Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sam`un Jaja Raharja
"Identitas Perusahaan (Corporate Identity) merupakan faktor yang penting dan menjadi pendukung bagi kemajuan setiap organisasi atau perusahaan. Pada peruaahaan berbentuk koperasi, identitas perusahaan ini lebih penting lagi karena di dalamnya terkandung potensi perilaku oportunistik (opportunistic behavior).
Perkembangan den pengembangan Jenis-jenis koperasi di Indonesia, primer maupun sekunder, tidak terarah dan tidak jelas. Terdapat puluhan Jenis koperasi dengan sebutan (nomenkiatur) yang bermacam-macam. Tetapi, hampir semuanya tidak menunjukkan dengan jelaa Jenisnya, bisnis (utamanya), siapa anggotanya, kompetensinya dan lain-lain. Dengan kata lain, koperasi-koperasi di Indonesia belum memiliki identitas koperasi (cooperative identity).
Atas dasar itulah, perlu dilakukan penelitian pada berbagai tingkatan koperasi, baik tingkat primer maupun sekunder dengan mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi bagian dart proems pembentukan identitas koperasi.
Penelitian ini dilakukan pada tingkat lokal dengan mengambil obyek pada koperasi-koperasi primer di Kotamadya Bandung. Ada tiga permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, apa latar belakang pembentukan koperasi-koperasi primer di Kotamadya Bandung. Kedua, sejauhmana keeratan hubungan (kohesifitas) koalisi antara anggota-koperasi. Ketiga, bagaimana keterlibatan dan Tanggapan Anggota dalam Proses Pembentukan Identitas Koperasi Koperasi.
Penelitian dilengkapi dengan analisis perbedaaan antara cooperative identity dengan corporate culture perusahaan swasta dan analisis tantangan dan prospek pengembangan identitas koperasi.
Penelitian den pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam kepada pengelola koperasi sebanyak 12 orang dan penyebaran angket kepada 55 orang anggota koperasi. Data dianalisis balk secara kualitatif dengan hasil berupa kalimat/kata (etatemen) maupun secara kuantitatif dengan hasil berupa angka-angka.
Untuk menentukan kecenderungan apa yang teriadi dart data kuantitatif dinilai dengan menggunakan modus. Temuan penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
Pertama, koperasi didirikan tidak atas alas an kepentingan bisnis anggota-anggotanya serta tidak mencerminkan kepentingan bisnis anggota-anggotanya. Bisnis yang diselenggarakan oleh koperasi tidak terkait dengan bisnis-bisnis anggota-anggotanya. Dengan kata lain, bisnis koperasi dengan anggotanya berjalan sendiri-sendiri, tidak saling menunjang atau membesarkan. Bergayut dengan temuan di atas, pada umummnya anggota koperasi adalah bukan pelaku bisnis. Seseorang yang tidak pernah berkecimpung atau bertindak sebagai pelaku bisnis, dalam dirinya tidak akan terjadi pembentukan pengetahuan atas pengalaman praktek sehari-hari (ideocyncratic knowledge). Dengan kata lain, para anggota koperasi tidak memiliki ideocyncratic knowledge.
Kedua, Kohesifitas koalisi antara anggota dengan koperasinya bersifat longgar (rendah). Longgarnya keeratan (kohesifitas) ini tidak menunjang tumbuhnya semengat berkoperasi (cooperative spirit). Hal ini disebabkan oleh entry barier anggota koperasi rendah. Siapa saja dapat menjadi anggota koperasi tanpa melihat latar belakang profesi bisnisnya maupun perilaku ekonomiknya. Demikian juga exit barier anggota koperasi rendah. Setiap anggota dapat dapat masuk atau keluar dengan mudah. Rendahnya exit barier ini karena rendahnya biaya inisiasi dan tidak adanya transaksi epesifik Akibatnya perilaku loyalis anggota koperasi (loyalty behavior) sulit untuk dibangun.
Ketiga, Koperasi tidak memiliki norma-norma social sebagai alat untuk mencegah perilaku oportunistik. Peraturan yang ada sebatas sebatae Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga yang sudah distandarisasi oieh Kantor Departemen Koperasi dan PPK yang tidak mencerminkan nilai-nilai social. eetempat. Penelitian menemukan sejumlah kasue yang menunjukkan perilaku perilaku yang bersifat oportunsitik. Munculnya perilaku ini mencerminkan belum tumbuhnya rasa saling percaya (trust) sesama anggota koperasi.
Dengan melihat sejumlah faktor pembentuk identitas koperasi (cooperative identity) seperti tidak tumbuhnya ideocyncratic knowledge anggota, cooperative spirit, trust, serta loyalty behavior maka dapat disimpulkan bahwa identitas koperasi pada koperasi primer tersebut belum terbentuk.
Berdasarkan temuan penelitian tersebut dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:
Pertama, perlu mengevaluaei kembali Jenis-jenis koperasi serta perlu ditetapkan nomenklatur yang menoerminkan kegiatan bisnis dan kompetensinya.
Kedua, perlu ditetapkan syarat-syarat keanggotaan (entry point) untuk setiap koperasi, khususnya syarat keanggotaan sebagai pelaku bisnis.
Ketiga, adanya aturan kebijakan dari otoritas perkoperasian (pemerintah) berupa public goods untuk menetapkan den menegaskan jenis koperasi yang mencerminkan kegiatan bisnis dan syarat-syarat keanggotaannya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sam`un Jaja Raharja
"Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang tidak terpadu telah memunculkan permasalahan seiring dengan kompleksitas dalam pengelolaan daerah aliran sungaI tersebut. Permasalahan pengelolan Daerah Aliran Sungai menarik untuk dikaji karena pengelolaan saat ini menunjukkan kondisi yang tidak efektif dan relasi antar stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan dan berkepentingan atas keberadaan daerah aliran sungai tersebut cenderung konflik.
Masalah pokok dalam penelitian ini. Pertama, pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum dikelola secara fragmentaris, sektoral dan cenderung konflik antar stakeholder yang mengakibatkan pengelolaan DAS Citarum menjadi kompleks dan tidak kolaboratif. Kedua, diperlukan konsep baru pengelolaan DAS Citarum sehingga pengelolaan menjadi lebih efektif.
Berdasarkan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan Pertama, mengidentifikasi, mendeskripsikan dan menganalisis relasi antar stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum. Kedua, merumuskan model kolaborasi pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum sehingga lebih efektif.
Kerangka teori penelitian ini disusun berdasarkan beberapa preposisi. Pertama, Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum saat ini membutuhkan konsep kerja sama antarorganisasi yang mengarah pada pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum yang lebih efektif. Kedua, pengelolaan DAS Citarum merupakan urusan pemerintahan yang dapat didesentralisasikan yang bersifat multiaktor yang melibatkan instansi pemerintah dan organisasi non pemerintah dalam konsep kolaborasi.
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan kerangka berfikir serbasistem. Kerangka berfikir serbasistem yang digunakan adalah metodologi sistem lunak (soft systems methodology) Berdasarkan hasil penelitian dan analisis dirumuskan beberapa butir simpulan. Pertama, pengelolaan Daerah Aliran Sungai Citarum saat ini menunjukkan model pengelolaan yang independen dan sektoral.
Kedua , relasi antar organisasi dalam pengelolaan DAS Citarum secara keseluruhan belum terstruktur dengan baik yang berimbas terhadap implementasi peran dan fungsi organisasi yang tumpang tindih, berbenturan dan juga kekosongan manakala ada persoalan urgen yang muncul di lapangan.
Ketiga, analisis berfikir serba sistem pada pengelolaan DAS Citarum menunjukkan ciri-ciri tidak sistemik dan ciri-ciri organisasi yang Model kolaborasi mengalami ketidakmampuan belajar (a) Setiap stakeholder cenderung berposisi pada sudut pandang atau kepentingan sendiri yang menunjukkan ciri membelah seekor gajah tidak akan menghasilkan dua gajah kecil yang sama besar (b) Penyelesaian permasalahan dalam pengelolaan DAS Citarum cenderung parsial, teknikal, tidak radikal dan tidak bersifat perubahan mindset dan maupun kultural yang menunjukkan ciri shifting the burden (c) Dalam pengendalian pengelolaan DAS Citarum sering terjadi peralihan sumberdaya untuk kepentingan yang lain yang menunjukkan ciri eroding the goals (d) Visi bersama pengelolaan DAS Citarum tidak sampai pada tataran implementasi yang menunjukkan ciri growth to underinvestment.
Keempat, model kolaborasi yang sesuai untuk diterapkan dalam pengelolaan DAS Citarum adalah model interdependen yang didasarkan atas kerangka berpikir serbasistem yang mengarahkan perubahan mindset untuk melihat sesuatu secara utuh (keseluruhan).
Penelitian ini merekomendasikan. Pertama, penataaan kembali tugas pokok dan fungsi setiap organisasi berdasarkan struktur dan kapasitas organisasi tersebut dalam suatu collaborative governance. Penataan tersebut dirumuskan dalam bentuk instrumen-aransemen kerjasama dan tata kelola terpadu (collaborative governance). Kedua, melakukan langkah-langkah pengelolaan secara kolaboratif (a) menumbuhkan saling percaya antar organisasi yang terlibat dengan menciptakan sense of mission yang "clear" (b) perubahan mindset dari ego sektoral ke berfikir serbasistem dengan melihat permasalahan pengelolaan DAS Citarum sebagai masalah bersama. Proses tersebut diarahkan pada pemahaman tidak terpisahkannya antara C (customer) dengan A (actor) dan O (owners) (c) Membangun visi dan misi bersama antara organisasi terkait yang diwujudkan dalam bentuk rumusan tujuan bersama dipadu dengan tujuan masing-masing organisasi yang saling mendukung.
Implikasi teoritis penelitian ini adalah, pertama, kolaborasi merupakan salah satu bentuk proses pengorganisasian, disamping sebagai alat resolusi konflik. Model kolaborasi melengkapi model kooperasi dan koordinasi sebagai model kerjasama antarorganisasi. Kedua, menyempurnakan model kolaborasi dengan memetakan interaksi dimensi sebagai suatu siklus (cycles).
Implikasi metodologis yang dapat dikemukakan adalah, pertama, menyempurnakan konstruksi variabel bebas-terikat (independendependen) menjadi variabel terkait (interdependen). Kedua, penerapan CATWOE dalam analisis definisi permasalahan yang menunjukkan bahwa antara C, A dan O sebagai komponen tak terpisahkan satu sama lain. Implikasi kebijakan berkaitan dengan pembagian urusan pemerintahan menunjukkan bahwa pengelolaan DAS terkait dengan aktivitas stakeholder lain, selain pemerintah. Berkenaan denan pengelolaan DAS, Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 perlu disempurnakan dengan memasukan unsur lembaga non-pemerintah.

Unintegrated management and complicated factors lead to complex problem in Citarum Watershed management. The researcher interest to study about the problems because there are not resolution conflict model sufficiently settle the conflict among stakeholder.
The main problem of the research are, first, the management of Citarum`s Watershed has been fragmented and conflict among stakeholders. This condition cause the problem of Watershed management are more complicated and ineffective. Second, there are need a new concept for managing Citarum`s Watershed so that the management of Citarum watershed more efective.
The purpose of the research are, first to describe, identify and analyze relation among stakeholders which is involving in Citarum Watershed management. Second, to formulating a colaboration model for Citarum Watershed management that can assist authorities and regulators in designing effective and integrated policies The research theoretical framework designed base on some preposition. Firstly, Citarum Watershed management requires a concept about cooperation among stakeholders that can settle the conflict among them as consequence of fragmented-sectoral management. Second, in the context of decentralization in Indonesia, Watershed management involve multi actors. Collaboration concept used to learn the process and an outcome in which shared interest or conflict between government and non government organization (NGO).
The research using qualitative method and system thinking framework in term of soft systems methodology. Based on research analysis, this research formulated some finding. Firstly, actually Citarum Watershed management are independent. It caused the absence of an institution which function as a leader for all agent that involving in Citarum Watershed management. Second, relationship among organizations in management of Citarum Watershed has not been well structured. This condition cause overlapping role and function among organization involving Watershed management. As a result generates dispute among them when urgent problem emerging in field. Third, actually, Citarum Watershed management is characterized by nonsystems learning disabilities, as follow : (a) Each stakeholder tend to work in their own interest and their own perspective partially which can be illustrated the characteristic dividing an elephant in half not produce two small elephants; (b) Problem settlement are partial, technical, not radical and there are not mindset and cultural changing , shown the characteristic Model kolaborasi shifting the burden; (c) in controlling the management of Citarum`s watershed there are often changes of resources for other purpose, which shown the characteristic eroding the goals; (d) The vision of Citarum`s watershed management not end to the implementation shown the the characteristic growth to underinvestment.
Fourth, the most appropriate collaboration model for Citarum Watershed Management is interdependen model. This model based on system thinking, that changes need to be conceptualized in the context of the total system. Individu or institution as a part of system are interdependent, mutual interaction and interconnected systematically.
The research recommendations are: Firstly, it`s needed to rearrangement core task and function of organization based on organization`s structure and capacity in term of collaborative governance. The arrangement formulated in: (a) instrument of cooperation covering rights, obligations and authority for every institution and organization; (b) cooperation arrangement covering way of designing of cooperation planning and decision making procedure; (c) governance, how the cooperation is implemented and who will doing the cooperation. The rearrangement followed by confidence building among stakeholders so that commitment will be effective implemented.
Second, to take collaborative stake in management : (a) building mutual trust among organization/stakeholders involved by creating a clear sense of mission; (b) changing the mindset from sectoral view to systems thingking view by looking the problems of Citarum`s Watershed as share/collective problems. The process gives direction to understanding that C (customer), A (actor), and O (owner) are integrated - not be separated (c) Building integrated vision and mission among stakeholder/organization with collective goal and each organization`s objective as complementary as each other. Third, improving effective collaboration through (a) improving stakeholder`s participation in Watershed management autonomosly ; (b) trust maintain; (c) consistent in implementing commitment among stakeholders. The theoretical implications of the research are: firstly, collaboration use both as organizing process and conflict resolution. Collaboration model is one of cooperation model besides cooperation and coordination. Second, the research improving models of collaboration by introduce the dynamic interaction among dimension as cycle. The methodologcal implications of the research are: first, improving independent-dependent variable construction to become interdependent variable. The second reffering to CATWOE analysis of the problem definition, which shows that C, A, and O are unseparable components. The policy implications, the settlement of Citarum Watershed management can`t do partially so that Government Regulation No. 38/2007 should be completed by involved the non-government organization and / or civil society."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
D886
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sam`un Jaja Raharja
"Abstract. The aim of this research is to analyze the public sector policy management in the management of Citarum
river by using governance paradigm. The research used qualititive approach by using triangular sources techniques
consisting of: the state, civil society, and private sector. The result shows that the management of drainage basin becomes
a public matter involving the three main governance actors. However, the involvement of these three actors entails
three implications: (1) the addition of core competence principle to the distribution of authority among actors, apart
from ultra vires and general competence principles; (2) the addition of accessibility and effectiveness criteria in the
affair distribution among the actors, apart from externality, efficiency, and accountability criteria; and (3) the revision
of Government Regulation Number 38 year 2007 particularly on the affair distribution that involves non-state elements
(civil society and private sectors) according to governance paradigm. More over there has been a need to revise the
regulations related to the management of drainage basin."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Sam`un Jaja Raharja
Tangerang: Universitas Terbuka, 2014
338.04 SAM k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library