Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sari Purnama Hidayat
Abstrak :
ABSTRAK
Bahan pangan darurat BPPT merupakan makanan padat gizi berbentuk biskuit yang dikemas secara tertutup untuk dikirimkan ke tempat-tempat bencana alam. Dalam bahan pangan tersebut terkandung polifenol yang telah terbukti secara invitro dapat meningkatkan respon imun. Untuk dapat mengaplikasikan dalam kehidupan masyarakat, bahan ini perlu melalui uji eksperimental hewan coba terlebih dahulu. Uji eksperimental yang dilakukan terhadap 30 ekor mencit yang dibuat lapar. Setelah dua minggu berada dalam kondisi kelaparan, enam ekor mencit diambil datanya, mencit lainnya kemudian dibagi ke dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok yang diberi produk pangan darurat BPPT dan kelompok yang diberi imunomodulator Phyllanthus niruri, suatu produk imunomodulator yang telah di pasarkan di Indonesia. Enam mencit dari masingmasing kelompok diperiksa setelah mendapat perlakuan selama dua dan empat minggu. Pada penelitian ini tidak ditemukan perbedaan yang bermakna (p>0,05) pada perbandingan perubahan jumlah leukosit, limfosit, netrofil segmen, dan jumlah IgG total antara mencit yang mendapat asupan pangan darurat BPPT dengan mencit yang mendapat asupan Phyllanthus niruri baik selama dua dan empat minggu. Oleh sebab itu, peneliti menyimpulkan bahwa produk pangan darurat BPPT memiliki efek yang sama baiknya dengan Phyllanthus niruri dalam meningkatkan respon imun mencit kelaparan dengan indikator jumlah leukosit, perubahan hitung jenis, dan jumlah IgG total setelah pemakaian dua maupun empat minggu.
ABSTRACT
BPPT emergency food is nutrient-rich cookies which are packaged in a closed session to be sent to places of natural disasters. This product contains polyphenol that has been shown to enhance immunity response in in-vitro experimentation. In order to be applicable in public life, this product needs to be experimented on animals. Experimental tests were conducted on thirty mice which were made to be hungry. After two weeks in a state of starvation, six mice were taken to be examined, while the rest were divided into two groups, one group was given BPPT emergency food and the other group was given Phyllanthus niruri, an immunomodulator which has been marketed in Indonesia. After two weeks, six mice from each group were taken for examination and the rest were examined two weeks after the first test. The result found no significant difference (p> 0.05) on changes number of leukocytes, lymphocytes, neutrophils segments, and total IgG between mice that received BPPT emergency food and mice that received Phyllanthus niruri after being treated for two and four weeks. Therefore, researchers concluded that the BPPT emergency food products has similar effect with Phyllanthus niruri in enhancing starving mice immunity response, indicated by the number of leukocytes, differential count of leukocyte, and total amount of IgG.
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Purnama Hidayat
Abstrak :
Latar belakang: Kematian akibat pneumonia komunitas dilaporkan paling sering pada kelompok lanjut usia. Tingginya kegagalan terapi pada kelompok ini yang berkaitan dengan keterlambatan diagnosis, keparahan penyakit, infeksi bakteri atipikal, multipatogen, multiresisten, dan kondisi multikomorbiditas. Dengan memprediksi kegagalan terapi pada kelompok ini, klinisi dapat menyusun strategi yang lebih agresif untuk mencapai keberhasilan terapi. Namun mengingat respon klinis lanjut usia yang lebih lambat, parameter pencapaian stabilitas klinis dini (<3 hari) tidak dapat digunakan pada kelompok usia ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan klinis yang dapat digunakan dalam memprediksi kegagalan terapi pada pneumonia komunitas lanjut usia. Metode: Penelitian menggunakan desain kohort prospektif menggunakan data primer pada subjek pneumonia komunitas lanjut usia yang menjalani perawatan inap di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Dilakukan pemeriksaan status klinis awal sebagai nilai dasar, dilanjutkan dengan pemantauan klinis hari pertama (24 jam setelah mendapatkan antibiotik) dan pemantauan klinis hari ke-tiga (72 jam setelah mendapat antibiotik). Hasil keluaran kegagalan terapi dinilai bila terdapat eskalasi antibiotik dan kematian dalam 14 hari pemantauan. Hasil: Sebanyak 231 subjek dimasukan dalam penelitian, 21 subjek mengalami drop out. Dari 210 subjek, kegagalan terapi dijumpai pada 111 subjek (52,9%). Setelah dilakukan analisis bivariat dan multivariat ditemukan perubahan klinis yang berhubungan dengan kegagalan terapi pada pneumonia komunitas lanjut usia adalah perubahan ADL pada hari pertama dengan RO 2,213 (95% IK: 1,269-3,861, p<0,01), perubahan ADL pada hari ke- tiga dengan RO 2,966 (95% IK: 1,603-5,489, p=0,001) dan perubahan tekanan darah sistolik pada hari ke-tiga dengan RO 1,021 (95%IK 1,005-1,036, p<0,01). Kesimpulan: Perubahan klinis dapat dijadikan parameter prognosis kegagalan terapi pada pneumonia komunitas lanjut usia.  Perburukan atau tidak perbaikan status fungsional pada hari pertama dan hari ke-tiga pasca mendapatkan terapi antibiotik berhubungan dengan kegagalan terapi. Perubahan tekanan darah sistolik yang lebih tinggi juga berhubungan dengan kegagalan terapi dengan mekanisme yang belum dapat dijelaskan. ......Background: The elderly with community-acquired pneumonia (CAP) had worse outcomes due to a high rate of treatment failure (TF). A more thorough clinical assessment is needed to evaluate treatment response in this population. Early detection of TF enables more aggressive management of CAP in the elderly, but the evidence is scarce. Aim: To determine any clinical status changes that can be used to predict TF in the elderly with CAP. Method: A cohort-prospective study with consecutive sampling methods was conducted. Included patients with CAP ≥60 years old. Clinical status, including blood pressure, pulse rate, respiratory rate, body temperature, peripheral oxygen saturation, functional status with Barthel Index, and mental status (delirium status and GCS), were recorded upon admission, 24 hours and 72 hours following the first antibiotic(s) administration. Treatment failure was determined in subjects required antibiotic escalation or died within 14 days of observation. Results: The clinical status changes related to TF were: the change of functional status and mental status 24 hours following antibiotic(s) administration; and the changes of systolic blood pressure, pulse rate, functional status, and mental status 72 hours following antibiotic(s) administration. Multivariate analysis revealed. Conclusion: Comprehensive clinical evaluation is required to predict TF in the elderly with CAP. Changes in functional status and mental status were recognized earlier than vital signs to predict TF in the elderly with CAP.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library