Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siahaan, Samuel Dominggus Chandra
"Latar Belakang: Otitis media supuratif kronik (OMSK) adalah kondisi infeksi telinga tengah dan mastoid kronik yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah struktur tuba Eustachius. Morfometri tuba Eustachius dengan bidang referensi pada modalitas CT-scan memberikan pilihan non-invasif penilaian struktur tuba. Bidang Ku-Copson adalah bidang referensi baru morfometri tuba yang sebelumnya lebih umum menggunakan bidang Reid. Tujuan: Menilai pengaruh besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang Ku-Copson terhadap kejadian OMSK. Metode: Sebanyak 128 sampel telinga, 64 telinga kelompok normal dan 64 telinga kelompok OMSK diinklusi dalam penelitian ini. Pengelompokkan dilakukan berdasarkan diagnosis akhir berdasarkan rekam medis. Pengukuran sudut dilakukan dengan multiplanar reconstruction (MPR) pada HRCT kepala-leher. Analisis bivariat dengan menggunakan uji student T dilakukan untuk menilai perbedaan rerata kedua kelompok dengan Interval Kepercayaan (IK) 95%. Hasil: Terdapat perbedaan rerata yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok (p = 0,005). Rerata besar sudut pada kelompok telinga normal sebesar 27,20 ± 4,8 (SD) dan pada kelompok telinga OMSK sebesar 29,20 ± 3,2 (SD). Nilai AUC dari ROC besar sudut tuba Eustachius dalam diferensiasi kelompok telinga normal dan OMSK sebesar 0,62 (0,523 – 0,718), dengan nilai sensitivitas dan spesifisitas pada nilai titik potong 28,50 adalah 56,3% dan 56,3%. Kesimpulan: Besar sudut kemiringan tuba Eustachius berdasarkan bidang referensi Ku-Copson pada kelompok telinga normal lebih besar dibandingkan pada kelompok telinga OMSK, dengan perbedaan sekitar 2 derajat antara kedua kelompok.

Background: Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a chronic infection of middle ear and mastoid caused by various factors, one of which is the Eustachian tube. Eustachian tube morphometry based on reference plane on CT-scan provides a non-invasive option for assessing tube structure. The Ku-Copson plane is a new reference plane for tubal morphometry which previously used the Reid plane more commonly. Objective: To assess the influence of Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane on the presence of CSOM. Methods: A total of 128 ear samples, 64 ears on normal group and 64 ears on CSOM group, were included in this study. Grouping was based on the final diagnosis according to medical records. Angle measurements were carried out with multiplanar reconstruction (MPR) on head and neck HRCT. Student T test was used to analyse the mean difference of the two groups with a 95% Confidence Interval (CI). Results: There was a statistically significant mean difference between the two groups (p = 0.005). Mean tube angle in the normal ear group was 27.2 ± 4.8 (SD) and in the CSOM ear group was 29.2 ± 3.2 (SD). The AUC value of the of Eustachian tube angle ROC in discriminating normal ear and CSOM groups was 0.62 (0.523 – 0.718), with sensitivity and specificity at cutoff of 28.5 being 56.3% and 56.3%. Conclusion: The Eustachian tube angle based on the Ku-Copson plane in the normal ear group is greater than in the CSOM ear group, with a difference of around 20."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Samuel Dominggus Chandra
"Metode In Vitro Fertilization (IVF) sudah dikenal sebagai salah satu metode reproduksi berbantu yang efektif menangani masalah infertilitas. Angka kehamilan IVF siklus baru Indonesia tahun 2013 untuk usia <35 tahun berada di angka 41,48%, masih di bawah angka kehamilan siklus IVF pada usia sama di dunia tahun 2012, yaitu 46,6%. Terdapat beberapa faktor yang dapat berpengaruh pada angka kehamilan siklus IVF, salah satunya adalah fase embrio saat transfer embrio. Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa fase blastokista memiliki angka kehamilan yang lebih tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan efektivitas prosedur IVF melalui pemahaman akan faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan data dari rekam medik Klinik Yasmin RSCM Kencana. Sampel penelitian dibagi ke dalam dua kelompok, 120 pasien grup fase pembelahan dan 120 pasien grup fase blastokista. Pemilihan sampel menggunakan metode systematic random sampling. Pada analisis didapatkan beda proporsi antara grup fase blastokista dengan grup fase pembelahan sebesar 20,8% (50,8% dan 30,0%; p= 0,002).
Pada analisis multivariat didapatkan tiga variabel perancu yang memiliki pengaruh dalam penelitian, yaitu tebal endometrium, endometriosis, dan faktor tuba. Disimpulkan bahwa transfer embrio pada fase blastokista memiliki angka kehamilan lebih tinggi bermakna dibandingkan dengan fase pembelahan.

In Vitro Fertilization (IVF) is known as one of assisted reproduction methods that effectively addresses the problem of infertility. IVF fresh cycle pregnancy rate in Indonesia for age <35 years in 2013 was at 41.48%. It was still below the pregnancy rate of fresh IVF cycles at the same age worldwide in 2012, 46.6%. There are several factors that can affect the pregnancy rate of IVF cycles, one of which is the stage when the embryo is transferred. Based on previous studies, it was found that the blastocyst stage have a higher pregnancy rate than the cleavage stage. The purpose of this study was to improve IVF effectiveness.
The study was conducted using medical records from Klinik Yasmin RSCM Kencana. Samples were divided into two groups, 120 patients in cleavage stage group and 120 patients in blastocyst stage group. The samples were selected using systematic random sampling method. In the analysis, we found 20,8% proportion difference between the blastocyst stage group to the cleavage stage group (50.8% and 30.0%; p = 0.006).
In the multivariate analysis, it was found that there were three confounding variables, endometrial thickness, endometriosis, and tubal factor, which significantly affected pregnancy rate. It was concluded that blastocyst embryo transfer have a significantly higher pregnancy rate than cleavage embryo transfer.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library