Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sobirin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1998
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
"ABSTRAK
M daerah tropis, air merupakan faktor penentu bagi pertumbuhan ta-""
naman musiman atau tahunan, dimana jumlah bulan kering dan bulan ba
sab sebagai variabel kritisnya. Kohr mengukur kebasahan dan kekeri
ngan bulanan ( hygromenes ) atas dasar curah hujan, sedang Jatzold
mengukurnya dengan curah hujan dan evapotranspirasi. Daerah Jav/a Ti
mur bagian timur yang merupakan pemusatan tanaman tebu dan kopi di
P. Jawa, memperlihatkan kondiri hygromenes dan iklim yang sangat be
ragam. Sehubungan dengan landasan hygromenes yang berbeda, diharapkan
di wilayah penelitian akan memperlihatkan gambaran hygromenes
dan kesesuaian wilayah tebu dan kopi ( menurut Mohr dan Jatzold )
yang berbeda pula.
Tujuan penelitian, ingin mengetahui pola isohygromenes Mohr dan Jat
zold di wilayah penelitian, sehubungan dengan tanaman tebu dan kopio
Masalah yang dibahas: Bagaimana pola isohygromenes Mohr dan Jatzold
di Jawa Timur bagian timur ? Dimana wilayah yang isohygromenesnya
sama dan dimana yang tidak ? Atas dasar hygromenes itu, adakah keterkaitan
wilayah kesesuaian dan penyebaran areal tebu dan kopinya?
Berangkat dari dalils Semakin tinggi suatu terapat, evapotranspirasi
semakin kecil, sedang curah.hujan bertambah besar sampai pada keting
gian tertentu ; dan ketergantungan tanaman terhadap iklim sangat be
sar, dimana tanaman perkebunan yang diusahakan merupakan fung
si iklim, Maka dihipotesakan; 1. Isohygromenes Mohr lebih kering da
ri Jatzold di daerah pegunungan, sedang di daerah yang rendah isohy
.gromenes Mohr akan lebih basah, 2, Ada keterkaitan wilayah kesesuai
an dengan penyebaran areal tebu dan kopi yang ada.
Eatasan, hygromenes semata mata dipandang sebagai gegala iklim. Iso
hygromenes dimaksudkan sebagai garis yang menghubungkan titiktitik
jumlah bulan yang tingkat hygromenesnya sama. Wilayah kesesuaian te
bu dan kopi dikategorikan menjadi : region sesuai, region agak se -
suai, region kurang sesuai, dan region tidak sesuai.
Analisis dilakukan dengan metode korelasi peta, antara peta peta hy
gromenes dan isohygromenes Mohr dan Jatzold, dan peta wilayah kese
suaian dengan peta peta penyebaran areal dan produktivitas tebu dan
kopi.
Berdasarkan basil analisis, diperoleh kesi,pulan sebagai berikut
1o Hygromenes merupakan gejala iklim yang dinamis, pola dan variasi
nya berubah setiap musim, dimana mobilitasnya dibatasi oleh dimensi
ruang dan waktu. Pada bulan Juli,Agustus,dan September, hyerromenes
Mohr lebih kering dari Jatzold di pegunungan ; sedang bulan April,
Mei,Juni,Oktober,dan November, hygromenes Motor sedikit lebih basah
di daerah rendah, sedang di pegunungan hygromenes Jatzold jauh^lebih
basah dari Mohr.
2. Isohygromenes Mohr di Jawa Timur bagian timur, polanya kurang te
ratur, terutama di sebelah barat dan timur. Pola isohygromenes Jat
zold agak teratur, pesisir pantai" utara lebih sering mengalarai bulan'
kering dan sangat kering,dan Jumlahnya berkurang ke arah pegunungan.
3. Wilayah isohygromenes Mohr dan Jatzold sama, terutama di pesisir
utara dan selatan, dataran tinggi Malang, lereng selatan peg, Ijen,
lereng tenggara peg.Semeru-Tengger,dan kaki lereng utara peg. lyang
- Ijen. Wilayah isohygromenes Mohr lebih kering terdapat di daerah
pegunungan, semenanjung Blambangan,dan sebagian region lipatan Pan
tai selatan dan Sukameda. Isohygromenes Mohr lebih basah, regionnya
sangat sempit, terletak di' pesisir utara dan selatan,
4o Ternyata ada keterkaitan wilayah kesesuaian dengan penyebaran are
al dan produktivitas tebu dan kopi di wilayah penelitian, dimana ke
terkaitan menurut Mohr tampak lebih nyata ( jelas ) dibanding menurut
Jatzold."
1989
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
T39616
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sobirin
"Salah satu penyakit yang dijadikan sebagai patokan penggunaan obat rasional adalah ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut), jika penyakit ini tidak mendapatkan pengobatan tidak benar dan tidak tepat, kemungkinan ISPA akan berlanjut menjadi pnemoni. Banyak penelitian menyatakan bahwa antibiotik diberikan dengan tidak benar pada penderita ISPA non pnemoni. Evaluasi Bidang Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka melaporkan, tabun 2006 tingkat penggunaan antibiotik di puskesmas pada penderita ISPA non pnemoni mencapai 53,8% Desain penelitian ini cross sectional, Pengambilan data menggunakan kuesioner angket (self administration) dan dilengkapi dengan daftar monitoring peresepan diagnosis ISPA non pnemoni.
Proporsi petugas kesehatan di puskesmas yang memberikan antibiotik pada penderita ISPA non pnemoni di Kabupaten Majalengka tahun 2007 sebesar 75,2%. Proporsi karakteristik individu dominan pada petugas kesehatan yagn berumur muda (8,3%), tanaga medis (77,8%), masa kerja baru (76,9%), tidak pernah mendapat pelatihan (78,4%), pengetahuan kurang (78,8%), dan mempunyai sikap negativ (96,3%). Sedangkan karakteristik organisasi lebih dominan pada petugas kesehtan yang kurang didukung Kepala Puskesmas (88,5%), tidak pernah disupervisi (80,7), tidak ada buku pedoman pengobatan dasar (80,0%), dan kecukupan obat kurang (75,4%). Variabel yang dominan/utama berhubungan denagn perilaku pemberian antibiotik pada penderita ISPA non pnemoni adalah variabel sikap. Variabel konfondingnya ada variabel suspenvisi.
Dinas Kesehatan, agar meningkatkan supervisi pengobatan rasional yang diarahkan pada anjurnn penggunaan buku pedoman pengobatan dasar, perlunya pelatihan pengobatan rasional dengan peserta minimal 3 orang petugas pelayan pengobatan dari puskesmas dan petugas dari pelayanan kesebatan swasta serta lebih meningkatkan freknensi evaluasi penggunaan obai rasional di puskesmas disertai umpan balik rutin setiap tiga bulan sekali. Kepala puskesmas lebih mendukung upaya pengobatan rasional dan mengevaluasi secara rutin dan mensosialisasikan obat rasional kepada masyarekat yang berkunjung ke puskesmas. Perlunya penelitian dengan metode Dislrusi Kelompok Terarah (DKl) meliputi aspek kebijakan sistem perencanaan dan pengelolaan obat di puskesman.

One of the discase that become a standard of rational medicine using is ISPA (Acute Respiratory Infection), if this discase do not obtain correct and exact mediacation, ISPA possibility will continue become pneumonic. Many reserches state that antibiotic gave invorrectly to ISPA non-pneumonic patient reach 53,8%. This research is using cross sectional design. Data gathering is using self-administration questioner and completed with prescription monitoring list of ISPA non-pneumonic diagnosis.
Health staffs proportion in puskesmas that give antiviotic to ISPA non-pneumonic patient in Majalengka District year 2007 is 75,2%. This proportion is dominant in young health staff (8,3%), medical staff (77,8%), new work length (76,9%), never participate in training (78,4%), lack of education (78,9%) and negative attitude (96,3%). Antibiotic distribution is dominant in health staffs that less supported by puskesmas chief (88,5%), never supervised (80,7%), no standard medication guidance (80,0%) and lack of medicine availability (75,4%). Dominant variable that related with giving antiviotic behavior to ISPA non-pneumonic patient are age, attitude, availability of standard medication guidance book. support from puskesmas chief and health agency supervislon. The most dominant variable related with giving antibiotic behavior is staffs attitude (OR = 8.134).
Suggested to Health Agency increasing rational medicine supervision that directed on using standard medication guidance book, require rational medicine training with minimal participants of 3 medication staffs from puskesmas and staffs from private health service also increasing frequency of rational medicine using evaluation in puskesmas along with routine feedback once evecy 3 months. Puskesmas chief is more supporting effort of rational medication and evaluating rontinely and socializing rational medication to public that visiting puskesmas. Require research with Directed Group Discussion (DKT) method including aspect of planning system policy and medicine management in puskesmas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2007
T21070
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cecep Sobirin
"Keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah pelayanan keperawatan yang merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di rumah sakit. Salah satu bentuk pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti dalam praktek keperawatan profesional. Sehubungan dengan hal tersebut, maka dirasakan perlu rnelakukan penelitian tentang penerapan perilaku caring perawat pelaksana. Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif analitik dengan desain penelitian Csossectional. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi hubungan beban kerja dan motivasi dengan penerapan perilaku caring. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat pelaksana yang bekerja di Instalasi Rawat Inap Badan Rumah Sakit Umum Daerah Unit Swadana Kabupaten Subang. Penarikan sampel dilakukan dengan teknik total sampling sejumlah 118 perawat pelaksana. Data yang diperoleh merupakan data primer yang dikumpulkan secara langsung dengan cara observasi dan penyebaran kuesioner. Berdasarkan basil analisis didapatkan bahwa penerapan perilaku caring lebih dari separuh perawat pelaksana (52,5 %) termasuk kategori rendah, beban kerja perawat pelaksana berkisar antara 4,07 jam sampai dengan 10,35 jam tiap shift, 5,19 jam tiap shift untuk tindakan keperawatan langsung dan 3.36 jam untuk tindakan keperawatan tidak langsung. Lebih dari setengahnya (53,4 %), motivasi perawat pelaksana dalam penerapan perilaku caring termasuk kategori rendah. Penelitian ini menyimpulkan bahwa beban kerja dan motivasi mempunyai hubungan yang signifikan dengan penerapan perilaku caring (p=0,000), dan beban kerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penerapan perilaku caring. Perawat pelaksana dengan beban kerja rendah berpeluang 52,63 kali lebih caring dibanding perawat pelaksana dengan beban kerja tinggi setelah dikontrol motivasi dan Perawat pelaksana dengan motivasi tinggi berpeluang 18,92 kali lebih caring dibanding perawat pelaksana dengan motivasi rendah setelah dikontrol beban kerja. Berkenaan dengan basil penelitian ini, manajer keperawatan perlu meninjau kembali faktor-faktor yang berpengaruh terhadap beban kerja perawat sehingga kesempatan dan motivasi perawat dalam menerapkan perilaku caring dapat meningkat.

Hospitals success for health service affected by nursing factor, on of them is nursing services that frontier health services in hospital caring is the one of nursing service that be core in practrical clinical nursing by the way so its importancy to explore about nursings implementations. This study was analytic descriptive with crossectional the man objective of this study to identify relationships betwen work load and motivations with caring applications. Populations was nurses in BRSUD Unit Swadana Kabupaten Subang with 118 person. Primary data with observations was used the result caring applications was done by more than half nurse clinical (52,5%) was lower categoric, Nurse work load was 4,07 hours until 10,35 hours in shift, 5,19 hours shift for direx care and 3,36 hours for indirexs care. More than half (53,4%) nurses motivation in caring application was lowwer. The conclusions of this study the nursing work load and motivations have significant relationship with caring applications (P = 0,000) and the work load was dominant variable for caring applications. So for nurses manager had to seek factor that affected to work load nurse Chats can increases motivations the nurse for application the caring."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2006
T17740
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ikhsan Sobirin
"Bisnis MLM merupakan salah satu cara atau metode dari penjualan langsung (direct selling) melalui jaringan pemasaran yang dikembangkan oleh tenaga penjual/member/distributor yang independent yang terstruktur dalam tingkatan- tingkatan yang berbeda. Tenaga penjual tersebut kemudian membangun jaringannya dcngan merekrut, memotivasi, mensuplai, melatih downline mereka untuk memperkenalkan barang atau jasa tertentu kepada sejumlah perorangan atau badan usaha lainnya secara berturut-turut dan bcluja berdasarkan komisi dan bonus yang dihasilkan dari penjualan produk dan bukan dari hasil perekrutan/referensi anggota Penjualan langsung ini dideflnisikan sebagai penjualan barang atau jasa yang dilakukan secara langsung ke individu-individu tertentu di rumah dan tempat kerja mereka, melalui transaksi yang dilakukan oleh si penjual (Clothier, 1992). Penjualan pribadi (penjualan personal) merupakan suatu bentuk interaksi langsung dengan satu calon pembeli atau lebih dengan melakukan presentasi, menjawab pertanyaan, dan menerima pesanan (Cravens,1994). Untuk itu dalam bisnis MLM, kinerja mitra usaha sangatlah penting untuk diperhatikan, dalam hal ini menarik bagi peneliti untuk meneliti topik analisis faktor-faktor pendukung terhadap kinerja mitra usaha CNI dalam pengembangan bisnis MLM-. Penelitian ini mengacu pada model yang dibuat oleh peneliti atas dasar survei wawancara terhadap 30 orang mitra usaha CNI dari berbagai posisif jenjang prestasi, dimana hasilnya dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh faktor utama yang mempengaruhi kinerja mereka yaitu kualitas produk, sistem komisi, jenjang prestasi, pelatihan, RPU, downline dan upline_ Dan jumlah responden dalam penelitian ini adalah 100 responden.
Untuk menguji kerangka konseptual, regresi dimana variabel indikator diolah adalah dengan menggunakan SPSS 12. Peneliti kemudian menganalisis variabel apa yang memberikan pengaruh signifikan dan tidak signifikan terhadap kinerja mitra usaha CNI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas produk, RPU (Rencana Pengembangan Usaha), downline dan upline memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja miua usaha CNI. Sedangkan sistem komisi, sistem jenjang prestasi dan pelatihan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan kinerja mitra usaha CNI. Maka dengan perbedaan ini, peneliti mencoba merumuskan beberapa upaya/solusi yang dapat ditempuh oleh CNI. Selain itu, peneliti juga mengajukan beberapa saran untuk penelitian-penelitian selanjutnya agar lebih representatif.

MLM is a marketing method that makes use of direct selling through a network of independent salespersons structured in different levels. These independent salespersons (members/distributors) are encouraged to build and manage their own sales force by recruiting, motivating, supplying, and training others (downline) to sell products. They earn commissions from what they sell, as well as a certain portion of the commissions from the sales of their downlines, a reward for their effort in expanding the overall network of salespersons for the company. To a MLM company, these salespersons disregard of their levels are collectively called Business Partner (Mitra Usaha). This direct selling is defined as selling goods or services that are conducted directly to certain individuals in their house or their ofiice through transactions accomplished by the seller (Clothier, 1992). Personal selling is a form of direct interaction with a potential buyer or more by performing a presentation, answering question, and receiving order (Cravens, 1994). For a MLM company, the performance of business partner is a key factor of business success and there for it is an important parameter to monitor in the management of MLM network. In this case, it is interesting for the Researcher to research the topic for analyzing the supporting factors towards the performance of CNI business partner in developing MLM business. This research referred to a model that was developed by the Researcher based on an interview survey towards 30 CNI business partners from variable positions/achievement path where the results were concluded that there are seven main factors t.hat influence their cooperation which are product quality, commission system, achievement path, training, RPU, dovm-line and up-line. And total respondent in this research are 100 respondents.
In order to evaluate the conceptual tiamework, the variable indicator processed by using regression in SPSS 12. Then, the Researcher analyzed which variables that gave the significant influence and which not significant towards the CNI business partner performance. The result of the research showed that the product quality, RPU (Rencana Pengembangan Usaha / Business Development Plan), down-line and up-line give significant influence towards the improvement of CNI business partner performance. Meanwhile the commission system, achievement path and training are not giving significant influence towards the improvement of CNI business partner performance. Therefore, with these differences, the Researcher attempts to fonnulate several efforts/solutions that could be attained by CNI. Instead of that, the Researcher also provides several recommendations for subsequently researches that could be more representative.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mokh Sobirin
"Selama lima belas tahun terakhir wilayah Pegunungan Kendeng Utara, Jawa Tengah, menjadi wilayah panas perebutan sumber daya alam antara petani melawan korporasi yang didukung oleh negara. Wilayah ini menjadi sasaran perluasan perusahaan pertambangan semen sebagai akibat setelah Cina menutup separuh pabrik semennya. Otonomi daerah menjadi salah satu alasan yang digunakan daerah dengan potensi cadangan kapur membuka diri untuk investasi pertambangan semen. Perebutan sumber daya antara negara, korporasi dan petani pun tak terhindarkan. Gerakan petani Samin menjadi motor gerakan perlawanan dengan beragam cara. Salah satunya dengan bertransformasi dari kelompok berskala lokal menjadi kelompok petani terbuka dengan ide keadilan lingkungan dengan jejaring lintas negara. Melalui Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK), gerakan ini memadukan pengetahuan modern dan tradisional untuk memproduksi pengetahuan alternatif yang berguna untuk kepentingan gerakan. Dengan menggunakan pendekatan yang ditawarkan oleh Stuart Allan, tulisan ini menjelaskan proses produksi pengetahuan melalui dua repertoar yaitu secara in-situ (circuited knowledge) dan ex-situ (networked knowledge). Posisi penulis sebagai aktivis sekaligus etnografer menjadi hal penting untuk melihat relasi antara praktek gerakan dan bagaimana produksi pengetahuan direfleksikan oleh subyek yang terlibat di dalamnya.

Over the last fifteen years the North Kendeng Mountains region, Central Java, has become a field for the struggle for natural resources between farmers and corporations supported by the state. This region was targeted by the expansion of the cement mining company after China closed half its cement factory. Regional autonomy is one of the reasons used by regions with potential limestone reserves opening up for investment in cement mining. The struggle for resources between the state, corporations, and farmers was inevitable. The Samin peasant movement became the motor of the resistance movement in various ways. One of them is by transforming from a local scale group into an open farmer group with the idea of ​​environmental justice with global network support. Through the Kendeng Mountains Concerned Community Network (JM-PPK), this movement combines modern and traditional knowledge to produce alternative knowledge that is useful for the benefit of the movement. Using the approach offered by Stuart Allan, this paper explains the process of co-production of knowledge through repertoire, namely, knowledge produced in-situ (circuited knowledge) and ex-situ (networked knowledge). The position of the writer as an activist as well as ethnographer becomes important to see the relationship between the practice of the movement and how the production of knowledge is reflected by the subjects involved in it."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tadjus Sobirin
Jakarta: Lajnah Ikhtiar, 1996
920.008 TAD k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>