Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 7 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Arbianti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1995
S48820
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Abstrak :
Reduksi CO2 menjadi CO adalah alternatif pemenuhan akan kebutuhan gas sintesis dengan rasio H2/CO yang rendah. Proses reduksi ini berlangsung baik dengan menggunakan reduktor oksida logam yang kekurangan oksigen. Oksida logam yang tepat akan memberikan hasil yang optimal terhadap proses reduksi ini. Penelitian tentang kemampuan reduktor oksida logam yang kekurangan oksigen akan memberikan informasi yang sangat berguna untuk pengembangan proses reduksi ini. Penelitian ini diawali dengan pembuatan oksida logam CeO2 dengan metode presipitasi menggunakan bahan baku Ce(SO4)2.4H20 sebagai sumber logam Ce. Oxygen Untuk mengetahui adanya jenis ikatan CeO2 dilakukan karakterisasi FTIR dan luas permukaan diukur dengan metode BET. Oksida logam yang dihasilkan kemudian diuji keaktifannya dengan cara mereduksinya terlebih dahulu dengan gas H2 (suhu 700°C, laju alir 100 ml/menit) dan kemudian mereaksikannya dengan reaktan CO2 dengan beberapa variasi kondisi operasi. Variasi suhu yang dilakukan pada penelitian ini berkisar antara 650°C sampai dengan 800°C dengan interval kenaikan 50°C. Hasil pengujian menunjukkan bahwa laju pembentukan CO yang tertinggi terjadi pada suhu reaksi 800°C dan laju alir 80 ml/menit sebesar 0,000135 mol/menit. Pengujian tersebut juga menunjukkan kenaikan kapasitas adsopsi seiring dengan kenaikan suhu sampai 750°C dan kemudian kenaikan suhu menyebabkan penurunan kapasitas adsorpsi. Fenomena lain yang terjadi adalah bahwa tidak semua CO2 teradsorp oleh reduktor menjadi produk gas CO, sebagian menempel pada permukaan reduktor.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Abstrak :
ABSTRAK
Laju produksi CPO di pasar dunia dalam dua dekade ini terus . mengalami peningkatan. Fenomena ini diproyeksikan akan terus terjadi hingga tahun 2020. Salah satu produk diversifikasi CPO yang bernilai ekonomi tinggi adalah lisofosfatidilkolin (LPC) yang sering disebut juga sebagai lesitin. Lesitin merupakan suatu emulsifier yang sangat dibutuhkan dalam industri makanan, farmasi, maupun kosmetika.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mendapatkan senyawa fosfolipid/lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier pada industri makanan. Dari penelitian yang sudah dilakukan dapat dibuktikan bahwa fosfolipid dapat disintesis dari CPO dengan katalis enzim Mucor miehei lipase. Reaksi dilakukan dalam reaktor tumpak. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan efisiensi konversi yang lebih baik dari sintesis fosfolipid/lesitin dalam reaktor tumpak dengan biokatalis enzim Mucor miehei lipase yang diimobilisasi dalam kitin, yang kemudian diaplikasikan dalam PRD bioreaktor yang dioperasikan secara kontinyu. Enzim lipase diimobilisasi dengan tujuan supaya struktur enzim lebih stabil, sehingga enzim dapat bekerja lebih baik. Dengan adanya imobilisasi enzim ini diharapkan dapat mengatasi masalah sulitnya enzim diperoleh kembali ketika digunakan dalam skala industri.

Penelitian yang dilakukan ini menjadi sangat penting, mengingat di masa depan emulsifier makin menunjukkan keajaibannya, serta adanya penelitian di bidang makanan dan minuman berbasis emulsi yang perkembangannya semakin pesat. Perkembangan ilmu dan teknologi pangan yang pesat tersebut telah mampu menghadirkan produk olahan pangan bermutu, guna memenuhi permintaan konsumen yang semakin beragam. Hal ini bisa dilihat dengan semakin banyaknya jenis produk makanan berbasis emulsi yang beredar baik di pasar-pasar tradisional maupun di super/hypermarket.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Abstrak :
Surfaktan berbahan baku oleokimia memiliki beberapa keunggulan, diantaranya bersifat terbarukan (renewable resources) dan secara alami mudah terdegradasi. Surfaktan ini dapat dibuat dengan mengunakan bahan baku minyak kelapa murni dan melalui proses sebagai berikut: reaksi transesterifikasi untuk mengkonversi minyak menjadi metil ester; pemisahan metil laurat dari metil ester; reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni; reaksi sulfatasi dengan menambahkan H2SO4 ; serta netralisasi dengan NaOH. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan kondisi optimum yang meliputi suhu reaksi, laju alir gas hidrogen, dan persen berat katalis pada reaksi hidrogenasi metil laurat menggunakan katalis Ni untuk menghasilkan senyawa yang akan diproses lebih lanjut menjadi urfaktan yang selanjutnya disebut sebagai SLS (Sodium Lauril Sulfat) analog (SLS a). Pengujian terhadap produk hasil hidrogenasi dilakukan dengan mengukur kemampuan dalam menurunkan tegangan permukaan air serta menstabilkan emulsi minyak dalam air. Hasil penelitian menunjukkan kondisi operasi optimum reaksi hidrogenasi metil laurat terjadi pada suhu 270oC, lajualir gas H21 ml/s, dan 30% berat katalis. Kemampuan SLS analog yang dihasilkan mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga mencapai 44.5 mN/m dengan penambahan 25% berat surfaktan. Berdasarkan hasil uji stabilitas emulsi minyak dalam air, surfaktan yang dihasilkan mampu menstabilkan emulsi selama 1.235 detik. ......One major advantage of oleochemical surfactant is its renewable and degradable properties regarding environmental issue. This surfactant is made using coconut oil as raw material, the process are as follows: trans-esterification reaction to converse virgin coconut oil to methyl ester, followed by methyl laurate separation from methyl ester based on melting point difference, methyl laurate hydrogenation by using nickel catalyst, sulfatation reaction, adding H2SO4, and neutralization by using NaOH. The goals of this research are to obtain the optimum reaction condition in aspects of several variables, such as temperature, hydrogen gas flow rate, and percent weig ht of catalyst in the hydrogenation reaction to produce substance as based material for an analogue SLS surfactant. This research shows that the optimum operating conditions are 270oC of temperature, 1mL/s of H2gas flow rate, and 30% wt of catalyst. Testing of these surfactants are done by measuring their ability to reduce the surface tension of water and stabilize the oil in water emulsion. Its results show that adding 25 wt% of surfactants has surface tension of 44.5 mN/m. Based on the stabilizing emulsion test, surfactants can stabilize emulsion for 1.235 seconds.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
JUTE-22-3-Sep2008-229
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Abstrak :
Pertumbuhan produksi sampah kertas yang pesat merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Hal ini perlu dipikirkan karena lingkungan memiliki keterbatasan dalam menampung sampah, dan dampak buruk dari pembakaran sampah terhadap lingkungan dan kesehatan. Salah satu metode penanganan sampah adalah mengubahnya menjadi etanol. Kandungan selulosa dalam kertas dapat dihidrolisis menjadi glukosa dan selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Untuk sampel kertas tanpa tinta dan kertas bertinta tanpa proses pemisahan tinta, tahap awal adalah proses dekristalisasi selulosa melalui pengolahan awal dengan asam sulfat teknis 10% berat, dilanjutkan reaksi hidrolisis dengan katalis asam sulfat teknis 5% berat, dan tahap akhir adalah fermentasi. Adapun untuk sampel kertas bertinta dengan proses pemisahan tinta, sebelum mengalami proses dekristalisasi sampel terlebih dahulu menjalani proses pemisahan tinta melalui pengolahan awal dengan NaOH dan sabun asam lemak. Hasil penelitian untuk sampel kertas bertinta tanpa proses pemisahan tinta menunjukkan bahwa sampel kertas jenis HVS bertinta warna deskjet menghasilkan produk etanol tertinggi yaitu 0,0485 gram etanol/gram kertas. Sedangkan untuk sampel dengan proses pemisahan tinta, produk etanol terbesar juga diperoleh dari sampel kertas jenis HVS bertinta warna deskjet yakni 0,0754 gram etanol/gram kertas.
The growth of paper waste generation has been becoming our oncern. This issue needs to be addressed since an environment has limitation to accommodate the waste, and the incineration of it gives the negative impact to our health. One of methods to deal with it is by converting to ethanol. The cellulose content in paper can be hydrolyzed to glucose, and eventually this would become ethanol after fermentation process. This research consists of several processes. For paper waste without deinking process, initial process is cellulose decristallization using 10%wt sulfic acid, followed by hydrolysis reaction with 5% wt sulfic acid catalyst, and ended with fermentation process. Meanwhile, for paper waste with deinking process, deinking process conduct with pretreatment using NaOH and fatty acid soap, before decristallization of cellulose. The result shows that with or without deinking process HVS paper waste containing desk jet ink, produces higher ethanol: 0.0485 gr ethanol/gr paper waste without deinking process, and 0.0754 gr ethanol/gr paper waste with deinking process.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Abstrak :
Metil laurat merupakan bahan baku atau bahan dasar bagi banyak industri, termasuk industri surfaktan, yang dapat diisolasi dari minyak kelapa. Pada penelitian ini minyak kelapa (VCO) awalnya nitransesterifikasi dengan metanol untuk menghasilkan metil ester dengan menggunakan NaOH sebagai katalis. Metil laurat dipisahkan dari metil ester dengan menggunakan metode pemisahan berdasarkan perbedaan titik leleh. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh beberapa variabel dalam transesterifikasi terhadap konsentrasi metil laurat yang dihasilkan. Variabel-variabel yang diamati yaitu suhu (40 oC, 50 oC, 60 oC, 80 oC), waktu reaksi transesterifikasi (0,5 jam, 1 jam, 1,5 jam, 2 jam, 3 jam), dan persen berat katalis NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %). Pada penelitian ini, konsentrasi metil laurat secara umum meningkat seiring kenaikan suhu, waktu, dan persen berat katalis. Kondisi optimum diperoleh pada suhu reaksi 60oC, waktu reaksi 2 jam, dan konsentrasi NaOH 2 % berat. Konversi asam laurat menjadi metil laurat yang diperoleh dari kondisi optimum setelah dilakukan pemisahan berdasarkan titik leleh adalah 55,61 %.
Methyl laurate is a raw or base material for many industries, including surfactant industries. In this research, coconut oil (VCO) is transesterified with methanol to produce methyl ester, using NaOH as the catalyst. Methyl laurate is then separated by method based on the difference in melting point. This research focuses at determining the effects of some variables in transesterification on the concentration of produced methyl laurate. The variables are temperature (40 oC, 50 oC, 60 oC, 80 oC), time of transesterification reaction (0,5 hour, 1 hour, 1,5 hours, 2 hours, 3 hours), and the percent weight of the catalyst NaOH (0,5 %, 1 %, 1,5 %, 2 %, 3 %). Research showed the concentration of methyl laurate increased, following the increased temperature, time, and percent weight of catalysts. Optimal conditions were acquired at reaction temperature of 60oC, reaction time of 2 hours, and percent weight of the catalyst NaOH of 2 %. Laurate acid conversion to methyl laurate that yielded from optimal conditions, after the separation based on melting point, was 55,61 %.
Depok: Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Arbianti
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2003
T40204
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library