Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Sri Ambarwati Kusumadewi
Abstrak :
Sebagai seorang mahrjadhirja dari sebuah kerajaan besar di Sumatra Barat, Adityawarman mengundang ketakjuban para ahli sejarah Indonesia kuno. Selama sekitar 27 tahun berkuasa (1347-1374 Masehi) Adityawarman telah menerbitkan kurang lebih dari 13 buah prasasti yang tersebar di kabupaten Tanah Datar, Dharmasraya dan Pasaman. Prasasti-prasasti ini menarik perhatian karena menggunakan aksara dan bahasa yang berbeda-beda serta isi prasasti yang beragam.
As a great king of a great Malayu Kingdom in West Sumatra, Adityawarman emerged a feeling of amazement and adimiration from the ancient Indonesia historians. During 27 years of his authority (1347-1374 AD), Adityawarman had published 13 inscriptions which spread ini the regencies of Tanah datar, Dharmasraya and Pasaman. These inscriptions were draw much attentions because were written in different characters and languages.
Depok: Universitas Indonesia, 2012
T41419
UI - Tesis Open Universitas Indonesia Library
Sri Ambarwati Kusumadewi
Abstrak :
Dalam sejarah Indonesia Kuna ada satu periode yang belum lengkap gambarannya, yaitu yang biasa disebut jaman Kadiri. Jaman ini dimulai sejak Airlangga membagi dua kerajaannya menjadi kerajaan Janggala di sebelah utara dan kerajaan Pangjalu di sebelah selatan. Prasasti Garaman yang dikeluarkan oleh Mapanji Garasakan dari kerajaan Janggala ditemukan pada bulan Mei 1985. Prasasti yang berangka tahun 975 8aka (1053 Masehi) berisi anugerah dari Mapanji Garasakan kepada penduduk desa Garaman atas bantuan mereka ketika raja melawan Haji Pangjalu, musuh dan kakaknya sendiri. Prasasti ini secara jelas mendukung keberadaan kerajaan Janggala dan Pangjalu yang semula merupakan satu kerajaan di bawah pemerintahan Airlangga. Juga memberitahu bahwa antara raja Janggala dan raja Pangjalu ada hubungan kekeluargaan yaitu kakak beradik, dimana Mapanji Garasakan adalah anak laki--laki tertua Airlangga dan adik Sanggramawijaya, putri tertua Airlangga. Keduanya lahir dari permaisuri. Sedangkan Haji Pangjalu adalah anak Samarawijaya dan tutu Dharmmawangsa Teguh. Karena kedua anak laki-laki ini merasa berhak atas tahta kerajaan, maka Airlangga terpaksa membagi dua kerajaannya agar tidak ada usaha perebutan tahta. Pembagian ini terjadi pada tahun 974 Saka. Tetapi peperangan antara dua raja ini tidak terelakkan. Pada tahun itu pula terjadi peperangan antara kedua raja tersebut. Prasasti Garaman rupanya juga memperingati pecahnya perang antara Mapanji Garasakan dari Janggala dengan Haji Pangjalu dari Pangjalu.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1988
S12003
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library