Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Safira Khairinisa
"

Latar belakang:ECC merupakan masalah kesehatan gigi dan mulut dengan prevalensi dan keparahan yang tinggi, termasuk di Indonesia. Kondisi ini dapat berdampak ke kualitas hidup anak. Adanya berbagai faktor yang mempengaruhi ECC antara lain praktik kebersihan gigi dan mulut serta konsumsi makanan kariogenik. Usia 5 tahun merupakan waktu akhir periode gigi sulung sebelum akhirnya digantikan oleh gigi permanen. Tujuan:Mengetahui hubungan praktik kesehatan gigi dan mulut serta status karies gigi sulung terhadap kualitas hidup anak usia 5 tahun. Metode:Studi Cross-sectionalpada 266 anak berusia 5 tahun pada bulan Agustus-Oktober 2019 yang terpilih dengan metode multistage cluster random sampling dari TK di Jakarta Timuryang memenuhi kriteria inklusi anak berusia 60-71 bulan, kooperatif, dan orangtua bersedia mengisi informed consent. Seluruh orangtua subjek diminta untuk melengkapi kuesioner yang bersisi pertanyaan terkait karakteristik sosiodemografik, praktik kesehatan gigi dan mulut, serta kualitas hidup anak persepsi orang tua (SOHO-5p). Pada anak, dilakukan pemeriksaan status karies gigi sulung berupa indeks dmft dan pufa serta diwawancara terkait kualitas hidup anak persepsi sendiri (SOHO-5c). Digunakan uji beda Contuinity Correction, Pearson Chi Square, Mann Whitney, dan Kruskall Wallis serta Uji korelasi spearman untuk analisis statistik. Hasil: prevalensi ECC pada 266 anak adalah 88,7% dan pufa >0 sebanyak 35%. Terdapat hubungan yang bermakna antara praktik kebersihan gigi dan mulut terhadap indeks dmft (r=0,19;p=0,01) dan skor SOHO-5p (r=0,27;p<0,001) serta praktik konsumsi makanan kariogenik terhadap indeks dmft (r=0,14;p<0,01), dan SOHO-5p (r=0,27;p=0,013). Status karies gigi sulung memiliki hubungan yang bermakna dengan SOHO-5 (p<0,001). Seluruh variabel SOHO-5p memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks dmft dan indeks pufa (p<0,05) kecuali menghindari tersenyum karena penampilan terhadap indeks pufa. Tetapi, hanya skor total SOHO-5c, variabel kesulitan makan, dan kesulitan tidur yang memiliki hubungan yang bermakna terhadap indeks dmft dan indeks pufa (p<0,001). Secara umum, tidak terdapat perbedaan bermakna antara SOHO-5p dan SOHO-5c kecuali pada variabel kesulitan tidur (p=0,001), menghindari tersenyum karena rasa sakit (p=0,002), dan menghindari tersenyum karena penampilan (p=0,042) Kesimpulan:Terdapat hubungan yang bermakna antara status karies gigi sulung dan SOHO-5 tetapi hanya SOHO-5p yang memiliki hubungan bermakna dengan praktik kesehatan gigi dan mulut.. Tidak terdapat perbedaan persepsi yang bermakna antara SOHO-5p dan SOHO-5c sehingga orangtua dapat dijadikan penilai proksi dari kualitas hidup anak, tetapi kedua persepsi tetap diperlukan untuk menghindari informasi yang hilang. 



Background:ECC is a dental health problem with high prevalence and severity, including in Indonesia. This condition will affect child’s Oral-Health Related Quality of Life (OHRQoL). Factors that cause ECC are multifactorial, one of which is oral hygiene practice and comsumption of cariogenic meals. 5 years old is the late period of primary dentition before it’ll changed to permanent dentition Objective: To analyze relationship between oral health practice and early childhood caries with 5 years old children’s quality of life in Jakarta Timur. Method: Cross-sectional study in 266 5 years old children during August-October 2019 that chosen with multistage cluster random sampling from preschools in Jakarta Timur that fulfilled inclusion criteria child aged 60-71 month, cooperate, and parents had signed informed consent. All parents completed questionnaire about sociodemographic characteristic, oral health practice, and parent perception of child quality of life (SOHO-5p). Children were examined with dmft and pufa index and also interviewed about their perception of self quality of life (SOHO-5c). Result: Prevalence of ECC for 266 children is 88,7% with 35% have pufa index >0. There’s a significant relationship between oral hygiene practice with dmft index (r=0,19;p=0,001) and SOHO-5p(r=0,27;p<0,001) so does cariogenic meals consumption with dmft index (r=0,14;p<0,001) and SOHO-5p (r=0,27;p=0,013). ECC has significant relationship with SOHO-5 (p<0,05). All variables in SOHO-5p has significant relationship with dmft dan pufa index(p<0,05) except avoid smiling because of appearance towards pufa index. But, only total score of SOHO-5c,‘difficult eat’ and ‘difficult sleep’ variables have significant relationship with dmft and pufa index (p<0,001). In general, there’s no statistically difference between mother-child perception in SOHO-5p and SOHO-5c except in ‘difficult sleep’ (p=0,001), ‘avoid smiling because of pain’ (p=0,002) and ‘avoid smiling because of appearance’(p=0,042). Conclusion:There’s significant relationship between ECC and SOHO-5 but only the parental version has significant relationship with oral health practice. There’s no significant difference between SOHO-5p and SOHO-5c thus parents could be the proxy rater for their child but both perception still needed to avoid missing information.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia , 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safira Khairinisa
"Latar Belakang:Perawatan preventif harus diperkenalkan ke anak sedini mungkin.Rekomendasi agar dokter gigi melakukan berbagai praktik preventif sudah tersedia, akan tetapi bukti menunjukkan bahwa ada kesenjangan antara hal tersebut dengan praktik klinis yang sebenarnya. Kesenjangan ini bisa terjadi akibat adanya determinan seperti sikap, kepercayaan, dan nilai mengenai kepentingan dan kemudahan dalam melakukan tindakan preventif. Theory of Planned Behavior(TPB) membahas bagaimana intensi dalam melakukan suatu tindakan adalah prediktor utama praktik yang akan dilakukan. Akan tetapi, konstruk pada teori ini tidak memperhitungkan ada tidaknya peluang dan sumber daya untuk melakukan perilaku yang diinginkan terlepas dari niatnya.Studi ini memperluas TPB untuk memeriksa determinan dan hambatan praktik preventif pada anak prasekolah.Metode:Studi cross-sectionalini mensurvei 362 dokter gigi dari 34 provinsi di Indonesia secara online. Data sosiodemografi dan praktik dokter gigi, konstruksi model TPB (sikap, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan intensi) serta hambatan dokter gigi terhadap praktik pencegahan pada anak-anak prasekolah (domain anak, orang tua, dokter gigi, dan sistem kesehatan) dicatat. Analisis deskriptif dan bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antar karakteristik dokter gigi dengan determinan dan hambatan yang dirasakan. PLS-SEM digunakan untuk besar pengaruh seluruh faktor dan menentukan faktor mana yang paling mempengaruhi praktik preventif. Hasil:Perpanjangan TPBmerupakan model yang fit dan relevan serta dapat menjelaskan 55,5% intensi dokter gigi dan 18% praktik preventif. Persepsi kontrol perilaku merupakan prediktor paling kuat terhadap intensi (44,2%) dan terhadap praktik (8,8%) sedangkan hambatan dari sisi orang tua dianggap hambatan yang paling berpengaruh (18,8%). Studi ini juga menemukan bahwa sektor praktik, wilayah praktik, usia, beban kerja, dan sistem pembayaran pasien paling memengaruhi intensi dan hambatan praktik preventif dokter gigi. Kesimpulan:Perpanjangan Model TPB dengan memperhatikan faktor hambatan yang dirasakan dokter gigi dapat meningkatkan nilai prediksi praktik preventif yang dilakukan.Pihak dan masalah yang diidentifikasi dalam penelitian ini perlu menjadi sasaran dalam perbaikan program kesehatan selain itu, dokter gigi, sebagai penyedia pelayanan perlu menerima pendidikan yang berfokus untuk menangani hambatan tersebut sehingga praktik preventif karies di Indonesia dapat dimaksimalkan.

Background:Preventive care should be introduced to children as early as possible. Evidence suggests that dentists' preventive measures fall short of guidelines. Attitudes, beliefs, and values about interests and taking preventive action might cause this discrepancy. According to Theory of Planned Behavior, intention determines behavior. This approach does not consider if there are opportunities and resources to perform the behavior regardless the of intention. Thus, internal and external barriers should also highlighted. This study extends the Theory of Planned Behavior to examine dentists' caries prevention determinants and barriers. Methods:This cross-sectional study surveyed 362 dentists from 34 Indonesian provinces online. Dentists' sociodemographic data, practice patterns, and daily preventative activities such patient education, caries risk assessment, topical fluoride, and silver diamine fluoride were documented. TPB constructs (attitudes, subjective norms, perceived behavioral control, and intentions) and dentists' perceived barriers to provide preventive practices in preschool children (children, parents, dentists, and health care system-related) were also recorded. Descriptive and bivariate analyses dentist characteristics association with TPB constructs and perceived barriers. PLS-SEM determines simultant association amongst them and which factors most influence preventive practice the most. Results:The extended TPB model fits and explains 55.5% of dentist intentions and 18% of preventive practices. Perceived behavioral control predicted intention (44.2%) and practice (8.8%), while parental barrier prevented preventive practice the most (18.8%). This study also found that practice sector, practice location, age, workload, and patient payment system most influenced dentists' preventive practice intentions and barriers. Conclusion:Extended version of TPB by considering factors that become barrier for dentists increases the predictive value of dentists’ preventive practices. Parties and problems identified through this study need to be targeted for future oral health programs. Also, to maximize caries prevention practices, dentists need formal or continuous education to overcome these barriers."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library