanitarians, result of environmental health activities, and the relationship between the job quality of sanitarians and the result of environmental health activities. The research is held with survey and respondent methods by sanitarians who are responsible to the environmental health activities in the public health centre, who have worked in the public health center where they are working now minimum 2 years, all of them are 86 people. The collection of the data using questionnaire and data analysis are done by univariat analysis, bivariat analysis with chi square test and multivariate analysis with logistic regression of predictive model test. From the result of the research is required: the level of almost respondents' education (74.4%) are SPPH, 57% of respondents have not followed the training yet, 51.2% of the public health centers are available fewer equipment of environmental health, 72.1% of respondents got less attention from their leaders, 80.2% of respondents earned incentive, 75.6% of respondents got less technical guidance, 50% of public health centers are available guidelines of environmental health, and 88.4% of respondents had double duties. The job quality of the public health centers sanitarians 68.6% included to the low category and the result of the environmental health activities 55.8% included to the low category. There is a significant relationship between the job quality of public health centers sanitarians and the result of the environmental health activities_ Variables which has a significant relationship between the job qualities of public health centers sanitarians, are: equipment, attention, technical guidance, and guidelines. The most dominant correlative variable is the guidelines. From the result of the environmental activities have a connection between the low of the job quality of sanitarians, and guidelines availability, equipment availability, technical guidance and the attention from the leader. In accordance with the result of this research, it is suggested to the leaders of the health institute for the whole levels, to take steps in improving the job quality of public health centers sanitarians which are desired to be able to improve the result of the environmental health activities in the future.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T 7846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Subakir
Jakarta: Gaya Favorit Press, 1978
899.232 SRI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
EPH Gestosis atau preeklampsia/eklampsia merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi. Patofisiologi dan etiologi penyakit ini belum jelas. Salah satu teori menyatakan gejala yang timbul pada preeklampsia disebabkan oleh karena kerusakan sel endotel akibat serangan radikal bebas. Kerusakan sel endotel akan menyebabkan gangguan fungsi sel endotel antara lain penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan permeabilitas sel endotel. Pernurunan prostasiklin menyebabkan kemampuan vasodilatasi pembuluh darah berkurang sehingga terjadi peningkatan tekanan darah pada kehamilan. Peningkatan permeabilitas sel endotel yang merupakan barier antara komponen-komponen darah dengan jaringan ekstravaskuler akan menyebabkan terjadinya edema. Peningkatan permeabilitas pada kapiler glomerulus akan mengakibatkan proteinuria. Pada wanita penderita preeklampsia, aktivitas simpatis meningkat. Perangsangan simpatis akan menyebabkan peningkatan pembuluh darah. Penurunan produksi prostasiklin dan peningkatan aktivitas simpatis mungkin dapat menjelaskan peningkatan tekanan darah pada penderita preeklampsia. Wanita yang mempunyai riwayat pernah menderita preeklampsia memberikan kenaikan tekanan darah sistolik lebih dari 20 mmHg dan diastolik > 15 mmHg pada Cold pressor test. Mungkin raja seseorang yang tonus pembuluh darahnya jenis hiperreaktor akan mempunyai kecenderungan menderita preeklampsia pada saat hamil. Hasil sementara penelitian tahap pertama menunjukkan bahwa serum penderita preeklampsia mempunyai efek toksik terhadap sel endotel dalam kultur namun kadar peroksida lipid tidak berbeda dengan kadar pada wanita hamil normal. Mungkin kerusakan sel endotel disebabkan antioksidan pada penderita preeklampsia lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan normal. Kerusakan sel endotel dapat dicegah dengan antioksidan. Enzim superoksida dismutase (SOD) mendekomposisikan radikal oksigen sebelum radikal tersebut membentuk radikal yang lebih toksik. Sedangkan vitamin E dapat menghambat rantai reaksi peroksidasi sehingga menghambat pembentukan lipid radikal yang lebih toksik. Yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini ialah apakah wanita dengan riwayat preeklampsia mempunyai tipe pembuluh darah hiper reaktor ? Apakah enzim SOD penderita preeklampsia lebih rendah dari wanita dengan kehamilan normal ? Apakah pemberian vitamin E dapat mencegah kerusakan kultur sel endotel yang terpapar serum preeklampsia. Diharapkan hasil penelitian ini dapat mengembangkan suatu upaya pencegahan EPH Gestosis (preeklampsia). Teknik dan keterampilan laboratorium dalam penelitian ini ialah:
- pemeriksaan 'Cold pressor test'
- kultur sel endotel
- pewarnaan sel endotel
- pemeriksaan kadar SOD dalam darah
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
Keluhan perdarahan endometrium merupakan efek samping utama yang menjadi alasan akseptor KB susuk menghentikan cara KB yang dipergunakannya. Hal ini merupakan problem penting bagi Program Keluarga Berencana Nasional. Penyebab perdarahan endometrium ini mungkin karena adanya gangguan proses regenerasi jaringan endometrium, termasuk juga gangguan proses angiogenesis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas angiogenik endometrium peserta KB susk dengan dan tanpa perdarahan. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat mengembangkan cara terapi non hormonal pada perdarahan endometrium. Subyek diambil dari akseptor KB susuk dan telah menggunakan KB susuk selama 3-9 bulan. Untuk pemeriksaan angiogenesis digunakan metoda Folkman. Eksplan endometrium ditanam dalam matriks gel kolagen 3 dimensi yang berisi sel endotel dari umbilikalis manusia dan ditanam selama 96 jam. Potensi aktivitas angiogenik diukur dengan derajat migrasi sel endotel menuju eksplan ( skor 0 - 4 ). Kadar plasma estrogen, progesteron dan SHBG dimonitor selama 2 minggu sebelum biopsi. Telah diperiksa aktivitas angiogenik dari 26 kontrol dan 46 akseptor. Hasilnya menunjukkan skor aktivitas angiogenik dari kontrol lebih tinggi peserta KB susuk. ( skor 1 hampir 0 dengan p C 0,001 ). Skor aktivitas angiogenik pada akseptor dengan perdarahan lebih rendah dari akseptor tanpa keluhan perdarahan, namun perbedaan ini tak bermakna. Kadar plasma estrogen, progesteron tidak mempunyai korelasi yang bermakna dengan aktivitas angiogenik endometrium.
The Effect Of Vitamin E On Endometrial Angiogenic Response In Implant Contraceptive Users With Bleeding ProblemsThe bleeding problems can be one of the major reason for acceptors discontinuing the use of hormonal contraceptives. The cause of endometrial bleeding may be the disturbances of endometrial regeneration and also the disturbances of angiogenic process. The aim of this study is to look for the differences in endometrial angiogenic activity from women using Implant contraceptives with and without bleeding. The results of this study may provide the basis for developing non hormonal therapy for patients with endometrial bleeding. Subjects was selected from implant contraceptive acceptors and they have had an exposure 3-9 month to implant contraceptives. The Folkman method was applied in the angiogenesis assay. The endometrial explants were placed in a 3 dimensional collagen gel matrix containing suspended Human Umbilical Vein Endothelial Cells and culture for 96 hours. The potency of angiogenic activity was measure by the migration of the endothelial cells toward explants ( score 0 - 4 ). Blood serum levels of estrogen, progesteron and SHBG were monitored for 2 weeks prior to biopsy. The endometrial angiogenic activity from 26 controls and 46 acceptors were measured. The results showed that the endometrial angiogenic activity from controls were significantly higher from Implant contraceptive acceptors (score 1 vs approximately 0 with p t 0,001). The endometrial angiogenic activity in acceptors with endometrial bleeding were lower than the acceptors without bleeding, but the differences was not significant. The plasma levels of estrogen and progesteron have no correlation with the endometrial angiogenic activity.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994
LP 1994 36
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
ABSTRAK
KB susuk (kontrasepsi implantasi levonorgestrel/ Norplant) adalah alat kontrasepsi yang efektif, dapat digunakan jangka panjang dan dapat diterima oleh wanita Indonesia. Efek samping yang berupa pendarahan tak teratur, sering dan lama merupakan alasan utama akseptor KB susuk untuk putus metoda.

Pada penelitian tahap I dan II telah diperoleh hasil bahwa aktivitas angiogenesis endometrium peserta KB susuk lebih rendah dari kontrol. Aktivitas angiogenesis ini tidak ada hubungannya dengan kadar hormon estradiol ,progesteron, levonorgestrel dan indeks levonorgestrel bebas. Kadar serum peroksida lipid peserta KB susuk dengan perdarahan endometrium lebih tinggi dari kontrol. Inkubasi endometrium dengan vitamin E (in vitro) dapat meningkatkan aktivitas angiogenik endometrium peserta KB susuk dengan pendarahan.

Penelitian tahap ke III ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian vitamin E pada peserta KB susuk yang mengalami perdarahan endometrium yang lama, sering dan tak teratur terhadap keluhan perdarahan endometriumnya.

Naracoba adalah peserta KB susuk yang minimal telah menggunakan, kontrasepsi tersebut selama 3 bulan, mengalami perdarahan endometrium yang lama/sering/tak teratur (menurut definisi WHO), umur 18-40 tahun, sehat, bersedia menjadi naracoba dan menandatangani 'informed consent.

Pemberian vitamin E diberikan secara acak, tersamar berganda. Dosis pemberian vitamin E adalah 200 mg/hari, selama 10 hari. Hasil sementara menunjukkan, pemberian vitamin E mengurangi keluhan perdarahan endometrium sebesar 69,7% , sedangkan pemberian plasebo mengurangi keluhan perdarahan sebesar 37,5%

Walaupun hasil pemberian vitamin E ini belum dapat dianalisa sempurna karena jumlah naracoba belum mencukupi, namun kiranya pemberian vitamin E memberikan kesan akan dapat mengurangi keluhan perdarahan endometrium pada pemakai kontrasepsi susuk.
ABSTRACT
The levonorgestrel subdermal implant contraceptive (Norplant) as a highly method for long acting contraception. The method is well accepted among Indonesian users, despite the problem with irregular and prolonged menstrual bleeding. The bleeding problem can be the major reason for acceptors to discontinue the use of Norplant. The cause of endometrial bleeding may include disturbances in endometrial regeneration and angiogenesis.

The study consists of 3 stages. The results of the first and the second study showed that the endometrial angiogenic activity in Norplant users were significantly lower than control group. There was no correlation between endothelial angiogenic activity and peripheral hormonal levels (progesterone, oestradiol, levonorgestrel) and free levonorgestrel index. The plasma lipid peroxyde in Norplant users with bleeding were significantly higher than control group. Vitamin E could increase the response of endometrial angiogenic (in vitro) in Norplant users with bleeding problems.

The aim of the third study is to investigate the effect of vitamin E in the Norplant users with bleeding problems.

The subjects were selected from Norplat users with an exposure of 3 months or more, with frequent, prolonged and irregular menstrual bleeding, 18-40 years old and recruited to the study on the basis of fully informed consent.

Vitamin E were given by double blind randomization. Subject received vitamin E 200 mg daily for ten days every month. The temporary results showed that vitamin E was better than placebo to reduce the endometrial bleeding (69.7% versus 37.5%) in Norplant users. However, the study has not finished yet, it is suggested that vitamin E can reduce the bleeding problem in Norplant users.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1995
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
Banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenesis plasenta, misalnya VEGF dan oksigenasi dalam plasenta. Pada awal kehamilan normal b-hCG meningkatkan aktivitas VEGF untuk merangsang angiogenesis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar b-hCG pada kultur plasenta dengan aktivitas angiogenik plasenta preeklampsia. Sampel plasenta diambil dari 10 plasenta wanita dengan preeklampsia dan 10 kontrol (wanita dengan kehamilan normal). Semua subjek bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini dan menandatangani informed consent. Konsentrasi b-hCG dalam supernatan kultur plasenta diukur dengan Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) dan aktivitas angiogenik plasenta diukur dengan mengukur migrasi sel endotel menuju eksplan plasenta (skor 0-4). Hasil menunjukkan median skor aktivitas angiogenik plasenta pada preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari kontrol (p<0,05). Konsentrasi b-hCG dalam kultur plasenta preeklampsia lebih tinggi secara bermakna dari plasenta kehamilan normal (p<0,001). Konsentrasi b-hCG mempunyai korelasi positif dengan aktivitas angiogenik plasenta baik pada preeklampsia (r=0,50) maupun kehamilan normal (r=0,57). Walaupun korelasi ini lemah, bagaimanapun juga b-hCG merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas angiogenik plasenta. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)
Numerous factors, such as VEGF and intra-placental oxygenation, can influence placental angiogenic activity. Early in the normal gestation period, b-hCG enhance VEGF activity to induce angiogenesis. The aims of this study were to identify the correlation between b-hCG concentration in placental culture and placental angiogenic activity in pre-eclampsia. Ten placenta samples from women with pre-eclampsia and 10 from controls (normal pregnancy) were collected. All subjects agreed to participate in this study and signed an informed consent form. b-hCG concentration in supernatant of placental culture was measured by Microparticle Enzyme Immunoassay (MEIA) and placental angiogenic activity was measured by endothelial cell migration toward placental explant (score 0-4). The results showed that the median score of placental angiogenic activity in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.05). Concentration of b-hCG in pre-eclampsia was significantly higher than in normal pregnancy (p<0.001). hCG concentration in placental culture was positively correlated to placental angiogenic activity both in pre-eclampsia (r=+0.50) and in normal pregnancy (r=+0.57). Although the correlations were weak, b-hCG is considered one of the factors that influence placental angiogenic activity. (Med J Indones 2004; 14: 67-70)
2005
MJIN-14-2-AprJun2005-67
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
Abstrak :
Objektif. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Di Indonesia, preelampsia/eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Stress oksidatif pada plasenta dan sistem sirkulasi menyebabkan disfungsi dan kerusakan sel endotel. Stres oksidatif di plasenta menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. HSP70 adalah molekul protein yang sangat penting untuk penyembuhan sel dan menjaga homeostasis. Tujuan penelitian untuk membandingkan kadar MDA dan HSP70 yang diproduksi di plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia berat, ringan dan kehamilan normal. Plasenta didonorkan secara sukarela dari ibu2 yang melahirkan dengan preeklampsia ringan (N=10), preeklampsia berat (N=10) dan kehamilan normal (N=10). Plasenta dikultur dengan RPMI dan FBS 20%, pada hari ke 3, supernatant diambil. Diperiksa kadar Malondealdehida (MDA), petanda untuk stres oksidatif dan kadar HSP70. Kadar MDA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530nm. Kadar HSP 70 diukur dengan metoda enzyme-linked immunosorbent assay. Kadar rata2 MDA pada preeklampsia berat (7,13+5,36 nmol/ml), preeklampsia ringan (4,82+2,47 nmol/ml) dan hamil normal (4,87+2,4 nmol/ml). Kadar MDA pada preeklampsia berat paling tinggi, tetapi perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna. Kadar rata2 HSP70 pada preeklampsia ringan tertinggi (10,15+12,39 nmo/ml) dibandingkan dengan kadarnya pada preeklampsia berat (3,78 +3,07 nmol/ml) dan kehamilan normal (3,76+4,65nmol/ml), namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna. Walaupun demikian, kadar HSP sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis relatif tinggi. Hal ini tidak ditunjukkan pada preeklampsia berat. Kadar rata2 MDA dan HSP70 pada preeklampsia berat, ringan maupun hamil normal tidak berbeda bermakna. Kadar HSP yang sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis masih tinggi. ......Objective: Preeclampsia is a disease in pregnancy and characterized by hypertension and proteinuria. Preeclampsia and eclampsia are the most causes of maternal and fetal mortality and morbidity in Indonesia. Placental and systemic oxidative stress caused endothelial cell dysfunction and injury. Placental oxidative stress also linked to fetal growth restriction. HSP70 is essential for cellular recovery, survival and maintenance of homeostasis. The purpose of this study was to compare the MDA, a marker for oxidative stress and HSP70 production in placental of severe preeclampsia, mild preeclampsia and normotensive pregnant women. Placenta were collected after delivery from normotensive pregnancies (N=10), severe preeclampsia (N=10) and mild preeclampsia (N=10). Placenta was cultured in RPMI and 20% FBS, and supernatant were collected in day 3. MDA was measured using spectrophotometer and absorbance read in 530nm. HSP70 was measured using enzyme-linked immunosorbent assay. The mean MDA concentration did not differ significantly between patients with severe preeclampsia (7.13+5.36 nmol/ml) and mild preeclampsia (4.82+2.47 nmol/ml) when compared with normotensive pregnancies (4.57+2.4 nmol/ml). The mean HSP70 concentration in mild preeclampsia is highest (10.15+12.39 nmo/ml) when compared with severe preeclampsia (3.78 +3.07 nmol/ml) and normotensive pregnant women (3.76+4.65nmol/ml), but the difference was not significant. Although the difference was not significant, is indicates homeostasis response in mild preclampsia women is relative good. This response was abated in severe preeclampstic women. Although MDA and HSP70 concentration did not differ significantly between groups, however the high HSP70 concentration is indicates homeostasis response relatively good in mild preeclamptic women.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library