Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
Rusyanti
Abstrak :
Tesis ini mengkaji tentang konstruksi dinamika habitus sebagai praktik sosial yang teramati di Pecinan Lemah wungkuk, Plered dan Jamblang pada abad ke-19 mdash;21 M, dari sudut pandang Paradigma Arkeologi Postprosesual. Habitus merupakan teori yang dipopulerkan oleh Sosiolog sekaligus filsuf Pierre Bourdieu. Habitus adalah suatu sistem disposisi atau struktur mental kognitif sekaligus juga sebagai strategi yang digunakan secara sadar oleh manusia sebagai agen dalam menghadapi situasi yang dihadapi atau struktur. Habitus terlihat dalam bentuk tindakan dan representasi sosial dan terekam dalam jejak arkeologis. Penelitian terhadap artefak arkeologi di Pecinan Cirebon memperlihatkan habitus yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi yang dihadapi dan berkaitan dengan pengorganisasian kapital dalam suatu arena. Habitus di Pecinan Lemah Wungkuk memperlihatkan ketahanan dalam menghadapi situasi yang dialami sehingga membentuk Pecinan yang bercirikan reproduksi dari kebudayaan Cina. Habitus di Pecinan Plered memperlihatkan kelemahan sehingga berdampak pada penguasaan Pecinan yang memudar dan bertransformasi menjadi kawasan komersil perdagangan batik, dan habitus di Pecinan Jamblang memperlihatkan praktik inovasi sebagai strategi untuk tetap bisa mempertahankan arenanya. Dinamika habitus yang teramati melalui artefak arkeologi di ketiga Pecinan tersebut merupakan cerminan dari adanya praktik konstruktivisme, yaitu bahwa semua aktivitas manusia adalah praktik sosial kontingen yang maknanya dikonstruksi dalam pasang-surut interaksi sosial.
......
This thesis discusses the construction of habitus dynamics as social practice observed in Pecinan Lemah Wungkuk, Plered and Jamblang in the 19 mdash 21th Century, from the perspective of the paradigm of Archaeology Postprosesual. Habitus is a theory popularized by Sociologist and philosopher, Pierre Bourdieu. Habitus is cognitive a system of mental structures or disposition, as well as a strategy, used consciously by human beings as agents in dealing with the situation at hand as a structure. Habitus looks in the form of actions and social representation, and both could lies in the archaeological records. Research on archaeological artifacts in Pecinan Cirebon shows different habitus corresponding to the conditions encountered as well as related to its resilience in maintaining their capital resources and arenas. Habitus in Pecinan Lemah Wungkuk showed resilience facing the situation so encourage the development of Pecinan as well as represent the reproduction as the settlement of ethnic Chinese. Habitus in Pecinan Plered showed weakness so that the impact on the mastery of Chinatown fades and transformed it become commercial batik trading area, and habitus in Pecinan Jamblang keep strugggling by making innovations in order to maintain their arena. The dynamics of habitus observed through archaeological artifacts in the third Pecinan reflects the practice of constructivism, that all human activity is social practice contingent which its meaning construct by tidal social interaction.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2016
T47024
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Rusyanti
Abstrak :
Pemukiman merupakan sebuah ruang di mana berbagai aktivitas dan pengorganisasian terjadi di dalamnya. Pengorganisasian ruang dapat diteliti dengan cara melakukan pengamatan terhadap interaksi berbagai variabel yang ada di dalamnya sehingga dapat menjelaskan sejauh mana manusia memanfaatkan, mengolah, dan mengubah lingkungannya sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Penelitian Pecinan Kuno di Kota Cirebon sebagai living monument yang sudah ada sebelum kedatangan Kolonial Belanda menunjukkan bahwa pemukiman ini memiliki pengorganisasian ruang yang mencerminkan gagasan dan perilaku masyarakatnya. Bukti-bukti arkeologis menunjukkan bahwa beberapa nilai ideal dari feng-shui yang merupakan prinsip dasar dari keseimbangan Yin dan Yang, masih diterapkan sebagai acuan lokasional. Hal ini umumnya terlihat pada bangunan-bangunan keagamaan seperti klenteng dan bangunan makam. Aktivitas orang-orang Cina yang besar dalam hal perdagangan, terlihat dari cara mereka memanfaatkan dan mengorganisasi ruang. Rumah tidak hanya diperuntukkan sebagai hunian, tetapi juga sebagai toko (ruko). Ruko-ruko ini menempati daerah-daerah di sepanjang jalan utama dengan tingkat komersial yang tinggi. Faktor kedekatan lokasional dengan pelabuhan dan Kanal Cipadu yang ditutup pada awal abad ke-19, memudahkan arus perdagangan mereka baik ke luar Pecinan maupun ke daerah-daerah di pedalaman. Posisinya yang strategis di antara pemukiman Arab dan Pribumi dan deretan ruko-ruko, membuat kawasan ini berwajah seragam, yaitu sebagai kawasan bisnis (bussiness district) dengan fungsi utama sebagai pedagang perantara (mediating role) yang masih berlangsung hingga sekarang.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2006
S11893
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library