Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Salsabillah Amelano
Abstrak :
Apotek adalah suatu sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker. Pelayanan Informasi Obat (PIO) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam memberikan informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk peran apoteker dalam Pelayanan Informasi Obat, menyusun informasi dengan mengisi lembar Pelayanan Informasi Obat pada pasien dengan resep dokter serta mendesain dan membuat leaflet mengenai “Cara Penggunaan Insulin Pen yang Tepat”. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan Pelayanan Informasi Obat kepada pasien terkait obat pada resep, mengisi lembar Pelayanan Informasi Obat (PIO), menentukan topik dan mendesain informasi obat yang akan dibuat menjadi leaflet. Berdasarkan hasil penelitian, peran apoteker dalam Pelayanan Informasi Obat adalah menjamin terapi obat yang sedang dijalani pasien tepat secara indikasi, tersedianya obat yang paling efektif, paling aman, dan nyaman bagi pasien Lembar Pelayanan Informasi Obat berisi tentang skiring resep mengenai persyaratan administrative, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis serta layanan informasi obat yang diberikan untuk pasien mengenai informasi yang diberikan oleh dokter, informasi yang diberikan oleh apoteker, harapan setelah menggunakan obat, dan informasi pasien tentang apoteker yang berguna untuk mengoptimalkan Pelayanan Informasi Obat. Pembuatan leaflet cara penggunaan insulin dilakukan untuk mengedukasi peserta agar lebih peduli tentang cara penggunaan insulin, jarum suntik, dan penyimpanan yang benar sehingga obat dapat membawa hasil terapi yang optimal bagi masyarakat. ......Pharmacy is a pharmaceutical service facility where pharmacists practice pharmacy. Drug Information Service (PIO) is an activity carried out by pharmacists in providing impartial drug information, evaluated critically and with the best evidence in all aspects of drug use to other health professionals, patients or the public. The purpose of this research is to describe the role of pharmacists in drug information services, compiling information by filling out drug information service sheets for patients with a doctor's prescription and designing and making leaflets on “How to Use an Insulin Pen”. This research was conducted by conducting Drug Information Services to patients regarding prescription drugs, filling out Drug Information Service (PIO) sheets, determining topics and designing drug information to be made into leaflets. Based on the research results, the role of the pharmacist in the Drug Information Service is to ensure that the drug therapy being taken by the patient is right according to indications, the availability of the most effective, safest, and most convenient drugs for the patient. The Drug Information Service Sheet contains prescription screening regarding administrative requirements, pharmaceutical suitability, and clinical considerations as well as drug information services provided to patients regarding information provided by doctors, information provided by pharmacists, expectations after using drugs, and patient information about pharmacists that are useful for optimizing Drug Information Services. Leaflets on how to use insulin are made to educate participants to be more concerned about how to use insulin, syringes and proper storage so that drugs can bring optimal therapeutic results to the community.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabillah Amelano
Abstrak :
Industri Farmasi menerapkan CPOB untuk memastikan mutu obat yang dihasilkan sesuai dengan persyaratan dan tujuan penggunaannya. Salah satu aspek yang diatur adalah audit dan persetujuan pemasok. Pemasok dapat mengalami re-assessment atau bahan diskualifikasi oleh Departemen QA jika terdapat defisiensi terhadap mutu yang signifikan yang dapat menyebabkan risiko serius terhadap kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker dalam pelaksanaan audit produsen bahan baku dan memahami proses pelaksanaan audit produsen bahan baku yang dilakukan PT. Harsen Laboratories terhadap PT. X. Pelaksanaan kegiatan audit produsen bahan baku PT. X dilaksanakan secara remote audit dengan mengacu pada daftar periksa penilaian terhadap produsen bahan baku. Supervisor QA berperan dalam menyusun jadwal dan realisasi pelaksanaan audit serta mengkoordinasikan dan memastikan pelaksanaan kualifikasi produsen sesuai dengan jadwal dan prosedur tetap. Sedangkan peran Manager QA yaitu memeriksa jadwal dan realisasi pelaksanan audit produsen, memastikan kualifikasi telah dilaksanakan dengan benar serta mengkaji hasil kualifikasi produsen untuk dimasukkan ke dalam daftar pemasok yang disetujui. Berdasarkan hasil penilaian audit produsen bahan baku PT.X diperoleh nilai 2,88 dengan kategori A sehingga PT.X direkomendasikan ke dalam daftar pemasok yang disetujui. ......The Pharmaceutical Industry implements GMP to ensure the quality of drugs produced is in accordance with the requirements and intended use. One of the regulated aspects is supplier audit and approval. Suppliers may be subject to re- assessment or material disqualification by the QA Department if there is a significant deficiency in quality that may pose a serious risk to health. This study aims to determine the role of pharmacists in conducting raw material producer audits and to understand the process of implementing raw material producer audits conducted by PT. Harsen Laboratories against PT. X. Implementation of raw material producer audit activities PT. X carried out remote audits with reference to the assessment checklist of raw material producers. The QA Supervisor plays a role in preparing schedules and the realization of audit implementation as well as coordinating and ensuring the implementation of producer qualifications according to fixed schedules and procedures. Meanwhile, the role of the QA Manager is to check the schedule and actual implementation of producer audits, ensure that qualifications have been carried out correctly and review the results of producer qualifications to be included in the list of approved suppliers. Based on the results of the raw material producer audit assessment, PT.X obtained a value of 2.88 with category A so that PT.X was recommended to the list of approved suppliers.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabillah Amelano
Abstrak :
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian, pekerjaan farmasi adalah pemuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian, pengelolaan, pelayanan obat, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pada proses distribusi, pemerintah juga membuat suatu peraturan mengenai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) yang tercantum dalam Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik yang bertujuan untuk memastikan mutu obat sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya sepanjang jalur distribusi Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di PBF dan untuk mengetahui penerapan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 6 tahun 2020 Tentang Pedoman Teknis Cara Pembuatan Obat yang Baik di KFTD Cabang Jakarta 2. Studi literatur dilakukan terhadap Peraturan BPOM No. 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik dan diamati penerapannya di Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Jakarta 2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa apoteker berperan dalam menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem mutu serta mengelola kegiatan dan menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. Proses distribusi obat pada Kimia Farma Trading and Distribution Cabang Jakarta 2 telah menerapkan aspek-aspek Peraturan BPOM nomor 6 tahun 2020 tentang Cara Distribusi Obat yang Baik. ......Based on the Government Regulation of the Republic of Indonesia Number 51 of 2009 concerning pharmaceutical work, pharmaceutical work is loading including quality control of pharmaceutical preparations, security, procurement, storage and distribution, management, drug services, drug information services and development of drugs, medicinal ingredients and traditional medicines. In the distribution process, the government also makes a regulation regarding Good Distribution Practice (GDP) which is listed in the Drug and Food Control Agency Regulation Number 6 of 2020 concerning Technical Guidelines for Good Drug Distribution Methods which aims to ensure the quality of drugs according to the requirements and intended use along the distribution channel. This study aims to determine the role of pharmacists in carrying out pharmaceutical work at PBF and to find out the application of the Food and Drug Supervisory Agency Regulation No. 6 of 2020 concerning Technical Guidelines for Good Drug Manufacturing Practices at KFTD Jakarta 2. A literature study was conducted on BPOM Regulations No. 6 of 2020 concerning Good Distribution Practice (GDP) and its implementation was observed at Kimia Farma Trading and Distribution (KFTD) Jakarta 2. The results showed that pharmacists play a role in preparing, ensuring and maintaining the implementation of a quality system as well as managing activities and maintaining the accuracy and quality of documentation. The drug distribution process at Kimia Farma Trading and Distribution Jakarta 2 has implemented aspects of BPOM Regulation number 6 of 2020 concerning Good Methods of Drug Distribution.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabillah Amelano
Abstrak :
Pelayanan pemberian informasi obat dan penyerahan obat yang dilakukan oleh unit kefarmasian tidak lepas dari risiko kesalahan pemberian obat pada pasien. Analisis risiko kesalahan pemberian obat dapat dilakukan dengan metode FMEA. Failure Mode Effect Analysis atau FMEA adalah metode perbaikan kinerja dengan cara mengidentifikasi dan mencegah adanya potensi kegagalan atau kesalahan sebelum terjadi dengan tujuan untuk meningkatkan keselamatan pasien. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker dalam menganalisis risiko kesalahan yang dapat terjadi dalam pelayanan resep dan menganalisis risiko kesalahan yang dapat yang terjadi dalam pelayanan resep pada pasien di Puskesmas Kecamatan Matraman. Penelitian dilakukan dengan cara observasi lalu menentukan risiko yang terdapat pada setiap tahapan pelayanan resep. Risiko yang telah diidentifikasi kemudian dinilai Risk Priority Number (RPN) berdasarkan tingkat keparahan, kemungkinan risiko, dan kemudahan terdeteksi. Hasil penelitian menunjukkan apoteker berperan dalam manajemen risiko pada pelayanan resep untuk menjamin keberhasilan terapi pasien. Analisis risiko kesalahan dalam pelayanan resep yang diperoleh yaitu kegagalan dalam proses penyiapan obat merupakan kegagalan dengan nilai RPN (Risk Priority Number.) yang paling tinggi, sehingga proses ini menjadi prioritas pertama yang perlu diperbaiki untuk mencegah atau meminimalkan kegagalan pada tahapan pelayanan resep di pelayanan farmasi Puskesmas Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. ......The service of providing drug information and drug delivery carried out by the pharmaceutical unit cannot be separated from the risk of drug administration errors to patients. Analysis of the risk of drug administration errors can be done with the FMEA method. Failure Mode Effect Analysis or FMEA is a performance improvement method by identifying and preventing potential failures or errors before they occur with the aim of improving patient safety. This study aims to determine the role of pharmacists in analyzing the risks of errors that can occur in prescribing services and to analyze the risks of errors that can occur in prescribing services to patients at the Matraman District Health Center. The research was carried out by means of observation and then determining the risks involved in each stage of the prescription service. The risks that have been identified are then assessed by a Risk Priority Number (RPN) based on the level of severity, likelihood of risk, and ease of detection. The results showed that pharmacists play a role in risk management in prescription services to ensure the success of patient therapy. Analysis of the risk of errors in prescription services obtained, namely failure in the drug preparation process is a failure with the highest RPN (Risk Priority Number.) value, so this process is the first priority that needs to be improved to prevent or minimize failure at the prescription service stage in pharmaceutical services. Puskesmas Kecamatan Matraman, East Jakarta.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsabillah Amelano
Abstrak :
Central Sterile Supply Department (CSSD) adalah adalah salah satu unit pelayanan di rumah sakit yang merupaakan pusat sterilisasi. Biaya satuan dianalisis untuk memperoleh informasi mengenai perencanaan anggaran, pengendalian biaya, penetapan harga, penetapan subsidi dan membantu dalam pengambilan keputusan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran apoteker dalam pengelolaan dan pengendalian pelayanan kefarmasian serta untuk mendapatkan hasil analisa biaya satuan di Central Sterile Supply Department (CSSD) di Rumah Sakit Universitas Indonesia. Data yang digunakan adalah biaya langsung yang terdiri dari bahan dan alat medis habis pakai dan biaya tidak langsung yang terdiri dari bahan habis pakai non medis, biaya sumber daya manusia, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan dan biaya utilisisasi. Hasil penelitian menunjukkan peran apoteker dalam menganalisis biaya satuan pada layanan di unit CSSD RSUI yaitu memelihara sistem manajemen informasi secara lengkap agar lebih banyak lagi informasi yang andal dan terperinci, yang memungkinkan penilaian akurat tentang pemanfaatan sumber daya yang efisien pada unit pelayanan CSSD. Hasil analisis perhitungan biaya satuan dengan metode tradisional diperoleh biaya satuan pada layanan sterilisasi ulang sebesar Rp. 1.399.991 dan produksi kassa steril sebesar Rp. 54.061 yang menunjukkan biaya yang cukup tinggi sehingga diperlukan pengendalian dengan menekan biaya bahan habis pakai. ......The Central Sterile Supply Department (CSSD) is a service unit in a hospital which is a sterilization center. Unit costs are analyzed to obtain information on budget planning, cost control, pricing, setting subsidies and assisting in decision making. This study aims to determine the role of pharmacists in the management and control of pharmaceutical services and to obtain the result of unit cost analysis at the Central Sterile Supply Department (CSSD) at Rumah Sakit Univeristas Indonesia. The data used are direct costs consisting of consumable medical materials and equipment and indirect costs consisting of non-medical consumables, human resource costs, depreciation costs, maintenance costs and utilization costs. The results of the study show the pharmacist's role in analyzing unit costs for services in the CSSD unit at RSUI, namely maintaining a complete information management system so that there is more reliable and detailed information, which allows accurate assessment of the efficient use of resources in the CSSD service unit. The results of the analysis of calculating unit costs using the traditional method obtained unit costs for re- sterilization services of Rp. 1,399,991 and sterile gauze production of Rp. 54,061 which shows a fairly high cost so that control is needed by reducing the cost of consumables.
Depok: 2022
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library