Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Deiktya Emte
"Komunitas Suku Anak Dalam (SAD) di sepanjang Jalan Lintas Tengah Sumatra diyakini memiliki bahasa tersendiri. Mereka menyebutnya sebagai bahasa Rimba atau bahasa Dalam. Bahasa tersebut dicurigai memiliki hubungan kekerabatan dengan bahasa Melayu Jambi atau dengan bahasa Minangkabau. Penelitian ini ingin melihat variasi bahasa yang digunakan komunitas Suku Anak Dalam di sepanjang Jalan Lintas Tengah Sumatra dengan mengkajinya secara dialektologis. Metode pengambilan data dilakukan dengan metode pupuan lapangan yang meliputi 286 daftar tanyaan dalam tataran leksikon. Titik pengamatan dalam penelitian ini adalah delapan rombong Suku Anak Dalam di sepanjang Jalan Lintas Tengah Sumatra yang mencakup wilayah Provinsi Jambi dan Sumatra Barat. Data hasil wawancara diolah menjadi peta lambang kemudian dikelompokkan berdasarkan jumlah etima dan dihitung dialektometrinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedelapan rombong Suku Anak Dalam di sepanjang Jalan Lintas Tengah Sumatra menggunakan satu bahasa yang sama. Bahasa tersebut juga menunjukkan adanya kecenderungan hubungan kekerabatan dengan bahasa Suku Anak Dalam di Taman Nasional Bukit Duabelas yang merupakan variasi dari bahasa Melayu Jambi. Selain itu, terdapat temuan mengenai kebudayaan dan ciri khas kebahasaan komunitas ini, di antaranya adalah penggunaan ungkapan lah untuk menegaskan sesuatu, kecenderungan untuk menuturkan fonem /r/ dengan bunyi /ʁ/, dan penggunaan sufiks

The Anak Dalam Tribe along the Trans-Central Sumatra Highway is believed to have its own language. They call it as Rimba language or Dalam language. The language is suspected of having a kinship with Jambi Malay Language or with Minangkabau language. Through a dialectological approach, this study wanted to see variations of the language used by the Anak Dalam Tribe along the Trans-Central Sumatra Highway. Research data were collected using field research methods which included 286 questionnaires at the lexicon level. The observation points were eight Anak Dalam Tribe along the Trans-Central Sumatra Highway which are part of Jambi and West Sumatra Province. Data is processed into symbol maps and then grouped according to the number of etymon and dialectometry calculated. The result shows that eight Anak Dalam Tribe along the Trans-Central Sumatra Highway use the same language. This language also shows a tendency towards kinship with the language of the Anak Dalam Tribe in Bukit Duabelas National Park which is a variation of the Jambi Malay language. In addition, there are findings regarding the culture and linguistic characteristics of this community, such as the use of -lah locution to emphasize something, the tendency to speak phonemes /r/ with /ʁ/, and the use of suffix -on."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Shafira Deiktya Emte
"Teman Tuli adalah identitas yang disematkan kepada tunarungu di Indonesia. Identitas Tuli dengan huruf T kapital dianggap lebih berterima bagi kelompok Tuli. Namun, identitas tunarungu nyatanya lebih populer digunakan di kalangan masyarakat dengar. Selain itu, Tuli juga sesungguhnya memiliki pilihan identitas lain yang dapat berdiri di antara kedua identitas tersebut, yakni bikultural. Penelitian ini ingin memahami pembentukan konstruksi identitas budaya teman Tuli di Jambi: apakah mereka memilih menjadi Tuli, tunarungu, atau bikultural. Pengambilan data dilakukan dengan metode etnografi. Peneliti melakukan observasi, FGD (focus group discussion), dan wawancara mendalam terhadap teman Tuli di Jambi yang berusia 18—26 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh responden mengidentifikasikan diri mereka sebagai Tuli alih-alih tunarungu dan bikultural. Namun, dalam praktiknya, peneliti menemukan bahwa terdapat responden yang menerapkan praktik bikultural. Selain itu, peneliti juga menemukan adanya pengaruh yang besar dari ketergabungan dengan organisasi Tuli, terutama Gerkatin dan Pusbisindo, dalam pengonstruksian identitas teman Tuli di Jambi.

Deaf (Tuli) is an identity pinned to the deaf in Indonesia. Deaf identity with a capital D is considered more acceptable for the Deaf group. However, the deaf (tunarungu) identity is in fact more popularly used among the hearing community. In addition, Deaf also has a choice of other identities that can stand between the two identities, namely bicultural. This study aims to understand the construction of the cultural identity of the Deaf in Jambi: whether they choose to be Deaf (Tuli), deaf (tunarungu), or bicultural. Data collection was done by ethnographic method. Researchers conducted observations, focus group discussions (FGD), and in-depth interviews with Deaf in Jambi aged 18-26. The results showed that all respondents identified themselves as Deaf (Tuli) instead of deaf (tunarungu) and bicultural. However, in practice, the researchers found that there were respondents who applied bicultural practices. In addition, the researcher also found that there was a big influence from joining the Deaf organizations, especially Gerkatin and Pusbisindo, in the construction of the identity of Deaf in Jambi."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library